• Tidak ada hasil yang ditemukan

penerapan metode bermain peran - etheses UIN Mataram

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "penerapan metode bermain peran - etheses UIN Mataram"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA POKOK

BAHASAN DRAMADI KELAS V MI AL-IKHLASHIYAH PERAMPUAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh JUNAIDI NIM 231709020029

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM SI PGMI DOEL MODE SYISTEM

MATARAM 2011

(2)

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA POKOK

BAHASAN DRAMA DI KELAS V MI AL-IKHLASHIYAH PERAMPUAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Skripsi

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh JUNAIDI NIM 231709020029

JURUSAN SI PGMI DOEL MODE SYISTEM FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2011

(3)

PENGARUH PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DALM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA POKOK BAHASAN DRAMA DI

KELAS V MI AL-IKHLASHIYAH PERAMPUAN 2011/2012

ABSTRAK Oleh: Junaidi, A.Ma.

NIM. 231709020029

Skripsi yang, berjudul Penerapan Metode Bermain Peran Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Pokok Bahasan Drama di Kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012.

Banyak factor yang menyebabkan keterampilan berbicara siswa menjadi rendah, yaitu factor internal daneksternal dari peserta didik sendiri. Faktor internal antara lain : Motivasibelajar, kebiasaan memakai bahasa ibu, dan rasa percaya diri, sedangkan factor eksternal adalah : factor yang ada diluar peserta didik pendidik sebagai Pembina kegiatan belajar, strategi pembelajaran, sarana prasarana, kurikulum dan lingkungan. Dengan demikian pendidik dituntut untuk merancang yang mampu mengembangkan kompetensi baik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik, strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang menciptakan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik pada pembelajaran bahasa Indonesia.Oleh karena itulah penulis memilih model Pembelajaran Bermain Peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara Siswa Pada Pembelajaran bahasa Indonesia Pokok Bahasan Drama.

Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012, denga jumlah pesert didik 15 orang. Dari hasil penelitian dan pembahasan, penulis apat menarik kesimpulan bahwa dengan penerapan metode

(4)

bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok ahasan drama dengan meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan presenta seketuntasan belajar peserta didik pada tiap-tiap siklus.

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses terus menerus manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang di hadapi sepanjang hayat karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berpikir secara mandiri.

Bahasa Indonesia merupakan pengetahuan yang mempunyai peran sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan pendidikan bahasa Indonesia di sekolah dapat mempersiapkan anak didik agar menggunakan bahasa Indonesia secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan mempunyai tujuan umum dan khusus yang mengarah pada pengembangan warga negara yang baik dan pengembangan aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.2 Berhasil atau tidaknya proses pendidikan atau PBM (proses Belajar mengajar (PBM) banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kemampuan guru dalam memberikan pelajaran termasuk didalamnya penggunaan alat bantu, pilihan metode yang tepat didalam proses pembelajaran.

Penddikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

2 Zaenal Aqib,Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran,(Surabaya: Insan Cendikia, 2002), h. 16.

(6)

kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

Dalam pembelajaran penggunaan metode bermain peran sangat penting dilakukan, sebab metode bermain peran merupakan salah satu metode yang tepat dalam melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran untuk mencapai sasaran, terutama dalam melatih keterampilan berbicara siswa.

Pada dasarnya penggunaan metode bermain peran ini berangkat dari model-model khas pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu pembelajaran terpadu.

Pembelajaran terpadu sendiri adalah pembelajaran yang menghubungkan aktifitas anak berintraksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya. Dengan menggunakan metode bermain peran ini seorang guru dapat memadukan keterampilan berbicara dan menyimak, sehingga keterampilan berbicara siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah.4

Pembelajaran pada hakikatnya menitik beratkan pada pembentukan dan pengembangan kepribadian. Latihan menitikberatkan pada pembentukan keterampilan, sedangkan pengajaran merupakan proses pengajaran yang terarah pada tujuan yang direncaakan. Teknologi pendidikan menitikberatkan pada aplikasi kreatif ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan. Pengajaran merupakan suatu yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

3Sistim Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,(Bandung: Fokus Media, 2003), h. 38.

4 Isah Cahyani, Pembelajaran Bahasa Indonesia,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI,2009), h.

82.

(7)

fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan teori belajar, ada 5 pengertian pengajaran, yaitu:

1. Pengajaran adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa di sekolah;

2. Pengajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lenbaga pendidikan sekolah;

3. Pebelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik;

4. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik;

5. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari;

Sistim pembelajaran memiliki tiga ciri utama, yaitu memiliki rencana khusus, kesalingketergantungan antara unsur-unsurnya, dan tujuan yang hendak dicapai. Unsur menimal dalam sistim pembelajaran adalah siswa, tujuan, dan prosedur, sedangkan pungsi guru dapat dialihkan kepada media pengganti. Unsur dinamis pembelajaran pada diri guru terdiri dari motivasi membelajarkan siswa dan kondisi guru siap membelajarkan siswa.Unsurpembelajaran konkruen dengan

(8)

unsur belajar yang meliputi motivasi belajar, sumber bahan belajar, alat bantu belajar, dan subjek yang belajar.5

Dalam pembelajaran bahasa bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan dasar berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Seperti yang kita ketahui, melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, anak-anak meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesianya dengan berlatih membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Bahasa Indonesia diajarkan sejak taman sekolah dasar sampai perguran tinggi. Dengan kata lain kemampuan berbahasa Indonesia mendapat penekanan dalam pencapaian kompetensi dasar, pemilihan materi, dan distribusinya di sekolah dasar dan menengah di Indonesia.

Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa diharapkan memiliki keterampilan-keterampilan praktis berbahasa, seperti:

1. Mengingat/menyimpan unsur bahasa yang di dengar ; 2. Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas;

3. Mengenal sistim tulisan yang digunakan;

4. Mnggunakan antografi dengan benar, termasuk penggunaan ejaan;6

Melalui harapan di atas, pembelajaran bahasa Indonesia dikelola agar siswa memiliki keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, khususnya keterampilan berbicara. Berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu: interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi

5 Zainal,Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran,( Surabaya: Inan Cendikia,2002), h. 41.

6 Isah Cahyani,Pembelajaran Bahasa Indonesi, h. 126.

(9)

berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka, di telepon yang memungkinkan pergantian antara berbicara dan mendengarkan, dan memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan, atau kita dapat meminta lawan bicara. Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya dalam berpidato dihadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.7

Masalahnya, mengapa keluhan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia masih sangat terasa? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejauh ini, belum banyak yang dicapai oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Fokus pembelajaran bahasa Indonesia hanya pada tata bahasa dan bukannya terfokus pada keterampilan-keterampilan dasar berbahasa khusunya keterampilan berbicara, yang relevansinya dengan kebutuhan berbahasa kurang. Siswa hanya menghafal jenis kata, pengertian kalimat, dan pungsi-pungsi awalan. Lalu manakah kemampuan berbicara yang seharusnya dikuasai siswa melaluai pembelajaran bahasa Indonesia.

