• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI FABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENERAPAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI FABEL PADA SISWA KELAS VII SMP"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7

P-ISSN

2548-6063

KURIKULA: JURNAL PENDIDIKAN VOLUME: 8 NO: 1 TAHUN 2023

https://ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/kurikula/index

E-ISSN

2746-4903

PENERAPAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI FABEL

PADA SISWA KELAS VII SMP

Eka Putri Vania, Moh. Ahsan Shohifur Rizal, Kholik Institut Agama Islam (IAI) Al-Qolam Malang1, Indonesia Institut Agama Islam (IAI) Al-Qolam Malang,2 Indonesia Institut Agama Islam (IAI) Al-Qolam Malang3, Indonesia

ekaputrivania20@alqolam.ac.id ahsan@alqolam.ac.id kholik@alqolam.ac.id

Article history Submitted 9./08/2023

Accepted 24/08/2023

Published 30/09/2023

ABSTRACT The purpose of this study is to describe the application of storytelling techniques in improving students' skills in retelling moral stories, especially fables. The research method used is a qualitative descriptive approach involving 12 grade VII students of SMP PGRI AS Sarqowi. Data collection was carried out through interviews, information recording, and documentation as data sources. The results showed that the application of storytelling techniques was effective in increasing students' skills in explaining the contents of fables, being able to convey the orientation, complications, resolution and code of fable. From this study it can be concluded that the use of storytelling techniques is effective in increasing students' understanding of structure and communication in fables.

Key Words: storytelling method, retelling skill, fable text

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan penerapan teknik storytelling dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam menceritakan kembali cerita moral, khususnya cerita fabel.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan melibatkan 12 siswa kelas VII SMP PGRI AS Sarqowi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pencatatan informasi, dan dokumentasi sebagai sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik bercerita efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menjelaskan isi fabel, mampu menyampaikan orientasi, komplikasi, resolusi dan Koda cerita fabel. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik bercerita efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap struktur dan komunikasi dalam cerita fabel.

Kata kunci: metode bercerita, keterampilan menceritakan kembali, teks fable

A. PENDAHULUAN

Pendidikan di era modern ini menuntut adanya pengembangan metode pembelajaran yang inovatif dan efektif guna memfasilitasi perkembangan keterampilan

(2)

8 siswa secara holistik. Satu elemen yang signifikan dalam proses pembelajaran bahasa adalah kemampuan siswa dalam menceritakan kembali cerita atau narasi. Menurut (Kusuma, 2020) menceritakan kembali isi fabel, melalui pendekatan tersebut, siswa dapat melakukan berbagai kegiatan yang memfasilitasi pembelajaran seperti mengasah keterampilan berbicara, berimajinasi, dan memahami pesan moral yang terkandung dalam fabel.

Metode bercerita menjadi salah satu metode yang menarik dalam proses pembelajaran fabel. Melalui penggunaan metode ini, siswa diajak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan membaca, mendengarkan, dan menceritakan kembali fabel (Utami et al., 2023). Proses interaktif ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara, meningkatkan imajinasi, dan memahami pesan moral yang terkandung dalam fabel. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan teknik bercerita dalam meningkatkan keterampilan storytelling.

Mata pelajaran Bahasa Indonesia harus diajarkan kepada siswa di semua tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Bahasa Indonesia selalu termasuk dalam kurikulum masing-masing lembaga. Pengajaran bahasa Indonesia memiliki dua komponen, yaitu keterampilan linguistik dan keterampilan sastra. Kemampuan Bahasa memiliki empat aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. yang saling terkait satu sama lain. Misalnya, jika seseorang berbicara, pasti ada yang mendengarkan, dan Jika seseorang membaca, seseorang harus menulis. Empat keterampilan ini adalah aktivitas yang saling terintegrasi saat belajar bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa biasanya diperoleh melalui urutan yang teratur, yaitu mulai dari belajar menyimak, berbicara, membaca, dan menulis pada masa kecil.

Kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif dan efisien sesuai dengan nilai- nilai etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis, menghormati dan merasa bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa tersebut dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, memanfaatkan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan sosial, menikmati dan menggunakan karya sastra untuk memperluas pengetahuan, etika, serta kemampuan berbahasa, serta menghargai dan merasa bangga terhadap sastra Indonesia sebagai warisan budaya dan intelektual masyarakat Indonesia. (Ali, 2020). Berbicara adalah kemampuan menggunakan suara dan gerakan artikulasi kata-kata untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan emosi (Marchand, 2023). Dari pernyataan ini, Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berbicara merupakan keahlian atau kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa secara lisan, untuk menghasilkan kata-kata yang diberikan kepada orang lain dan dipengaruhi melalui aktivitas mendengar. Tujuan nya untuk komunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran, gagasan, dan informasi kepada orang lain. Kemampuan berbicara memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Melalui berbicara, siswa dapat mengungkapkan pikiran dan persepsi serta merasa aktif terlibat dalam proses belajar.

