• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar: PROF. DR. AZYUMARDI AZRA. MA. CBE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pengantar: PROF. DR. AZYUMARDI AZRA. MA. CBE"

Copied!
268
0
0

Teks penuh

(1)

Buku yang di hadapan pembaca ini, menguraikan tentang jejak-jejak Islam di Lombok, yang berupaya menghadirkan fakta-fakta sejarah dengan menampilkan bukti-bukti arkeologis yang menegaskan bahwa Islam di Lombok pernah berkembang dengan baik, dengan menjadi pusat pendidikan dan menjadi pusat pemerintahan di masa lalu. Dua kesuksesan ini diperolehnya dari dua tempat yang berbeda, yaitu di Rembitan, Lombok Tengah bagian selatan, dan di Selaparang, Lombok Timur. Di Rembitan ditemukan tinggalan-tinggalan arkeologis yang merupakan simbol-simbol keagamaan di Rembitan, yang menunjukkan bahwa di Lombok Selatan perkembangan Islam sudah demikian majunya di masa awal-awal perkembangan Islam di Lombok. Rembitan pernah menjadi salah satu pusat pengajaran Islam ketika itu. Demikian juga halnya dengan Selaparang, desa Selaparang adalah desa yang kaya dengan peninggalan-peninggalan arkeologis. Tinggalan-tinggalan tersebut merupakan bukti sejarah dari peninggalan kerajaan Selaparang. Khususnya makam, di Selaparang ditemukan makam-makam kuno di banyak titik, setidaknya terdapat tiga tempat yang merupakan jejak dari kerajaan Islam Selaparang, yaitu, Makam Selaparang, Makam Tanjung, dan Makam Pesabu’an. Dari kajian arkeologis membuktikan bahwa Selaparang telah membangun hubungan diplomatik dengan daerah-daerah lainnya di Nusantara.

Hal ini diketahui dari tipologi nisan yang ditemukan di makam Selaparang, yaitu tipologi JawaTimur, Aceh, Madura, dan Makasar, ini memberikan gambaran bahwa kerajaan Islam Selaparang di Lombok memiliki ikatan yang sangat erat dengan Jawa, Aceh, Madura dan Makasar.

Jl. Kerajinan 1 Blok C/13 Mataram

Telp. 0370- 7505946, Mobile: 081-805311362 Email: sanabilpublishing@gmail.com www.sanabilpublishing.com

Pengantar: PROF. DR. AZYUMARDI AZRA. MA. CBE

(2)

JEJAK-JEJAK

ARKEOLOGI ISLAM DI LOMBOK

DR. JAMALUDDIN, MA.

PENGANTAR

PROF. DR. AZYUMARDI AZRA. MA. CBE

(3)

Jejak-Jejak Arkeologi Islam di Lombok

© Dr. Jamaluddin, MA., Sanabil 2019 Penulis : Dr. Jamaluddin, MA.

Editor : Siti Nurul Khaerani Layout : Tiem Kreatif Sanabil Desain Cover : Tiem Kreatif Sanabil All rights reserved

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang memperbanyak dan menyebarkan sebagian atau keseluruhan isi buku dengan media cetak, digital atau elektronik untuk tujuan komersil tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.

ISBN : 978-623-7090-25-0 Cetakan 1 : Pebruari 2019

Jl. Kerajinan 1 Blok C/13 Mataram

Telp. 0370- 7505946, Mobile: 081-805311362 Email: sanabilpublishing@gmail.com www.sanabilpublishing.com

(4)

Pengantar

Prof. Dr. azyumardi azra, Ma., CBe.

DInaMIKa HIStOrIS ISLaM DI LOMBOK; Mempertemukan arkeologi

dengan Manuskrip Kuno

Islam Asia Tenggara dulu sering dipandang kalangan orientalis sebagai Islam periferal, Islam pinggiran, Islam yang jauh dari bentuk asli, seperti yang terdapat dan berkembang di pusatnya di Timur Tengah. Dengan kata lain Islam di Asia Tenggara bukanlah Islam yang sebenarnya, sebagaimana yang berkembang dan ditemukan di Timur Tengah. Islam yang berkembang di Asia Tenggara adalah Islam yang berkembang dengan sendirinya, bercampur baur dengan dan didominasi oleh budaya dan sistem kepercayaan lokal, yang tak jarang dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.1

Persepsi seperti itu juga sering berlaku untuk Islam di Lombok.Apabila kita membaca tulisan-tulisan tentang Islam Lombok, seolah-olah ada benturan antara Islam Wetu Telu dengan Islam Waktu Lima yang telah terjadi sepanjang sejarah. Pemilahan sosiologis atas masyarakat Muslim terkait kedua kategorisasi ini tidak jarang dimunculkan, dengan menampilkan varian-varian yang umumnya

1 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. ke-2,5.

(5)

dipandang bertentangan dan terlibat dalam pergumulan intens, bukan hanya dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam bidang lain termasuk sosial, ekonomi, dan politik.

Maka di sinilah pentingnya sejarah untuk menggali akar historis dari Islam di Lombok. Menggali fakta sejarah tentang masa lalu Islam menjadi sangat penting artinya untuk menjelaskan dinamika Islam dalam berbagai periode sejarah di Lombok. Mengungkap masa lalu bukan dengan memotret peristiwa hari ini, lalu memproyeksikannya dan menarik kesimpulan tentang masa lalu;melainkan mengungkap masa lalu dengan membuka fakta sejarah masa lalu dalam berbagai sumber yang ada.

Di antara sumber terpenting untuk kepentingan tersebut adalah manuskrip-manuskrip atau sumber-sumber lain yang ditulis pada eranya. Selain itu, juga adadata-data arkeologis yang merupakan jejak-jejak Islam Islam pada masa-masa tertentu.

Buku ini berupaya menghadirkan ke hadapan pembaca bahwa tempat-tempat tertentuseperti Lombok yang mengandung Islam yang buruk, semacam Islam wetu telu, ternyata dulu pernah menjadi pusat kajian Islam di Lombok. Hal ini terlihat dari jejak-jejak sejarah yang ditinggalkannya, masih ditemukan seperti mesjid kuno yang sudah berumur lebih dari empat ratus tahun, dengan tempat pengajaran agama yang juga seumuran dengan mesjid tersebut. Dari sudut tersebut, karya ini dapat disebut sebagai karya kajian arkeologi, karena karya ini mengungkapkan fakta-fakta berdasarkan hasil-hasil survei arkeologi. Selanjutnya, juga menggunakan analisis arkeologi.

(6)

Dua hal menjadi kajian utama karya ini; pertama, dinamika yang menunjukkan kemajuan Islam di Lombok Selatan dengan menghadirkan hasil survei di Rembitan yang pada zamannya pernah menjadi pusat kajian Islam di Lombok; Kedua, dinamika dan kemajuan Islam di Selaparang Lombok Timur, merupakan jejak pemerintahan Islam yang pernah berkuasa di Lombok.

Selaparang adalah pusat pemerintahan, yang juga menjadi pusat kota Muslim pada waktu itu. Dari hasil survei dan analisis penulisnyaatas tinggalan-tinggalan arkeologis di Selaparang, terlihat bahwa kerajaan Islam Selaparang pernah berkuasa dan membangun hubungan diplomatik dengan berbagai kerajaan lain di Nusantara. Semua ini menjadi temuan dan sumber penting bagi kajian Islam di Lombok, untuk kepentinggan kajian lebih lanjut dan lebih mendalam.

Sebagaimana yang diungkapkan Meighan, dalam

Archaeology: An Introduction”, arkeologi adalah disiplin ilmu yang berupaya untuk memperoleh kesimpulan- kesimpulan historis dari obyek benda-benda yang dikaji, kendati obyek tersebut, terkadang hanya memberi fakta atau data fragmentatif. Objek kajian arkeologi juga adalah peninggalan-peninggalan aktifitas kehidupan masa lalu yang berupa benda, dan bukan teks tulisan. Seorang arkeolog memberi jalan pada sejarawan untuk melengkapi dengan data-data tertulis, sehingga mengkaji sumber data dengankajian yang lebih menyeluruh dan lebih beragam.2

Akan lebih menarik tulisan ini dikembangkan lagi sebagai karya sejarah, temuan arkeologis yang juga dikaji lebih jauh dengan menggunakan sumber-sumber

2 Clement W. Meighan, AerchaeologiAn Introduction, (California:

Chandler Publishing Company, tt), h. 1.

(7)

tertulis sebagai karya-karya paling dekat dengan periode temuan-temuan arkeologis tersebut. Lebih-lebih apabila disandingkan dengan informasi manuskrip-manuskrip yang berasal dari wilayah yang menjadi pusat pembelajaran dan pusat pemerintahan ketika itu. Lombok dikenal sebagai daerah yang kaya dengan manuskrip baik berkaitan dengan materi keislaman ataupun subyek lain.

Demikian juga halnya dengan kerajaan Selaparang, yang di pusat-pusat pemerintahannya boleh jadi terdapat banyak manuskrip. Karya-karya yang ditulis pada masa raja-raja berkuasa, biasaya ini dimiliki atau dipegang oleh keluarga raja atau orang kepercayaan di lingkungan istana; untuk itu ini dibutuhkan penelusuran lebih lanjut di lingkungan pewaris kerajaan.