Perkembngan pendidikan sekarang ini menuntut sebuah pemahaman tentang bagaimana menciptakan peserta didik yang mampu berkompetensi di era globalisasi dan kemajun teknologi. Metode pembelajaran merupakan cara penyampaian materi oleh pendidik di mana cara penyampaian masalah yang

7 Ibid, h. 126.

(10)

menjadi kendala bagi pendidik dan peserta didik. Karena karakter yang dimiliki oleh masinh-masing individu yang berbeda.

Selanjutnya hasil observasi awal yang dilakukan peniliti pada MI Al- Ikhlashiyah perampuan, pembelajaran mata pelajaran bahasa di kelas V guru bahasanya menerapkan metode bervariasi diantaranya ceramah dan tanya jawab.

Dari metode yang diterapkan guru bahasa Indonesia tersebut nampak jelas bahwa keterampilan berbahasa siswa khususnya keterampilan berbicara masih tergolong sangat rendah.

Berdasarkan pengalaman menjadi guru bahasa Indonesia di MI Al- Ikhlashiyah, siswa memiliki minat belajar bahasa Indonesia yang tinggi jika memiliki buku penunjang serta pemilihan metode yang tepat dalam proses pembelajaran. Disinilah peran guru sangat menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Ketelitian guru dalam memilih suatu metode yang tepat akan mempengaruhi kreatifitas dan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran.

Dengan mengoptimalkan penerapan metode bermain peran pada pokok bahasan drama. Peneliti berharap dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Berdasar latar belakang diatas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti:

Penerapan Metode Bermain Peran dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Pokok Bahasan Drama di Kelas V MI.

Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012.

(11)

B. Sasaran Tindakan

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peniliti tertarik mengkaji lebih jauh tentang keunggulan Metode Bermain Peran pada pembelajaran dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahsa Indonesia pokok bahasan drama di MI. Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012.

Yang mencakup:

1. Subyek penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas V MI. Al-Ikhlashiyah Perampuan.

2. Obyek penelitian

Obyek penalitian berupa keterampilan berbicara siswa setelah pembelajaran bahasa Indonesia dengan penerapan metode bermain peran pokok

bahasan drama.

3. Tempat penelitian

Bertempat di MI Al-Ikhlashiyah Perampuan.

4. Materi Pokok yang diajarkan tentang drama.

(12)

C. Rumusan Masalah

. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama di kelas V MI. Al-Ikhlashiyah Perampuan

D. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan yang telah ditetapkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama untk meningkatkan keterampilan berbicara siswa di kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012.

E. Manfaat dan Hasil Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan, peneliti berhrap supaya hasil dari penelitian ini selanjutnya dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat:

a. Menambah pengetahuan penulis tentang penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama.

(13)

b. Menjadi informasi bagi peneliti dan para guru dalam penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

c. Menjadi acuan bagi peneliti dan bagi peneliti-peneliti berikutnya dengan penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampialan berbicara siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan nanti diharapkan dapat bermanfaat:

a. Bagi siswa

Bagi siswa supaya dapat menjadi suatu masukan, sehingga siswa yang dimaksud dapat mengetahui kelemahan atau kekurangan dalam memahami suatu materi pembelajaran yang diajarkan.

b. Bagi guru

memberiakan informasi tentang penerapan metode bermain peran dalam meningktkan keterampilan berbicara siswa.

(14)

c. Bagi sekolah

Dengan adanya hasil dari penelitian yang dilaksanakan diharapkan supaya sekolah mengupayakan penerapan metode bermaian peran untuk meningkatkan kerterampilan berbicara siswa.

Hasil yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk memotivasi peserta didik dalam pembelajaran dengan penggunaan metode bermain peran sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

(15)

Bab II

KAJIAN PUSTAKA A. Penegasan Pengertian Istilah

Sehubungan dengan penelitian ini yang berjudul “Penerapan Metode Bermain Peran Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V MI. Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012. Beberapa istilah yang perlu didefinisikan guna menghindari kesalahpahaman terhadap rancangan peneliti ini. Adapun istilah yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.8Sedangkan tujuan dari pembelajaran adalah membantu orang belajar dan memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yng belajar. Pembelajaran sebagai suatu rangkaian event (kejadian, peristiwa, kondisi dsb) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses

8 Zaenal. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran,(Surabaya: Insan Cendikia,2002), h. 41.

(16)

belajar, sedangkan Ummi Chulsum dkk menjelaskan bahwa pembelajaran diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.9

2. Metode

Menurut Ummi Kalsum, metode adalah cara sistimatis yang terpikir secara baik untuk mencapai tujuan, prinsip dan praktek-praktek pengajaran.10Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran, karena karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan menuntut untuk menggunakan metode yang tepat dengan situasi dan kondisi lingkungan peserta didik. Dengan kata lain metode mencakup pemilihan, penetuan, dan penyusunan secara sistimatis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinnan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya. Pemilihan, penentuan, dan penyusunan bahar ajar tersebut mudah diserap dan dikuasai oleh siswa. Semuanya itu didasarkan pada pendekatan yang dianut. Melihat hal itu, jelas bahwa suatu metode ditentukan berdasarkan pendekatan yang dianut, pendekatan merupakan dasar penentu metode yang digunakan.11

3. Bermain Peran

9. Umi Chulsum,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kashiko, 2006), h. 17.

10 Ibid, h. 461

11 Isah Cahyani,Pembelajaran Bahasa Indonesi,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI,2009)h.

77

(17)

Metode bermain peran merupakan kegiatan yang menfasilitasi berperan dalam melakukan perbuatan atau prilaku orang yang dipersepsikan orang lain itu berbicara dan melakukan sesuai dengan peran dan situasinya. Esensi bermain peran adalah orang yang memiliki keyakinan dan bagaimana mereka menjawab. Oeh karena itu, bermain peran merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk meneksplorasi prilaku untuk membantu siswa memahami pentingnya individu dalam dalam proses pembelajaran.12Jadi, bermain peran merupakan suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan jati diri di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya dengan bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan prilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk:

a. menggali perasaan

b. memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya.

c. mengembangkan keterampilan sikap dan sikap dalam memecahkan masalah.

12 Sapriya, Pembelajaran PKN,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI,2009), h.

107.

(18)

d. mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan mendapatkan diri dalam situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan lain-lain yang tidak bisa terlepas dari keterampialn siswa dalam menggunakan bahasa.

4. Bahasa Indonesia

Bahasa adalah suatu sistim dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerjasama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Anderson mengemukakan, bahwa hakekat bahasa mengandung delapan prinsip dasar, yaitu:

a. bahasa adalah suatu sistim, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dikaidahkan.

b. bahasa adalah lambang bunyi, artinya lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap bahasa melambangkan suatu makna.

c. bahasa tersusun dari makna-makna suka (arbitrer), artinya hubungan lambang dengan makna tidak bersifat wajib, dapat berubah, dan tak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut memiliki makna tertentu.

