Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan karena akan menunjukkan: (i) Perlunya izin dari pembuat peraturan perundang-undangan; (ii) Perlunya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama jika diperintahkan peraturan yang lebih tinggi atau setara; (iii) Kewajiban untuk mengikuti prosedur tertentu; dan (iv) Persyaratan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pada tingkat yang lebih tinggi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 merupakan acuan/pedoman bagi perancang dan pembentuk peraturan perundang-undangan pada saat membentuk peraturan perundang-undangan. Terkait dengan hierarki diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa hierarki adalah Peraturan Perundang-undangan.
Menurut ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 menjelaskan tentang peran serta masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat Agar memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan peraturan perundang-undangan tersedia untuk umum.
Dalam melaksanakan hak-hak yang ditentukan dalam alinea pertama, perancang peraturan tender memberitahukan kepada masyarakat tentang pembuatan peraturan tender. Hasil kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan peraturan perundang-undangan. Pemegang peraturan perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat hasil pembahasan kontribusi masyarakat sebagaimana diatur pada alinea pertama dan kedua.
Demikian penulis membahas tentang perubahan kedua atas undang-undang no. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau (P3).
Rumusan Masalah
Selain itu, pada negara yang berpola fasis, kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh wakil-wakil absolutnya (eksponen). Dahulu pada zaman Romawi, kedaulatan rakyat diserahkan kepada kedaulatan absolut raja melalui pembangunan Lexregis of Ulpianus (Caesarismus). Gagasan bahwa rakyat berdaulat dapat diambil dari kenyataan bahwa yang terbaik dalam masyarakat adalah apa yang dianggap baik oleh seluruh orang yang membentuk masyarakat tersebut.
Dalam konteks ini, sangat menarik apa yang dikemukakan Rousseau bahwa permasalahan mendasar yang dapat diselesaikan dengan kontrak sosial adalah mencari suatu bentuk perkumpulan yang membela dan melindungi pribadi dan harta benda setiap anggota perkumpulan dengan segala daya upayanya. kepentingan bersama melindungi. kekuasaan, dan dalam perkumpulan itu masing-masing bersatu menjadi kelompok yang hanya menuruti dirinya sendiri dan tetap bebas seperti sebelumnya. Sedangkan “pasal-pasal” dalam kontrak dapat disingkat menjadi satu, yaitu pemindahtanganan total setiap anggota perkumpulan, beserta segala haknya terhadap seluruh masyarakat.
Metode Penelitian
PEMBAHASAN
Penyimpangan Makna Meaningful Participation dalam Undang- undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Undang-
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis pada setiap tahap perkembangan peraturan perundang-undangan. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Ilmiah dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus mudah diakses oleh masyarakat. Untuk memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusun peraturan perundang-undangan dapat melakukan kegiatan konsultasi publik melalui: .. 3) seminar, lokakarya, diskusi; dan/atau 4) kegiatan konsultasi publik lainnya.
Hasil kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan rancangan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembuat Peraturan Perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat hasil pembahasan masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Masukan lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: 4) seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
Masyarakat yang dimaksud pada alinea pertama adalah perseorangan atau sekelompok orang yang berkepentingan dengan isi usulan peraturan perundang-undangan. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus mudah diakses oleh masyarakat. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai peluang seluas-luasnya untuk mengambil keputusan bersama dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Kemungkinan partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang sebenarnya juga merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menetapkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama negara, sebagaimana tercantum dalam ayat kedua Pasal 1 Undang-undang. UUD 1945. Oleh karena itu, selain penerapan aturan hukum formal dalam bentuk peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat juga harus dilaksanakan secara bermakna (meaningful activation), sehingga tercipta partisipasi dan keterlibatan masyarakat yang sungguh-sungguh. diwujudkan. Kita ketahui bersama bahwa ada beberapa hal yang berbeda antara UU No. 13 Tahun 2022 jo Perubahan Kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi No.
Dengan kata lain, pandangan J.J Rousseau mengenai kontrak sosial adalah bahwa masyarakat tidak memberikan hak penuh kepada penguasa, namun sebagian digunakan oleh masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembentukan hukum dan peraturan. Pemenuhan hak untuk dipertimbangkan diatur dalam Pasal 96 ayat 6 dan 7, ayat 6. Untuk memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada ayat , lokakarya, diskusi; dan/atau 4) kegiatan konsultasi publik lainnya. Perundang-undangan Dalam desain dan diksi bagian di atas masih sangat rancu dan belum ada kata-kata yang menjamin akan diperhitungkan. Misalnya, pasal pada Pasal 1-3 menjamin akan adanya pemberian hak menyatakan pendapat atau hak untuk mendengar yang dijamin dalam undang-undang, meskipun sifatnya terbatas.
Hak untuk diberi penjelasan diatur dalam pasal 98 ayat 8 yang berbunyi; “Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil pembahasan masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) “pada hakikatnya hak untuk diberikan Penjelasannya diatur, namun pada ayat ini terdapat diksi kata bisa, padahal kata bisa berarti iya atau tidak, padahal secara konsep hak dan kewajiban masyarakat yang mempunyai hak dan mempunyai DPR, karena mempunyai kewajiban. untuk menjelaskan kepada masyarakat hal itu harus dilakukan karena masyarakat mempunyai hak dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sudah tidak lagi menjadi pilihan dengan diksi atau ungkapan kata “bisa” yang masih rancu apakah harus diterapkan atau tidak, dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, tanggal 27 Maret 2013, tentang . Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, nampaknya Anda terburu-buru dan bukan keputusan MK Nomor.
Bagaimanakah Seharusnya Meaningful Participation Yang Bermakna Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di
Sedangkan yang bersifat individual dan konkrit dapat berupa keputusan atau peraturan yang bersifat atau mengandung penetapan administratif (beschikking). Dalam peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan yang bersifat regulatori atau (peraturan) yang kita patuhi, hal ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang bersifat peraturan yang seringkali mengatur hak asasi manusia yang berkaitan dengan hak asasi manusia karena mempunyai sifat khusus dimana peraturan atau (peraturan) tersebut. mungkin untuk. Mengingat undang-undang bersifat regulatif, sewaktu-waktu dapat mengurangi hak asasi manusia, membatasi hak asasi manusia, atau bahkan mencabut hak asasi manusia.
Kaitannya dengan undang-undang yang bersifat regulasi, dapat mengatur hak asasi manusia, dimana masyarakat harus mempunyai hak untuk terlibat langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, karena hal ini berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat. Jika merujuk pada dua pemikiran di atas tentang kontrak sosial dan urgensi undang-undang hukum yang dapat mengatur hak asasi manusia serta pemikiran terkait pendelegasian hak masyarakat, maka tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pemerintah, melainkan hanya sebagian saja agar masyarakat harus mampu dan harus terlibat langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada. 91/PUU-XVII/2020 pada poin 3.17.8 Jika ditempatkan pada lima tahapan pembuatan undang-undang yang diuraikan dalam pertimbangan hukum di atas, maka harus dilakukan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna setidaknya pada tahap (i) pengajuan usulan peraturan perundang-undangan; (ii) pembahasan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden dan pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD.
Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diklasifikasi oleh Mahkamah Konstitusi hendaknya menjadi landasan bagi partisipasi masyarakat yang patut. Jika kita kembali ke undang-undang no. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang partisipasi masyarakat dalam pembuatan undang-undang, tidak boleh ada pembatasan siapa yang mempunyai hak dan hak untuk didengarkan dalam memberikan masukan dalam pembuatan undang-undang. Selain itu, mengenai hak untuk didengar, tidak ada penjelasan yang tegas mengenai pengertian hak untuk didengar, selain itu hak untuk didengar juga mengandung diksi atau frasa “boleh”.
91/PUU-XVII/2020 khususnya pada pasal 96 tentang partisipasi masyarakat, dimana masih terdapat kejanggalan dalam penerapan undang-undang no. 13 Tahun 2022. Oleh karena itu, DPR harus memperbaiki UU No. 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
PENUTUP 1. Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi juga menjelaskan dalam poin ini tahapan pembentukan ketentuan peraturan perundang-undangan, setidaknya pada tahapan (i) pemaparan suatu rancangan undang-undang; (ii) pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden serta pembahasan bersama DPR, Presiden, dan DPD sepanjang berkaitan dengan Pasal 22D ayat (1). (1) dan ayat (2) UUD 1945; dan (iii) kesepakatan bersama antara DPR dan Presiden. 91/PUU-XVII/2020 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Ketentuan Hukum Terkait, sehingga perlu dilakukan perubahan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Kelola Pemerintahan. pembentukan ketentuan hukum undangan, dimana partisipasi masyarakat sebelum Amandemen Kedua diartikan hanya sebagai hak untuk berpendapat. Namun pasca putusan Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 menganut makna partisipasi bermakna mengenai tiga syarat, yaitu: pertama, hak untuk didengar pendapatnya (right to didengarkan); kedua, hak untuk mempertimbangkan pendapatnya (right to be pertimbangan); dan ketiga, hak untuk memperoleh.
Namun perubahan kedua atas undang-undang nomor 12 tahun 2011 tidak mencakup keseluruhan amanat keputusan nomor 91/PUU-XVII/2020 misalnya pada pasal 96 ayat 3 hak mengemukakan pendapat atau memberikan masukan hanya dibatasi pada orang yang yang terlibat langsung, yang terkena dampaknya, dan orang-orang yang berkepentingan dengannya maka dalam Pasal 96 ayat 8 mengenai hak mendapat penjelasan, ada ungkapan yang di dalamnya dapat muncul kata itu. Oleh karena itu, DPR sebagai pembentuk undang-undang dapat dikatakan berhak atau tidak menggunakan hak untuk memperoleh penjelasan tersebut.