Sebagai kajian sejarah, informasi dari manuskrip menjadi sangat penting artinya bagi kajian sejarah lokal dan sekaligus menjadi sumbangan penting untuk sejarah nasional. Selanjutnya, kemajuan kerajaan Selaparang juga diketahui dari jumlah karya yang dihasilkan oleh para penulis dan pujangga yang berada di lingkungan istana dan sekitarnya.

Para pembaca sepatutnya sangat senang dan berterima kasih kepada penulis, karena berkat usaha kerasnya buku ini sekarang tersedia. Dengan begitu Islam di Lombok dapat diketahui jauh lebih mendalam dan lebih luas lagi.

Oleh karena itulah buku ini sangat penting karena berhasil mengungkapkan dinamika dan membuktikan kesuksesan Islam di Lombok; pada saat yang sama karya ini juga berhasil menghadirkan keanekaragaman kebudayaan dalam kaitan dengan Islam Lombok yang memang memiliki ciri khas tersendiri. Selamat!

(8)

PENGANTAR PENULIS

ميحرلا نحمرلا للهامسب

Alhamdulillah, karena taufiq dan hidayah-Nya, buku ini dapat terselesaikan pada waktunya, kalaupun melewati proses yang penuh liku-liku. Buku ini merupakan hasil penelitian peneliti beberapa waktu yang lalu, namun karena satu dan lain hal maka buku ini diterbitkan pada tahun ini, tentunya setelah ditambahkan data-data terbaru.

Terselesaikannya tulisan ini, telah banyak peroses yang dilewati, berbagai diskusi dan lain sebagainya mewarnai proses tersebut.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan kontribusi dan masukan yang tidak kecil artinya bagi penyelesaian tulisan ini. Khusunya kepada dua orang arkeolog, almarhum Prof. Hasan Muarif Ambari, dan almarhum Dr. Uka Tjandrasasmita, mereka berdua adalah ilmuan yang konsen dalam kajian arkeologi Islam. Mereka berdua yang mengajarkan tentang ilmu arkeologi Islam kepada peneliti. Khususnya almarhum Uka Tjandrasasmita, yang merupakan dosen arkeologi Islam yang pertama dan paling senior di Indonesia pada masanya, banyak membatu ketika penelitian ini dilakukan.

Khusunya tentang Selaparang, bersama beliau tulisan ini saya selesaikan, banyak masukan dan bimbingan

(9)

waktuitu. Ketika saya mengajukan proposal penelitian ini ke Puslitbang Lektur, beliaulah yang merekomendasikan dan kemudian penelitian ini dapat dilaksanakan. Dan tidak berhenti sampai disitu, sepanjang penelitian ini dilaksanankan beliau banyak memberikan masukan.

Untuk itu kepada almarhum pak Uka Tjantrasasmita, saya mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya dan semoga beliau dimudahkan urusannya di alam barzah. Begitu juga kepada kawan-kawan yang ada di puslitbang lektur, pak Kapus dan kawan-kawan peneliti saya ucapkan banyak terimakasih.

Demikian juga kepada guru saya Prof. Dr. Azyumardi Azra, yang bersedia untuk menulis pengantar buku ini.

Saya tahu beliau sangat sibuk karena menghadiri undangan seminar di banyak tempat, bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Di sela-sela kesibukannya masih sempat menulis pengantar buku ini. Tentu ini sebuah kehormatan buat penulis, ketika saya menghubunginya untuk memberikan pengantar buku ini, beliau langsung menyatakan kesiapannya. semoga beliau panjang umur dan sehat selalu sehingga tetap memberikan ilmunya sebagai sumbangan bagi peradaban ke depan.Untuk itu kepadanya saya mengucapkan terima kasih.

Tulisan ini menguraikan tentang jejak-jejak Islam di Lombok, yang menggunakan ilmu arkeologi sebagai pendekatannya. Buku ini berawal dari hasil penelitian yang pernah peneliti lakukan beberapa tahun yang lalu, dua tempat yang pernah dijadikan sebagai lokasi penelitian yaitu Rembitan dan Selaparang. Situs-situs di kedua tempat tersebut yang akan dihadirkan dalam buku ini.

Tentu kedua tempat ini memiliki nilai historis yang sangat tinggi, karena itu menjadi sangat penting untuk diketahui

(10)

dalam kesejarahan Lombok khususnya dan Indonesia secara umum.

Baik Rembitan maupun Selaparang yang dipilih sebagai kajian dalam buku ini, tentu dengan pertimbangan tersendiri. Rembitan memiliki tinggalan arkeologi yang khas. Tinggalan arkeologis tersebut merupakan simbol- simbol keagamaan di Lombok Selatan. Temuan-temuan di Rembitan menunjukkan bahwa di Lombok Selatan pada masa awal-awal perkembangannya, Islam pernah maju dan menemukan peradabannya. Rembitan termasuk salah satu pusat pengajaran Islam ketika itu, Rembitan (termasuk Pujut di dalamnya) di Lombok Selatan merupakan gerbang bagi bertemunya para ulama dari Jawa atau daerah lainnya di wilayah tengah pantai selatan. Seiring dengan tumbangnya kekuasaan kerajaan Islam di Lombok pada pertengahan abad ke-18, maka Islam yang ada di Pujut dan Rembitan ini juga mengalami kemunduran, yang berakibat pada tidak terjadinya transformasi keilmuan Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Demikian juga halnya dengan Selaparang, situs- situs yang merupakan jejak kerajaan Islam di Lombok.

Selaparang adalah sebuah kerajaan Islam tertua di Lombok. Di Desa Selaparang terdapat beberapa komplek pemakaman kuno, masing-masing dikenal dengan dengan sebutan Makam Selaparang, Makam Tanjung, dan Makam Pesabu’an, ketiganya merupakan situs-situs dari makam raja-raja Selaparang. Melihat bentuk makam dan nisannya, dapat dipastikan bahwa yang dimakamkan adalah tokoh- tokoh yang berpengaruh. Ketiga situs tersebut menjadi bagian dari pembahasan dalam buku ini.

(11)

Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada mereka yang membantu saya di lapangan ketika melakukan survei, saudara saya Husnul Arifin, yang sekarang sibuk menjadi ajudan pribadi pak Cahyo Kumolo (MENDAGRI), Muharrir dosen dan Ketua Jurusan di STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang, dan banyak lagi nama-nama yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Terselesaikannya buku ini juga tidak lepas dari bantuan orang-orang berpengaruh di lokasi situs. Mereka yang pernah membantu ketika saya survei di lokasi situs-situs beberapa tahun silam, di mana saya bisa masuk ke lokasi situs berkat bantuan mereka. Oleh sebab itu saya ingin menyampaikan terima kasih kepada mereka. Terima kasih saya sampaikan kepada Lalu Minotan, penjaga makam Selaparang, yang setiap saya datangi selalu menyambut dengan hangat dan memenuhi segala hal yang saya butuhkan. Begitu juga dengan Mamik Sidik Rembitan (sebagai salah seorang tokoh masyarakat yang paling berpengaruh di Rembitan Pujut, Lombok Tengah bagian Selatan). Berkat bantuannya pula saya dapat mengakses dan melakukan survei di wilayah yang terkenal dengan sikap panatiknya dan pemikiran mitologinya yang sangat kuat tentang wali Nyatok yang diyakini oleh masyrakat setempat yang mendirikan masjid Rembitan. Kalau bukan karena bantuan Mamik Sidik tentu buku ini tidak akan pernah hadir di hadapan pembaca. Juga kepada keluarga beliau yang sudah menganggap saya sebagai bagian dari keluarganya, mereka selalu menyambut saya dengan senyuman. Ketika saya akan pulang, saya harus membawa bekal seperti anak kost yang akan pergi sekolah, selalu membawa oleh-oleh. Semoga kebaikan mereka membuat mereka semua selalu diberkahi kehidupannya oleh Allah

(12)

SWT. Kepada semua pihak yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu di sini, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada saya, saya ucapkan terima kasih.Semoga Allah menjadikan ini semua sebagai tangga kesuksesan bagi kita semua di dunia, dan sebagai pintu kebahagiaan di akhirat kelak.

Khususnya kepada kedua orang tua saya yang saat ini sudah berumur senja, mereka selalumendoakan saya.

Semoga semua ini menjadi amal-amal mereka kelak di hari kiamat. Dan yang terakhir Istri dan anak-anak tercinta, tentu semua ini atas dukungan mereka buku inidapat terselesaikan dengan baik pada waktunya. Untuk itu salam sayang dan terima kasih buat kalian semua.