(19)

d. bahasa dibentuk berdasarkan konvensional, artinya setiap penutur bahasa akan mematuhi aturan antara hubungan lambang dengan makna.

e. bahasa itu bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang tidak terbatas.

f. bahasa bersifat dinamis, artinya bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkian perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Pada setiap waktu mungkin saja ada kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi,

g. bahasa itu beragam, artinya meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang hiterogen dalam latar belakang kehidupan sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam.

h. Bahasa itu bersifat manusiawi, artinya bahasa seperti alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. Hewan tidak memiliki bahasa. Yang dipunyai hewan adalah alat komunikasi yang berupa bunyi, gerak, isyarat, tidak produktif dan tidak dinamis yang dimiliki secara naluriah atau ingstingtif.13

13 Isah, Pembelajara Bahasa Indonesia,( Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI,2009), h. 112.

(20)

5. Drama

Drama termasuk karya sastra. Naskah drama lebih banyak berupa dialog antar tokoh karena ditujukan untuk pementasan.14

Menurut Ummi Chulsum drama adalah sebuah kisah yang terutama memiliki konflik yang disusun untuk suatu pertunjukan teater, kejadian yang menyedihkan. Ummi Chulsum juga menjelaskan macam-macam drama diantaranya:

a. drama absurd, yaitu drama yang sengaja mengabaikan atau melanggar konversi alur, penokohan, tematik;

b. drama baca, yaitu naskah drama yang hanya cocok untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan;

c. drama borjuis, yaitu drama yang bertema tentang kehidupan kaum bangsawan;

d. drama domestik, yaitu drama yang menceritakan kehidupan rakyat biasa;

e. drama duka, yaitu drama yang khusus menggambarkan atau berakhir dengan mala petaka;

f. drama heroik, yaitu drama yang menceritakan kepahlawanan;

g. drama mini kata, yaitu drama yang dialognya pendek-pendek;

h. drama misteri, yaitu drama keagamaan yang berisi cerita-cerita al-kitab.

14 Suyatno, Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia,( Yogyakarta: CV Pratama Citra Aksara,2008), h.

106

(21)

i. drama moralis, yaitu drama yang berisi pertentangan antara kebaikan dan keburukan;

j. drama rakyat, yaitu drama yang timbul dan berkembang sesuai dengan festival-festival rakyat yang ada;

k. drama realis, yaitu drama yang ditulis sesuai dengan konsep-konsep aliran realisme dalam teater;

l. drama sattire, yaitu drama yang berisi sendiran, umumnya bersifat komedi;

m. drama tari, yaitu drama yang lakonkan dengan tari-tarian; dan n. drama tendns, yaitu drama yang berisi masalah sosial;15

6. Keterampialn Berbicara

Berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu:

interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka, di telepon yang memungkinkan pergantian antara berbicara dan mendengarkan, dan memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan, atau kita dapat meminta lawan bicara.

Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya dalam berpidato dihadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun

15 Ummi, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Surabaya: Kashiko, 2006), h. 202.

(22)

pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.

Berikut beberapa keteramplan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, di antaranya:

a. Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya;

b. Menggunakan tekanan dan nada serta intonasi secara jelas dan tepat sehingga pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara;

c. Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat;

d. Menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan pendengar;

e. Berupaya agar kalimat-kalimat utama jelas bagi pendengar;

f. Berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama; dan

g. Berupaya agar wacana berpautan secara serasi sehingga pendengar mudah mengikuti pembicaraan;16

Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampila berbicara yang telah kiti miliki, seberapapun tingkat kualitas atau keterampialan itu. Ada orang yang memiliki keterampialn berbicara secara optimal sehingga tujuan komunikasinya mudah tercapai dalam setiap peristiwa komunikasi, dan ada pula orang yang

16 Isah, Pembelajaran Bahasa Indonesia,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009), h. 127.

(23)

sangat lemah tingkat keterampilannya, sehingga bukan tujuan komunikasinya yang tercapai, tapi malah terjadi salah pengertian yang berakibat suasana komunikasinya menjadi buruk.17

17 Ebid, h. 121.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan guru didalam kelas.18

A. Setting Penelitian

Adapun yang dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 15 orang yang terdiri dari 7 siswa dan 8 siswi.

B. Sasaran Penelitian

Pada penelitian ini, sasaran ditujukan untuk mendapatkan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa di kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012. Penerapan metode bermain peran ini bertujuan supaya siswa lebih terampil dalam berbicara walaupun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki Madarasah

18 Basuki Wibawa, Penelitian Tindakan Kelas,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004), h. 5.

(25)

B. Rencana Tindakan

Dalam tahapan ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari yang diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis tindakan yang telah ditentukan.19

Dalam prosedur penelitian tindakan kelas ini akan direncanakan menimalnya dalam tiga kali siklus yang diatur sesuai dengan perubahan hasil yang ingin dicapai, seperti apa yang direncanakan dalam faktor yang diteliti dan dibagi menjadi 4 tahapan:

1. Tahap perencanaan

Dalam tahap perencanaan ini merupakan suatu tahapan dimana isinya mengidentifikasi suatu masalah serta menentukan alternatif pemecahan suatu masalah.

Kegiatan-kegitan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Merencanakan suatu pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses PBM yang berbentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

b. Menyiapkan sumber belajar.

c. Membuat format evaluasi dalam bentuk naskah drama anak.

19Basuki, Penelitian Tindakan Kelas., h. 25.

(26)

d. Membuat lembar observasi bagi guru dan siswa untuk melihat proses pembelajaran materi pokok drama dengan metode bermain peran. Lembar observasi tentang kinerja guru dan aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu membuat catatan lapangan dilakukan, dan difikirkan tentang semua kejadian selama berlangsungnya pembelajaran.

2. Tahap pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah menerapkan tindakan yang mengacu pada sebuah RPP.

3. Tahap pengamatan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengamatan ini adalah:

a. Observasi terhadap kinerja guru/

Observasi terhadap kinerja guru/peneliti dilakukan oleh guru pamong atau peneliti itu sendiri dan juga bisa dilakukan oleh peserta didik setelah proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan.

b. Observasi terhadap kinerja peserta didik

Observasi terhadap kinerja peserta didik dilakukan oleh guru beserta obserfer secara terus menerus, baik sebelum proses pembelajaran

(27)

maupun selama proses pembelajaran. Observasi ini juga dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan.

4. Tahap refleksi

Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya.20

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan antara lain

a. melakukn evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan meliputi evaluasi kualitas pembelajaran dengan penerapan metode bermain peran.

b. melakukan analisis tindakan hasil dari evaluasi RPP dan naskah drama.

c. memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil dari evaluasi, sebagai acuan pada siklus berikutnya.

d. mengadakan evaluasi tindakan I

Berikutnya tindakan mengulangi tahapan I pada siklus selajutnya.

