• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MERANGSANG KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PAI & BUDI PEKERTI DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MERANGSANG KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PAI & BUDI PEKERTI DI SMP"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

685 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MERANGSANG KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PAI & BUDI

PEKERTI DI SMP

Sri Utami Kenongo Sari1

Email [email protected] ABSTRAK

Keaktifan siswa yang tergolong masih rendah merupakan salah satu penghambat dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk itulah diperlukan suatu pemecahan agar keaktifan siswa dapat tumbuh dan terasah. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dengan situasi siswa menjadi salah satu cara yang diambil. Model yang dipilih adalah Problem Based Learning. Penerapan model PBL ini diharapkan dapat merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti pada kelas IX di SMP Negeri Satap 6 Bulik.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi data angket. Data yang diperoleh akan diolah dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model PBL dapat merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SMP Negeri Satap 6 Bulik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan keaktifan siswa dari 33% dan 40% pada siklus I menjadi 60% dan 80% pada siklus II.

Adapun dari data angket bahwa tingkat keaktifan siswa naik dari awalnya berkategori sedang yaitu 57% pada siklus I meningkat menjadi 66% dengan kategori tinggi pada siklus II. Simpulan penelitian ini adalah, penerapan model PBL dapat merangsang keaktifan siswa pada pembelajaran Paid an Budi Pekerti di SMP Negeri Satap 6 Bulik.

Keywords : Problem Based Learning, Keaktifan Siswa, PAI Pendahuluan

Ketercapaian kompetensi siswa menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam pembelajaran. Keberhasilan ini bisa dilihat salah satunya adalah dari keaktifan siswa. Siswa antusias, berani bertanya, menyelesaikan tugas dengan baik dan tuntas serta percaya diri dalam menyampaikan hasil kerjanya, merupakan salah satu indikator dari keaktifan siswa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aktif berarti giat (bekerja, berusaha). Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana siswa dapat aktif. Rousseau dalam (Sardiman, 1986: 95) menyatakan bahwa setiap orang

(2)

686 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas proses pembelajaran tidak akan terjadi.. Keaktifan menjadi salah satu jalan bagi siswa untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka dapat aktif membangun pemahaman atau persoalan yang mereka hadapi.

Implikasi keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil percobaan, membuat karya tulis, membuat kumpulan informasi dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi keaktifan bagi guru adalah guru mengubah perannya dari yang bersifat didaktis menjadi bersifat individualis, yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari, memperoleh dan mengolah pengalaman belajarnya, sehingga dapat mendorong kreativitas siswa dalam belajar maupun memecahkan masalah.

Thorndike mengemukakan keaktifan belajar siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”-nya menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan dan Mc Keachie menyatakan berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu” (Dimyati,2009:45). Segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri , baik secara rohani maupun teknik.

Hasil refleksi pembelajaran penulis ditemukan bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran tergolong rendah. Siswa cenderung pasif di kelas. Dalam kegiatan tanya jawab masih terlihat kurang merespon. Begitupun saat kegiatan diskusi kelompok, masih didominasi anak-anak yang tergolong pandai. Tidak jarang mereka masih terlihat malu dalam menyampaikan pendapat ataupun mempresentasikan hasil diskusi.

Beberapa hal yang melatarbelakangi kepasifan siswa di kelas antara lain oleh:

1. Siswa memiliki kecenderungan malu dalam forum-forum formal.

2. Guru lebih sering menggunakan metode pembelajaran konvensional (menjelaskan materi, memberi contoh, dan latihan). Sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan.

3. Pembelajaran jarak jauh yang sempat dilaksanakan beberapa kali menjadikan siswa kurang bersemangat menjalani rutinitas belajar.

4. Motivasi dalam belajar yang masih kurang

Beberapa latarbelakang di atas menghambat tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan, khususnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang diampu peneliti.

Berdasarkan pendapat Nana Sudjana, metode yang digunakan dan teknik pembelajaran merupakan poin penting dalam komponen pembelajaran yang harus diperhatikan . Hal ini dikarenakan bahwa dalam satu pembelajaran, guru

(3)

687 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

tidak hanya memakai satu metode saja melainkan menggunakan lebih dari satu metode pembelajaran. Metode-metode pembelajaran yang digunakan dalam satu pembelajaran ini kemudian dikemas dalam satu model pembelajaran, sehingga dapat diartikan bahwa dalam satu model pembelajaran dapat digunakan lebih dari satu metode pembelajaran. Hal ini penggunaannya harus betul-betul efektif dan efisien disesuaikan dengan isi materi dan tujuan pengajaran agar menjadi jembatan dalam menyampaikan isi materi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dampaknya siswa akan menempuh banyak keaktifan belajar. Keanekaragaman keaktifan belajar siswa inilah yang akan membawa banyak manfaat bagi siswa, sehingga apa yang diperoleh dapat mencapai hasil yang menyeluruh dan terpadu bagi pribadinya.

Berdasarkan keterangan di atas, pada dasarnya yang dijadikan fokus pembahasan adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat, yaitu mampu menumbuhkan keingintahuan siswa tentang materi yang sedang dipelajarai.

Mereka tidak malu untuk mendemonstrasikan hasil belajarnya dan antusias untuk mengulangi yang mereka pelajari dalam bentuk kegiatan belajar yang berbeda. Serta selalu merayakan yang telah dihasilkannya agar mereka puas dengan apa yang telah dicapainya. Dan akhirnya mereka ingin mengulangi kesuksesan mereka itu lagi dan lagi.

Dalam pembelajaran untuk mewujudakan keterampilan abad 21, ada beberapa model pembelaaran yang disarankan. Model pembelajaran tersebut anatara lain, Problem Based Learning dan model project Based Learning. Untuk memecahkan masalah keaktifan siswa, dalam penelitian ini penulis mengambil model problem based learning. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja. Salah satu cili model PBL ini adalah dengan menggunakan kelompok kecil sebagai konteks untuk pembelajaran. Siswa yang malu bertanya kepada guru, dapat bertanya kepada teman dalam sekelompoknya maupun kelompok lain. Mereka juga tidak merasa takut menyampaikan pendapatnya sehingga dapat memotivasi siswa untuk giat belajar.

Menurut Arends (2008), karakteristik pembelajaran dengan model Problem Based Learning dicirikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang mengambang, yang berhubungan dengan kehidupan nyata

2. Masalah dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran

3. Siswa menyelesaikan masalah dengan penyelidikan secara autentik

(4)

688 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

4. Secara bersama-sama dalam kelompok kecil, siswa mencari solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan

5. Guru bertindak sebagai tutor dan fasilitator dalam pembelajaran

6. Siswa bertanggung jawab dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang bervariasi, tidak hanya dari satu sumber saja

7. Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk tertentu.

Dengan menggunakan model PBL ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan, antara lain:

1) Meningkatkan motivasi belajar, mendorong kemampuan siswa melakukan pekerjaan penting, artinya mereka perlu dihargai.

2) Mengembangkam kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis.

3) Mengembangkan keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan pengelolaan sumberdaya.

4) Memberikan pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran, praktik, dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber- sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

5) Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.

6) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model PBL kita bisa memperhatikan beberapa langkah di bawah ini.

a) Mengorientasi peserta didik pada masalah b) Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran

c) Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya e) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang di lakukan di dalam kelas yang bertujuan untuk meningkatkan proses dan praktik pembelajaran (Surawan : 2019).

Penelitian ini dilakukan di kelas IX SMP Negeri Satap 6 Bulik, sebagai unit kerja peneliti. Penelitian ini dilakukan secara bertahap mulai dari siklus pertama sampai siklus kedua yang kemudian dilihat adanya peningkatan hasil sesuai dengan target yang telah ditentukan. Setiap siklus terbagi dalam satu

(5)

689 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

kali pertemuan dan kemudian dilakukan evaluasi guna mengukur peningkatan keaktifan siswa. Akhir dari setiap siklus dilengkapi dengan kegiatan refleksi dan perencanaan tindakan berikutnya.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yang pertama, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih, dikembangkan berdasarkan silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dan penilaian peserta didik dalam mencapai Kompetensi Dasar (KD). Dalam penelitian ini RPP dibuat per siklus. Kedua, Lembar Observasi Belajar Mengajar, lembar observasi yang disiapkan adalah lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati keaktifan siswa dalam belajar. Ketiga, angket yang dibagikan kepada siswa untuk mengukur keaktifan mereka.

Sumber data yang digunakan adalah dokumen catatan hasil belajar, jurnal, video, foto-foto, lapotran pengamatan, lembar obervasi guru dan angket.

Analisis data yang dilakukan adalah data kualitatif yang mana ada beberapa data kuantitatif yang nantinya akan dideskripsikan sesuai dengan rentan skor yang sudah dirancang.

Hasil Penelitian

Data kondisi awal dalam penelitian tindakan kelas ini diperoleh setelah peneliti melakukan observasi dan tes pada pratindakan. Data yang diperoleh adalah siswa bersikap pasif dalam pembelajaran. Banyak stimulus yang dilempatkan guru namun belum mampu ditangkap oleh siswa. Saat diminta untuk menyampaikan pendapat atau hasil tugas siswa juga masih terlihat malu.untuk itulah peneliti memulai kegiatan penelitian dengan memperbaiki metode pembelajaran dan memilih model problem based learning. Pada siklus I pertemuan pertama tingkat keaktifan siswa tergolong masih rendah. Yaitu dengan rata-rata keaktifan 33%. Siswa masih belum menunjukan antusias dalam pembelajaran. Interaksi dengan gurupun tergolong rendah. Dalam penyelesaian tugas siswa masih belum sepenuhnya tuntas. Dan dalam menyampaikan pendapat masih banyak siswa yang malu.

Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut ini

Tabel Obeservasi Indikator Keaktifan Siswa Siklus 1 Pertemuan 1 No Indikator Keaktifan Prosentase

1 Perhatian dan antusias siswa dalam pembelajaran

22%

2 Interaksi siswa dengan guru 33%

3 Penyelesaian tugas secara individual

33%

4 Penyelesaian tugas secara berkelompok

44%

(6)

690 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

5 Mengemukakan Pendapat 33%

Rata-rata Keaktifan 33%

Dari hasil angket di siklus I, tingkat keaktifan siswa juga masih tergolong sedang, yaitu 57%. Untuk detail hasil angket, dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Diagram Angket Keaktifan Siswa Siklus 1 Pertemuan 1

Hasil refleksi, peneliti mencoba memperbaiki pada siklus I pertemuan kedua. Namun belum menunjukan hasil yang maksimal. Dalam observasi di lembar indikator keaktifan meningkat 7% yaitu menjadi 40%. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel Obeservasi Indikator Keaktifan Siswa Siklus 1 Pertemuan 2 No Indikator Keaktifan Prosentase

1 Perhatian dan antusias siswa dalam pembelajaran

44%

2 Interaksi siswa dengan guru 33%

3 Penyelesaian tugas secara individual

44%

4 Penyelesaian tugas secara berkelompok

44%

5 Mengemukakan Pendapat 33%

Rata-rata Keaktifan 40%

Berdasarkan hasil observasi guru dan angket siswa bahwa proses pembelajaran belum bisa merangsang keaktifan siswa dengan maksimal. Siswa masih terlihat kurang antusias dan malu dalam mengemukanan ide atau

2%

34%

57%

7%

Diagram Keaktifan Siswa

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

(7)

691 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

pendapatnya. Selain itu penyelesaian tugas kelompok masih didominasi oleh satu anak dalam kelompoknya.

Dalam kegiatan siklus 1 guru masih belum bisa menguasai kelas secara penuh, selain itu stimulus yang diberikan guru belum mampu menjadikan siswa berani mengemukan pendapat. Dalam kegiatan awal guru belum memberikan apersepsi yang baik, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan intu siswa masih terlihat bingung dengan apa yang harus dilakukan.

Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan diatas maka perlu dilakukan perbaikan dalam proses permbelajaran dalam bentuk Siklus 2. Pada kegiatan selanjutnya guru perlu menyederhanakan materi stimulus yang akan diberikan siswa agar siswa bisa lebih aktif. Selain itu perlu dilakukan perbaikan TPACK yang akan dipakai dalam kegiatan pembelajaran. Untuk hal-hal yang sudah baik maka perlu untuk dipertahankan dan ditingkatkan.