Mataram, 07 Januari 2018 Penulis

Jamaluddin

(13)
(14)

Daftar ISI

Pengantar Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., CBE. ...iii

Pengantar ...vii

Daftar Isi ... xiii

Daftar Gambar ...xv

Arkeologi dan Sejarah Islam ...1

Bagian I Jejak Islam di Lombok Selatan Urgensi Kajian Arkeologis Sejarah di Lombok Selatan ... 21

Situs Rembitan: Jejak Islam di Lombok Selatan ...29

Islamisasi dan Perkembangan Islam di Lombok Selatan: Telaah Situs-Situs Arkeologis ...73

Bagian II Jejak Kerajaan Islam di Selaparang Menelusuri Jejak Kerajaan Selaparang ... 103

Situs-Situs Kerajaan Selaparang ... 113

Sejarah Kerajaan Selaparang: Kajian terhadap Tinggalan Arkeologis ... 189

Daftar Pustaka... 235

Tentang Penulis ... 243

(15)
(16)

Daftar gaMBar

Bagian I

Jejak Islam di Lombok Selatan

Gambar 1: Masjid Kuno Rembitan ...33

Gambar 2: Gerbang masjid bagian selatan pintu terbuka (tampak dari dalam) ...34

Gambar 3: Gerbang masjid bagian selatan pintu tertutup dengan engsel pelocok ...34

Gambar 4: Pintu gerbang masjid sebelah timur ...35

Gambar 5: Tangga sumur masjid ...36

Gambar 6: Dasar sumur di halaman masjid ...37

Gambar 7: Sumur di halaman masjid ...37

Gambar 8: Tiang Soko Guru...39

Gambar 9: Lampu pada tiang Soko Guru ...40

Gambar 10: Dinding pojok ...41

Gambar 11: Dinding/pagar tanpa ventilasi ...42

Gambar 12: Dinding dengan papan kayu ...43

Gambar 13: Engsel Pelocok di pintu masjid ...43

Gambar 14: Tampak bagian atas atap dari dalam ...45

Gambar 15: Hiasan pada bagian atas salah satu tiang utama ...45

Gambar 16: Penggunaan tali pada setiap sambungan (ikatan) tidak menggunakan paku ...46

Gambar 17: Sambungan-sambungan tidak menggunakan Paku...46

Gambar 18: Mustoko di bagian paling atas masjid ...47

(17)

Gambar 19: Mihrab tempat imam, mengimami

solat Jamaah ...48

Gambar 20: Bagian mimbar dan tempat khotib membaca khutbah ...49

Gambar 21: Tempat duduk khotib ...49

Gambar 22: Beduq sebagai alat yang menginformasikan masuknya waktu ...50

Gambar 23: Gantungan beduq kayu ukir (tersambung dengan kayu atap) ...51

Gambar 24: Tempat duduk orang yang memukul Beduq ...51

Gambar 25: Pemantok sebagai alat pemukul beduq ....52

Gambar 26: Sempare (tempat menyimpan tikar) ...56

Gambar 27: Tempat pembakaran dupa (kemenyan) ....56

Gambar 28: Pagar keliling makam Wali Nyato ...58

Gambar 29: Pagar bagian dalam yang mengelilingi makam Wali Nyato ...60

Gambar 30: Nisan makam sebelah utara ...61

Gambar 31: Pintu masuk ke makam Wali Nyato ...61

Gambar 32: Bagian kepala nisan makam sebelah utara ...63

Gambar 33: Hiasan pada badan nisan ...63

Gambar 34: Hiasan bagian bawah nisan ...64

Gambar 35: Nisan makam sebelah selatan ...65

Gambar 36: Hiasan puncak nisan ...66

Gambar 37: Hiasan pada badan nisan (makam selatan) ...66

Gambar 38: Hiasan nisan bagian bawah (makam selatan) ...67

Gambar 39: Gedeng daya dan gedeng lauk ...68

Gambar 40: Atap salah satu gedeng ...70

Gambar 41: Sempare gedeng sebagai tempat menaruh tikar dan barang ...71

Gambar 42: Sumur pada komplek makam Rembitan ..72

Gambar 43: Tangga sumur pada komplek makam Rembitan ...72

(18)

Bagian II

Jejak Islam Kerajaan Selaparang

Gambar 1: Makam Selaparang. ...117 Gambar 2: Pintu masuk yang menghubungkan

makam dengan Masjid. ...119 Gambar 3.a: Deretan makam paling selatan

(makam no. 2 & 3). ...124 Gambar 3.b: Nisan no.1. ...125 Gambar 4: Nisan makam no. 2 pada deret selatan. ..125 Gambar 5: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 2 (samping utara). ...126 Gambar 6: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 2 (samping selatan). ...127 Gambar 7: Hiasan badan bagian atas nisan makam no. 2 bertuliskan Allah dengan huruf Arab ...128 Gambar 8: Nisan makam no. 3 pada deret selatan. ..130 Gambar 9: Hiasan bagian puncak. ...131 Gambar 10. a : Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 3 pada deret selatan. ...131 Gambar 10. b: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 3 pada deret selatan. ...132 Gambar 10. c: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 3 pada deret selatan. ...132 Gambar 11: Nisan Makam no. 4 pada deret selatan. .133 Gambar 12: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan. 134 Gambar 13: Hiasan badan bagian bawah dan badan

bagian atas nisan makam no. 4.

pada deret selatan. ...134 Gambar 14: Nisan Makam no. 6 (deret selatan). ...135 Gambar 15: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan. 137 Gambar 16. a: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 6 pada deret selatan

sisi selatan. ...138 Gambar 16. b: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 6 sisi utara. ...138 Gambar 16. c: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 6 sisi barat. ...139

(19)

Gambar 16. d: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 6 sisi timur. ...139 Gambar 17: Nisan makam no. 7. pada deret selatan. .140 Gambar 18: Hiasan badan bagian bawah nisan. ...141 Gambar 19: Hiasan bagian kepala dan puncak

nisan makam no. 7 pada deret selatan. ...141 Gambar 20: Nisan makam no. 10. pada deret

depan mihrab. ...143 Gambar 21.a: Hiasan badan nisan makam no. 10

pada deret depan mihrab, tampak pojok. 144 Gambar 21.b: Hiasan sisi utara badan nisan makam

no.. 10 pada deret depan mihrab. ...144 Gambar 21.c: Hiasan sisi selatan badan nisan makam

no. 10 pada deret depan mihrab. ...145 Gambar 21.d: Hiasan sisi utara badan nisan makam

no. 10 pada deret depan mihrab. ...145 Gambar 22. a: Hiasan sisi timur bagian kepala dan

puncak nisan makam no. 10. pada

deret depan mihrab. ...146 Gambar 22. b: Hiasan sisi selatan, bagian kepala

dan puncak nisan makam no. 10.

pada deret depan mihrab...146 Gambar 23: Nisan makam no. 11 pada deret depan

mihrab (puncak nisan patah). ...148 Gambar 23.a: Nisan makam no. 11 pada deret depan

mihrab (bahu nisan sebelah kiri patah). ..148 Gambar 23.b: Nisan makam no. 11 pada deret depan

mihrab (diambil dari sisi berlawanan nisan 23). ...149 Gambar 24: Nisan Makam no. 12

(deret depan mihrab)...151 Gambar 25: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan. 152 Gambar 26. a: Hiasan sisi samping badan nisan

makam no. 12 pada deret depan mihrab. 152 Gambar 26. b: Hiasan sisi berlawanan, badan nisan

makam no. 12 pada deret depan mihrab. 153 Gambar 27: Nisan Makam no. 13. pada deret

depan mihrab (diambil dari sisi Selatan). 154

(20)

Gambar 27. a: Nisan makam no 13. pada deret depan mihrab (diambil dari sisi samping). ...155 Gambar 28. a: Model hiasan pada bagian kepala dan

bahu Nisan, Nisan Makam no. 13. pada deret depan mihrab. ...156 Gambar 28. b: Hiasan badan nisan makam no. 13 pada

deret depan mihrab. ...156 Gambar 29: Nisan Makam no. 14

(deret depan mihrab)...158 Gambar 30: Hiasan badan nisan no. 14. ...159 Gambar 31. a: Hiasan bagian kepala nisan makam

no. 14 pada deret depan mihrab. ...159 Gambar 31. b: Hiasan bagian kepala dan puncak

nisan makam no. 14 pada deret

depan mihrab. ...160 Gambar 32: Makam ki Gading di utara

(kanan mihrab). ...162 Gambar 33: Nisan Makam no. 15 di utara

(kanan mihrab). ...162 Gambar 34. a: Hiasan badan nisan makam no. 15

di utara (kanan mihrab). ...163 Gambar 34.b: Hiasan badan nisan makam no. 15

di utara (kanan mihrab). ...163 Gambar 35: Hiasan bagian kepala dan puncak

nisan makam no. 15 di sebelah utara (kanan mihrab). ...164 Gambar 36: Nisan Makam no. 16 di sebelah utara

(kanan mihrab). ...165 Gambar 37: Hiasan badan bagian atas nisan, salah satu

nisan yang bertuliskan huruf Arab dan huruf Jawa Kuno berbunyi: “La ilaha illaha Wa Muhammadun rasulullah” dan “Mesan gagaweyan para yuga” tulisan ini sudah mulai kabur. ...166 Gambar 38. a: Hiasan badan bagian bawah nisan makam

no. 16 di utara (kanan mihrab). ...166 Gambar 38. b: Hiasan badan bagian bawah nisan

makam no. 16 di utara, tampak pojok

(21)

(kanan mihrab). ...167

Gambar 39.a: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan makam no. 16 di utara (kanan mihrab). ...167

Gambar 39.b: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan makam no. 16 di utara (kanan mihrab). ...168

Gambar 39.c: Hiasan bagian kepala dan puncak nisan makam no. 16. di utara (kanan mihrab). ...168

Gambar 40: Nisan makam deretan utara (kanan mihrab). ...169

Gambar 41: Makam Tanjung, salah satu makam yang merupakan makam keluarga dari raja-raja Selaparang. ...170

Gambar 42: Kuburan inti pada Makam Tanjung. ...173

Gambar 43: Nisan makam sebelah timur. ...174

Gambar 44: Nisan makam sebelah barat. ...175

Gambar 45: Hiasan pada nisan sebelah barat. ...176

Gambar 46: Hiasan pada nisan sebelah timur. ...177

Gambar 47: Hiasan pada badan nisan sebelah timur. .178 Gambar 48: Model nisan sebelah timur makam inti di Makam Tanjung. ...179

Gambar 49: Nisan sebelah Timur Makam Sayid di Utara komplek makam Tanjung. ...180

Gambar 50: Makam Syayid di utara komplek Makam Tanjung. ...181

Gambar 51: Hiasan pada badan nisan makam Syayid 182 Gambar 52: Gerbang masuk pada komplek Makam Pesabu’an. ...183

Gambar 53: Kuburan inti pada Makam Pesabu’an. ....184

Gambar 54: Nisan Makam Pesabu’an, model nisan ini sama dengan salah satu model nisan raja yang ada di Makam Selaparang. ...185

Gambar 55: Bagian badan nisan pada Makam Pesabu’an. ...186

Gambar 56: Bagian puncak nisan pada Makam Pesabu’an. ...187

(22)

arKeOLOgI Dan SeJaraH ISLaM

a. Ilmu arkeologi

Arkeologi secara bahasa berasal dari kata arke dan logos. Arke berarti permulaan, titik mulai atau asal muasal suatu hal.1 Arke juga mengandung arti kuno atau peninggalan zaman kuno.2 Logos ialah ilmu pengetahuan.

Ilmu adalah rangkaian kegiatan untuk menelaah dan mengkaji berbagai fenomena, melalui metode tertentu untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai segala sesuatu di dunia ini. Ilmu mempunyai tiga domain, yakni aktifitas, metode dan pengetahuan.3 Arkeologi dalam kiprahnya juga mempunyai tiga domain tersebut, yaitu aktifitas-aktitas yang mesti dilakukan untuk membangun struktur ilmu tersebut.

Aktifitas tersebut meliputi penelitian, perumusan teori-teori yang digunakan dalam penelitian, dan kritik data. Tataran metode yang digunakan juga mempunyai standar-standar tertentu untuk menjaga obyektifitas.

Arkeologi dalam fungsi pengetahuan juga mempunyai kekhasan-kekhasan tertentu yang tidak dimiliki oleh ilmu

1 Loren Bagus, Kamus filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 83.

2 Magdi Wahba, A Dictionary of Literary Term English-French-Arabic, (Birut: Librairie Du Liban, 1974), h. 29.

3 Hasan Muarif Ambary, Arkeologi Islam, makalah yang disampaikan tgl 23 Pebruari, 1994, di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fak Adab, h. 6.

(23)

yang lain. Oleh karena itulah terkadang, bahkan tidak jarang terjadi, kesimpulan yang dihasilkan oleh arkeologi berbeda dengan yang dihasilkan oleh sejarah. Karena perbedaan pendekatan ataupun karena perbedaan data yang dikaji, maka hasil akhirpun akan berbeda. Namun secara garis besar tahapan dan nalar yang digunakan oleh arkeologi, tidak berbeda jauh dengan tahapan dan nalar yang dilakukan oleh Sejarah. Bahkan boleh jadi sama persis dengan bidang sejarah, karenanya ada hubungan resiprokal antara keduanya.

Berdasarkan arti di atas maka arkeologi dapat dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memahami kehidupan masa lalu manusia melalui peninggalan-peninggalan kuno dari hasil karya umat manusia. Karena ilmu dengan ketiga domainnya memiliki banyak nilai, di antaranya memenuhi hasrat kognitif dan nalar manusia. Manusia sebagai mahluk yang bernalar secara alami membutuhkan aktifitas kognitif dan intelektualis untuk dapat menjelaskan sejarah masa lalu dan jati dirinya yang terbentuk dari masa lalu.

Jelas, sangat berbeda data arkeologi dengan data ilmu sejarah. Ilmu sejarah berasal dari data-data teks, maka data arkeologi merupakan benda-benda bukan tulisan.

Apabila ada tulisan pada benda-benda arkeologis, jumlah dan subtasinya sangat minimal. Sejarawan melacak data- data tekstual dan oral sebanyak 99 %, sementara arkeolog melacak data 99 % tak tertulis, dan hanya 1 persen saja yang tertulis.4

Arkeologi adalah disiplin ilmu untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan historis dari obyek benda-benda

4 Ibid.

(24)

yang dikaji, kendati obyek tersebut, terkadang merupakan data yang fragmentatif. Objek kajiannya ialah peninggalan- peninggalan aktifitas kehidupan masa lalu yang berupa benda, dan bukan teks tulisan. Seorang arkeolog memberi jalan pada sejarawan untuk melengkapi data-data tertulis, sehingga mengkaji sumber data dengan kajian yang lebih menyeluruh dan lebih beragam.5 Arkeolog adalah seorang sejarawan, tapi tidak mesti sebaliknya. Sejarawan merekontruksi kehidupan masa lalu umat manusia, dengan melacak pada peninggalan teks dan juga cerita oral (lisan).

Arkeolog merekontruksi masa lalu melalui peninggalan benda-benda material kehidupan masa lalu.

Batu, mineral, dan fosil lainnya, bukanlah obyek penelitian studi arkeologi, tapi aktitas dan perkembangan kehidupan manusia masa lalu, serta hasil budaya yang diartikulisikan melalui benda-benda tersebut. Arkeolog mempelajari perkembangan umat manusia masa lalu, sama dengan sejarawan, tetapi terkadang kongklusi-kongklusi yang dihasilkan saling berbeda karena perbedaan sumber data yang digunakan.6

Jadi arkeologi merekontruksi sejarah kehidupan dan perkembangan umat manusia masa lalu melalui benda- benda peninggalan sejarah, seperti batu, arca, fosil, yang telah tersentuh oleh rekayasa tangan manusia. Inilah perbedaan antara ilmu pertambangan dengan ilmu Arkeologi. Ilmu pertambangan mengekplor bebatuan dan benda alam lainnya, sebagai material ekonomis yang tidak tersentuh oleh hasil budaya manusia. Sementara arkeologi meneliti hasil budaya manusia yang tergores pada bebatuan

5 Clement W. Meighan, Aerchaeologi An Introduction, (California:

Chandler Publishing Company, tt), h. 1.

6 Ibid, h. 2.

(25)

dan fosil-fosil lainnya. Secara khusus Arkeolog berusaha merekontruksi evolusi dan perkembangan kemampuan umat manusia membuat berbagai peralatan kehidupan dan perkembangan kemampuan sosio kultural mereka.7

Arkeologi terbaru yang saat ini berkembang, mempunyai kecenderungan baru. Kecendrungan tersebut bukan hanya merekontruksi sejarah prehistory, tapi juga mencoba mempelajari dan merekontruksi proses-proses kultural yang terjadi pada masyarakat masa lalu yang sudah dalam masa sejarah, dan mulai mengurangi tensinya untuk mengungkap kultur Prehistoris.8

B. Hubungan Ilmu Sejarah dan arkeologi

Suatu disiplin ilmu tidak bisa berdiri sendiri secara otonom mutlak. Ilmu yang satu selalu membutuhkan disiplin ilmu yang lain untuk mendukung seluruh atau sebagian prosess ilmiyahnya. Disiplin ilmu yang membantu kegitan ilmiyah ilmu lainnya, lazim disebut dengan ilmu bantu. Keterkaitan antar disiplin ilmu diantaranya terjadi antara ilmu Arkeologi dan ilmu Sejarah. Keterkaitan antara Arkeologi dan Sejarah bukan hanya bersifat resiprokal --masing-masing dapat menjadi ilmu bantu bagi lainnya--, tetapi juga dasar dari sifat hubungan kedua disiplin , terutama pada obyeknya, yakni masa lalu.9

Sejarah sebagai “kata” dan sejarah sebagai istilah mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Kata sejarah

7 Jasson W. Smith, Foundations of Archaeologi, (London: Glencoe Press, 1976), h. 32.

8 Brian M. Fagan, Introductory Reading in Archaeology, (Boston: Little Brown and Company, 1970), h. 22.

9 Notosusanto, Hubungan Erat Antara Disiplin Arkeologi dan disiplin Sejarah, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, No. 1 April, 1963, h. 59-64.

(26)

bermakna kejadian dan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.10 Sementara istilah Sejarah bermakna rekontruksi peristiwa sebagai babakan dan episode kehidupan umat manusia yang telah diakses oleh tulisan atau budaya literasi. Bertolak dari pemahaman di atas maka istilah sejarah berarti suatu disiplin ilmu yang mengerjakan bagian-bagian peristiwa masa lampau umat manusia yang tercatat dalam teks.11

Uraian di atas memberi penjelasan bahwa kata sejarah meliputi segala peristiwa yang telah terjadi sejak zaman dahulu hingga kemarin bahkan hingga detik yang baru berlalu. Tidak dibatasi oleh peristiwa dan keadaan tertentu.

Berbeda dengan istilah sejarah yang dibatasi oleh peristiwa atau kondisi tertentu, yakni sejak manusia mengenal budaya tulisan.