D. Jenis Instrumen dan Cara Penggunaannya

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. metode observasi, yaitu cara pengumpulan data yang dilksanakan dengan indra manusia disertai dengan melakukan pencatatan secara sistimatis.

20 Ibid, h. 26

(28)

2. metode dokumentasi, yaitu penelitian untuk memperoleh keterangan- keterangan untuk memproleh informasi dari tata usaha atau catatan-catatan tentang gejala-gejala atau peristiwa masa lalu.

3. metode test, berasal dari kata testum yang mempunyai arti sebagai alat pengukur.21

Objektif atau tidaknya hasil data yang dikumpulkan juga sangat tergantung dari bentuk instrumen yang digunakan, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Adapun instumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pedoman unjuk kerja sebagai instrument penilaian dalam bermain peran. Penilaian Unjuk Kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu.

Pedoman penilaian ini berbentuk lembar observasi. Lembar observasi yang dimaksud berupa daftar cek ( Check List ) yang berisi hasil penilain dari perilaku siswa dan guru/obserfer yang sudah rancang dan akan diamati selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.

21 Ibid, h. 38.

(29)

Untuk mendapatkan hasil keterampilan berbicara siswa dapat digunakan format penilaian sebagai beriku:

No ASPEK 1 2 3 4 5

1 Lafal

2 Intonasi

3 Mimik

4 Ekspresi

Jumlah Keterangan:

Aspek lafal

Nilai 1 = sangat kurang (terbata-bata) Nilai 2 = kurang (agak lancar) Nilai 3 = cukup (cukup lancar) Nilai 4 = baik (lancar)

Nilai 5 = sangat baik (sangat lancar) Aspek intonasi

Nilai 1 = sangat kurang (tidak teratur) Nilai 2 = kurang (agak teratur) Nilai 3 = cukup (cukup teratur) Nilai 4 = baik (teratur)

Nilai 5 = sangat baik (sangat teratur) Aspek mimik

Nilai 1 = sangat kurang (tidak dinamis) Nilai 2 = kurang (agak dinamis) Nilai 3 = cukup (cukup dinamis) Nilai 4 = baik (dinamis)

Nilai 5 = sangat baik (sangat dinamis) Aspek ekspresi

Nilai 1 = sangat kurang (tidak sesuai) Nilai 2 = kurang (agak sesuai) Nilai 3 = cukup (cukup sesuai) Nilai 4 = baik (sesuai)

Nilai 5 = sangat baik (sangat sesuai)

(30)

Adapun indikator-indikator aktivitas siswa adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan awal: Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesian dengan penerapan metode bermain peran.

2. Kegiatan inti: Aktifitas siswa dalam pembelajaran 3. Penutup

Observasi kegiatan siswa digunakan Lembar observasi kegiatan siswa, Sedangkan indikator aktifitas guru dapat dilihat dari langkah-langkah guru dalam menerapkan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama. Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Kegiatan awal 2. Kegiatan inti 3. Penutup

Pada setiap masing-masing indikator selama observasi dicatat pada lembar observasi. Setiap indikator memiliki masing-masing 4 deskriptor dengan ketetuan sebagai berikut:

1. Penilaian aktifitas siswa

a. 5 ( sangat baik) : Jika deskriptor yang nampak sangat aktif.

b. 4 (baik) : Jika deskriptor yang nampak aktif.

c. 3 (cukup) : Jika deskriptor yang nampak cukup.

d. 2 (kurang) : Jika deskriptor yang nampak kurang.

e. 1 (sangat kurang) : Jika deskriptor yang nampak sangat kurang

(31)

2. Soal tes lisan

digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data hasil keterampilan berbicara siswa dengan penerapan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lebih dari satu metode . Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi

Metode observasi digunakan untuk mendapatkan data pada pembelajaran bahasa indonesia untuk menemukan data tentang penerapan metode bermain pera pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan dokumen mengenai persiapan guru mata pelajaran bahasa Indonesia dengan penerapan metode bermain peran pada pokok bahasan drama untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012

(32)

c. Tes

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek prilaku peserta didik.22

Metode tes digunakan untuk mengetahui perubahan dan peningkatan keterampilan berbicara dengan penerapan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama.

22 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI,209), h. 105.

(33)

E. Pelaksanaan Tindakan

Bagan Langkah Pelaksanaan Tindakan Kelas.

Gambar Desain PTK23

23 Achmad Hufad,Penelitian Tindakan Kelas,(Jakarta:Dirjen Pendidikan Islam,2009), h. 128.

SIKLUS I

Refleksi I Identifikasi Masalah M l h M l h Memeriksa dilapangan

Tindakan I

Revisi Perencanaan Tindakan III

Pelaksanaan

Rencana Baru Tindakan I Perencanaan

Tindakan II

Observasi Pengaruh

Revisi Perencanaan

Tindakan II Tindakan III

TindakanSelanjutnya Observasi Pengaruh

Refleksi II SIKLUS

II

(34)

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, maka tahap pelaksanaan akan dilakukan dalam 3 siklus, pada siklus I akan diketahui data seberapa jauh keterampilan berbicara siswa dengan penerapan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama. Setelah data yang didapat dari siklus I diselesaikan, kemudian dilanjutkan dengan siklus II yang dapat gambaran peningkatan keterampilan berbahasa siswa, selanjutnya dilanjutkan dengan pelaksanaan siklus III yang dapat membuktikan peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui penerapan metode bermain peran pada pembelajara bahasa Indonesia pokok bahasan drama.

F. Cara Pengamatan

Untuk mengetahui proses pembelajaran didalam kelas. Peniliti dengan dibantu oleh observer dalam mengobservasi proses pembelajaran yang berlangsung pada setiap siklus dengan tetap berpedoman pada lembar observasi aktifitas guru dan siswa yang telah disusun sebelumnya. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia pokok bahasan drama dengan penerapan metode bermain peran.

Peneliti memberikan tugas berbentuk naskah drama yang akan diperankan sesuai dengan peran masing-masing disetiap proses siklus. Cara ini ditempuh, karena peneliti menganggap lebih tepat dan mudah digunakan untuk menilai hasil keterampialn berbicara siswa. Hasil pengamatan dari setiap siklus yang ada digunakan sebagai penilaian ketepatan penerapan metode bermain peran dalam

(35)

meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada pembelajara bahasa Indonesia pokok bahasan drama.

G. Analisis Data dan Refleksi

Analisis data dari lembar observasi dan tes kompetensi siswa dilakukan secara kualitatif yang didukung oleh analisis kuantitatif. Analisis data secara kualitatif melalui tahap-tahap reduksi data yang telah berhasil dikumpulkan dari paparan data dan penyimpulan.

Data kuantitatif adalah semua data yang menunjukkan jumlah, yang dapat dihitung atau berwujud angka, sehingga dapat dihitung secara langsung tanpa melalui penyekalan.