Setelah melakukan beberapa perbaikan diatas, maka di siklus II pertemuan pertama indikator keaktifan siswa mencapai 60% dan mengalami peningkatan lagi di pertemuan II dengan rata-rata keaktifan 80%. Hal ini sejalan dengan hasil pengolahan angket siswa yang menunjukan tingkat keaktifan tinggi.

Berikut tabel hasil observasi dan diagram angket dari ketiatan di siklus II Pertemuan kedua.

Tabel Obeservasi Indikator Keaktifan Siswa Siklus 2 Pertemuan 1 No Indikator Keaktifan Prosentase

1 Perhatian dan antusias siswa dalam pembelajaran

67%

2 Interaksi siswa dengan guru 33%

3 Penyelesaian tugas secara individual

56%

4 Penyelesaian tugas secara berkelompok

67%

5 Mengemukakan Pendapat 78%

Rata-rata Keaktifan 60%

Tabel Obeservasi Indikator Keaktifan Siswa Siklus 2 Pertemuan 2 No Indikator Keaktifan Prosentase

1 Perhatian dan antusias siswa dalam pembelajaran

89%

2 Interaksi siswa dengan guru 56%

3 Penyelesaian tugas secara individual

67%

4 Penyelesaian tugas secara 89%

(8)

692 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

berkelompok

5 Mengemukakan Pendapat 100%

Rata-rata Keaktifan 80%

Diagram Angket Keaktifan Siswa Siklus 2 Pertemuan 2

Berdasarkan deskripsi penelitian dan hasil penelitian yang sudah disajikan sebelumnya, dapat dilihat bahwa tingkat keaktifan siswa pada siklus 1 masih cukup rendah. Meskipun pada pertemuan kedua sudah terlihat sedikit perubahan. Setelah dilakuan perbaikan di siklus 2 semakin terlihat prosentase keaktifan siswa semakin meningkat. Lebih detailnya tentang perbandingan Indikator Keaktifan siswa pada Siklus 1 dan Siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Perbandingan Indikator Keaktifan Siswa

No Indikator Keaktifan Siklus 1 Siklus 2

Pertemuan 1

Pertemuan 2

Pertemuan 1

Pertemuan 2 1 Perhatian& antusias

siswa dalam pembelajaran

22% 44% 67% 89%

17%

66%

18% 0%

Sales

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

(9)

693 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

2 Interaksi siswa dengan guru

33% 33% 33% 56%

3 Penyelesaian tugas secara

individual

33% 44% 56% 67%

4 Penyelesaian tugas secara berkelompok

44% 44% 67% 89%

5 Mengemukakan Pendapat

33% 33% 78% 100%

Rata-rata Keaktifan 33% 40% 60% 80%

Dari tabel diatas bisa dilihat perbandingan indikator keaktifan yang cenderung naik pada tiap siklusnya. Pasa siklus I pertemuan 1 rata-rata keaktifan adalah 30%. Pada siklus II pertemuan 2 rata-rata keaktifan naik sebesar 7% yaitu menjadi 40%. Setelah dilakukan perbaikan maka pada siklus ke II pertemuan 1, keaktifan siswa dari rendah naik menjadi sedang yaitu 60%.

Diakhir pertemuan 2 pada siklus II, rata-rata keaktifan siswa sudah naik menjadi 80%.

Selain melihat dari hasil observasi guru, hasil meningkatnya keaktifan siswa juga bisa dilihat dari perbandingan hasil angket yang dibagikan siswa pada siklus 1 pertemuan 1 dan siklus 2 pertemuan kedua. Lebih detail perbandingannya bisa dilihat dalam diagram berikut ini.

Diagram Perbandingan Keaktifan Siswa dari Angket

Dari diagram di atas, dapat dilihat bahwa progress keaktifan siswa pada tiap siklusnya megalami kenaikan. Jika diawal siklus keaktifan siswa tergolong sedang, yaitu dengan prosentase 57% atau sebanyak 4 siswa.

Sedangkan sebanyak 7% atau 1 siswa yang tergolong rendah tingkat

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah 2%

34%

57%

7%

17%

66%

18%

0%

Siklus 1 Siklus 2

(10)

694 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

keaktifannya. Sebanyak 34% atau 3 anak tergolong tinggi tingkat keaktifannya. Dan sebanyak 2% atau 1 siswa yang tergolong sangat aktif.

Peningkatan aktifitas siswa ini tidak lepas dari sudah mulai terbiasanya guru dan siswa dengan model pembelajaran ini. Selain itu peneliti mencoba memperkecil jumlah keanggotaan kelompok. Agar pembagian kerja dalam kelompok lebih merata.

Berdasarkan paparan data diatas menunjukkan bahawa penggunaan model Problem Based Learning pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di kelas IX SMP Negeri Satap 6 Bulik dapat merangkang keaktifan siswa.

Kesimpulan

Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan di SMP Negeri Satap 6 Bulik pada kelas IX dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dengan menggunakan model pembelajaran problem Based Learning dapat merangsang keaktifan siswa, hal tersebut dapat dilihat dari setiap siklusnya.

1. Pada siklus I pertemuan 1 rata-rata prosentase keaktifan siswa sebesar 33%

dengan katagori rendah. Dan setelah dilakukan tindakan pada siklus I pertemuan 2 rata-rata prosentase keaktifan siswa sebesar 40%. Dari hasil angket keaktifan siswa tergolong sedang yaitu dengan prosentase 57%.

Setelah diadakan perbaikan-perbaikan di siklus II, maka diperoleh rata-rata prosentase keaktifan siswa adalah 60% pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 80% pada pertemuan 2. Dari angket siswa diperoleh bahwa tingkat keaktifan siswa tergolong tinggi yaitu dengan prosentase sebesar 67%.

2. Dampak yang diperoleh dari penggunaan model Problem Based Learning pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah siswa dapat lebih aktif.

Hal ini terbukti dengan tercapainya indikator keberhasilan yaitu siswa memiliki perhatian dan antusias dalam pembelajaran, siswa lebih bisa timbal balik dari interaksi dengan guru, siswa dapat menyelesaikan tugas secara individu dan tugas kelompok dengan baik serta mengambil peran didalmnya.dan yang tak kalah penting siswa sudah mulai lebih berani dalam mengemukakan pendapatnya.

Referensi

Adinda, Ariyuni.2020.Penerapan Model Discovery Learning Berbantian LKPD Berbasis TPACK untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sel Elektrokimia pada Siswa Kelas XII SMP Negeri 1 Lambitu.(Online).

Af‟ida, I. (2018). Konsentrasi Belajar Ditinjau dari Pengelolaan Kelas dan Waktu Pembelajaran Mata Pelajaran Akuntansi Dasar pada Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran 2017/2018. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(11)

695 Vol. 1 No. 1 September 2021 Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Pedidikan Agama Islam

Dimyati , dkk. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Mairisiska dkk.2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis TPACK pada Materi Sifat Koligatif Larutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, (online).

Moh Uzer Usman. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rusmono.(2014). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu perlu.

Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Surawan, 2019. "Pernikahan Dini; Ditinjau dari Aspek Psikologi". Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam, Vol. 2 No. 2

Sardiman.(1988). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.

Referensi

Dokumen terkait

2 Colomadu tahun pelajaran 2011/2012. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran biologi pada akhir siklus I adalah mencapai 2,39 dengan prosentase ketuntasan mencapai 32,35%

1) Menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran materi ekonomi. 2) Untuk mengembangkan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran. 3) Untuk meningkatkan keaktifan siswa.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran instruksi langsung dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa. Kata kunci:

tentang keaktifan siswa sebagai fokus penilaian dalam penelitian. Hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa terdapat beberapa siswa yang keaktifannya

tindakan siswa yang berhubungan dengan keaktifan belajar siswa selama pembelajaran. 2) Pedoman wawancara digunakan untuk mewawancarai guru dan siswa sebelum

tentang keaktifan siswa sebagai fokus penilaian dalam penelitian. Hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa terdapat beberapa siswa yang keaktifannya

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunaan metode permainan ular tangga dapat mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan peneliti meningkatkan keaktifan siswa yang

Indikator keaktifan belajar yang harus dicapai siswa adalah 1 keikutsertaan melaksanakan tugas belajar, 2 keterlibatan dalam pemecahan masalah, 3 bertanya pada guru atau siswa lain jika