Masa lampau umat manusia di mana mereka belum mengenal budaya tulisan, dikenal dengan zaman prasejarah, dapat ditelusuri melalui ilmu arkeologi. Tetapi pernyataan di atas bukan mengandung arti bahwa disiplin arkeologi hanya berkenaan dengan masa prasejarah, tetapi juga disiplin arkeologi menjangkau masa lampau prasejarah juga masa sejarah. Setidaknya arkeologi yang berkembang di Indonesia. Bahkan arkeologi terbaru yang saat ini berkembang di Amerika, mempunyai kecenderungan baru, bukan hanya merekonstruksi sejarah prehistory, tapi juga mencoba mempelajari dan merekontruksi proses- proses kultural yang terjadi pada masyarakat masa lalu

10 Sri Sukesi Adiwimarta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983), h. 1895.

11 Notosusanto, Hubungan Erat…, h. 60.

(27)

yang sudah dalam masa sejarah, dan mulai mengurangi tensinya untuk mengungkap kultur Prehistoris.12

Tinggalan masa lalu hasil rekayasa manusia yang berupa benda arkeologis disebut dengan artifak atau juga disebut dengan “benda cagar Budaya” (menurut UU No.5, Th. 1992), merupakan media utama dalam arkeologi untuk menelusuri masa lampau umat manusia.

Dimensi waktu yang sangat panjang bagi arkeologi merupakan problem tersendiri. Untuk mempermudah maka dilakukan simplifikasi periodesasi masa lampau, menjadi tiga babakan utama, yakni: masa prasejarah, masa klasik dan masa Islam (Kolonial).13 Masa prasejarah diawali dari mulai hadirnya manusia di Nusantara sampai datangnya budaya tulis baca. Masa klasik dimulai sejak terjadinya pengaruh budaya India (Hindu, Budha), hingga masuknya agama Islam dan juga peradaban barat Eropa (Kolonial). Sementara masa Islam dimulai sejak budaya Islam masuk ke Indonesia dan Barat sampai kira-kira 50 tahun lalu.

Periode prasejarah dari timbangan arkeologi dapat diungkapkan dan dijelaskan proses-proses evolusi manusia dan lingkungan dari era plestosen, holosen, dan resen serta migrasi-migrasi besar beserta dampak budaya yang ditimbulkan. Data-data arkeologi yang berkaitan dengan agroekonomi, teknologi olah logam serta pertautannya dengan teknologi Asia Tenggara daratan, monumen- monumen megalitik, termasuk tradisi pembuatan kubur

12 Brian M. Fagan, Introductory Reading in Archaeology, (Boston: Little Brown and Company, 1970), h. 22.

13 R.P. Soejono (ed)., Sejarah Nasional Indonesia I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. xxi; lihat juga Satyawati Sulaiman, et al. Lokakarya Arkeologi tahun 1978 Jogyakarta 21-26 Pebruari 1978, (Jakarta: Puslit Arkenas, 1982).

(28)

batu, benda gerabah, senjata dan berbagai peralatan lainnya, niscaya dapat dijelaskan.14

Arkeologi klasik mengungkapkan bahwa komunitas- komunitas Nusantara, pada masa protosejarah, berlangsung persentuhan dan amalgamasi dengan budaya Asia Selatan melalui proses penyebaran budaya Hindu dan Budha.

Tradisi besar dari India memberi kontribusi yang besar terhadap perkembangan budaya Nusantara. Interaksi dan amalgamasi budaya dapat dirunut melalui pembauran anasir-anasir budaya seperti: Pertama, aksara Phallava dan bahasa Sansekerta. Kedua, pendirian bangunan-bangunan besar (keagamaan, perbentengan dll). Ketiga, agama Hindu Budha. Keempat, Konsep politik kerajaaan dan sistem kasta.15

Era arkeologi Islam dapat difahami dan dimengerti tentang proses, alur dan jalur sosialisasi Islam di berbagai kawasan Nusantara, termasuk wilayah-wilayah yang sentuhan budaya Hindu dan Budha sangat tipis (seperti wilayah Sulawesi dan Maluku). Penelitian arkeologi Nasional telah mampu menjelaskan proses-proses sosialisasi Islam Nusantara dan pengaruh tradisi besar Islam yang telah mereformasi budaya lokal. Fase-fase tersebut meliputi: (1). Hubungan komunitas Nusantara dengan para pedagang manca negara yang terdiri dari bangsa Arab, Persia, Gujarat, dan cina;16(2). Sosialisasi Islam dan berkembangnya kelompok komunitas Muslim yang

14 Sulaiman, ibid.

15 Ibid, h. 19.

16 J.V. van Leur, Indonesian Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), Edisi: 2, h. 94; Juga lihat, Azyumrdi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 5.

(29)

berkoeksistensi secara damai dengan mayoritas masyarakat Hindu-Budha; (3). Tumbuh dan berkembangnya pusat- pusat kekuatan politik Islam, seperti Gersik, Cirebon, Banten Banjar dll;17 (4). Surutnya pusat-pusat kekuatan Islam secara politis dan ekonomis akibat penetrasi kekuatan militer dan kolonialisasi Barat Eropa.18.

Pada puncak-puncak kejayaan Islam Nusantara memberi kontribusi yang besar terhadap proses perjalanan budaya Nusantara. Sidikitnya bisa dibuktikan dalam ranah- ranah berikut, yakni: aksara, bahasa Arab dan peninggalan historiografi tradisional yang kaya dan beragam. Arsitektur peribadatan yang mengadaptasi berbagai hazanah lokal.

Seni kaligrafi yang tinggi. Model budaya pesisir yang kosmopolit yang berorientasi kepada dunia luar.

Periode ini juga diwarnai oleh kehadiran budaya Eropa yang modernis yang memberi napas baru bagi budaya Nusantara. Eropa menghadirkan budaya teknologi modern, tulis aksara latin dan bahasa Eropa. Arsitek bergaya Eropa dan juga agama Kristiani dan juga memperkenalkan bentuk-bentuk tatanan politis yang baru.

Kerangka teoritis arkeologi dapat dirujuk kepada pendapat Lewis R. Binford, arkeologi bukanlah ilmu sejarah, sekaligus bukan ilmu Antropologi. Sebagai sebuah disiplin yang berdiri sendiri, ia memiliki seperangkat metode dan teknik tersendiri untuk mengumpulkan dan menghasilkan informasi budaya”.19 Arkeologi minimal

17 Untuk mengetahui saluran-saluran penyebaran Agama Islam di Nusantara, lihat Uka Tjandrasasmita, Kota-kota Muslim, h. 15-44; dan Uka Tjandrasasmita, at al. Sejarah Nasional Indonesia, III, h. 188-195.

18 Ibid.

19 Taylor, Walter W, A Study of Archaeology, Memoar No. 69, American Antrhopologist 50, (3) (part 2), 1948, h. 44.

(30)

dapat dijelaskan sebagai studi atas hubungan timbal balik dari dimensi bentuk, waktu, dan ruang dari artifak. Kata lain, ahli arkeologi senantiasa memfokuskan diri pada hubungan timbak balik. Hubungan timbal balik inilah yang menjadi kekhasan ilmu arkeologi.20

Dengan demikian arkeologi adalah sebuah disiplin ilmu yang secara sistimatis mempelajari dan mengembangkan perangkat metode dan teknik riset dalam rangka penelusuran masyarakat beserta budaya dan peradabannya pada masa lampau berdasarkan jejak- jejak yang ditinggalkan.

C. Paradigma dan Data arkeologi

Paradigma sebagai tradisi keilmiahan memberi arahan kepada pola pikir dan nalar untuk mengasilkan, memandang dan menafsirkan data empiris. Konteks ilmu, paradigma dapat diartikan sebagai kehasan tujuan, persoalan dan pola pikir dengan segala perangkat dan tata caranya untuk mencapai tujuan dan untuk memecahkan berbagai persoalan. Di dalamnya terkandung dalil, teori, dan metodologi. Paradigma memberi arah pada penelitian yang dilakukan di bawah payung paradigma itu sendiri.21

Untuk mempermudah pemahaman terhadap arkeologi maka berikut ini disampaikan paradigma dalam arkeologi.

Paradigma arkeologi ini sebenarnya dikemukakan oleh Binford, yaitu: (a). Rekontruksi cara hidup; (b). Rekontruksi

20 Spaulding, Albert C. Archaeological Dimention, dalam Essays in The Science of Culture: In Honor of Leslie White, New York, 1960, h. 439.

21 David Hurst Thomas, Archaeology, (Chicago: Hoit Riverhart and Winston, 1989), h. 662.

(31)

sejarah budaya; (c), Pengambaran proses perubahan budaya.22

Paradigma butir pertama mengandaikan fungsi dari artifak yang dihadirkan oleh masyarakat masa lampau. Pendekatan utamanya mengacu kepada konsep fungsionalisme, artinya artifak yang ditinggalkan mempunyai fungsi masing-masing dalam budaya dan peradaban masyarakat. Unsur-unsurnya bertautan satu sama lainnya.

Manakala fungsi artifak tersebut mempunyai peran sentral dalam budaya masyarakat, menjadi wajar artifak tersebut menjadi pusat segala magnet perubahan dan eksisitensi berkebudayaan.