Indikator keberhasilan tindakan ini adalah tercapainya peningkatan keterampilan berbicara siswa secara individu maupun klasikal.

1. Peningkatan keterampilan individu

Keterampilan individu dikatakan ada peningkatan berbicara dengan nilai ≥ 80. Angka ini berdasarkan Kriteria Ketuntasan Menimal (KKM) yang ditetapkan di MI Al-Ikhlashiyah Perampuan tempat penelitian dilakukan.

(36)

2. Peningkatan Keterampial Klasikal

Berdasarkan petunjuk penilaian. Kelas dikatakan ada peningkatan secara klasikal terhadap keterampilan berbicara dengan presentase ketuntasan klasikal ≥ 85 dengan nilai siswa 80.

Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui presentase peningkatan keterampilan berbicara siswa, kegiatan guru, dan kegiatan siswa adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan Keterampilan berbicara

1) Peningkatan setelah siklus I = R siklus I – R Tes awal 2) Peningkatan setelah siklus II = R siklus II – R siklus I

3) Peningkatan setelah siklus III = R siklus III – R siklus II Total = Peningkatan siklus I + Peningkatan siklus II = X I

= X I x 100 % Rata-rata tes awal

= X2 % dan seterusnya b. Peningktan Kegitan Guru

Setelah siklus II = Jumlah skor siklus II - Jumlah skor siklus I Setelah siklus III = Jumlah skor siklus III – Jumlah skor siklus II = X I

= X I x 100 % Jumlah kor siklus I

(37)

= X2 % dan seterusnya 3. Peningkatan Kegiatan Siswa

Setelah siklus II = Jumlah skor siklus II - Jumlah skor siklus I Setelah siklus III = Jumlah skor siklus III – Jumlah skor siklus II = X I

= X I x 100%

Jumlah skor sklus I = X2 % dan seterusnya

I = Siklus I II = Siklus II III = Siklus III R = Nilai Rata-rata

X I = Hasil pengurangan dari masing-masing siklus X2 = Total peningkatan dalam persen

Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis dengan cara mengidentifikasi kesalahan dan kekurangan dari aspek-aspek yang belum nampak setelah itu menganalisis penyebab-penyebab kekurangan dan merefleksi diri guna melakukan persiapan penyusunan tindakan berikutnya.

(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Setting Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al–Ikhlashiyah

“Pondok pesantren al-Ikhlashiyah Perampuan didirikan pada tahun 1972 oleh dua orang bersaudara yakni TGH. Abdul Gafur Hamdani dan almarhum TGH. Abdul Hafidz. Dimana TGH. Abdul Gofur memegang jabatan sebagi Ketua Yayasan sampai sekarang. Pada tahun 1972 tersebut baru berdiri madrasah ibtidaiyah (MI). Selanjutnya dengan bantuan masyarakat setempat sepuluh tahun kemudian yakni pada tahun 1982 didirikanlah Madrasah Tsanawiyah (MTs). Pada tahun 1992 didirikanlah Madrasah Aliyah (MA)”.24

2. Letak Geografis

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ikhlashiyah Perampuan berlokasi di jalan TGH. Muhammad Rais Perampuan Kecamatan Labuapi Lombok Barat, dimana MI Al-Ikhlashiyah Perampuan diapit oleh :25

1) Sebelah Utara : Pemukiman Penduduk 2) Sebelah Selatan : Jln. Gunung Pengsong 3) Sebelah Barat : Persawahan Penduduk 4) Sebelah Timur : Jln. TGH. M. Rais

24 TGH. Abdul Gafur Hamdani, Wawancara pada tanggal11 Juli 2011

25 Observasi pada yanggal 18 Juli 2011

(39)

3. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang proses belajar mengajar. Keadaan sarana dan prasarana Madarasah Ibtidaiyah Al-Ikhlashiyah perampuan sebagai berikut:

Tabel 1

Keadaan Sarana dan Prasarana MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/201226

No Sarana dan prasarana Jumlah Kodisi 1 Ruang Kepala Sekolah 1 lokal Baik 2 Ruang Guru /Tata Usaha 1 lokal Baik

3 Ruang Perpustakaan 1 lokal Baik

4 Ruang Kelas 6 lokal Baik

5 Mushalla 1 lokal Baik

6 Kamar mandi/ WC Guru 1 lokal Baik 7 Kamar mandi / WC Siswa 1 lokal Baik

8 Keadaan mebeuler - -

Meja + kursi Siswa 130 Baik

Meja + kursi Guru 17 Baik

Papan tulis 10 Baik

Lemari 7 Baik

Rak buku 4 Baik

Komputer 1 Baik

26 Dokumentasi, MI Al-Ikhlashiyah Perampuan pada tanggal 18 Juli 2011.

(40)

4. Keadaan Guru, Pegawai dan Siswa a. Keadaan Guru dan Pegawai

Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, guru berkewajiban menjelaskan materi pelajaran membimbing dan mengarahkan pencapaian tujuan pengajaran yang telah direncanakan, dalam hal ini dibutuhkan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugasnya. Guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ikhlashiyah Perampuan berjumlah 17 orang dan 2 orang guru negeri. Untuk lebih jelasnya tentang keadaan guru MI Al-Ikhlashiyah perampuan adalah sebagai berikut:

(41)

Tabel 2

Data Keadaan Guru dan Pegawai MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/201227

No Nama guru dan Pegawai Jenis

Kelamin NIP Bidang Studi 1 TGH. Gafur Hamdani

Ketua Yayasan L Bimbingan Konseling

2 L. Wirsa, S.Pd.

Kepala Sekolah L - PKn

3 Suharto Hafidz L - Mata Pelajaran Agama Kls V

4 Junaidi, A.Ma. L - Mapel B. Arab, Quran H. dan MTK Kelas III dan VI

5 Lukmin, A.Ma. P - Wali Kelas II a

Mapel Umum dan Agama

6 Miskah, S.pd. P - Wali Kelas VI

Umum dan Agama

7 Marwani, A.Ma. P - Wali kelas I

Umum dan Agama

8 Rohaniah, S.Pd. P - Wali Kelas II

Umum dan Agama

9 Zuhriah P - Wali Kelas III

Mapel Umum

10 Sujaah P - Mapel Agama Kelas III

Mapel Agama

11 Rosiana Andayani P - Wali Kelas IV

Mapel Umum 12 Muhammad Widan, A.Ma. L - Mapel Agama Kelas IV

13 Suhardi L - Wali Kelas V

Mapel Umum

14 Bahkani L - PENJASKES

15 Hasbullah, S.Pd. L - SKI

16 Sujiran L - Mapel Agama

17 Murahani P - TU

27 Ibid

(42)

b. Keadaan Siswa

Dalam proses belajar mengajar siswa menduduki peranan yang sangat penting, karena dalam proses belajar mengajar siswa yang akan menjadi tolak ukur untuk berhasil tidaknya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, keberadaan dan peranan siswa sangant diperlukan dalam proses pembelajaran.