Sebagian siswa kelas VII mengalami kesulitan dalam mempelajari keterampilan berbicara. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam mempelajari kosakata dan memilih kamus yang tepat untuk bahasa tersebut, terutama ketika berbicara di depan kelas atau di hadapan publik. Kesalahan umum yang dilakukan siswa saat berbicara meliputi kesalahan

(3)

9 dalam melafalkan suara-suara dalam memilih kata-kata yang tepat, penting bagi seseorang untuk memperhatikan parafrase bahasa. Selain itu, keterampilan berbicara tidak hanya kemampuan mendengar saja, tetapi juga kemampuan menulis dan membaca turut menjadi faktor yang penting dalam proses pembelajaran. Secara keseluruhan, kemampuan berbicara yang baik memerlukan persiapan yang matang dalam menulis.

Seorang pembicara perlu memiliki kemampuan untuk menemukan topik yang menarik dan mengorganisir topik tersebut ke dalam kerangka yang sesuai agar dapat menjadi panduan dalam mencari materi. Materi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk membaca.

Kurikulum 2013 mengharuskan siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Salah satu konsep yang penting bagi siswa untuk menguasai yaitu story telling dongeng. Teks dongeng menggambarkan kehidupan hewan yang berperilaku seperti manusia. Dongeng menceritakan kehidupan hewan sebagai pahlawan yang baik hati dan bijaksana, ingin berteman dan melakukan perbuatan terpuji. Di sisi lain, beberapa hewan dalam dongeng adalah cerdik, egois, sombong, licik, merendahkan orang lain, dan mau mengalahkan diri sendiri. Alegori atau Fabel adalah jenis tulisan fiksi yang menggunakan narasi untuk menggambarkan peristiwa yang bersifat khayalan atau imajinatif. Revisi kurikulum 2013 pada silabus tahun 2017 mencakup pengisahan kembali dongeng dan legenda lokal sebagai kompetensi inti untuk KD 4.11 SMP Kelas VII. Melalui kegiatan pengisahan kembali, siswa dilatih untuk bercerita, menyampaikan, dan mengungkapkan isi dari dongeng tersebut. Siswa diajarkan bagaimana mengisahkan kembali isi teks dongeng. Berbicara adalah keterampilan bahasa yang penting ketika menggunakan konten dongeng di dalam kelas. Untuk menguasai keterampilan ini, siswa harus memiliki kemampuan berbicara terlebih dahulu.

SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang adalah sekolah yang mengimplementasikan kurikulum 2013. Menurut para guru bahasa Indonesia, beberapa siswa mengalami hambatan pada kemampuan berbicara, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mengisahkan kembali dongeng. Hal ini juga disebabkan beberapa factor diantaranya: (1) kurangnya penguasaan materi bahasa, (2) kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, dan (3) Penggunaan metode pembelajaran tradisional oleh guru mengakibatkan dominasi peran guru dalam pembelajaran di kelas, sementara siswa cenderung tidak aktif dalam proses pembelajaran (Ambarwati et al., 2022).

Untuk mencapai kemampuan berbicara ini, diperlukan model pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas dan pemikiran siswa dalam memecahkan masalah. Sebuah model pembelajaran harus mampu menyederhanakan masalah dan membuatnya mudah dipahami dan diselesaikan. Maka dari itu, guru perlu mengambil langkah-langkah dalam merencanakan model pembelajaran yang sesuai.

Teknik bercerita telah terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa (Tatik, 2022). Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan teknik bercerita memiliki performa yang lebih baik dalam berbicara dibandingkan dengan mereka yang diajar dengan metode konvensional. Bercerita merupakan kegiatan interaktif yang melibatkan penggunaan kata-kata dan gerakan untuk mengungkapkan unsur-unsur dan gambaran dari suatu cerita, sambil merangsang imajinasi pendengar. Bidang pengembangan kemampuan berbahasa melibatkan

(4)

10 penguasaan kosa kata yang diperlukan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan lingkungan sekitar (Sardi et al., 2020). Ini melibatkan kemampuan mendengarkan dan memahami kata-kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia, serta mampu mengungkapkan diri dan menyampaikan pendapat dengan pengucapan yang tepat. Dalam metode bercerita, siswa secara aktif berlatih bahasa sebagai tugas pembelajaran (Trisnanda & Nasucha, 2021). Metode ini dirancang untuk membantu siswa menceritakan kembali fabel yang telah mereka baca dan pahami.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, para peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul "Penerapan teknik bercerita untuk meningkatkan kemampuan menceritakan kembali isi fabel pada siswa kelas VII SMP PGRI As Sarqowi".

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan suatu analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena seperti perilaku, persepsi, motivasi, dan pengalaman perilaku yang dialami oleh partisipan penelitian melalui deskripsi verbal dan tulisan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi arah, komplikasi, solusi, dan penutup dalam menceritakan kembali teks fabel menggunakan teknik bercerita oleh siswa-siswa kelas VII SMP PGRI AS SARQOWI Gondangurgi Malang. Dari antara mereka, dipilih 12 subjek penelitian yang mampu menceritakan dongeng secara baik dan menarik, untuk kemudian disurvei menggunakan instrumen survei yang telah ditentukan. Instrumen survei yang digunakan terdiri dari dua bagian utama: pertanyaan tentang pengalaman menceritakan dongeng dan penilaian dari para pendengar.