Contohnya masjid, perspektif kebudayaan Islam mendaulatnya sebagai puncak-puncak artifak budaya Islam, karena keberadaan masjid menjadi mata air, di mana seluruh kebudayaan Islam bersumber. Sistem ekonomi pasar yang dijalankan oleh Islam, menghasilkan markas perdagangan dan berdampingan dengan bangunan masjid. Sistem politik yang dikembangkan oleh Islam juga bersumber dari pengabdian kepada Allah (lambang masjid), menghadirkan artifak keraton yang juga berdampingan dengan masjid. Demikian juga upacara-upacara agama yang diamalgamasikan dengan upacara politik juga melingkar di haluan masjid.

Fokus utama paradigma kedua adalah bentuk artifak atau benda yang diandaikan sebagai cermin masyarakat pendukungnya. Pendekatan yang digunakan adalah konsep normatif yang berujar bahwa pola dan prilaku

22 Cholil Sodrie dan Sugeng Rianto, Arkeologi dan Sejarah Kebudayaan Islam, Dialektika Budaya, Fakultas Adab IAIN Gunung Djati, Vol IX/ 2002, h. 75.

(32)

masyarakat ditentukan oleh pola kebudayaan masyarakat bersangkutan. Bentuk kebudayaan yang diciptakan manusia untuk memformat prilaku dan inisiatif-inisiatif budaya baru yang disosialisasikan, mempunyai hubungan timbal balik yang sangat rumit, untuk merunut dan mencari mana yag terlebih dahulu hadir.

Paradigma poin ketiga memfokuskan pada proses- proses perubahan dan arah jarum jam perubahan kebudayaan. Paradigma ini mengandaikan pendekatan prosessual yang di antaranya bermakna proses perubahan yang terjadi pada kebudayaan dihasilkan oleh faktor-faktor sebab musabab dan sifat perubahan itu sendiri yang terjadi pada sistem budaya.

Paradigma arkeologi seperti tersebut di atas menghasilkan kebijakan arkeologi Indonesia untuk menggutamakan penelitian pada tema-tema berikut:23 Pertama, proses dan aliran migrasi nenek moyang bangsa Indonesia dan keturunannya hingga menghasilkan puak- puak. Kedua proses persentuhan budaya Nusantara denga tradisi-tradisi besar (Hindu-Budha, Islam, dan Eropa).

Ketiga, adaptasi dan tumbuhnya budaya genuin lokal yang diperkaya oleh masuknya anasir-anasir luar. Keempat, proses terjadi dan berlangsungnya diversifikasi kultural.

Kelima, proses dan keberlangsungnya integrasi, amalgamasi budaya dalam lingkup dan wawasan Nasional.

Problem yang dihadapi arkeologi di antaranya adalah kesulitan untuk menentukan batasan-batasan secara tegas dan jelas terhadap data-data apa saja yang termasuk dalam katagori arkeologi. Sebagai rambu-rambu, pengertian data

23 Hasan Muarif Ambary, Kebijakan Penelitian Arkeologi di Indonesia yang dilaksanakan oleh Pusat Arkenas, Makalah lepas, tidak terbit, h. 11.

(33)

arkeologi adalah bahan dasar dalam kajian dan penelitian arkeologi.24

Dalam arti sempit data arkeologi mempunyai tiga domain, yaitu artifak, fitur, dan ekofak. Artifak ialah semua benda yang telah direkayasa oleh tangan manusia sebagian ataupun keseluruhan. Fitur merupakan gejala atau pertanda adanya aktifitas manusia yang tidak bisa dipindahkan tanpa merusak matriknya (materi yang membungkus benda atau media tempat di mana benda itu berada). Sedangkan ekofak adalah semua benda yang bukan buatan manusia tapi terkait erat dengan aktifitas manusia dan terletak di situs arkeologi. Contoh artifak adalah kapak, batu arca keramik, contoh fitur ialah parit, candi, masjid dan contoh ekofak misalnya serbuk sari, tulang binatang. Tapi umumnya semua data arkeologi tersebut disebut dengan Artifak.

Dalam konteks artifak sebagai data arkeologi maka Lewis Binford membaginya sebayak tiga katagori25, yaitu:

Ideofak yang berhubungan dengan ideologi dan pemikiran budaya yang bersifat supranatural, seperti arca dewa dan peralatan upacara. Sosiofak, artifak yang berkaitan dengan aktifitas sosial kemasyarakatan, seperti prasasti, batu dakon dst. Teknofak, artifak yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari seperti pisau, kail, perahu, dll.

24 Daud Aris Tanudirjo, Retrospeksi Penelitian Arkeologi di Indonesia, dalam PIA V, (Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1993/1994), h.

67-96.

25 Hasan Muarif Ambary, Menemukan Perdaban, Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, (Jakarta: Logos, 1987), h. 26.

(34)

D. arkeologi Sejarah Dan Kebudayaan Islam

Arkeologi merupakan suatu studi yang sistimatik tentang benda-benda kuno sebagai alat untuk merekonstruksi masa lampau (Clark, 1960;17). Menggali sisa peninggalan manusia di masa lampau. Itulah ciri dari sebuah kajian arkeologi. Sebagai ilmu bantu sejarah, arkeologi bekerja terkonsentrasi pada horizon waktu dalam sejarah umat manusia, di mana bukti-bukti tertulis belum ditemukan; suatu horizon waktu yang kemudian dikenal sebagai “prasejarah“ di mana perangkat analisa dan metodologi sejarah tidak memungkinkan untuk bekerja. Arkeologi bertugas memberi perjelasan terhadap benda-benda peninggalan umat manusia yang sudah terkubur, sehingga benda-benda tersebut kemudian bisa berfungsi sebagai sumber sejarah. Oleh karena itu, arkeologi berhubungan dengan periode paling archaic dalam sejarah umat manusia. Arkeologi mengarahkan kajian pada benda-benda peninggalan umat manusia yang bersifat material, untuk dihadirkan kembali sebagai “benda berbicara” yang mewakili dunia masa lampau yang gelap.

Dalam kaitan inilah arkeologi secara sederhana dipahami sebagai ilmu “untuk menulis sejarah berdasarkan sumber- sumber material” atau sebagai “studi yang sistematik terhadap kepurbakalaan (antiquities); sebagai alat untuk merekonstruksi masa lampau”.26

Arkeologi dibedakan dari sejarah dengan bertumpu hanya pada tersedianya data tertulis. Oleh karena itu dalam perkembangannya kemudian, perbedaan itu tidak bisa dipertahankan. Arkeologi berkembang menjadi menjadi suatu disiplin ilmu yang tidak hanya berurusan

26 Ambary, Menemukan…, h. ix.

(35)

dengan masa pra-sejarah, tetapi juga masa sejarah.

Meskipun tentu saja, benda-benda material berupa artifak dan situs purbakala tetap menjadi sasaran utama kajian arkeologi. Bahkan, pola kajian arkeologi terakhir ini yang lebih berkembang dalam konteks sejarah Islam Indonesia.

Arkeologi telah memberi sumbangan yang sangat besar dalam kajian-kajian para sarjana tentang sejarah Islam di Indonesia. Lebih dari itu, dengan perkembangan ini, arkeologi sebagai ilmu bantu sejarah tampak semakin memperoleh rumusan yang jelas.

Demikianlah untuk masa awal-awal perkembangan Islam di Indonesia, suatu periode sejarah kerap dinilai masih kabur, arkeologi jalas telah memberi konstribusi sangat berarti. Kajian arkeologi dalam konteks ini sangat mendukung berita-berita sejarah yang terdapat baik dalam tulisan lokal maupun asing, yang menjadi sasaran perhatian para sarjana. Sehingga sumber-sumber tertulis tentang proses islamisasi, yang memang bersifat pragmentaris, memperoleh dukungan faktual dari hasil arkeologi. Kajian arkeologi telah memperkaya kajian Islam di Indonesia.

Artifak yang berhubungan erat dengan agama Islam Nusantara, secara fisik setidaknya ada tiga bangunan, yakni Masjid, Istana dan Kuburan. Fungsi dan kegunaan tiga bangunan tersebut secara filosofis dapat dijelaskan dengan pendekatan yang digunakan oleh Binford ketika membagi artifak dalam tiga katagori, yakni, ideofak, sosiofak dan teknofak.

Artifak Islam dalam perspektif ideofak inilah yang henda diurai dalam pembahasan. Namun sebelum menguraikan sewajarnya terlebih dahulu akan dijelaskan

(36)

mengapa Masjid, Istana dan Kuburan merupakan artifak Islam terpenting.

Masjid merupakan sentral bagi Islam. Nabi Muhammad ke Madinah dalam perjalanan hijrah, pertama dan yang utama dibangun adalah membangun masjid. Bahkan di manapun komunitas Islam berada maka masjid menjadi ciri utama. Sentralitas masjid bagi umat Islam bukan hanya dari dimensi ibadah tapi juga dari segi sosial budaya.

Sering dijumpai dalam dunia Islam, bangunan masjid masih berdiri dengan megah sementara bangunan lainnya, seperti Istana sudah sirna. Secara ideofak ini menjelaskan pada arkeolog bahwa latar belakang pemikiran budaya pembangunan masjid, memiliki intensitas yang agung dan adiluhung.

Bahkan menurut C. H. Dawson, “Kita tidak akan mengerti bentuk paling dalam dari bangunan jiwa sosial tanpa kita mengetahui keyakinan agama yang ada di balik realita. Sepanjang zaman, kreatifitas utama pekerjaan budaya, berlangsung karena inspirasi agama dan untuk dedikasi atas nama tujuan agama.”27

Pendapat Dowson di atas signifikansinya dapat dibuktikan dalam artifak-artifak yang sekarang bertebaran di bumi Nusantara. Kreatifitas agung umat manusia dapat dilacak pada borobudur, prambanan, masjid Demak, masjid Aceh, masjid Palembang dll, yang kesemuanya diinspirasi oleh keyakinan agama yang laten di Nusantara.

Bahkan lebih monumental lagi, ketika bangunan religi

27 Nurhadi Magetsari, Kemungkinan agama sebagai alat pendekatan dalam penelitian, dalam Pertemuan Ilmiyah Arkeologi, Cibulan 21-25 Pebruari 1977, Pusat Penelitian Purbakala dan Peeninggalan Nasional, (Jakarta: PT Rora Karya, 1980), h. 498.

(37)

tersebut di atas masih berdiri dengan megah, sementara di sisi lainnya bangunan istananya sudah banyak yang hancur.

Ini membuktikan bahwa inspirasi agama lebih agung dan adiluhung dibanding inspirasi lainnya.

Perspektif budaya, ideofak masjid, menjadi pertanda paling menonjol, ketika Islam telah hadir dan mengadakan penetrasi budaya di suatu komunitas. Masjid-masjid kuno bertebaran di seantero Nusantara, dengan bentuk dan ciri khas masing-masing dan tentunya juga membentuk budaya Islam yang beragam di setiap kumunitas.28

Selain masjid, makam juga menjadi salah satu bangunan penting dalam Islam. Tata laku dan tata nilai yang melandasi bangunan kuburan, di inspirasi oleh gagasan atau idea, baik yang bersifat sosiologis ataupun bersifat religis, untuk mensikapi dan mengartikulasi kehidupan dalam hidup dan kematian setelah hidup. Sementara bentuk fisik pekuburan telah mendapatkan sentuhan teknologi manusia dalam merekayasa rancang bangun. Berdasarkan klasifikasi artifak yang dikonsep oleh Lewis Binford, maka bangunan makam pekuburan mempunyai tiga domain fungsi, yakni pekuburan dalam dimensi idiofak, sosiofak dan teknofak.29 Dimensi Ideofak menjelaskan bahwa pekuburan Islam dibangun atas landasan nilai-nilai agama Islam mensikapi kehidupan dan kematian. Tuntunan tentang hidup dan mati dalam Islam secara langsung banyak diajarkan dalam Al-Quran dan Hadist Nabi.

Artifak makam tertua di Nusantara yang ditunjukan oleh batu nisan Fatimah binti Maimun, wafat pada tahun

28 Untuk mengetahui puspa ragam budaya yang hadir dalam artifak masjid, lihat, I.G.N. Anom, dkk. Masjid Kuno Indonesia, (Jakarta: Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998/1999).

29 Ibid, h. 3.

(38)

475 H/ 1082 M, memberi petunjuk fase-fasi kehadiran Islam dinusantara.30Dari ketiga artifak utama Islam Nusantara dapat dilacak berbagi budaya yang berlangsung di Nusantara, khususnya yang berkaitan dengan budaya Islam. Artifak-artifak tersebut di atas bila dinalar dalam dimensi ideofak, sosiofak dan teknofak akan menemukan berbagai penjelasan tentang eksistensi Islam. Secara tersirat, dari artifak-artifak tersebut dapat dilacak, proses persentuhan budaya Nusantara dengan tradisi-tradisi besar (Hindu-Budha, Islam, dan Eropa). Adaptasi dan tumbuhnya budaya genuin lokal yang diperkaya oleh masuknya anasir- anasir luar. Proses terjadi dan berlangsungnya diversifikasi kultural. Proses dan keberlangsungan integrasi, amalgamasi budaya dalam lingkup dan wawasan Nasional.

Dengan bantuan dari berbagai macam disiplin ilmu- ilmu sosial lainnya artifak-artifak Islam dapat menjelaskan kehadiran Islam dan berbagai dinamikanya di bumi Nusantara.

30 Hasan Muarif Ambary, Menemukan…, h. 56.

(39)
(40)

BAGIAN I:

JEJAK ISLAM DI LOMBOK

SELATAN

(41)
(42)

UrgenSI KaJIan arKeOLOgIS SeJaraH DI LOMBOK SeLatan

Jejak-jejak Islam di Lombok Selatan dapat ditemukan di beberapa tempat, seperti di Pujut dan Rembitan. Kedua desa tersebut berada di satu kecamatan, yaitu kecamatan Pujut. Jejak-jejak Islam di kedua wilayah ini masih tegak berdiri, bahkan situs yang ada di kedua tempat tersebut telah menjadi Cagar Budaya yang dilindungi oleh negara.

Karena itu semua yang berada di dalam lingkungan situs tersebut dijaga dan perawatannya dibiayai oleh negara.

Desa Rembitan kecamatan Pujut di Lombok Selatan merupakan desa-desa yang pada masa awal-awal kehadiran Islam telah menunjukkan eksistensinya, sebagai pusat penyebaran dan kajian Islam. Hal ini terbukti dengan banyaknya ditemukan jejak-jejak atau peninggalan- peninggalan Islam, seperti mesjid kuno, gedeng, makam- makam, dan sebagainya. Namun demikian, tinggalan- tinggalan yang menjadi simbol kesuksesan Islam tersebut tidak banyak yang mengenalnya. Rembitan paling banyak ditemukan tinggalan-tinggalan Islamnya, tetapi Rembitan lebih dikenal bukan karena mesjid kunonya, melainkan karena di desa ini terdapat kampung tradisional. Baik kampung tradisional maupun mesjid kuno sama-sama masih tegak berdiri, dan masing-masing memiliki nilai kesejarahan, namun berbeda dalam hal perhatian baik dari masyarakat, peneliti, maupun pemerintah. Kampung

(43)

tradisional memberikan devisa bagi pemerintah, paling tidak bagi pemerintah desa atau masyarakat setempat.

Sebenarnya desa Rembitan berada pada jalur pariwisata di Lombok Selatan, dan memiliki nilai jual yang tinggi bagi sektor kepariwisataan.

Berbeda dengan mesjid kunonya, kalaupun satu atap dengan sektor kepariwisataan (di bawah naungan Menteri Budaya dan Pariwisata), sangat sedikit yang peduli. Para peneliti (arkeolog) yang diharapkan dapat memberikan perhatian secara serius untuk menjelaskan historisitas dari mesjid kuno tersebut, belum juga tewujud. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya peneliti arkeolog dari daerah ini (Lombok), sementara arkeolog dari luar belum ada yang melakukan kajian baik alasan teknis atau karena alasan lain untuk sampai ke daerah tempat mesjid kuno ini berada.

Di Lombok selatan paling tidak terdapat dua mesjid kuno, yaitu di Rembitan dan Pujut. Kedua mesjid ini diperkirakan memiliki umur yang sama. Demikian juga halnya dengan mesjid kuno yang ada di Bayan Lombok Utara, yang memiliki umur dan gaya arsitektur yang sama.

Bayan dikenal oleh para peneliti bukan karena mesjidnya, tapi karena Islam Wetu Telu-nya, khususnya di kalangan sosiolog atau antropolog.

Bangunan masjid merupakan simbol keagamaan yang sangat tinggi dalam Islam. Selain untuk kegiatan ibadah sholat, masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Karena pentingnya mesjid dalam kehidupan beragama dalam Islam, Rasulullah SAW. ketika hijrah ke Madinah 14 abad yang lalu yang dibangun pertama adalah Masjid.

(44)

Para sahabat Rasulullah dan ulama belakangan tradisi- tradisi semacam ini tetap dipertahankan, di mana mereka menyebarkan dan mengajarkan agama, pembangunan mesjid menjadi skala prioritas. Di Lombok Selatan, khususnya di Rembitan dan Pujut para penyebar Islam awal telah melakukan hal yang sama seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, yaitu dengan membangun mesjid, dan tempat-tempat pertemuan (sebagai tempat pengajaran ilmu agama), masyarakat setempat menyebutnya gedeng.

Tinggalan-tinggalan ini telah menjadi bukti kesuksesan Islam di Lombok Selatan pada masa lampau, oleh sebagian orang justru menilai sebaliknya bahwa Islam di Lombok Selatan adalah Islam yang “ternodai” (sinkretis), “Islam pejoratif”, “Islam pinggiran”, dengan tanpa mengkaji secara mendalam tinggalan-tinggalan tersebut secara ilmiah.

Untuk mengkaji tinggalan-tinggalan Islam seperti mesjid kuno, makam, atau bangunan-bangunan lainnya yang bersifat kebendaan menjadi wilayah kajian arkeologi.

Khususnya yang berkaitan dengan tinggalan-tinggalan Islam menjadi objek kajian bagi arkeologi Islam atau yang biasa disebut dengan arkeologi sejarah. Arkeologi sejarah berusaha memberikan penjelasan terhadap tinggalan- tinggalan tersebut, dan menggunakan ilmu-ilmu sosial lainnya sebagai ilmu bantu. Karena itu menjadi penting atau sebuah keharusan bagi kalangan ilmuan untuk menemukan atau menguak tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam di Lombok Selatan.