Adapun data dan jumlah siswa MI Al-Ikhlashiyah Perampuan tahun pelajaran 2011/2012 berjumlah 130 siswa demgam rincian sebagai berikut:

Tabel 3

Data jumlah Siswa-siswi MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/2012 28

No Kelas Jumlah

1 I (satu) 24 orang

2 IIa (dua a) 18 orang

3 IIb (dua b) 17 orang

4 III (tiga) 19 orang

5 IV (empat) 20 orang

6 V (lima) 15 orang

7 VI (enam) 17 orang

Jumlah 130 orang

28 Ibid

(43)

c. Struktur Organisasi

Dalam suatu lembaga pendidikan diperlukan adanya suatu organisasi yang baik dan terarah dalam rangka membantu kelancaran belajar mengajar. Organisasi tersebut sangat urgen dalam menunjang maju mundurnya proses belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan.

Adapun struktur organisasi MI Al-Ikhlashiyah Perampuan adalah sebagai berikut

Struktur Organisasi MI Al-Ikhlashiyah Perampuan Tahun Pelajaran 2011/201229

B. Hasil Penelitian

29 Ibid

WAKA Humas Suharto Hafidz

Kepala Madrasah (MI) L. Wirsa, S.Pd.

Komite Madrasah Suharto Hafidz

WAKA Sarana Suhardi

WAKA Kurikulum Miskah, S.Pd.

WAKA Kesiswaan M. Wildan,

A M Keuangan Zuhriyah, S.Pd.

Staf TU Murahani

Sataf TU BP / BK

TGH. Gafur H.

Drs. SUHAIDI

Ketua Tata Usaha

GURU-GURU SISWA-SISWI

(44)

Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu bulan Juli dan Agustus 2011.

Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti menggunakan 3 siklus, walaupun pada siklus I atau siklus II ketuntasan secara klasikal dapat mencapai 85% dan ketuntasan individu telah mencapai nilai ≥ 80, pelaksanaan siklus berikutnya tetap dilaksanakan berdasarkan desain PTK30 yang telah direncanakan.

Data hasil penelitian ini bersifat kualitatif berkabolarasi dengan kuantitatif.

Data hasil tes masuk kedalam data kuantitatif, sedangkang untuk data hasil observasi dimasukkan kedalam data kualitatif dan dideskripsikan secara kualitatif.

Hasil data dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini dipisahkan dalam empat tahap, yaitu: Perencanaan penelitian, pelaksanaan tindakan, observasi pengaruh, dan refleksi

1. Siklus I a. Penelitian

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan di MI Al-Ikhlashiyah Perampuan kelas V dengan jumlah peserta didik 15 orang. Dalam perencanaan tindakan kelas ini guru telah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagaimana yang telah terlampir dalam deskripsi setting penelitian. Tahapan perencanaan dapat dilakukan tanpa ada hambatan yang berarti. Pada awalnya penerapan metode dengan membentuk kelompok memerankan sebuah drama anak.

30 Achmad, Penelitian Tindakan Kelas, h. 128.

(45)

b. Pelaksanaan Tindakan

Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia dilaksanakan 2 kali seminngu dengan alokasi waktu 4 x 35 menit. Untuk penelitian siklus I ini dilakukan dengan 2 kali pertemuan.

Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada hari senin tanngal 25 Juli 2011 yang mana pada pertemuan pertama diisi pembagian naskah drama pada masing-masing siswa dan tes awal,. Kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran yang telah direncanakan yang diawali dengan menjelaskan tentang metode pembelajaran yang akan digunakan, penyampaian tujuan pembelajaran, dan apersepsi materi pembelajarn yang akan diajarkan. Langkah selanjutnya guru/peneliti menjelaskan tentang lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi, kemudian siswa ditugaskan untuk membaca naskah drama dengan menggunakan keempat keterampilan dalam berbicara yang telah dijelaskan sebelumnya.

Guru/peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih sendiri teman/patner dalam mendemonstrasikan atau memerankan drama pendek anak-anak yang naskahnya telah dibaca sebelumnya. Langkah selanjutnya siswa diminta untuk maju kedepan kelas dengan patnernya yang terdiri dari 3 orang untuk memerankan naskah drama dengan menggunakan lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi yang sesuai dengan karakter masing-masing tokoh yang diperankan. Guru/peneliti kembali

(46)

menekankan kepada siswa bahwa pada pembelajaran ini siswa harus berusaha untuk menghayati naskah drama sesuai dengan peran masing- masing sehingga keterampilan berbicara yang meliputi lafal, intonasi,mimik, dan ekspresi dapat terlihat pada setiap kalimat-kalimat yang diucapkan siswa dalam memerankan naskah drama.

Pada setiap akhir demonstrasi naskah drama guru/peneliti memberi kesempatan pada masing-masing siswa untuk mengajukan pertanyaan seputar naskah drama yang telah diperankan, sehingga hal ini dapat menjadi evaluasi bagi siswa yang lain terhadap peran yang telah di demonstrasikan.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari rabu tanngal 27 Juli 2011, dengan alokasi waktu 4 x 35 menit. Pada pertemuan kedua ini dimaksudkan untuk digunakan dalam kegiatan tambahan yang berupa pengulangan materi atau kegiatan evaluasi dengan memberikan tugas kepada masing-masing kelompok/grop yang telah terbentuk dan terdidri dari 3 orang siswa untuk memerankan naskah drama dan mendemonstrasikannya didepan kelas.

c. Kegiata observasi

Pada tahap ini guru/peneliti melakuakn eksperimen pada masing- masing kelompok/grop dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan, sedangkan guru/ peneliti

(47)

melakukan pemantauan dengan menggunakan pedoman observasi terhadap semua kegiatan siswa. Guru/peneliti mengamati dengan seksama kegiatan siswa sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu dalam kelompok/grup. Selanjutnya menganalisis nilai individu dan memberikan nilai kelompok. Kegiatan observasi yang dilakukan dalam penilitian ini meliputi observasi aktifitas siswa dan observasi kegiatan guru.

1) Hasil observasi aktivitas siswa

Hasil observasi yang diperoleh dalam pengamatan yang dilakukan oleh guru/observer dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Tujuan dari observasi ini adalah untuk menilai proses belajar mengajar dengan menggunakan penerapan metode bermain peran. Observasi terhadap kegiatan siswa dilakukan dengan cara mengamati prilaku siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaraan dengan menggunakan metode bermain peran.

Berdasarkan hasil dari observasi yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa pada siklus I memperlihatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari duabelas indikator masih ada diskriptor yang belum tercapai, diantaranya pada indikator kegiatan inti terdapat ada dua diskriptor

(48)

yang belum tercapai dan pada kegiatan penutup keempat diskriptor belum tercapai.

2) Hasil Observasi Keterampilan berbicara siswa

Pada tahap ini guru/peneliti melakukan eksperimen pada masing-masing grup/kelompok dalam memerankan naskah drama sesuai dengan karakter masing-masing tokoh yang diperankan.

Guru/peneliti mencatat semua hasil keterampilan berbicara siswa yang meliputi empat aspek, yaitu: lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi. Guru/peneli mengamati keterampilan berbicara siswa sebagai fasilitator yang memberi tugas dan memandu siswa dalam grup/kelompok dan mencatat hasil keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan lembar penilaian yang telah disiapkan.

Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada siklus I keterampilan berbicara siswa masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari ketuntasan klasikal hanya sebesar 33,33%, artinya ketuntasan klasikal masih jauh dari ketuntasan klasikal yang sudah ditetapkan, yaitu 85%.

3) Hasil observasi kegiatan guru

Hasil observasi kegiatan guru dilakukan dengan mengamati Guru oleh observer dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya.

(49)

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada siklus I kegiatan guru dalam proses pembelajaran cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari duabelas indikator, karena pada kegiatan awal tiga deskriptor terlaksana dengan baik, pada kegiatan inti tiga deskriptor telah tercapai, sedangkang pada kegiatan penutup hanya dua yang terlaksana dengan baik.

Adapun Data hasil observasi aktivitas siswa, hasil observasi keterampilan berbicara siswa, dan kegiatan guru siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4, 5, dan 6.

(50)

Tabel 4

Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

No KEGIATAN

SKOR

SIKLUS I SIKLUS II IKLUS III

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Kesiapan belajar √

2 Konsentrasi √

3 Respon terhadap guru √

4 Antosias dalam mengikuti

proses pembelajaran √

5 Intraksi siswa dengan siswa √ 6 Aktivitas siswa dalam

melaksanakn proses pembelajaran

7 Kerjasama dalam kelompok √

8 Partisipasi siswa dalam dalam

menyimpulkan hasil √

9 Mencatat kesimpulan √

10 Refleksi terhadap

pembelajaran √

11 Evaluasi √

12 Melaksanakan kesan tindak

lanjut √

Jumlah 4 2 1 4 1

Total 36

(51)

Tabel 5

Data Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Siklus I

N

0 NAMA

ASPEK

Jlh

Skor Nilai Ketuntasan

Lafal Intonasi Mimik Ekspresi

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Tuntas Tidak

1 Devi Sukma

Dewi √ √ √ √ 17 85 √ 2 Laila Safriani √ √ √ √ 18 90 √

3 Marlina √ √ √ √ 13 65 √ 4 Dewi Andriani √ √ √ √ 20 80 √

5 Halimatussakd

iyah √ √ √ √ 14 70 √ 6 Husnul

Khotimah √ √ √ √ 15 75 √ 7 Nurbaiti √ √ √ √ 17 85 √

8 Pitawati √ √ √ √ 15 75 √ 9 Khairul Azmi √ √ √ √ 14 70 √ 10 Asruddin √ √ √ √ 12 60 √ 11 Jaelani √ √ √ √ 16 80 √

12 Sulthon Hadi √ √ √ √ 13 65 √ 13 Ifandi √ √ √ √ 14 70 √ 14 Satriawan √ √ √ √ 13 65 √ 15 M. Yusuf √ √ √ √ 13 65 √ Jumlah 1 4 8 2 4 9 2 8 5 1 1 7 6 1 115 1100 5 10

Nilai rata-rata 73,33

Nilai tertinggi 90

Nilai terendah 65

Siswa yang tuntas 5

Siswa tidak tuntas 8

Ketuntasan klasikal 33,33

Keterangan: Nilai maksimal untuk masing-masing aspek keterampilan adalah. 25 Nilai 1 = 5

Nilai 2 = 10 Nilai 3 = 15 Nilai 4 = 20 Nilai 5 = 25

(52)

Tabel 6

Data Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus I

No KEGIATAN

SKOR

SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran √

2 Motivasi siswa √

3 Apersepsi √

4 Aktifitas guru dalam

pembelajaran √

5 Aktifitas guru dalam

membimbing peserta didik √ 6 Mampu menciptakan suasana

yang kondusif √

7 Memberi materi yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran √ 8 Adanya intraksi siswa dengan

guru √

9 Simpulan √

10 Refleksi pembelajaran √

11 Evaluadsi √

12 Pesan tindak lanjut √

Jumlah 3 2 6 1

Total 41

(53)

d. Refleksi

Tahapan refleksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru/peneliti guna mengkaji secara menyeluruh tindakan penelitian yang telah dilakukan berdasarkan data-data yang terkumpul. Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh guru/peneliti, kemudian guru/peneliti dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilaksanakan, yaitu yang meliputi faktor-faktor pendukung, penghambat dari aspek internal dan eksternal guru/peneliti dan siswa, kemudian untuk tahap siklus berikutnya diadakan perbaikan-perbaikan secara kualitas dan kuantitas berdasarkan hasil daripada refleksi dari siklus yang telah dilaksanakan.

Setelah dilakukan perbaikan dan lebih mengaktifka siswa, guru/peneliti memberikan arahan pada setiap kelompok dalam memerankan naskah drama dengan lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi yang dapat membangkitkan gairah penonton/siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara secara maksimal. Adapun kekurangan yang masih tampak pada pelaksanaan siklus I akan diperbaiki pada siklus II sehingga siswa lebih serius dan antosias dalam memerankan naskah drama untuk menyempurnakan lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi, sehingga kualitas berbicara siswa menjadi lebih baik dan sempurna.

(54)

Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan siklus I, ada beberapa hal yang sangat penting perlu diperhatikan dan diperbaiki untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya. Terkait dengan aktifitas guru dan siswa yang masih dalam katagori cukup dan hasil tes belum mencapai ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan.

Dalam penerapan metode bermain peran pada pelaksanaan siklus I terdapat beberapa kendala yang dihadapi guru/peneliti antara lain, yaití :

1) Pelaksanaan sumbang saran membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran tidak terlaksana dengan baik;

2) Sebagian siswa bermain peran, tetapi sebagian besar siswa tidak aktif dalam mengikuti proses pembelajaran;

3) Guru/peneliti mengalami kesulitan dalam mengontrol siswa pada saat bermain peran, karena pada saat memerankan naskah drama siswa lebih banyak malu-malu dan bermain-main;

4) Siswa yang bertindak sebagai penonton/audien ramai dan ribut pada saat temannya bermain peran.

Hal tersebut terjadi karena guru/peneliti belum menguasai langkah-langkah pembelajaran dengan baik dan siswa juga masih merasa malu-malu pada saat memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Untuk mengatasi masalah ini guru/peneliti haruslah

(55)

menguasai langkah-langkah pembelajaran, lebih bisa mengelola kelas, dan memotifasi siswa agar tidak malu-malu dalam memeran tokoh- tokoh yang ada dalam naskah drama dan lebih menjiwai karakter tokoh yang diperankannya.

