• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN SANKSI PIDANA PERAMBAHAN GUNUNG BATUR BUKIT PAYANG DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN TAMAN WISATA ALAM OLEH PT TANAYA PESONA BATUR (TPB)

N/A
N/A
wira wijaya

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN SANKSI PIDANA PERAMBAHAN GUNUNG BATUR BUKIT PAYANG DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN TAMAN WISATA ALAM OLEH PT TANAYA PESONA BATUR (TPB)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SANKSI PIDANA PERAMBAHAN GUNUNG BATUR BUKIT PAYANG DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN TAMAN WISATA

ALAM OLEH PT TANAYA PESONA BATUR (TPB)

OLEH:

I KETUT ADI WIRA WIJAYA KESUMA ATMAJA

NPM: 202010121330

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR

2023

(2)

PROPOSAL INI TELAH DISETUJUI UNTUK DINILAI

Ketua Tim Penilai/

Pembimbing I,

Sekretaris Penilai/

Pembimbing II,

Mengetahui Ketua Program Studi,

Luh Putu Suryani, SH.,MH.

NIK. 230 330 182

(3)

DAFTAR ISI

(4)

PENERAPAN SANKSI PIDANA PERAMBAHAN LAHAN GUNUNG BATUR BUKIT PAYANG DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN TAMAN WISATA ALAM

OLEH PT TANAYA PESONA BATUR (TPB)

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Hutan dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, memiliki peran dalam penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, oleh karena itu harus di jaga kelestariannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan tropis terluas di dunia dengan luas hutan 120,4 juta ha atau 68 % dari total luas wilayah daratan.1 Hutan Indonesia menjadi hunian kurang lebih 11 persen jenis tanaman berbunga di dunia, 12 persen mamalia di dunia, 17 persen semua burung, dan sekurang-kurangnya 37 persen ikan di dunia.2 Namun pada saat ini hutan di Indonesia mengalami degradasi sebesar 54,6 juta ha yang mencakup kawasan hutan produksi, hutan lindung dan konservasi serta 41,7 juta ha di luar kawasan hutan. Adapun faktor-faktor degradasi hutan di indonesia antara lain penebangan liar, kebakaran hutan, konversi lahan hutan, perluasan lahan pertanian yang tak terencana, reformasi politik, dan kesenjangan sosial.3

Sesuai dengan fungsinya, hutan di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1) Hutan Lindung meliputi kawasan yang memberi perlindungan Kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, dan kawasan rawan bencana.

1 Ani Adiwinata Nawir, 2008, Rehabilitasi Hutan di Indonesia, Center for International Foretry Research (CIFOR), Bogor, hal. 1.

2 Charles Victor Barber, Nels C Johnson, dan Emmy Hafild, 1999, Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal.

10.

3 Bruno Locatelli, Markku Kanninen, Heru Santoso, 2009, Menghadapi Masa Depan Yang Tak Ppasti, Center For International Forestry Research (CIFOR), Bogor, hal. 5.

(5)

2) Hutan Produksi agar dapat dikelola dengan baik, secara pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan kepada kalangan pengusaha maupun BUMN.

3) Hutan Konservasi meliputi kawasan hutan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan hutan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam.4

Sebagai dasar hukum pengelolaan pada kawasan konservasi khususnya TWA mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebagai Landasan operasionalnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.5 TWA merupakan suatu kawasan yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan ekosistem beserta komponennya dan dapat dimanfaatkan untuk jasa lingkungan sebagai objek wisata.6

Ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam di kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari adanya perambahan yang terjadi di dalam kawasan. Perambahan tersebut anatara lain penanaman tanaman holtikultura, pembangunan bangunan semi permanen dan pengambilan material non kayu (pasir dan batu). Tindakan yang di tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang yang melanggar ketentuan tentang perlindungan kawasan

4 Dr. Baso Madiong, SH., MH, 2017, Hukum Kehutanan studi penerapan prinsip hukum pengelolaan hukum berkelanjutan, Celebes Media Perkasa, Makassar, hal.

106-108.

5 Abidah Billah Setyowati, Agoes Sriyanto, Wishnu Sukmantoro, 2008, Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan, Pokja Kebijakan Konservasi, Bogor, hal 22.

6 Adib Munawar Nawir, 2018, Potensi Wisata Alam, Inti Media Tama, Makassar, hal.

2.

(6)

hutan, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda.7 Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya pada keadaan semula tidak mungkin lagi.8

Karena unsur-unsur sumber daya alam saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya, dan pemanfaatannya akan saling mempengaruhi sehingga kerusakan hutan akan berakibat terganggunya ekosistem, maka diperlukan pengaturan pemanfaatan dan perlindungan ekosistemnya.9

Ketentuan normatif mengenai definisi hutan diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan memberikan pengertian bahwa hutan adalah

“suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.”

Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuhan-tumbuhan/ pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan rapat (horizontal dan vertikal).10

7 Yoshua Aristides, 2016, Perlindungan Satwa Langka di Indonesia dari Perspektif CITES, Diponegoro Law Journal, Vol.5 No. 4, hal. 2.

8 Agung Wiyono, Djuhendi Tadjudin, Firkan Maulana, 2006, Kehutanan Multipihak:

Langkah Menuju Perubahan, CIFOR, Bogor Barat, hal. 15.

9 Daud Silalahi, 2021, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. PT. Alumni, Bandung, hal. 96.

(7)

Dalam Undang-undang bidang kehutanan, pengertian tentang tindak pidana perambahan hutan secara eksplisit disebutkan dalam penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf (b) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa, Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Perambahan hutan dilakukan dengan mengambil hasil hutan dan kemudian mengkonversi hutan menjadi peruntukan lain secara illegal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah “perambahan” adalah proses, cara, perbuatan merambah. Jadi Perambahan hutan adalah proses, cara, perbuatan membabat, menebangi (memangkas dan sebagainya) pohon-pohon dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Kegiatan perambahan sebagaimana pada Pasal 50 ayat 3 huruf (b) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, merupakan salah satu perbuatan yang diancam hukuman pidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 78 ayat 2 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Namun ancaman hukuman pidana ini telah dinyatakan dihapus dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sementara dalam undang-undang ini tidak disebutkan secara khusus mengenai kegiatan perambahan hutan.

Meskipun tidak disebutkan secara khusus mengenai perambahan hutan, namun apabila dipahami pengertian perambahan hutan tersebut diatas, maka beberapa pasal pelanggaran dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang terkait dengan kegiatan perambahan hutan adalah :

1. Penebangan Pohon dalam kawasan hutan (Pasal 12 huruf a, b, c dan Pasal 13)

10 Ngandung I.B. 2016, Ketentuan Umum Pengantar Hutan dan Kehutanan Indonesia, Pusat Latihan Kehutanan, Ujung Pandang, h.3.

(8)

2. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang pohon (Pasal 12 huruf f).

3. Kegiatan penambangan (Pasal 17 ayat 1) 4. Kegiatan perkebunan (Pasal 17 ayat 2)

5. Menyuruh, menggorganisasikan atau menggerakkan kegiatan tersebut pada poin sebelumnya (Pasal 19).

Dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang.khusus oleh undang-undang untuk melakukan Penyidikan (Pasal 109 butir (1) KUHAP).

Pembangunan hutan berkelanjutan memerlukan upaya yang sungguhsungguh karena masih terjadi berbagai tindak kejahatan kehutanan, seperti pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin.

Kejahatan itu telah menimbulkan kerugian negara dan kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup yang sangat besar serta telah meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional.

Cakupan perusakan hutan yang diatur dalam undang-undang ini meliputi proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. Adapun pembalakan liar didefinisikan sebagai semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan

(9)

kayu secara tidak sah yang terorganisasi, sedangkan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah meliputi kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin Menteri.11

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya, oleh karena itu, hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya berdaasrkan akhlak mulia, sebagai ibadah dan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.12 Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan kepemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan dan atau merubah status kawasan hutan, mengatur dan menetapkan hubungan hokum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan serta mengatur perbuatanperbuatan hukum mengenai kehutanan. Penyelenggaraan hutan dimaksud antara lain harus menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, serta mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, social, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari.13

Salah satu isu penting dalam pengembangan kegiatan pertambangan versus kelestarian lingkungan hidup adalah tumpang tindih dan konflik penggunaan lahan, terutama dengan kegiatan kehutanan. Di satu sisi, pertambangan merupakan andalan pemasukan devisa negara, sekaligus ‘motor penggerak’ pertumbuhan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di sisi lain, sektor kehutanan juga berperan penting dalam perekonomian nasional. Tumpang 11 Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor UndangUndang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan.

12 Suparno. Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Penambangan Terbuka Dalam Kawasan Hutan Lindung. Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun Anggaran 2006.hlm. 1.