Bagian pertama instrumen survei terdiri dari pertanyaan terstruktur yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang pengalaman menceritakan dongeng dari sudut pandang narator. Beberapa pertanyaan dalam bagian ini meliputi:

1. Seberapa sering Anda menceritakan dongeng?

2. Apa jenis dongeng yang biasanya Anda ceritakan?

3. Apa yang membuat Anda tertarik untuk menceritakan dongeng?

4. Bagaimana Anda mempersiapkan diri sebelum menceritakan dongeng?

5. Apa kendala yang mungkin Anda hadapi saat menceritakan dongeng?

Bagian kedua instrumen survei bertujuan untuk mendapatkan penilaian dari pendengar tentang kualitas dan dampak dari cerita dongeng yang diceritakan oleh narator.

Para pendengar akan diminta untuk memberikan skor berdasarkan indeks yang telah ditentukan terhadap beberapa aspek, yaitu:

1. Kejelasan dan kohesivitas cerita.

2. Penggunaan bahasa dan ekspresi.

3. Kemampuan narator dalam membangun suasana dan emosi.

4. Relevansi cerita dengan pendengar.

5. Daya tarik cerita dalam mempertahankan perhatian pendengar.

Tujuan dari instrumen survei ini adalah untuk mengukur sejauh mana narator mampu menceritakan dongeng dengan baik dan efektif serta untuk menilai dampak cerita dongeng terhadap pendengar. Hasil survei ini akan memberikan wawasan tentang faktor- faktor yang membuat sebuah dongeng menarik, dan bagaimana pengaruhnya terhadap pendengar. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan panduan

(5)

11 atau rekomendasi dalam meningkatkan keterampilan menceritakan dongeng dan menciptakan pengalaman yang lebih mendalam bagi pendengar.

Penelitian ini menggunakan siswa-siswa kelas VII SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang sebagai sumber data. Data yang dikumpulkan meliputi aktivitas siswa dalam menceritakan kembali teks fabel dan juga hasil dari wawancara dengan siswa.

Proses pengumpulan data dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Peneliti berperan sebagai pengamat, mengamati dan mendengarkan proses komunikasi yang terjadi selama pembelajaran tanpa keterlibatan langsung. Selain itu, teknik perekaman juga digunakan, yaitu peneliti mencatat ucapan dalam konteks interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VII, terjadi proses komunikasi dan pertukaran informasi antara guru dan siswa.

Kesimpulan dapat ditarik dengan membandingkan hasil dokumen persiapan negosiasi yang disusun dengan temuan dari wawancara yang dilakukan dengan 12 siswa.

Proses wawancara dilakukan menggunakan teknik wawancara semi-struktural, di mana para partisipan diizinkan untuk memberikan tanggapan secara bebas namun dengan kerangka pertanyaan yang telah ditentukan. Jumlah partisipan yang diwawancarai sebanyak 12 siswa.

Proses wawancara dimulai dengan memberikan gambaran umum tentang tujuan penelitian dan fokus pada persiapan dokumen negosiasi. Kemudian, para siswa diundang untuk berbicara tentang pengalaman mereka dalam menyiapkan dokumen negosiasi, termasuk langkah-langkah yang mereka lakukan, tantangan yang dihadapi, serta pendekatan yang mereka gunakan. Pertanyaan lebih lanjut diajukan untuk mengeksplorasi pandangan mereka tentang pentingnya persiapan dokumen dalam konteks negosiasi.

Selama wawancara, peneliti juga melakukan triangulasi metode dengan mengintegrasikan beberapa metode lainnya. Ini termasuk analisis dokumen terkait persiapan negosiasi, observasi partisipan saat bekerja dengan dokumen, dan diskusi kelompok kecil untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang pandangan kolektif mereka. Pendekatan triangulasi ini membantu memastikan keakuratan dan keberlanjutan temuan melalui konfirmasi dari berbagai sumber data yang berbeda.

Dengan menggabungkan hasil wawancara, analisis dokumen, observasi, dan diskusi kelompok kecil, penelitian ini berupaya mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan mendalam tentang proses persiapan dokumen negosiasi dari sudut pandang siswa. Dengan demikian, kesimpulan yang diambil akan menjadi lebih kuat dan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang strategi efektif dalam persiapan dokumen negosiasi.

Kesimpulan atau verifikasi dibuat dengan membandingkan hasil wawancara dengan hasil ketika siswa menghasilkan dokumen negosiasi (Zuhri & Rizal, 2022). Triangulasi data memeriksa data dari berbagai sumber. Ini termasuk membandingkan hasil tes dengan hasil wawancara untuk menguji kelayakan dan konsistensi data.

Selain itu, peneliti juga menggunakan triangulasi, Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk memperoleh data yang serupa. Contohnya, pengujian negosiasi tulisan dan wawancara dengan siswa membantu mengkonfirmasi dan memvalidasi temuan penelitian. Proses analisis data melibatkan

(6)

12 tahapan reduksi data, penyajian data, dan penalaran, membantu menginterpretasikan dan memberikan makna pada temuan penelitian.

Dalam proses analisis data, sangat penting bagi peneliti untuk memiliki kerangka kerja yang jelas dan teruji. Pendekatan yang digunakan dalam analisis data ini didasarkan pada landasan teoretis yang telah dikembangkan oleh para ahli di bidang penelitian ini.