2. Siklus II

a. Perencanaan tindakan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pada siklus II ini perlu diadakan suatu perbaikan, dimana perbaikan-perbaikan ini nantinya akan memberikan motivasi bagi guru/peneliti untuk lebih menyempurnakan langkah-langkah pembelajaran begitu juga bagi siswa dengan adanya perubahan pada siklus II ini akan menambah semangat siswa dalam pembelajaran terutama dalam memerankan suatu naskah drama. Adapun rencana dan perbaikan tindakan pada siklus II meliputi:

Menyusun desain pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran, Menyusun rencana perbaikan pembelajaran, menyusun lembar observasi aktivitas siswa siklus II, menyusun lembar observasi kegiatan guru siklus II, mengadakan pembaikan tugas antara guru dan peneliti dimana peneliti bertindak sebagai pelaksana pembelajaran dan guru mengisi lembar observasi. Dan menyiapkan sumber belajar yang diperlukan berupa naskah drama.

b. Pelaksanaan Tindakan

(56)

Pelaksanaan pada siklus II tidak jauh beda dengan siklus I, yaitu 2 x Pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari senin 8 Agustus 2011 yang membahas materi tentang drama dengan alokasi waktu 4 x 35 menit.

Pelaksanaan tindakan dimulai dengan pendahuluan, apersepsi mengenai materi yang akan diajarkan, penyampaian tujuan pembelajaran, dan menjelaskan kembali metode yang akan digunakan. Langkah selanjutnya guru/peneliti harus lebih sering menampilkan metode dengan teknik yang berbeda. Guru/peneliti kembali menegaskan bahwa pada pembelajaran ini siswa harus harus lebih aktif dan berkonsentrasi dalam memerankan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama baik yang menyangkut lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi, sementara guru/peneliti memposisikan diri sebagai pasilitator, pembimbing, dan pembantu jika ada siswa yang merasa mengalami kesulitan dalam memerankan tokoh yang ada dalam naskah drama. Pada pertemuan siklus II ini siswa nampak lebih teratur, terkontrol, dan tidak merasa malu-malu lagi dalam memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama dikarenakan siswa mulai menghayati dan memahami kegiatan pembelajaran dengan penerapan metode bermain peran.

Seperti halnya pada siklus I, pertemuan pertama diakhiri dengan guru/peneliti memberikan tugas pada setiap kelompok/grup untuk

(57)

memerankan naskah drama yang disertai dengan lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi yang sesuai dengan masing-masing karekter tokoh yang diperankan.

Pada setiap akhir dari bermain peran guru/peneliti memberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dari setiap karekter tokoh yang telah diperankan, hal ini sekaligus menjadi evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok/grup terhadap peran masing-masing sebagai suatu keseluruhan. Pada tahap tes proses pembelajaran dengan penerapan metode bermain peran, guru/peneliti membahas kendala serta kesulitan yang dialami siswa pada saat memerankan naskah drama.

Pertemuan kedua dilaksanakan hari senin tanggal 10 Agustus 2011 dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Pada pertemuan ini guru/peneliti melakukan diskusi kelas, yaitu meminta masing-masing kelompok/grop kesan atas pembelajaran yang dilakukan dan beberapa kendala yang dihadapi sebelumnya oleh guru/peneliti. Setelah itu, guru/peneliti melakukan tes untuk siklus II dalam bentuk naskah drama yang akan diperankan oleh siswa.

c. Kegiatan Observasi

1) Hasil observasi aktivitas siswa

Pada tahap ini guru/peneliti melakukan eksperimen pada masing- masing kelompok/grup dalam proses pembelajaran bahasa

(58)

Indonesia. Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan, sedangkan peneliti bertindak sebagai pelaksana pebelajaran dan guru melakukan pengisian lembar observasi dengan menggunakan pedoman observasi terhadap semua kegiatan siswa. Guru/peneliti mengamati dengan seksama kegiatan siswa sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu dalam kelompok/grup. Selanjutnya menganalisis nilai individu dan memberikan nilai kelompok.

Hasil observasi yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Tujuan dari observasi ini adalah untuk melihat kelangsungan dari proses pembelajaran dengan penerapan metode bermain peran. Observasi terhadap terhadap aktivitas siswa dilakukan dengan cara mengamati prilaku siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran .

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan menunjukkan aktifitas dalam proses pembelajaran mencapai katagori aktif, hal ini dapat dilihat dari duabelas indikator yang ada pada kegiatan inti keempatnya sudah tercapai begitu juga dengan indikator kegiatan penutup, yaitu dari empat indikator yang ada tiga deskriptor sudah tercapai.

2) Hasil keterampilan berbicara siswa

(59)

Pada tahap ini Peneliti sebagai pelaksana pembelajaran, sedangkan guru mencatat semua hasil keterampilan berbicara siswa, yang meliputi empat aspek, yaitu: lafal, intonasi, mimik, dan ekspresi.

Guru/peneli mengamati keterampilan berbicara siswa sebagai fasilitator yang memberi tugas dan memandu siswa dalam grop/kelompok dan mencatat hasil keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan lembar penilaian yang telah disiapkan.

Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada siklus II terjadi peningkatan keterampilan berbicara siswa. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan ketuntasan klasikal sebesar 53,33% dari 33,33% menjadi 86,66%, artinya ketuntasan klasikal pada siklus II sudah melampaui ketentuan yang sudah ditetapkan, yaitu 85%.

3) Hasil observasi kegiatan guru

Hasil observasi terhadap kegiatan guru dilakukan dengan mengamati kegiatan guru/peneliti oleh observer dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan oleh guru/peneliti.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan menunjukkan pada siklus II ini kegiatan guru dalam proses pembelajaran baik sekali. Hal ini dapat dilihat dari duabelas indikator yang ada sembelas deskriptor terlaksana dengan baik,

(60)

sedangkan satu diantaranya tidak terlaksana dengan baik. Artinya pada siklus II ini terjadi peningkatan kegiatan guru jika dibandingkan pada siklus I.

Adapun Data hasil observasi aktivitas siswa, hasil observasi keterampilan berbicara siswa, dan kegiatan guru siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7, 8, dan 9.

Tabel 7

Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II

No KEGIATAN

SKORT

SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Kesiapan belajar √

2 Konsentrasi √

3 Respon terhadap guru √

4 Antosias dalam mengikuti

proses pembelajaran √

5 Intraksi siswa dengan siswa √

6 Aktivitas siswa dalam melaksanakn proses pembelajaran

7 Kerjasama dalam kelompok √

8 Partisipasi siswa dalam dalam menyimpulkan hasil

9 Mencatat kesimpulan √

10 Refleksi terhadap

pembelajaran

11 Evaluasi √

12 Melaksanakan kesan tindak lanjut

Jumlah 1 7 4

Total 50

Gambar

Gambar Desain PTK 23

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, penelitian tentang model pembelajaran Role Playing juga pernah dilakukan oleh Makhdonal yang berjudul “Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Hasil

The style transfer was done by changing the formality level of the text (from informal to formal) using two different approaches: dictionary-based and