• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF PADA MENULIS TEKS CERITA FANTASI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 TAMBAKBOYO TUBAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF PADA MENULIS TEKS CERITA FANTASI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 TAMBAKBOYO TUBAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF PADA MENULIS TEKS CERITA FANTASI PESERTA DIDIK

KELAS VII SMP NEGERI 1 TAMBAKBOYO TUBAN

Alldila Zuneasili Sukmariantika Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang alldilazuneasilisukmariantika@gmail.com

Arif Setiawan

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang

arifsetiawan@umm.ac.id

Arti Prihatini

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang

artiprihatini@umm.ac.id

Abstrak

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum maksimal sehingga banyak peserta didik yang belum memahami pembelajaran yang diajarkan. Model pembelajaran integratif menjadi salah satu solusi bagi guru dalam memudahkan peserta didik memahami materi yang disampaikan. Model pembelajaran integratif merupakan model pembelajaran yang menyatukan aspek berbahasa sehingga memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pembelajaran teks cerita fantasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo, (2) mendeskripsikan hasil pembelajaran peserta didik menggunakan model pembelajaran integratif kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu teks cerita fantasi yang ditulis oleh peserta didik kelas VII-F dan VII-G SMP Negeri 1 Tambakboyo. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengamatan langsung, wawancara, dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tambakboyo guru menggunakan model pembelajaran kontekstual. Kedua, peserta didik mampu menyerap materi yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran integratif melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi yang ditulis berdasarkan imajinasi masing-masing peserta didik. Adapun simpulan hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran melalui model integratif mampu mengatasi kendala yang dialami oleh peserta didik. Melalui model pembelajaran integratif peserta didik lebih mudah menyerap dan memahami materi yang diberikan oleh guru sehingga peserta didik lebih percaya diri dalam menuangkan ide kreatif ke dalam teks cerita fantasi sesuai dengan struktur dan unsur dalam teks cerita fantasi secara kompleks.

Kata Kunci: Pembelajaran integratif, struktur teks cerita fantasi, unsur teks cerita fantasi

Abstract

The learning process carried out by teachers is still not optimal so that many students do not understand the lessons being taught. The integrative learning model is a solution for teachers to make it easier for students to understand the material

(2)

presented. The integrative learning model is a learning model that combines language aspects to make it easier for students to understand the material presented.

This research aims to (1) describe the learning of fantasy story texts of class VII students at SMP Negeri 1 Tambakboyo, (2) describe the learning outcomes of students using the integrative learning model for class VII SMP Negeri 1 Tambakboyo through the structure and elements of fantasy story texts. This type of research is descriptive qualitative with a case study method. The data source in this research is fantasy story texts written by students in classes VII-F and VII-G of SMP Negeri 1 Tambakboyo. Data collection carried out in this research included direct observation, interviews and data analysis. The research results show the following.

First, in learning Indonesian at SMP Negeri 1 Tambakboyo the teacher uses a contextual learning model. Second, students are able to absorb the material presented by the teacher using an integrative learning model through the structure and elements of fantasy story texts written based on each student's imagination. The conclusion of this research is that learning through an integrative model is able to overcome the obstacles experienced by students. Through the integrative learning model, students can more easily absorb and understand the material provided by the teacher so that students are more confident in expressing creative ideas into fantasy story texts according to the structure and elements in complex fantasy story texts.

Keywords: Integrative learning, fantasy story text structure, fantasy story text elements

PENDAHULUAN

Mata pelajaran Bahasa Indoensia merupakan salah satu mata pelajaran yang penting di sekolah.

Mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan terkait materi kebahasaan saja, melainkan juga materi kesastraan (Wicaksono, 2017). Dalam pelaksanaan proses belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, bahasa dikemas menjadi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menyimak, menulis, dan berbicara (Mansyur, 2016). Keempat aspek tersebut menjadi landasan setiap guru Bahasa Indonesia, namun tidak sedikit pula peserta didik yang beranggapan, bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia sulit untuk dipelajari atau dengan kata lain banyak peserta didik yang kurang termotivasi untuk mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia. Banyak sebab yang mempengaruhi, salah satunya adalah peserta didik menganggap Bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sejak lahir sehingga kurang berminat mempelajarinya, bahkan merasa bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia membosankan (Rahmayanti, 2016).

Menumbuhkan kreativitas peserta didik menjadi tugas utama guru. Salah satu usaha yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara menulis teks cerita. Membangkitkan semangat dalam diri peserta didik juga merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran (Emda, 2018). Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dikatakan minat belajar peserta didik sangat

rendah, dikarenakan rendahnya minat peserta didik dalam mengelola pembelajaran Bahasa Indonesia (Rahmayanti, 2016). Tidak sedikit pula peserta didik yang merasa jenuh dan bosan dalam menerima pembelajaran Bahasa Indonesia, bahkan menganggap pembalajaran Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran yang mudah sehingga tidak perlu perhatian khusus untuk mempelajarinya.

Kondisi tersebut juga tampak dalam observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 Tambakboyo ketika guru sudah memberikan terkait materi, kemudian peserta didik ditugaskan untuk membuat karya tulis berupa cerita fantasi, namun mereka belum sepenuhnya memahami hal-hal yang terkandung di dalam teks cerita fantasi sehingga karya yang dihasilkan belum maksimal.

Hal ini karena peserta didik belum sepenuhnya memahami ide yang ada di benaknya. Dari keadaan tersebut dapat disimpulkan, bahwa kenyataannya peserta didik belum mampu memenuhi aspek yang terdapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran yang dilakukan, guru menggunakan model pembelajaran kontekstual, yaitu guru mengaitkan materi yang disampaikan dengan situasi yang dialami oleh peserta didik di dunia nyata secara lisan. Menurut Nadawidjaya, tugas guru ketika menggunakan model pembelajaran kontekstual adalah memfasilitasi peserta didik dalam menemukan hal baru melalui

(3)

pembelajaran secara sendiri bukan berdasarkan apa kata guru (Kadir, 2013). Namun, penggunaan model pembelajaran kontekstual masih belum terlaksana dengan baik di SMP Negeri 1 Tambakboyo. Oleh sebab itu, guru mengubah model pembelajaran dari kontekstual menjadi integratif agar pembelajaran lebih mudah dipahami oleh peserta didik.

Model pembelajaran integratif merupakan pembelajaran yang menyatukan aspek berbahasa untuk memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan (Sugiyarti, 2013). Dalam hal ini, dari aspek mendengarkan (kontekstual) menjadi berbicara dan menulis teks cerita (integratif). Teks cerita yang dapat digunakan dalam model pembelajaran ini adalah teks cerita fantasi. Melalui teks cerita fantasi peserta didik dapat belajar menulis cerita narasi sesuai dengan imajinasi peserta didik dan dapat pula menyampaikan cerita narasi secara lisan.

Teks cerita fantasi ini merupakan jenis teks yang dipelajari peserta didik kelas VII di semester ganjil yang mengacu pada kurikulum 2013 (Ireng, 2019).

Teks cerita fantasi merupakan salah satu ragam sastra naratif yang dapat melatih kreativitas peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mahsun (2014) yang menyatakan, bahwa teks cerita fantasi merupakan genre dari sastra naratif yang mempunyai tujuan sosial menceritakan suatu kejadian (dalam Plandra & Thahar, 2020). Setiap peserta didik tentu memiliki khayalan atau imajinasi yang berbeda-beda. Namun, tidak semua peserta didik mampu menuangkan ide ke dalam cerita. Sama halnya dengan kondisi yang dialami oleh peserta didik SMP Negeri 1 Tambakboyo yang merasa kesulitan dalam menuangkan ide dan memahami urutan membuat teks cerita fantasi dengan baik dan benar.

Imajinasi yang terdapat di masing-masing pikiran peserta didik tersebut yang akan menjadi ide teks cerita fantasi. Melalui teks cerita fantasi ini, peserta didik dapat mengekspresikan imajinasi atau pengalaman yang dialami serta peserta didik dapat mempelajari kosa kata baru dalam teks cerita fantasi.

Selain itu, dengan adanya ide-ide yang keluar dari imajinasi peserta didik, maka minat belajar akan muncul karena di dalam teks cerita fantasi berisi nuansa keajaiban dengan munculnya tokoh-tokoh unik, seperti batu yang menangis, pohon yang bisa berbicara, hewan yang berperilaku layaknya manusia, dan lain

sebagainya. Kurniawan (2014) berpendapat, bahwa munculnya keajaiban tersebut dikarenakan ciri utama dalam teks cerita fantasi adalah munculnya tokoh dan tempat dari hasil khayalan penulis yang tidak ada di kehidupan nyata (dalam Kapitan, 2018).

Dalam menulis teks cerita fantasi, peserta didik harus memperhatikan struktur dan unsur teks cerita fantasi agar cerita yang ditulis berurutan. Adapun struktur teks cerita fantasi menurut Harsiati (2016) dibedakan menjadi tiga, diantaranya: 1) orientasi, yaitu bagian dimana penulis memperkenalkan tokoh pada latar cerita;

2) komplikasi, yaitu munculnya konflik atau permasalahan. Dalam komplikasi, tahapan dimulai dari munculnya konflik atau permasalahan, peningkatan permasalahan, hingga puncak permasalahan (klimaks); 3) resolusi, yaitu penyelesaian masalah. Pada tahap ini, penulis berupaya untuk mengungkapkan solusi dari berbagai permasalahan yang dialami para tokoh, baik tokoh utama maupun para tokoh yang diceritakan di dalam teks cerita fantasi (dalam Novita & Nursaid, 2020).

Selain struktur yang telah disebutkan di atas, teks cerita fantasi juga mempunyai unsur pembangun yang terdapat dalam teks. Unsur teks cerita fantasi merupakan unsur pembangun teks cerita fantasi itu sendiri. Menurut Setiyaningsih dan Santhi (2019) unsur teks cerita fantasi dibagi menjadi enam, diantaranya: 1) tema, yaitu pokok permasalahan yang menjadi acuan dalam menyusun cerita; 2) alur atau jalan cerita. Alur terbagi menjadi tiga, yaitu alur maju, mundur, dan campuran; 3) tokoh dan penokohan. Tokoh merupakan sebutan untuk pelaku dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak yang diperankan oleh tokoh dalam cerita; 4) latar merupakan tempat, waktu, dan suasana yang menjadi wadah para tokoh yang terlibat dalam cerita; 5) sudut pandang, yaitu posisi pengarang dalam cerita yang ditulis. Sudut pandang dibedakan menjadi tiga, yaitu sudut pandang orang pertama, orang ketiga, dan campuran; 6) amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui cerita yang ditulis (dalam Novita & Nursaid, 2020).

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan atau relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh (Fandini, 2018) yang berjudul

“Penguasaan Struktur Teks dan Unsur Kebahasaan Cerita Fantasi Siswa Kelas VII A

(4)

SMP Negeri 3 Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar”. Adapun hasil yang diperoleh menunjukkan, bahwa penguasaan siswa terhadap struktur dan unsur kebahasaan pada materi teks cerita fantasi masih bervariasi atau berbeda-beda.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh (Ireng, 2019) berjudul “Analisis Struktur Teks Cerita Fantasi pada Siswa SMP”. Adapun hasil yang didapatkan, yaitu menunjukkan bahwa kemampuan siswa SMP dalam hal menulis teks cerita fantasi sudah cukup memenuhi kriteria struktur teks cerita fantasi.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh (Rozak, 2020) dengan judul “Struktur dan Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fantasi dalam Antologi Cerita Fantasi Terbaik 2011 Karya Various dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Siswa SMP/MTs Kelas VII”. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, yaitu sejumlah 15 cerita fantasi terdapat struktur orientasi dan resolusi, dua cerita fantasi tidak mempunyai komplikasi, dan enam cerita fantasi mempunyai koda.

Ketiga penelitian terdahulu di atas telah menjelaskan tentang struktur, unsur kebahasaan, dan tipe teks cerita fantasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Melalui teks cerita fantasi dapat menumbuhkan pemahaman peserta didik.

Teks cerita fantasi dapat dikategorikan ke dalam genre naratif atau cerita khayalan. Teks cerita fantasi ini juga mempunyai tujuan sosial yang dapat diambil oleh peserta didik, yaitu sebagai tempat untuk menceritakan hal yang berkaitan dengan pemecahan suatu masalah dengan penyelesaian akhir yang menyenangkan (Nurrahman, Septi, 2021).

Materi teks cerita fantasi sangat penting diajarkan, karena melalui teks cerita fantasi dapat meningkatkan kreativitas dalam mengembangkan imajinasi peserta didik. Setiap peserta didik mempunyai tingkat imajinasi khayalan yang menarik, sehingga melalui teks cerita fantasi diharapkan peserta didik mampu mengembangkan imajinasinya ke dalam bentuk tulisan (Yahya, 2018). Melalui teks cerita fantasi dapat dijadikan sebagai bekal peserta didik dalam keterampilan berbicara dan menulis (integratif).

Dengan demikian, materi teks cerita fantasi dalam pembelajaran tingkat SMP sangat penting untuk dipahami oleh peserta didik.

Beberapa penelitian yang telah ditemukan membahas terkait struktur, unsur kebahasaan, dan tipe teks cerita fantasi peserta didik kelas VII pada tingkat SMP. Namun, masih ada keterbatasan penelitian yang membahas

mengenai model pembelajaran teks cerita fantasi melalui struktur dan unsur pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo. Oleh sebab itu, fokus penelitian ini adalah bagaimana pembelajaran teks cerita fantasi melalui struktur dan unsur pada mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Tambakboyo. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pembelajaran teks cerita fantasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo; (2) mendeskripsikan hasil pembelajaran peserta didik menggunakan model pembelajaran integratif kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi.

Melihat ketiga penelitian terdahulu tersebut, masih perlu adanya pembaruan penelitian. Ketiga penelitian tersebut belum memperlihatkan mengenai model pembelajaran teks cerita fantasi melalui struktur dan unsur pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo. Oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan karena melalui struktur dan unsur dapat memudahkan peserta didik dalam menulis teks cerita fantasi secara berurutan sehingga mendapat hasil karya dan pemahaman terkait materi yang disampaikan dengan maksimal.

Dengan demikian, penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam mengungkap informasi terkait model pembelajaran teks cerita fantasi melalui struktur dan unsur pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tambakboyo. Selain itu, informasi terkait pembelajaran teks cerita fantasi terhadap kemampuan menulis peserta didik akan menjadi bahan evaluasi mengenai sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan.

METODE

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Tambakboyo. Dalam penelitian ini, data berupa teks cerita fantasi yang dibuat oleh peserta didik kelas VII-D yang berjumlah 32 peserta didik dan kelas VII-G berjumlah 30 peserta didik SMP Negeri 1 Tambakboyo dengan memperhatikan struktur dan unsur teks cerita fantasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini berupa teks cerita fantasi yang ditulis oleh peserta didik dan wawancara bersama informan, yaitu guru Bahasa Indonesia kelas VII-D dan VII- G SMP Negeri 1 Tambakboyo. Melalui teks

(5)

cerita fantasi yang ditulis oleh peserta didik, peneliti mengumpulkan informasi terkait penelitian. Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Tambakboyo juga memberikan informasi untuk mendukung penelitian ini.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengamatan langsung atau observasi, wawancara, dan analisis data.

Pengamatan langsung dilakukan selama tiga kali pertemuan di setiap kelas dengan pemberian materi dan menulis teks cerita fantasi berdasarkan imajinasi masing-masing peserta didik. Selain itu, untuk memperdalam permasalahan yang terdapat pada peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia, peneliti melalukan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII-D dan VII- G SMP Negeri 1 Tambakboyo. Kemudian data diperoleh melalui lembar kerja peserta didik yang ditulis dalam bentuk lima soal yang mengasah pemahaman terkait materi yang telah disampaikan oleh guru kelas VII-D dan VII-G SMP Negeri 1 Tambakboyo. Setelah mengetahui pemahaman peserta didik dari hasil LKPD yang telah diberikan sebelumnya, guru menyampaikan kembali materi dengan menggunakan metode pembelajaran integratif, kemudian guru memberikan LKPD yang kedua dalam bentuk tiga soal berbasis proyek dengan perintah menuliskan satu teks cerita fantasi berdasarkan imajinasi peserta didik yang sesuai dengan struktur dan unsur teks cerita fantasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini dilaksanakan pada peserta didik kelas VII Tahun Ajaran 2022/2023 di SMP Negeri 1 Tambakboyo, Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo yang mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dan mampu menulis teks cerita fantasi berdasarkan imajinasi masing-masing ini diselenggarakan oleh Program Asistensi Mengajar yang menjadi subyek dalam penelitian ini selama enam bulan.

Peneliti menggunakan dua kelas dalam penelitian ini, diantaranya kelas VII-D dengan jumlah 32 peserta didik dan kelas VII-G dengan jumlah 30 peserta didik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tambakboyo guru menggunakan model pembelajaran kontekstual. Kedua, peserta didik

mampu menyerap materi yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran integratif melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi yang ditulis berdasarkan imajinasi masing-masing peserta didik.

Pembahasan

1. Pembelajaran Teks Cerita Fantasi Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo

Berdasarkan hasil peneltian, guru Bahasa Indonesia kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo menggunakan model pembelajaran kontekstual ketika menyampaikan materi teks cerita fantasi.

Hudson (2012) berpendapat, bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru dalam menghubungkan pelajaran dengan situasi nyata dan pembelajaran secara kontekstual tersebut dapat memotivasi peserta didik dalam berpikir (dalam Afriani, 2018). Hal ini sejalan dengan kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tambakboyo, yaitu guru memberikan penjelasan yang mengaitkan materi dengan realita yang sering dialami oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Selama peseta didik berproses, tentu tidak lepas dari sebuah kendala. Sebaik apapun proses yang dilakukan tentu akan ada kendala di dalamnya. Dalam hal ini, selama proses pembelajaran teks cerita fantasi menggunakan metode kontekstual, peserta didik mengalami kendala, yaitu kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga peserta didik sulit menuangkan ide kreatif ke dalam tulisan dan keberanian untuk menyampaikan cerita fantasi secara lisan.

Kurangnya pemahaman dalam menyerap materi yang disampaikan oleh guru menjadi alasan utama peserta didik belum berani menyampaikan ide kreatif ke dalam tulisan sehingga guru mengubah model pembelajaran kontekstual menjadi model pembelajaran integratif yang berfokus pada menulis dan berbicara. Melalui pembelajaran teks cerita fantasi secara integratif tersebut peserta didik dapat termotivasi melalui pesan moral yang tersirat dalam cerita. Dengan demikian, muncul rasa percaya diri dalam diri peserta didik dan hasilnya peserta didik mampu menulis dan berbicara terkait cerita fantasi sesuai dengan imajinasi dan khayalan masing-masing.

Dengan menggunakan model pembelajaran integratif tersebut, maka guru dapat mengatasi kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Adanya

(6)

kendala tersebut, maka diperlukan adanya model pembelajaran yang efektif, bermakna, dan efisien agar tujuan pembelajaran dapat tercapai (Sugiyarti, 2013). Sama halnya yang dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo ini karena guru tidak hanya mengaitkan materi yang disampaikan kepada peserta didik dengan situasi yang dialami di dunia nyata secara lisan, namun guru melatih peserta didik untuk menuangkan ide imajinasinya ke dalam tulisan berupa teks cerita fantasi. Selain itu, guru juga memotivasi peserta didik melalui karakter yang dimunculkan oleh para tokoh pada cerita dan memberikan peserta didik kesempatan untuk bereksplorasi terhadap dirinya sendiri.

Menurut Eggen (2016) model integratif dirancang untuk membentuk peserta didik dalam mencapai dua tujuan belajar, yaitu membangun pemahaman mendalam tentang bangunan sistematis dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis (dalam Mujianto, 2019). Sejalan dengan pendapat tersebut, menulis teks cerita fantasi menjadi solusi untuk mendukung pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan melalui model pembelajaran integratif.

2. Hasil Pembelajaran Peserta Didik Menggunakan Model Pembelajaran Integratif Kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo Melalui Struktur dan Unsur Teks Cerita Fantasi

Hasil keseluruhan pembelajaran melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi didapatkan melalui LKPD dalam menulis teks cerita fantasi.

Adapun pembahasan tentang hasil pembelajaran peserta didik menggunakan model integratif kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo melalui struktur dan unsur teks cerita fantasi sebagai berikut.

2.1 Analisis Struktur dan Unsur Teks Cerita Fantasi

Tabel 2.1 Data Analisis Struktur dan Unsur Teks Cerita Fantasi Kelas VII-D

Tabel 2.2 Data Analisis Struktur dan Unsur Teks Cerita Fantasi

Kelas VII-G

Sesuai dengan teks cerita fantasi yang telah dianalisis, pada tabel 2.1 dan 2.2 ditemukan penguasaan peserta didik dalam hal menulis teks cerita fantasi sesuai dengan strukturnya. Hal ini diketahui dari 30 peserta didik kelas VII-D dan 27 peserta didik di kelas VII-G mencantumkan orientasi, komplikasi, dan resolusi di dalam teks cerita fantasi yang ditulis.

0 5 10 15 20 25 30 35

Sesuai Tidak Sesuai

Struktur Teks Cerita Fantasi

0 5 10 15 20 25 30

Sesuai Tidak Sesuai

Struktur Teks Cerita

Fantasi

(7)

Gambar 2.1 Teks Cerita Fantasi Kelas VII-D

 Orientasi  Komplikasi  Resolusi

Pada gambar 2.1 penulis mencantumkan orientasi yang terletak pada paragraf pertama. Hal ini ditunjukkan penulis melalui pengenalan tokoh dan latar. Tokoh yang ada dalam teks cerita fantasi tersebut, yaitu Raja, Ratu, Riri, dan Rara, namun penulis belum mencantumkan watak pada bagian orientasi. Sementara latar yang digunakan oleh penulis, yaitu di sebuah kerajaan mutiara bawah laut.

Pada paragraf kedua dan ketiga, peserta didik mencantumkan struktur teks bagian komplikasi, dimana konflik dimunculkan pada paragraf ini.

Konflik bermula ketika kerajaan sepi, karena pasukan kerajaan sedang mengikuti perang dunia ke-II sehingga tidak ada yang menjaga mutiara kerajaan. Kemudian, datanglah seorang bajak laut untuk merebut mutiara tersebut. Namun, Riri dan Rara berhasil membawanya kembali, meskipun akhirnya mutiara tersebut kembali direbut oleh pasukan bajak laut dan mereka berdua tertangkap olehnya. Tak lama kemudian, Raja dan Ratu pulang dan mereka pun ikut tertangkap bersama Rara dan Riri.

Penulis mencantumkan resolusi pada paragraf keempat atau penyelesaian masalah dimunculkan. Hal ini diketahui ketika pertengkaran antara pasukan kerajaan mutiara dan bajak laut dimulai dan Ratu berhasil

membebaskan kedua putrinya, sedangkan Raja berhasil merebut kembali mutiara kerajaan.

Berdasarkan data di atas peserta didik sudah mampu menghadirkan ketiga struktur dalam teks cerita fantasi. Hal ini menunjukkan, bahwa peserta didik sudah mampu menghadirkan fantasi atau dunia yang ingin digambarkan oleh peserta didik kepada pembaca. Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Piaget (dalam Solso, 2007) dalam teori perkembangan kognitifnya, bahwa anak yang berada di tahap operasional formal (>11 tahun, kelas VII SMP) mampu bergerak melampaui dunia jasmani dan realitas fisik menuju dunia hipotetik atau disebut dengan abstrak lain (Putri, 2018). Pemikiran abstrak tersebut yang dapat memungkinkan peserta didik dapat menulis dunia fantasi.

Gambar 2.2 Teks Cerita Fantasi Kelas VII-G

 Orientasi  Komplikasi  Resolusi Pada gambar 2.2 di atas, paragraf pertama merupakan bagian orientasi, yaitu pengenalan tokoh dituliskan oleh penulis. Namun, pada bagian ini penulis hanya menyebutkan tokoh dan penokohan. Dalam hal ini, penulis menyebutkan tokoh di dalam teks cerita fantasi tersebut adalah Fitri yang merupakan seorang gadis miskin yang pandai menggambar. Dalam kesehariannya, ia selalu membantu orangtuanya. Berdasarkan kebiasaan tokoh yang selalu membantu orangtua,

(8)

maka watak yang digambarkan tokoh Fitri adalah baik.

Komplikasi pada teks cerita fantasi di atas, ditunjukkan pada paragraf kedua. Komplikasi muncul ketika Fitri sudah tidak bisa menggambar lagi, karena pensil yang dimiliki sudah pendek dan ia tidak memiliki banyak uang untuk membeli pensil baru, sehingga ia tidak bisa menggambar lagi seperti sebelumnya. Pada bagian ini penulis menghadirkan konflik atau permasalahan yang menjadi inti dari cerita yang ditulis. Masalah dikembangkan menjadi sebuah rangkaian cerita dengan alur yang menarik. Di dalam komplikasi yang terdapat pada teks cerita fantasi penulis mengacu pada hubungan sebab akibat hingga mencapai puncak cerita atau klimaks (Fandini, 2018).

Pada paragraf ketiga dan kelima, penulis menunjukkan resolusi pada teks cerita fantasi.

Resolusi merupakan penyelesaian masalah pada suatu cerita. Dalam hal ini, penyelesaian ditunjukkan ketika Fitri sedang membantu orangtuanya memungut plastik di jalan, kemudian ia menemukan pensil dan ia mencoba menggambar bunga. Betapa terkejutnya, bunga yang digambar menjadi nyata. Di sini lah Fitri menggunakan pensil ajaib itu untuk membantu orangtuanya. Kemudian, ia mencoba menggambar lauk-pauk, uang, dan kebutuhan lainnya untuk membantu memperbaiki kehidupannya (Novita & Nursaid, 2020).

Selain struktur di atas, cerita fantasi dapat dikategorikan kompleks atau lengkap apabila terdapat unsur teks cerita fantasi. Unsur teks cerita fantasi meliputi enam elemen, yaitu tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat. Adapun data peserta didik yang sudah berhasil menulis cerita fantasi sesuai dengan unsur teks cerita fantasi, yaitu dari kelas VII-D terdapat 30 peserta didik menulis cerita fantasi secara lengkap dengan menggunakan unsur teks cerita fantasi dan 2 peserta didik belum berhasil menulis cerita fantasi sesuai dengan unsur teks cerita fantasi. Sedangkan pada kelas VII-G terdapat 27 peserta didik yang sudah berhasil menulis cerita fantasi secara lengkap dengan unsur di dalamnya dan terdapat 3 peserta didik yang belum berhasil menulis cerita fantasi secara lengkap dengan unsur di dalamnya.

Tingkat keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru, yaitu model pembelajaran integratif. Dimana guru memberikan pemahaman

kepada peserta didik dengan cara membiasakan peserta didik untuk menulis dan bercerita.

Sesuai data di atas, peserta didik berlatih menulis tidak hanya satu kali, namun beberapa kali sehingga peserta didik mulai terbiasa dan mampu memahami materi teks cerita fantasi serta mampu menulis cerita fantasi sesuai dengan unsur yang ada di dalam teks cerita fantasi.

Berikut pembahasan tentang unsur teks cerita fantasi yang terdapat pada cerita yang ditulis oleh peserta didik.

a. Tema Teks Cerita Fantasi

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 2.1, dari 30 peserta didik di kelas VII-D dan tabel 2.2 dari 27 peserta didik kelas VII-G menggunakan tema yang beragam. Tema yang digunakan, diantaranya persahabatan, misteri, sosial, persaudaraan, dan petualangan. Dari beberapa tema tersebut, peserta didik menggunakan imajinasinya dengan kreatif karena tidak ditemukan pada teks cerita fantasi peserta didik lainnya. Jadi, tema yang diangkat benar berdasarkan imajinasi masing-masing peserta didik atau sesuai dengan pengamatan, pengalaman, dan kehidupan dalam lingkungan sekitar.

Meskipun terdapat beberapa peserta didik mengangkat tema yang sama, namun isi dari cerita fantasi yang ditulis tetap berbeda, karena peserta didik menulis cerita fantasi berdasarkan imajinasi mereka masing-masing. Berdasarkan yang telah dijelaskan oleh Harsiati, Trianto, dan Kosasih, tema dapat dikatakan sebagai pokok permasalahan dalam cerita yang menjadi titik awal penyusunan sebuah cerita (dalam Novita &

Nursaid, 2020). Dalam hal ini, peserta didik sudah mampu menghadirkan tema sesuai dengan apa yang akan dituliskan dalam cerita fantasi.

b. Alur Teks Cerita Fantasi

Alur merupakan bagan dalam kerangka berpikir peserta didik saat menulis cerita. Melalui alur yang disampaikan pada cerita dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan ide yang akan dituangkan dalam cerita yang ditulis (Effendi, 2020). Berdasarkan tabel 2.1, dari 30 peserta didik yang berhasil menulis cerita fantasi sesuai dengan unsur di kelas VII-D dan tabel 2.2 dari 27 karya cerita fantasi peserta didik yang berhasil menulis sesuai dengan unsur dari kelas VII-G, sebagian besar menggunakan alur campuran dalam menulis cerita fantasi. Hal itu karena cerita fantasi banyak mengangkat cerita

(9)

tentang keajaiban, misalnya masuk ke lorong waktu atau pergi ke masa lalu sehingga tokoh dalam cerita bisa pergi ke masa lalu dan kembali lagi ke masa depan.

Selain alur campuran peserta didik juga menggunakan alur maju dan alur mundur, karena cerita fantasi banyak mengangkat cerita tentang perjuangan dan cita-cita sehingga tokoh dalam cerita fantasi bekerja keras untuk meraih cita-cita dan menata masa depannya dengan baik.

Kreativitas alur yang digunakan dalam menulis teks cerita fantasi dapat dilihat melalui pengembangan ide yang dilakukan oleh penulis sehingga terdapat perbedaan dengan cerita yang ada di dunia nyata. Secara keseluruhan, hasil cerita fantasi yang ditulis oleh peserta didik tidak terlepas dari alur cerita asli yang menginspirasi mereka. Oleh sebab itu, banyak yang menggunakan alur maju karena mereka melihat kejadian yang sedang dialami pada saat itu juga.

Dilihat secara keseluruhan, kreativitas peserta didik dalam menentukan alur dalam cerita fantasi sangat beragam, mulai dari modifikasi pristiwa penting dari cerita asli, mengubah alur dari maju ke mundur atau campuran, menambah alur cerita, sehingga cerita yang dihasilkan bisa beragam.

c. Tokoh dan Penokohan Teks Cerita Fantasi Hasil analisis menunjukkan, bahwa kreativitas imajinasi peserta didik dalam menentukan tokoh dan penokohan melalui teks cerita fantasi yang dibuat lebih banyak mengubah nama tokoh manjadi binatang atau tumbuhan, misalnya si jambu, si apel, ayam, dan sebagainya. Kreativitas dalam penentuan tokoh dan penokohan ini dapat dilihat melalui penggambaran karakter tokoh yang sesuai dengan nama atau perilaku tokoh.

Kreativitas tersebut menunjukkan bahwa peserta didik sudah mampu menulis cerita sesuai dengan yang diinginkan, yaitu ditunjukkan melalui imajinasi peserta didik yang menuliskan hal tidak biasa menjadi hal biasa (Febrianti &

Thahar, 2020). Jika pada umumnya tokoh diperankan oleh manusia, dalam cerita fantasi peserta didik menuliskan binatang atau tumbuhan sebagai tokoh dalam cerita.

Berdasarkan data di atas, peserta didik yang berada di dalam dua kelas memiliki kreativitas tokoh yang baik, karena terdapat 30 peserta didik dari kelas VII-D dan 27 peserta didik dari kelas VII-G menggunakan tokoh dan penokohan yang saling berkesinambungan sehingga cerita yang dihasilkan dapat dipahami oleh pembaca. Hal ini diketahui melalui kecocokan penggunaan nama

tokoh yang diubah menjadi hewan atau tumbuhan dan kesesuaian karakter tokoh dalam cerita.

d. Latar Teks Cerita Fantasi

Latar merupakan tempat, waktu, atau suasana yang tergambar dalam cerita. Kurniawan (2014) menyatakan bahwa ciri utama latar pada teks cerita fantasi, yaitu terletak pada latar tempat yang merupakan hasil fantasi yang terkadang tidak ada di dunia nyata (Dwipa, 2020).

Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil karya cerita fantasi peserta didik kelas VII-D dan VII-G SMP Negeri 1 Tambakboyo, latar tempat yang digunakan dalam cerita fantasi, yaitu desa, hutan, istana, rumah, dan jalanan.

Sedangkan latar waktu yang digunakan, diantaranya suatu hari, di pagi hari, sore hari, beberapa tahun kemudian, dan dahulu kala.

Selain dua latar tersebut, peserta didik juga menggambarkan latar suasana pada cerita yang dibuat, diantaranya senang, menegangkan, mengejutkan, gelisah, dan sedih. Latar suasana dalam cerita fantasi yang dibuat, tidak disebutkan secara langsung, melainkan secara tersirat. Jadi, pembaca yang akan memahami latar suasana yang digambarkan oleh peserta didik.

e. Sudut Pandang Teks Cerita Fantasi

Menulis sudut pandang tentu terdapat kriteria di dalamnya, adapun kriteria dalam menulis sudut pandang, yaitu kesesuaian sudut pandang dengan cerita dan tidak berubah-ubah (Khairunnisa, 2020). Berdasarkan data yang diperoleh, sudut pandang yang digunakan peserta didik terbagi menjadi tiga, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang pertama, yaitu peserta didik menggunakan kata aku dalam ceritanya. Sudut pandang orang ketiga, yaitu peserta didik menggunakan kata dia atau mereka dalam cerita fantasi yang dibuat. Sedangkan sudut pandang campuran merupakan gabungan antara sudut pandang pertama dan ketiga, yaitu peserta didik menggabungkan kata aku, dia, dan mereka.

Dari kelas VII-D, peserta didik hanya menggunakan sudut pandang orang pertama dan ketiga, diantaranya 14 peserta didik menggunakan sudut pandang orang pertama dan 16 peserta didik menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini sama dengan kelas VII-G yang juga hanya menggunakan dua sudut pandang, diantaranya 15 peserta didik menggunakan sudut pandang orang ketiga dan 12

(10)

peserta didik menggunakan sudut pandang campuran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peserta didik lebih banyak menggunakan sudut pandang orang ketiga, yaitu menggunakan kata ganti dia atau mereka dalam cerita fantasi yang dibuat.

Berdasarkan keterangan di atas, peserta didik kelas VII-D dan VII-G SMP Negeri 1 Tambakboyo dapat dikatakan mampu menulis teks cerita fantasi.

f. Amanat Teks Cerita Fantasi

Berdasarkan data yang diperoleh, kelas VII-D dan VII-G memiliki nilai yang sama pada amanat, yaitu 30 peserta didik di kelas VII-D dan 27 peserta didik di kelas VII-G sama-sama memberikan amanat pada cerita fantasi. Hal ini menunjukkan, bahwa hampir semua peserta didik memberi amanat dalam cerita yang dibuat.

Meskipun amanat tidak dapat dibaca secara langsung, namun penulis menggambarkan amanat itu melalui tindakan para tokoh maupun kejadian yang terdapat pada cerita fantasi.

Agustina (2008) berpendapat, bahwa tujuan dari membaca amanat adalah untuk menangkap isi atau makna dari sebuah cerita (Nurhafika &

Hafrison, 2019). Artinya, jika amanat bisa tersampaikan oleh pembaca, maka cerita fantasi yang dibuat tergolong lengkap sehingga bisa diterima oleh pembaca.

PENUTUP Simpulan

Dari hasil penelitian pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Tambakboyo menunjukkan, bahwa pembelajaran melalui model integratif mampu mengatasi kendala yang dialami oleh peserta didik. Melalui model pembelajaran integratif tersebut peserta didik lebih mudah menyerap dan memahami materi yang diberikan oleh guru sehingga peserta didik lebih percaya diri dalam menuangkan ide kreatif ke dalam teks cerita fantasi sesuai dengan struktur dan unsur dalam teks cerita fantasi secara kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, A. (2018). Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dan pemahaman konsep siswa. Al Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang,

1(3), 80–88.

http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/inde x.php/mutaaliyah/article/view/3005/2208.

Dwipa, D. P., Wardani, N. E., & Anindyarini, A.

(2020). Pelaksanaan Pembelajaran Menulis

Cerita Fantasi: Studi Kasus Di Kelas Vii Smp Negeri 4 Surakarta. Basastra: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 8(1), 133.

https://doi.org/10.20961/basastra.v8i1.42023.

Effendi, R. (2020). Model Pewayangan Solusi Merangsang Daya Bercerita Siswa Dengan Menggunakan “Bagan Alur” Untuk Menumbuhkan Minat Menulis Siswa Pada Materi “Teks Cerita Fantasi.” Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Dan Sastra,

5(1), 54–59.

https://doi.org/10.32696/jp2bs.v5i1.414.

Emda, A. (2018). Kedudukan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran. Lantanida

Journal, 5(2), 172.

https://doi.org/10.22373/lj.v5i2.2838.

Fandini, I. (2018). Penguasaan Struktur Teks Dan Unsur Kebahasaan Cerita Fantasi Siswa Kelas VII A Smp Negeri 3 Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. 1–20.

Febrianti, V., & Thahar, H. E. (2020). Komparasi Keterampilan Menulis Teks Deskripsi dengan Keterampilan Menulis Teks Cerita Fantasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Padang.

Pendidikan Bahasa Indonesia, 9(3), 72.

https://doi.org/10.24036/108993-019883.

Ireng, D. R., Rahmania, S. Z., & Sahmini, M.

(2019). Analisis Struktur Teks Cerita Fantasi Pada Siswa Smp. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 2(6), 907–916.

Kadir, abdul. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah. Dinamika Ilmu, 13(1), 17–38. http://journal.iain- samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/art icle/view/20.

Kapitan, Y. J., Harsiati, T., & Basuki, I. A.

(2018). Pengembangan Bahan Ajar Menulis Teks Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Pendidikan Karakter di Kelas VII. Jurnal

Pendidikan, 3(2), 69–80.

https://doi.org/10.21776/ub.hastawiyata.2019 .002.02.06.

Khairunnisa, R., Cahaya, N., & Taqwiem, A.

(2020). Keterampilan Menulis Cerita Fantasi Berdasarkan Komik “Doraemon” Peserta Didik Kelas Vii-I Mtsn 2 Kota Banjarmasin.

Locana, 3(1), 61–71.

https://doi.org/10.20527/jtam.v3i1.38.

Mansyur, U. (2016). Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Proses.

Retorika: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 9(2), 158–163.

https://doi.org/10.26858/retorika.v9i2.3806.

Mujianto, G. (2019). Peningkatan Hasil Belajar

(11)

Menyusun Teks Laporan Hasil Observasi Pada Peserta Didik Kelas X Sman 7 Malang Dengan Model Pembelajaran Integratif.

JINoP (Jurnal Inovasi Pembelajaran), 5(1), 39. https://doi.org/10.22219/jinop.v5i1.7244.

Novita, E., & Nursaid, N. (2020). Struktur, Unsur, dan Tipe Teks dalam Teks Cerita Fantasi Karya Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Padang. JESS (Journal of Education on Social

Science), 9, 207.

https://doi.org/10.24036/jess.v5i2.382.

Nurhafika, N., & Hafrison, M. (2019). Kontribusi Keterampilan Membaca Pemahaman Teks Cerita Fantasi Terhadap Keterampilan Menulis Teks Cerita Fantasi Siswa Kelas Vii Smp Pembangunan Laboratorium Unp.

Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 153.

https://doi.org/10.24036/103930-019883.

Nurrahman, Septi, dkk. (2021). Pengaruh Motivasi Belajar dan Penguasaan Kosakata terhadap Kemampuan Menulis Naratif Bahasa Inggris. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) STKIP Kusuma Negara, 12(2), 119–131.

https://doi.org/10.37640/jip.v12i2.814.

Plandra, B., & Thahar, H. E. (2020). Korelasi Penguasaan Kosakata Dengan Keterampilan Menulis Teks Cerita Fantasi Siswa Kelas Vii Smp Negeri 17 Padang. Pendidikan Bahasa

Indonesia, 9(1), 32.

https://doi.org/10.24036/108261-019883.

Putri, F. R., Thahar, H. E., & Arief, E. (2018).

Struktur Dan Kebahasaan Teks Cerita Fantasi Karya Siswa Kelas Vii Smp Pembangunan Laboratorium. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1(7), 25–32.

Rahmayanti, V. (2016). Pengaruh Minat Belajar Siswa dan Persepsi atas Upaya Guru dalam Memotivasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa SMP di Depok. SAP (Susunan Artikel Pendidikan),

1(2), 206–216.

https://doi.org/10.30998/sap.v1i2.1027.

Rozak, A., Mascita, D. E., & Jatmiko, T. W.

(2020). Struktur dan Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fantasi dalam Antologi Cerita Fantasi Terbaik 2011 Karya Various dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Siswa SMP/MTs Kelas VII. Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia,

7(1), 15.

https://doi.org/10.33603/deiksis.v7i1.3204.

Sugiyarti, I. (2013). Implementasi Model Pembelajaran Integratif Eksploratif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. 2, 181–200.

Wicaksono, A. (2017). Peran Media Audio dalam Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary, 2(1), 67–78.

https://doi.org/10.22515/shahih.v2i1.670.

Yahya, Y., Yulistio, D., & Arifin, M. (2018).

Kemampuan Menulis Teks Cerita Fantasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Kota Bengkulu. II(III). http://journal.um- surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2 203.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan menulis teks cerita pendek antara kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan menulis teks cerita pendek antara kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi

dilakukan oleh guru yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan materi yaitu teks cerita pendek baik dari struktur dan unsur pembangun teks cerita pendek

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian Pengembangan Bahan Ajar Digital Teks Cerita Fantasi Bermuatan Pendidikan Karakter bagi Siswa Kelas VII SMP adalah

Dari kutipan 2 merupakan bagian komplikasi dalam teks cerita fantasi, siswa menuliskan bagaian komplikasi dengan mencantumkan 2 aspek penilaian yaitu Titik

hasil penelitian menunjukkan adanya pebedaan kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur teks narasi (cerita fantasi) siswa kelas VII SMP Swasta Budi Setia Sunggal dengan

menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Estafet Writing terhadap Kemampuan Menulis Teks Cerita Fantasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada teks cerita fantasi karya siswa kelas VII SMP Pembangunan Laboratorium UNP, kebahasaan teks dilihat dari tiga hal, yaitu kalimat, diksi, dan