Pendekatan ini memberikan landasan yang kokoh untuk mengarahkan langkah-langkah analisis, memastikan bahwa temuan penelitian dianalisis dengan cermat dan mendalam.

Pada tahap reduksi data, peneliti berfokus pada mengorganisasikan dan menyederhanakan data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber. Ini melibatkan penyaringan data sesuai dengan tema-tema utama yang muncul dari pandangan siswa tentang persiapan dokumen negosiasi. Langkah ini merupakan dasar penting dalam mempersiapkan data untuk tahap selanjutnya (Zalilah et al., 2023).

Penyajian data adalah tahap berikutnya yang memungkinkan peneliti untuk menggambarkan hasil analisis secara terstruktur. Data yang relevan dan bermakna disajikan melalui kutipan langsung dari wawancara, cuplikan dokumen, serta visualisasi seperti tabel atau diagram. Dengan cara ini, temuan dari berbagai sumber dapat dilihat dengan lebih jelas, dan penghubung antara data dan konsep teoretis menjadi lebih nyata (Erfan, 2021).

Tahap penalaran dan interpretasi merupakan inti dari analisis data. Di sinilah peneliti merujuk pada pendekatan dan kerangka kerja ahli untuk mengaitkan temuan dengan teori yang ada. Ini membantu dalam mengungkap makna yang lebih dalam dari temuan, mengidentifikasi pola, tren, dan implikasi praktis atau teoritis yang mungkin timbul dari hasil analisis. Dalam konteks hasil dan pembahasan, peneliti menggunakan penalaran ini untuk menyusun kesimpulan yang kuat dan relevan, memberikan wawasan tentang proses persiapan dokumen negosiasi dari sudut pandang siswa (Jannah & Rahayu, 2022).

Secara keseluruhan, pendekatan yang diikuti dalam analisis data ini memastikan bahwa temuan penelitian dianalisis secara sistematis dan terukur. Dengan merujuk pada kerangka kerja yang telah ditetapkan oleh para ahli, peneliti dapat memastikan bahwa analisis data dilakukan dengan kualitas dan ketelitian yang tinggi, menghasilkan wawasan yang berharga dan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman tentang persiapan dokumen negosiasi.

Dengan menggunakan metode ini, peneliti bisa mendapat pemahaman yang baik mengenai arah, komplikasi, solusi, dan koda dalam retelling oleh siswa Kelas VII SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah menceritakan kembali isi teks fabel oleh siswa kelas VII di SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang dengan menggunakan Metode Bercerita.

(7)

13 HASIL

Proses pemahaman isi teks fabel membutuhkan penerapan berbagai keterampilan berbahasa, termasuk menyimak, membaca, berbicara, dan menulis (Indah et al., 2023).

Keterampilan berbahasa ini merupakan elemen penting yang harus dikuasai oleh siswa agar mereka dapat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang komprehensif.

Untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami isi teks fabel, penulis menggunakan indikator penilaian yang mencakup penguasaan terhadap struktur teks fabel. Salah satu indikator tersebut adalah kemampuan siswa dalam merangkai ulang cerita teks fabel dalam konteks pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia. Proses pengumpulan data menggunakan survei yang dirancang secara cermat untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana siswa telah menginternalisasi dan mampu menerapkan elemen-elemen struktur teks fabel dalam kegiatan berbahasa. Hasil survei tersebut kemudian dianalisis dan dibahas secara mendalam dalam bagian hasil dan pembahasan guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai kemampuan siswa dalam memahami dan menceritakan isi teks fabel.

Berikut ini adalah contoh orientasi teks cerita fabel yang diceritakan kembali oleh siswa.

Di musim panas yang cerah dan hangat, belalang kecil akan mengajak Anda untuk menikmati permainan biola atau tarian yang menjadi kesukaan Anda. Belalang ini melakukannya hampir setiap hari dan tidak memikirkan aktivitas lain. Misalnya, bekerja keras atau menyiapkan persediaan untuk musim dingin.

(Orientasi Teks Fabel)

Orientasi dari teks fabel yang disajikan oleh para siswa berkaitan dengan pengenalan karakter, pengaturan tempat, waktu, dan permulaan masuk ke tempat berikutnya. Misalnya, siswa menceritakan tentang musim panas yang hangat dan cerah sebagai latar waktu dalam cerita. Wawancara dengan siswa juga menunjukkan bahwa mereka memahami dan mampu menjelaskan orientasi dengan baik.

Struktur teks kedua dari fabel ini cukup kompleks. Tantangan yang dihadapi oleh siswa saat mereka harus mengungkapkan kembali isi teks fabel tersebut adalah komplikasi yang perlu diatasi.

Semut memiliki rutinitas harian bermain biola, dan saat ia melihat belalang lewat di depan rumahnya, ia mengajaknya untuk bermain bersama atau mengunjungi rumahnya. Namun, musim dingin yang tiba secara tak terduga membuat belalang panik karena ia tidak berhasil mengumpulkan cukup makanan, dan kondisi tempat tinggalnya rusak akibat badai.

(Komplikasi Teks Fabel)

Siswa berhasil dengan baik mengkomunikasikan komplikasi yang ada dalam cerita fabel. Mereka berhasil menggambarkan perbedaan sikap antara belalang dan semut.

Cerita yang disampaikan mencerminkan bahwa belalang menggunakan waktunya untuk bersenang-senang, sedangkan semut bekerja keras untuk mempersiapkan bekalnya. Siswa juga mampu menjelaskan konflik munculnya permasalahan dalam cerita ini disebabkan oleh penyebab dan akibat yang dialami oleh karakter-karakter dalam cerita tersebut.

Dalam kutipan wawancara berikut, dapat diamati bahwa :

(8)

14 Guru : “Baiklah, hari ini kita akan membahas tentang teks cerita fabel. Apakah kamu sudah pernah mendengar tentang cerita fabel sebelumnya?”

Siswa : “Ya, Pak. Saya pernah mendengar tentang cerita fabel. Cerita itu biasanya mengandung hewan sebagai tokoh utamanya dan memiliki pesan moral di dalamnya.”

Guru : “Bagus! Kamu sudah memiliki pemahaman dasar tentang cerita fabel. Sekarang, saya ingin kamu menceritakan kembali isi teks cerita fabel yang sudah kamu baca.

Bolehkah kamu menceritakannya?”

Siswa : “Tentu, Pak. Saya membaca sebuah cerita fabel tentang belalang dan semut.

Ceritanya berlangsung pada musim panas yang hangat dan cerah. Di musim itu, belalang hanya menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang dan bermain biola, tanpa memikirkan Bekerja keras dan mengumpulkan persediaan untuk musim dingin.

Sementara itu, semut-semut bekerja keras agar tetap hangat ketika musim dingin tiba.

Belalang panik karena tidak memiliki cukup makanan dan tempat tinggalnya rusak karena badai.”

Guru : “Bagus, kamu telah menceritakan orientasi dan komplikasi cerita fabel dengan baik.”

Hasil ini menunjukkan bahwa siswa kelas VII di di SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang mampu menceritakan isi sebuah fabel menggunakan teknik penceritaan. Mereka mampu mengungkapkan orientasi dan komplikasi dalam cerita dengan memahami karakter tokoh, latar tempat, waktu, serta konflik yang terjadi.

Dalam keseluruhan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa siswa telah menguasai dan mampu menerapkan indikator teks cerita fabel dalam menceritakan kembali teks tersebut. Hal ini menunjukkan keberhasilan penggunaan Metode Bercerita sebagai pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam konteks penelitian ini. Penelitian ini memberikan wawasan dan kontribusi baru dalam pengembangan pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SMP.

Penyelesaian yang disampaikan para siswa ketika buaya mengejar bebek, kemudian mengejar anak kambing, dan akhirnya mengejar anak gajah. Di setiap situasi, tokoh hewan mengarahkan buaya untuk memakan hewan lain yang memiliki daging lebih banyak. Namun, akhirnya buaya tertangkap dan dipukul oleh segerombolan gajah yang datang untuk menyelamatkan anak gajah yang sedang diterkam. Resolusi ini menunjukkan bahwa buaya serakah akhirnya mendapatkan hukuman dan mengalami kekalahan.

Pada saat yang sama, buaya melihat bebek-bebek yang sedang berenang di tepi sungai.

Bebek merasa seperti ada buaya yang sedang memperhatikannya, jadi dia segera berhenti untuk melihat apakah buaya itu sedang mengejarnya. Tebakannya ternyata benar. Buaya mengejar bebek dan akhirnya menangkapnya.

Bebek dengan cemas berkata, "Buaya, janganlah memakanku. Kami tidak memiliki banyak daging, mengapa tidak memakan kambing saja? Dia memiliki lebih banyak daging daripada aku." Mendengar kata-kata bebek, buaya berkata, "Baiklah, bawalah aku ke sana.

"Kemudian bebek membawa buaya ke sebuah padang rumput yang tidak jauh dari sungai. Di sana terdapat kawanan kambing. Tanpa ragu, buaya segera meraih Seekor anak kambing berbicara dengan buaya, memohon, "Tolong lepaskan saya, buaya.

Mengapa Anda ingin memakan saya? Apakah Anda tidak lebih tertarik untuk memakan

(9)

15 seekor gajah? Gajah tersebut jauh lebih besar daripada saya dan memiliki lebih banyak daging."

Buaya setuju dan berkata, "Baiklah, bawalah aku ke sana sekarang!"

Maka anak kambing membawa buaya melihat anak gajah di tepi danau yang sangat luas, dan segera mulai mengejarnya. Pada akhirnya, buaya berhasil menggigit kaki anak gajah, sehingga menyebabkan anak gajah merasa sangat takut. Namun si anak gajah yang sedang dalam kesedihan berteriak minta bantuan pada ibu lain. Sebuah kawanan gajah mendekati anak gajah tersebut dan buaya itu pun menyerah.

(Penyelesaian Teks Fabel)

Dalam resolusi ini, siswa mampu menggambarkan dengan baik perkembangan cerita dan menunjukkan bagaimana masalah dalam cerita tersebut diselesaikan. Hal ini mengacu pada definisi resolusi sebagai tahap di mana masalah diatasi atau pemecahan masalah tercapai.

Selanjutnya, pada koda cerita fabel yang disampaikan oleh siswa, terdapat akhir cerita yang menyatakan bahwa Pada akhirnya, belalang meninggalkan dengan perasaan lapar dan penuh penyesalan. Pesan moral yang dapat disimpulkan dari cerita ini adalah pentingnya persiapan dan kerja keras untuk masa depan, serta tidak mengabaikan tawaran atau kesempatan yang mungkin berguna bagi kita di kemudian hari.

Akhirnya, belalang pergi dengan perut yang kosong dan penuh penyesalan.

Pesan moral : Tak ada yang dapat memprediksi apa yang akan terjadi esok, oleh karena itu, manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya.

(Koda Teks Fabel)

Dalam koda ini, para siswa berhasil menyampaikan perubahan yang dialami oleh karakter- karakter dalam cerita: buaya melemah dan memutuskan untuk meninggalkan anak kambing. Para siswa juga dapat menyimpulkan pesan moral dari cerita yang disampaikan. Dalam kutipan wawancara berikut ini, dapat diamati bahwa:

Guru : “Sekarang, apa yang bisa kalian ceritakan tentang Struktur teks fabel yang ketiga adalah penyelesaian (dissolution).

Siswa : “Resolusi yang kami baca adalah ketika buaya mengejar bebek, kemudian mengejar anak kambing, dan akhirnya mengejar anak gajah. Di setiap situasi, tokoh hewan mengarahkan buaya untuk memakan hewan lain yang memiliki daging lebih banyak. Namun, akhirnya buaya tertangkap dan dipukul oleh segerombolan gajah yang datang untuk menyelamatkan anak gajah yang sedang diterkam. Jadi, resolusinya adalah buaya serakah mengalami kekalahan.”

Guru : “Bagus sekali, kalian sudah menjelaskan dengan baik. Selanjutnya, apa yang bisa kalian sampaikan tentang koda ?”

Siswa : “Koda dari yang kita baca adalah tentang belalang yang merasa lapar dan berduka. Manfaatkanlah waktu kita dengan baik.”

Guru : “Hebat! Kalian benar-benar memahami struktur cerita fabel dengan baik. Apakah ada yang ingin menambahkan atau memiliki pertanyaan?”

Siswa : “Tidak ada yang ingin kami tambahkan, Bu Guru. Kami sudah cukup memahami materi ini.”

(10)

16 Guru : “Baiklah, kalau begitu kita lanjutkan ke materi berikutnya. Terima kasih atas partisipasinya, anak-anak!”

Siswa : “Terima kasih, Bu Guru! Sampai jumpa di pertemuan berikutnya!”

Secara keseluruhan, struktur teks cerita fabel yang ketiga (resolusi) dan keempat (koda) telah dijelaskan dengan baik oleh siswa, mengikuti alur cerita dan sampaikanlah pesan moral yang terkandung dalam cerita tersebut.

Pada bagian ketiga cerita fabel ini, setelah buaya menyerah dan anak gajah diselamatkan oleh kawanan gajah, suasana menjadi tenang. Buaya merenung dan merasa malu karena telah terperangkap oleh tindakannya sendiri. Ia menyadari bahwa sikapnya yang rakus telah membawanya pada bahaya dan masalah. Buaya yang bijaksana memutuskan untuk mengubah perilaku dan belajar untuk tidak lagi mengejar nafsu dengan merugikan orang lain.

Pada bagian keempat atau koda, cerita ini berakhir dengan menggambarkan bagaimana buaya menjadi lebih bijaksana setelah mengalami pengalaman tersebut. Buaya yang semula rakus dan kurang mengendalikan diri kini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menghormati orang lain dan bekerja sama. Anak gajah, meskipun dalam kesedihan, belajar bahwa ia bisa mendapatkan bantuan dari orang lain ketika menghadapi masalah. Seluruh komunitas hewan dalam cerita ini berkontribusi untuk mengajarkan nilai-nilai seperti kerjasama, empati, dan belajar dari pengalaman.

Pesan moral dari cerita ini adalah pentingnya mengendalikan nafsu dan menghormati kebutuhan dan hak orang lain. Penggunaan survei dalam bagian hasil cerita dapat membantu menggali reaksi pembaca terhadap pesan moral ini.

Contoh pertanyaan survei yang dapat digunakan yaitu:

1. Apa pesan moral yang Anda ambil dari cerita ini?

2. Bagaimana perubahan perilaku buaya setelah pengalaman tersebut dapat dihubungkan dengan pesan moral cerita?

3. Apakah Anda merasa simpati terhadap karakter anak gajah? Mengapa?

4. Bagaimana kerja sama antara kawanan hewan dalam cerita ini memberikan dampak positif pada penyelesaian konflik?

5. Dapatkah Anda menghubungkan pesan moral ini dengan situasi dalam kehidupan nyata di mana seseorang belajar dari kesalahannya?

Melalui survei ini, kita dapat mengevaluasi sejauh mana pesan moral cerita diterima oleh pembaca dan bagaimana cerita tersebut mendorong refleksi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Survei juga memberikan kesempatan untuk memahami bagaimana audiens berinteraksi dengan karakter dan plot cerita dalam rangka mengambil pelajaran dari cerita fabel ini.

PEMBAHASAN

Berdasarkan struktur teks fabel yang telah diceritakan oleh siswa kelas VII SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang dalam menceritakan kembali, dapat disimpulkan bahwa siswa telah mampu mengorientasikan struktur teks fabel dengan baik (Kusuma, 2020).

Mampu mengenalkan tokoh, latar tempat, dan waktu dengan jelas. Mereka menggambarkan Orientasi berdasarkan teks cerita yang dibaca atau didengar. Di bagian- bagian kompleks dalam fabel, siswa mampu mengungkapkannya dengan berhasil.

(11)

17 Mereka menggambarkan serangkaian peristiwa yang bersifat kausal. Komplikasi merupakan inti dari setiap narasi, termasuk dalam isu-isu naratif alegoris.

Dalam resolusi cerita fabel, siswa mampu menceritakan kelanjutan dari komplikasi dengan baik. Mereka menggambarkan bagaimana konflik mencapai puncaknya dan tokoh menemukan pemecahan masalah. Resolusi adalah tahap pemecahan masalah setelah komplikasi (Franza et al., 2022).

Bagian kodanya pada cerita dongeng memungkinkan siswa untuk mengisahkan akhir cerita melalui isu-isu karakter. Bagian ini menjelaskan perubahan karakter dan pesan dari cerita tersebut. Kodanya merupakan bagian akhir dari cerita, berisi kesimpulan atau akhir dari cerita, dan dapat mencakup perubahan karakter dan pesan moral.

Kemampuan siswa kelas VII SMP PGRI AS SARQOWI Gondanglegi Malang dalam mengisahkan kembali yang menunjukkan bahwa model naratif yang digunakan cocok untuk aplikasi pembelajaran. Hal ini menjaga proses pembelajaran tetap relevan dan mendorong siswa untuk aktif terlibat dalam mempelajari materi pelajaran.

Penerapan model bercerita dalam pembelajaran teks cerita fabel memiliki beberapa manfaat. Pertama, dengan menceritakan kembali isi teks cerita fabel, siswa dapat melatih kemampuan berbicara dan berkomunikasi secara lisan. Mereka belajar untuk menyampaikan ide dan informasi dengan jelas dan terstruktur.

Melalui kegiatan bercerita, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi dan kreativitas (Huaman et al., 2023). Mereka diajak untuk memvisualisasikan cerita dalam pikiran mereka dan mengungkapkannya dengan bahasa mereka sendiri. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir visual dan memperkaya kosakata serta ekspresi bahasa siswa.

Model bercerita juga dapat membangun rasa empati dan pemahaman moral pada siswa (Suprihatiningsih, 2021). Dalam teks cerita fabel, terdapat pesan moral yang terkandung di balik cerita. Melalui kegiatan menceritakan kembali cerita fabel, siswa dapat mengidentifikasi pesan moral tersebut dan memahaminya dengan lebih mendalam. Mereka dapat memahami konsekuensi dari tindakan tokoh cerita dan menghubungkannya dengan nilai-nilai yang diharapkan.

Selain itu, penggunaan model bercerita juga menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan enjoyable. Dalam kegiatan bercerita, siswa dapat terlibat secara aktif dan kreatif. Mereka memiliki kesempatan untuk mengungkapkan ide dan imajinasi mereka dengan bebas, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa.

Dengan memperkenalkan model bercerita dalam pembelajaran teks cerita fabel, guru dapat memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik bagi siswa. Mereka dapat melibatkan siswa dalam kegiatan aktif, meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis, serta memperdalam pemahaman mengenai nilai-nilai moral yang terdapat dalam cerita dapat ditingkatkan.

Dalam konteks kurikulum saat ini, di mana pengembangan keterampilan komunikasi, berpikir kritis, dan empati menjadi fokus utama, penerapan model bercerita dapat menjadi strategi pembelajaran yang efektif (Reith Hall & Montgomery, 2022).

Model ini tidak hanya berdampak positif terhadap kemampuan bahasa siswa, tetapi juga membantu mereka untuk memahami dan mengadopsi nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita fabel.

(12)

18 Dengan demikian, penerapan model bercerita dalam pembelajaran teks cerita fabel dapat memberikan banyak manfaat bagi siswa. Model ini dapat meningkatkan keterampilan berbicara, berpikir kritis, dan empati siswa sambil memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan kreatif.

D. PENUTUP

Berdasarkan pertanyaan penelitian, analisis, dan hasil yang diperoleh, Dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII memiliki kemampuan untuk mengisahkan kembali isi teks cerita fabel. Dapat diklasifikasikan bahwa siswa kelas VII mampu menggunakan metode bercerita dengan baik.

Melalui orientasi pengisahan kembali isi teks cerita fabel, siswa mampu

mengungkapkan dengan baik pengenalan karakter, tempat, waktu, dan lain sebagainya.

Komplikasi pengisahan kembali isi teks cerita fabel juga berhasil disampaikan kepada siswa karena memungkinkan mereka untuk menjelaskan konflik yang dialami oleh karakter dalam cerita.

Resolusi saat siswa mengisahkan kembali isi teks cerita fabel juga dapat diklasifikasikan sebagai baik. Siswa berhasil mengungkapkan kelanjutan situasi

kompleks, seperti mencapai klimaks konflik dan perubahan sikap karakter dalam cerita.

Koda, di mana siswa menceritakan isi teks cerita fabel, juga baik. Siswa dapat mengkomunikasikan akhir teks dan amanatnya. Secara keseluruhan, siswa di Kelas VII SMP PGRI As Sarqowi Gondanglegi Malang mampu menguasai metode bercerita dan berhasil menghasilkan kembali isi teks cerita fabel.

E. DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2020). PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA

(BASASTRA) DI SEKOLAH DASAR. PERNIK : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 35–44. https://doi.org/10.31851/pernik.v3i2.4839

Ambarwati, M. F. L., Gumelar, S., & Marvell, J. (2022). WORKSHOP PENINGKATAN KUALITAS KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING. JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 6(5). https://doi.org/10.31764/jmm.v6i5.10503

Erfan, D. (2021). Pemanfaatan desain DIDAKTIS pada penyajian data untuk siswa DISKALKULIA Sekolah Dasar. Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, 18(1), 13–28.

https://doi.org/10.54124/jlmp.v18i1.14

Franza, F., Boccaccini, L. V., Fable, E., Landman, I., Maione, I. A., Petschanyi, S., Stieglitz, R., & Zohm, H. (2022). MIRA: a multi-physics approach to designing a fusion power plant. Nuclear Fusion, 62(7), 076042. https://doi.org/10.1088/1741- 4326/ac6433

Huaman, N., Morales-García, W. C., Castillo-Blanco, R., Saintila, J., Huancahuire-Vega, S., Morales-García, S. B., Calizaya-Milla, Y. E., & Palacios-Fonseca, A. (2023). An Explanatory Model of Work-family Conflict and Resilience as Predictors of Job Satisfaction in Nurses: The Mediating Role of Work Engagement and Communication Skills. Journal of Primary Care & Community Health, 14, 215013192311513.

https://doi.org/10.1177/21501319231151380

Indah, A., Buang, O., Katuuk, K. Al, Iroth, S. I., Pendidikan, J., Indonesia, S., & Bahasa, F. (2023). KEMAMPUAN SISWA SMP NEGERI 4 BITUNG MENGUASAI

(13)

19 STRUKTUR TEKS FABEL “ BURUNG KEKEKOW DAN GADIS MISKIN ” DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. 3(1), 1938–1947.

Jannah, I., & Rahayu, P. (2022). Uji Validitas Pengembangan Instrumen Tes untuk

Mengukur Kemampuan Analogi Siswa. Jurnal Riset Pembelajaran Matematika, 4(1), 19–28. https://doi.org/10.55719/jrpm.v4i1.378

Kusuma, F. F. (2020). KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERITA FABEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERCERITA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH RANDUBLATUNG-BLORA TAHUN PELAJARAN 2019/2020. Jurnal Pendidikan Edutama.

Marchand, D. L. P., Carvalho, L. S. R., Leal, D. de S., Câmara, S. G., Madazio, G.,

Behlau, M., & Cassol, M. (2023). Impacts of self-reported communication perception and shyness on the public speaking assessment of university students. CoDAS, 35(1).

https://doi.org/10.1590/2317-1782/20212021225en

Reith Hall, E., & Montgomery, P. (2022). The Teaching and Learning of Communication Skills in Social Work Education. Research on Social Work Practice, 32(7), 793–813.

https://doi.org/10.1177/10497315221088285

Sardi, N. N., Marhaeni, A. A. I. N., & Jampel, N. (2020). Pengaruh Pembelajaran dengan Teknik Bercerita Dongeng Terhadap Kemampuan Berbahasa dan Motivasi Anak Kelompok B TK Kunti II Dalung. 1–10.

Suprihatiningsih, S. (2021). PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI FABEL ”BELALANG DAN LEBAH MADU” DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING KELAS VIIE SMP 30 SEMARANG TAHUN PELAJARAN

2020/2021. Wawasan Pendidikan, 1(2), 204–213.

https://doi.org/10.26877/wp.v1i2.8734

Tatik. (2022). Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Melalui Teknik Debat.

JEMARI (Jurnal Edukasi Madrasah Ibtidaiyah), 4(2), 97–101.

https://doi.org/10.30599/jemari.v4i2.1601

Trisnanda, N. L. H., & Nasucha, Y. (2021). Penerapan Metode Cerita Ulang Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII.

Utami, N. C. M., Azzahra, S. F., & Nuryani, N. (2023). Analysis of Speaking Skills with Storytelling Method in Indonesian Language Learning in Elementary Schools.

Edunesia: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 4(1), 358–371.

https://doi.org/10.51276/edu.v4i1.303

Zalilah, S. rohmi, Syafruddin, S., & Suryanti, N. M. N. (2023). Pernikahan Dini dan Kesehatan Reproduksi Perempuan di Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Pendidikan Sosial Keberagaman, 10(1), 44–48.

https://doi.org/10.29303/juridiksiam.v10i1.387

Zuhri, S., & Rizal, M. A. S. (2022). Analisis Fungsi dalam Sastra Lisan Penamaan Desa Bantur Kecamatan Bantur Kabupaten Malang (Tinjauan Sastra Lisan). Jurnal Onoma:

Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra, 8(2), 889–900.

https://doi.org/10.30605/onoma.v8i2.2140

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.5 Perolehan Nilai Hasil Belajar Peserta Didik dalam Menceritakan Kembali Teks Fabel pada Siklus