13 Ibid, hlm. 2.

(10)

tindih di antara keduanya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Untuk menjembatani kepentingan tersebut, diperlukan kebijakan tepat dan komprehensif yang mampu mengoptimalkan pengembangan sektor kehutanan, maupun pertambangan, sekaligus ‘ramah’ terhadap lingkungan. Kebijakan ini nantinya diharapkan juga dapat memberikan konsistensi, kejelasan, dan koordinasi (3K) dari pemerintah kepada para pengusaha pertambangan dalam menjalankan usahanya.14

Lahan dan tempat tinggal petani di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, terancam hilang. Sebab, lahan dan tempat tinggal yang mereka kuasai sejak lama itu bakal dibangun taman hiburan seluas 85,66 hektare. royek taman hiburan itu bakal dibangun oleh PT Tanaya Pesona Batur (TPB). Proyek taman hiburan itu bakal dibangun oleh PT Tanaya Pesona Batur (TPB). Proyek tersebut dilakukan dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang yang meliputi wilayah Desa Batur Utara, Desa Batur Tengah, dan Desa Batur Selatan.

Sejak awal warga telah menolak kehadiran proyek. Namun, PT TPB tetap menjalankan aktivitas pembangunan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Rezky Pratiwi dalam siaran pers.

Warga yang tidak terima melakukan protes dan meminta pertanggungjawaban PT TPB. Namun, peristiwa itu justru dilaporkan ke polisi dengan laporan pengancaman. Empat warga telah diperiksa di Polres Bangli pada 21 September dan 11 Oktober 2023.

14 Direktorat Sumber Daya Mineral Dan Pertambangan.Mengatasi Tumpang Tindih antara Lahan Pertambangan dan Kehutanan. httpswww. bappenas.

go.idfiles3113498619396m engatasi-tumpang-tindih-antara-lahan-pertambangan- dankehutanan__20081123185136__126.pdf. hlm. 2. 16/11/2021.

(11)

"Ini adalah laporan polisi kedua pasca-proyek dimulai. Sebelumnya lima orang warga diperiksa di Polda Bali terkait pemanfaatan hutan pada Maret 2023," terangnya.

Bagi Rezky, proses hukum terhadap warga mengesampingkan jaminan perlindungan bagi warga yang memperjuangkan lingkungan hidupnya. Padahal, warga yang memperjuangkan hak hidupnya tidak dapat dituntut secara hukum.

"Sebagaimana Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 'bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata'," ungkapnya.

Rezky menuturkan PT TPB sudah mengancam warga akan berurusan dengan hukum jika menolak. Tak hanya itu, PT TPB juga menyebut warga tidak memiliki hak atas lahan.

Sementara faktanya, warga secara turun temurun telah mengelola dan menggantungkan hidupnya pada hutan dan Danau Batur.

Penguasaan lahan tersebut, jelas Rezky, jauh sebelum adanya penetapan kawasan hutan maupun terbitnya izin usaha penyediaan sarana wisata alam PT TPB pada Juli 2022. Penetapan kawasan hutan dilakukan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.204/Menhut-II/2014 pada 3 Maret 2014 tentang Penetapan Kelompok Hutan Gunung Batur-Bukit Payang.

Rezky menegaskan sejumlah warga bahkan menguasai lahan sejak 1920-an, sebelum letusan dahsyat Gunung Batur pada 1926. Saat itu, warga desa direlokasi ke wilayah lain, namun beberapa memilih tetap tinggal di lahan.

(12)

"Saat ini terdapat puluhan KK yang kini mendiami kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang dan terdampak proyek PT TPB," ungkapnya.15

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku perambahan lahan gunung batur bukit payang dalam pembangunan taman wisata alam?

2. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku perambahan lahan gunung batur bukit payang dalam pembangunan taman wisata alam?

3. TUJUAN PENELITIAN

4. KEGUNAAN PENELITIAN

5. TINJAUAN PUSTAKA

6. METODE PENELITIAN

15 I Wayan Sui Suadnyana, 2023, Dibangun Taman Hiburan, Lahan-Tempat Tinggal Petani Desa Batur Terancam Hilang, detikBali,

https://www.detik.com/bali/berita/d-6981387/dibangun-taman-hiburan-lahan- tempat-tinggal-petani-desa-batur-terancam-hilang, diakses pada tanggal 26 oktober 2023 pukul 14.47

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan kehutanan di I ndonesia saat ini diselenggarakan berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yaitu pengurusan sumberdaya hutan sebagai satu kesatuan

Pembangunan kehutanan di I ndonesia saat ini diselenggarakan berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yaitu pengurusan sumberdaya hutan sebagai satu kesatuan

dengan memperbaiki Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, karena didalam pasal 78 Undang-Undang Kehutanan tindak pidananya dimulai dari huruf d, pasal 78 huruf

1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan berdasarkan fungsi pokoknya menjadi 3 (tiga) jenis hutan, yaitu Hutan Konservasi, Hutan Lindung

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Diketahui dari Tabel 3, motivasi yang menarik (pull factor) wisatawan untuk melakukan trekking mountain di Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang,