• Tidak ada hasil yang ditemukan

The purpose of this study is to describe the jigsaw technique on the ability to retell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "The purpose of this study is to describe the jigsaw technique on the ability to retell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN MENCERITAKAN KEMBALI CERITA FABEL

SISWA KELAS VII SMP N 18 PADANG

Yuni Fariati, Putri Dian Afrinda, Yulia Pebriani

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat [email protected]

ABSTRACT

This research was motivated by four factors. The first, the ability to tell a story is still relatively low. The Second, The students are not confident to tell the story in front of many people it is seen when students are asked to tell the story in front of the class. The Third, facilities and infrastructure are inadequate, such as unavailability of instructional media. The Fourth, the instructional technique used by the teacher is less varied. The purpose of this study is to describe the jigsaw technique on the ability to retell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang. The type of this research is a quantitative and research experimental method with the design of One Group Pretest-Postest Design. The population in this research is the students of class VII of SMP N 18 Padang registered the academic year 2017/2018. The sample in this study are students of class VII.3 which amounted to 32 people, sampling is done by purposive sampling. Variable of this research is technique of free variable and dependent variable. The data of this research is the result of performance test telling story of fabel student of class VII.3 SMPN 18 Padang before and after use of jigsaw technique. The results of this study are as follows : The ability the students to tell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang before using jigsaw technique, obtaining an average value of 45.83 with qualifications is almost enough. Second, the ability to retell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang after using jigsaw technique, obtained an average score of 75.20 with more than enough qualification. Third, there is a significant influence of the use of jigsaw technique on the ability to tell the story of fable class students VII.3 SMP N 18 Padang because calculate> t table (3,468> 1.67).

Keywords: Influence, Jigsaw Technique, Retelling, Fable Story

PENDAHULUAN

Kemampuan berbicara merupakan suatu keterampilan yang paling penting karena, berbicara bukan hanya pengucapan yang tanpa makna, melainkan berbicara sebagai bahasa, yaitu menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain melalui ujaran (secara lisan). Berbicara juga membutuhkan keberanian dan tingkat percaya diri yang tinggi apalagi untuk

berbicara di depan orang banyak. Tampak keberanian dan percaya diri yang tinggi seseorang akan sulit untuk menyusun kata- kata yamg sering kehabisan saat berbicara.

Semua orang dapat berbicara, tetapi tidak semua orang yang dapat berbicara dengan baik untuk dapat dimengerti sesuai dengan keinginannya. Dengan kata lain, setiap orang mempunyai kemampuan berbicara yang berbeda-beda. Orang yang memiliki

(2)

intelegensi yang tinggi belum tentu mampu berbicara dengan baik.

Cerita fabel termasuk jenis cerita fiksi, bukan kisah tentang kehidupan nyata. Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada didalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Tokoh pada cerita fabel biasanya binatang. Fabel yang berupa cerita-cerita bertokoh binatang yang berwatak seperti manusia bisa dimanfaatkan sebagai penyampaian nilai-nilai karakter pada siswa. Pengajaran kemampuan berbicara harus dilaksanakan dengan menciptakan situasi belajar secara teratur.

Di sekolah hendaknya guru melatih siswa mengaplikasikan keterampilan berbicara agar siswa mampu berbicara dengan baik. Hal ini terdapat pada kurikulum 2013 (K13) kelas VII.3 pada kompetensi inti (KI)4 Mencoba, mengolah, dan menyajikan dalam ranah kongkret (menggunakan, mengurai,merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah absrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai yang dipelajari di sekolah dan sumber lainnya yang dalam sudut pandang atau teori.

Kompetensi dasar (KD) 4.15 menceritakan kemabli isi cerita fabel/legenda daerah setempat yang dibaca dan didengarkan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia di SMP N 18 Padang yang bernama Yusneti S.Pd,

persoalan bercerita di depan kelas masih menjadi kendala bagi siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, kemampuan bercerita siswa masih rendah karena belum terbiasa, hal ini disebabkan oleh kurangnya keberanian dan rasa percara diri siswa untuk berbicara di depan orang banyak. Kedua, siswa tidak percaya diri untuk berbicara di depan kelas.

Karena, setiap diminta oleh guru untuk berbicara di depan kelas, siswa masih merasa canggung dan gugup meskipun sudah diberikan teks yang akan diceritakan. Ketiga, motivasi siswa dalam belajar masih kurang. Motivasi dibutuhkan pada saat proses pembelajaran agar siswa mampu menangkap pelajaran yang diberikan guru. Keempat, sarana dan prasarana kurang memadai, seperti kurang tersedianya media pembelajaran.Salah satunya, persediaan media in-focus yang sangat terbatas, sehingga tidak semua guru bisa menggunakannya setiap diperlukan.Kelima,teknik pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi.

Berdasarkan hasil wawancara yang diambil dari 75% atau 24 siswa dari 32 siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang mengenai masalah atau kendala dalam bercerita. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui masalah yang dialami siswa ketika bercerita di depan kelas.

Pertama, kurangya minat siswa dalam

(3)

bercerita, karena bercerita hal yang sangat ditakuti oleh siswa, karena malu dan tidak percaya diri.Kedua, siswa kesulitan bercerita di depan kelas karena takut ditertawakan teman-temannya. Ketiga, siswa gugup ketika bercerita, karena siswa tidak menguasai cerita yang akan siswa ceritakan. Keempat, guru belum pernah menerapkan teknikjigsaw dalam pembelajaran bercerita, tetapi guru sudah menggunakan teknik dan metode yang lain.

Salah satu teknik pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru untuk meningkatkan kemampuan menceritakan kemabali cerita fabel adalah dengan menggunakan teknik jigsaw.Teknikjigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaraan orang lain karna siswa dituntut untuk mandiri.

penelitian ini bertujuan sebagai berikut. Pertama, mendeskripsikan kemampuan menceritakan cerita fabel sebelum menggunakan teknik jigsaw kelas VII.3 SMP N 18 Padang. Kedua, mendeskiripsikan kemampuan menceritakan kembali cerita fabel setelah menggunakan teknik jigsawsiswa kelas

VII.3 SMP N 18

Padang.Ketiga,mendeskripsikan pengaruh teknik jigsaw terhadap kemampuan menceritakan cerita fabel siswa kelas VII.3

SMP N 18 Padang. Arsjad dan Mukti (1988:17) mengemukakan bahwa faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara ada dua macam yaitu, kebahasaan dan non kebahasaan.

Faktor kebahasaan Sebagai penunjang keefektifan berbicara akan dijelaskan sebagai berikut. Pertama, ketepatan ucapan. Seorang pembicara harus bisa mengucapkan bunyi- bunyi bahasa yang tepat. Pengucapan lafal yang dimaksudkan adalah pegucapan dengan jelas dan tepat huruf yang diucapkan.Kedua,penempatan tekanan, nada (intonasi). Dengan adanya intonasi maka pembicaraan menjadi menarik dan pendengar tidak akan merasa bosan mendengarkan apa yang kita bicarakan.Ketiga, pilihan kata (diksi). Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Keempat, ketepatan sasaran pembicaraan. Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.

Faktor-faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara akan dijelasan sebagai berikut. Pertama, sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.

Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan

(4)

perhatian pihak pendengar.Kedua, pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu.Ketiga, kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain. Keempat, gerak-gerik dan mimik yang tepat.Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara.Kelima, kenyaringan suara adalah tekanan dalam sebuah cerita, kenyaringan suara juga sangat menentukan, tingkat keyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Keenam kelancaran. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan mempermudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya.

Ketujuh, relevansi.Gagasan haruslah berhubungan dan logis.Delapan, penguasaan topik adalah meguaasai isi cerita.

Syarbini(2012:96) bercerita adalah kegiatan yang sering dilakukan di sekolah.Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat dengan dengan keindahan dan bersandar pada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.

Sugiarto (2015:165), fabel atau dongeng binatang adalah dongeng yang pelaku-pelakunya terdiri dari binatang yang disifatkan seperti manusia.Dalam fabel, binatang-binatang digambarkan memiliki sifat-sifat persis seperti manusia.Misalnya bisa bercakap-cakap, tertawa, menangis, dan sebagainya.

Mulyadi, dkk.(2016:258), struktur fabel terdiri atas orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda sebagai berikut. (1) orientasi merupakan bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan awalan masuk ketempat berikutnya. (2) komplikasi berisi urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab akibat. Komplikasi merupakan bagian inti cerita yang berisi permasalahan.(3) resolusi merupakan kelanjutan dari komplikasi yaitu pemecahan masalah,(4) koda merupakan bagian akhir cerita yang bagiannya berupa simpulan atau akhir cerita. Koda juga dapat berisi perubahan yang dialami oleh tokoh dan pengajaran moral yang dapat diambil.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu one group pretest-posttest desainSuryabrata (2013:101) mengemukakan bahwa one group pretest- posttes desain menggunakan kelompok subjek. Pertama dilakukan pengukuran,

(5)

lalu dikenakanperlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuan untu kedua kalinya

Populasi dalam penelitian ini siswa kelas VII semester I SMP N 18 Padang yang terdaftar pada tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 224 0rang.Sampel penelitian ini siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang, Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalahpurposive sampling, berdasarkan standar deviasi. Pada penelitian ini, terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dilambangkan dengan X dan variabel terikat dilambangkan dengan Y. Variabel bebas yaitu teknik jigsaw sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan menceritakan kembali cerita fabel. Data dalam penelitian ini berupa hasil tes unjuk kerja menceritakan kembali cerita fabel siswa kelas VII.3 SMP Negeri 18 Padang dengan menggunakan teknik jigsaw. Data tersebut dikumpulkan berdasarkan teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Instrumen penelitian ini merupakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam proses penelitian. Instrumen pendukung yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kamera digital untuk merekam penampilan siswa ketika menceritakan kembali cerita fabel, format penilaian, dan alat tulis yang dibutuhkan dalam menceritakan kembali cerita fable

Pengumpulan data yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Pertama, siswa mengerjakan tes awal (pretest) siswa menceritakan kembali cerita fabel didepan kelas, setelah selesai guru memberi penilaian terhadap penampilan siswa sesuai indikator. Kedua, siswa berlatih bercerita dengan menggunakan teknik jigsaw. Ketiga, tes akhir (postest) siswa bercerita kembali didepan kelas. Keempat, guru memberikan penilaian sesuai dengan indikator yang telah di tetapkan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut. Setelah data terkumpul, maka dilakukan langkah- langkah untuk analisis data selanjutnya.Pertamamemahami dan mendengaarkan video siswa yang sudah tampil di depan kelas. Kedu, memberi skor terhadap cerita fabel yang diceritakan siswa berdasarkan aspek dan indikator yang telah ditentukan. Ketiga mengolah skor menjadi nilai. Keempat,

mengelompokkan kemampuan

mengomentari cerita fabel siswa kelas VII.3 SMP Negeri 18 Padang sebelum dan sesuadah menggunakan teknik jigsaw berdasarkan patokan yang digunakan patokan yang digunakan yaitu skala 10.Kelima menafsirkan hasil belajar mengomentari cerita fabel siswa kelas VII.3 SMP Negeri 18 Padang sebelum dan sesudah menggunakan teknik jigsaw

(6)

berdasarkan rata-rata hitung.Keenammelakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotetsis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji-t disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan teknik jigsaw.

1. Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Fabel Sebelum Menggunakan Teknik Jigsaw Siswa Kelas VII.3 SMP N 18 Padang Data secara lengkap tentang menceritakan kembali cerita fabel siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang sebelum menggunakan teknik jigsaw sebagai berikut.Pertama, siswa yang mendapatkan nilai 33,33 diperoleh oleh 5 orang siswa dengan persentase 15,62%. Kedua, siswa yang mendapatkan nilai 40 diperoleh oleh 8 siswa dengan dengan pemerolehan

persentase 25%. Ketiga, siswa yang memperoleh nilai 46,66 sebanyak 9 dengan pemerolehan persentase 28,13%.

Keempat, nilai yang didapatkan 53,33 diperoleh oleh 7 siswa dengan pemerolehan persentase 21,87%. Kelima, siswa yang memperoleh nilai 60 diperoleh oleh 2 siswa dengan pemerolehan persentase 6,25%. Keenam, nilai 66,66 diperoleh oleh 1 orang siswa dengan pemerolehan persentase 3,13%.

Diagram Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Fabel Sebelum Menggunakan Teknik Jigsaw Siswa Kelas VII.3 SMP N 18 Padang

2. Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Fabel Siswa Kelas VII.3 SMP N 18 Padang sesudah Menggunakan Teknik Jigsaw

Data secara lengkap tentang menceritakan cerita fabel siswa kelas VII.3

SMP N 18 Padang sesudah menggunakan teknik jigsaw sebagai berikut.Pertama, siswa yang mendapatkan nilai 53,33 diperoleh oleh 1 siswadengan pemerolehan persentase 3,13%.Kedua, siswa yang

25 118 1417 2023 2629 32

0 0 5 8

16

2 1 0 0 0

(7)

mendapatkan nilai 60 diperoleh oleh 2 orang siswadengan pemerolehan persentase 6,25%. Ketiga, siswa yang memperoleh nilai 66,66 sebanyak 6 siswadengan pemerolehan persentase 18,75%. Keempat, siswa yang memperoleh nilai73,33 diperoleh oleh 8 orang siswadengan pemerolehan persentase 25%.

Kelima, siswa yang memperoleh nilai 80

diperoleh oleh 8 siswadengan pemerolehan persentase 25%.Keenam, nilai 86,66 diperoleh oleh 6 siswadengan pemerolehan persentase 18,75%. Ketujuh, siswa yang memperoleh nilai 93 berjumlah 1 siswa dengan pemerolehan persentasi 3,12%

Diagram Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Fabel

Sesudah Menggunakan Teknik Jigsaw Siswa Kelas VII.3 SMP N 18 Padang KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV dapat disimpulkan tiga hal berikut ini. Pertama, tingkat kemampuan menceritakan kembali cerita fabel siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang sebelum meggunakan teknik jigsaw dengan rata-rata 45,83 berada pada rentangan 36-45% berada pada kualifikasi kurang. Kedua, tingkat kemampuan menceritakan kembali cerita fabel siswa

kelas VII.3 SMP N 18 Padang sesudah meggunakan teknik jigsaw dengan rata- rata 75,20 berada pada rentangan 66-75%

berada pada kualifikasi lebih dari cukup.

Ketiga, berdasarkan hasil uji-t disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terhadap penggunaan teknik jigsaw siswa kelas VII.3 SMP N 18 Padang karena thitung>t tabel

(3,468>1,67).

25 118 1417 2023 2629 32

0 0 0 0 1 2

14

8 7

0

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

.Arsjad, Maidar G. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Dalman. 2013. Keterampilan Membaca Jumantan. 2016. Metodelogi Pengajaran.

Jakarta: Bumi Angsara

Mulyadi, dkk.2016. Instisari Sastra Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Nurgiyantoro Burhan. 2005. Sastra Anak:

Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyarakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugiyono. 2008.Metode

PenelitianPendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta Bandung.

Suryabrata, Sumadi. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tarigan, Hendri Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Therefore, this research use LRFM analysis to predict student churn or drop out in higher education based on customer lifetime value.. LRFM analysis implementation in churn prediction

In the last three chapters of Russell’s work, there is an observable philosophical approach to theosis with an ascent from transcendence to participating in the divine energies, and