Beberapa indikasi lain yang dapat dikemukakan di sini, tentang pentingnya tulisan ini menjadi sangat urgen untuk dilaksanakankan, karena ditemukan beberapa nama tokoh yang hingga saat ini masih menjadi “selebritis”,

(45)

dan sangat disegani oleh masyarakat setempat kalaupun yang bersangkutan sudah ratusan tahun meninggal dunia, yaitu Wali Nyato’. Wali Nyato’ merupakan tokoh yang paling berjasa dalam proses islamisasi di wilayah Lombok Selatan. Tokoh ini bukan hanya dihormati dan disegani pada masa hidupnya, melainkan sampai sekarang masih menjadi penomena. Hal ini dapat dilihat pada ramainya orang yang mengunjungi makamnya. Kunjungan ke makam Wali Nyato’ tidak boleh dilakukan selain hari Rabu. Menurut informasi yang penulis peroleh khususnya tentang waktu kunjungan itu (hari Rabu), telah menjadi wasiat Wali Nyato’ pada saat masih hidup, dan kalau wasiat itu dilanggar atau tidak diikuti, masyarakat Rembitan dan sekitarnya mempercayai, Allah akan menurunkan bencana atau musibah bagi masyarakat setempat. Karenanya masyarakat setempat (desa Rembitan) akan menghalangi siapa saja yang akan melakukan ziarah makam selain hari yang diwasiatkan oleh Wali Nyato’, bahkan mereka siap berperang untuk yang satu ini. Tentunya ini tidak dapat dianggap remeh, kebesaran Wali Nyato’ hingga sekarang ini masih didengungkan oleh masyarakat setempat.

Dalam pandangan mereka Wali Nyato’ seorang waliullah yang memiliki kelebihan (karomah), dan telah berhasil membawa masyarakat di Lombok Selatan kepada jalan yang hak yaitu Islam.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengungkap tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam di Lombok Selatan. Karena data-data atau tinggalan-tinggalan yang merupakan jejak Islam berupa data-data arkeologis maka pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan arkeologi Islam (arkeologi sejarah).

(46)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, ada beberapa hal yang ingin dikemukakan pada tulisan ini, antara lain, Pertama, dengan ditemukan beberapa peninggalan arkeologi Islam, di Lombok Selatan, maka perlu diungkap tentang peninggalan-peninggalan arkeologi Islam yang ada di wilayah tersebut. Kedua, Dengan memperhatikan gaya arsitektur bangunan-bangunan pada situs di Lombok Selatan, masih ada kesamaan atau kemiripan dengan gaya arsitektur bangunan-bangunan kuno yang ada di tempat lain (baik itu di Lombok maupun beberapa tempat di Nusan- tara) meng indikasikan bahwa terdapat hubungan antar Lombok Selatan dengan wilayah lainnya. Ketiga, dengan ditemukan bukti-bukti atau peninggalan-peninggalan berupa kebenda an yang merupakan peninggalan Islam, seperti Mesjid Kuno, Gedeng (tempat pengajaran agama), makam yang berjirat, dan sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa keislaman orang-orang yang ada disekitarnya telah menunjukkan eksistensinya secara nyata pada saat itu. Selain itu juga, dari peninggalan-peningalan/

bangunan-bangunan yang ada, dapat diketahui bahwa bangunan-bangunan tersebut memiliki peran atau fungsi sosiologis terhadap masyarakat muslim di sekitarnya, khususnya yang berkaitan dengan sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di masyarakat.

Sebagai sebuah kajian arkeologi Islam (arkeologi sejarah) yang menjadikan peninggalan-peninggalan arkeologis sebagai sumber utama, maka kajian ini antara lain diharapkan dapat: Pertama, memberikan kontribusi terhadap perkembangan kajian Sejarah dan Peradaban Islam baik pada tataran lokal, nasional, bahkan internasional, sehingga Lombok dapat ditempatkan pada meanstrem global dalam kajian kesejarahan. Kedua,

(47)

memberikan sumbangan bagi khazanah intelektual dan bagi pengembangan ilmu sejarah, khususnya sejarah lokal akan dapat menambah dan melengkapi kekurangan referensi (sumber-sumber sejarah lokal) baik pada sekolah- sekolah maupun perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat.

Ketiga, memberikan sumbangan bagi lembaga-lembaga peneliti baik pemerintah maupun swasta akan sangat berguna bagi pengembangan kajian selanjutnya.

Sumber kajian dari studi ini adalah sumber-sumber arkeologis, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan arkeologi. Sumber-sumber arkeologis di- guna kan untuk merekonstruksi pertumbuhan dan per- kembangan Islam di Lombok Selatan. Namun demikian apabila hanya membaca atau menganalisis tinggalan- tinggalan arkeologi, mungkin tidak akan banyak memberikan penjelasan yang berarti bagi kajian ini. Oleh karenanya karya-karya yang ditulis sezaman dengan masa yang dikaji dalam tulisan ini atau ditulis oleh mereka yang masanya lebih dekat dengan masa yang dikaji yang menjadi pembahasan dalam studi ini merupakan sumber yang sangat penting.

Di antara sumber-sumber yang termasuk dalam kategori sumber utama adalah historiografi lokal yang dalam masyarakat Sasak dikenal dengan nama babad atau manuskrip. Babad atau naskah-naskah tersebut ditulis sekitar abad ke-17, yang kemudian dilakukan penyalinan oleh generasi sesudah mereka, karena itu banyak babad- babad atau naskah yang merupakan salinan atau turunan.

Historiografi lokal atau manuskrip-manuskrip yang dimaksud antara lain, Babad Lombok. Babad ini diketahui selesai ditulis (oleh penyalin) pada tahun 1301 H atau 1883

(48)

M. dengan menggunakan huruf jejawen (huruf Sasak), bahasa Kawi, ditulis di atas daun lontar, tidak disebutkan penulisnya siapa. Kemudian ditransliterasikan pertama kali oleh Ida Putu Mergig, sampai bait 324, (Babad Lombok I) selesai pada tahun Caka 1894 /1972 M. dengan menggunakan huruf latin, bahasa Kawi. Pada tahun, 1979 M. secara keseluruhan telah ditransliterasikan oleh Lalu Wacana, dengan menggunakan bahasa Kawi, tulisan latin, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Sumber-sumber pendukung adalah karya-karya ilmiah yang membahas objek kajian yang sama, baik dari segi tema, maupun wilayah dan masanya. Antara lain karya Othman Mohd. Yatim, Batu Aceh: Early Islamic Gravestones In Peninsular Malaysia. Karya ini akan sangat membantu penulis dalam memahami batu nisan yang ada di situs Rembitan, khususnya dalam melacak pengaruh atau hubungan antara Rembitan dengan negeri muslim lainnya melalui tipe-tipe atau ragam hias yang ada pada batu nisan di situs Rembitan.

Beberapa karya lainnya adalah tulisan Uka Djandrasasmita, Arkeologi Islam di Indonesia dari Masa ke Masa, yang kaya dengan temuan-temuan arkeologi Islam di Indonesia. Tidak dapat diabaikan juga karya Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban: Melacak Jejak Arkeologi Islam di Nusantara, buku ini selain menampilkan kajian arkeologis, juga melakukan elaborasi lebih luas terhadap tinggalan-tinggalan arkeologi dengan analisis sosio-kultul masyarakat di Nusantara. karena itu dalam tulisan ini karya sarjana arkeologi Islam alumnus Ecole des Hautes Etude en Science Sociales (EHESS) Paris ini, akan menjadi

(49)

sangat penting untuk dijadikan rujukan, dan karya-karya lain yang ada kaitannya dengan tulisan ini.

Khususnya karya-karya yang secara langsung berhubungan dengan situs-situs di Rembitan dan Pujut akan turut membantu paling tidak tentang perubahan- perubahan karena adanya pemugaran yang pernah dilakukan oleh pihak pemerintah. Tentang hal ini ditemukan dalam buku Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan di Nusa Tenggara Barat, yang sengaja diterbitkan oleh Depdikbud NTB, namun demikian buku ini lebih sifatnya informatif ketimbang analisis arkeologis.

Memperhatikan berbagai sumber di atas, kalaupun beberapa sarjana atau lembaga yang telah melakukan kajian atau tulisan arkeologis di Lombok, akan tetapi belum ada kajian arkeologis yang mengarahkan kajiannya untuk mengungkap pertumbuhan dan perkembangan Islam di Lombok Selatan. Untuk itu tulisan ini diharapkan dapat mengisi ruang kosong yang belum terisi oleh kajian- kajian sebelumnya.

(50)

SItUS reMBItan:

JeJaK ISLaM DI LOMBOK SeLatan

a. Pengantar

Buku ini menguraikan tentang kajian arkeologi sejarah terhadap situs-situs Rembitan. Oleh karena itu pada bagian ini terdiri dari temuan situs-situs di Rembitan. Berbagai proses yang ada di dalamnya mengikuti petunjuk-petunjuk dalam pendekatan arkeologi sejarah. Sebagai kajian arkeologi sejarah maka survei terhadap situs-situs menjadi sebuah keharusan. Hasil survei tersebut akan diuraikan dalam keseluruhan bagian ini.

Temuan survei sepenuhnya berisi atau menguraikan kondisi lapangan apa adanya berdasarkan standar kajian arkeologi. Sebagai kajian arkeologis, maka analisis situs menjadi bagian yang paling urgen. Namun demikian kajian ini merupakan kajian arkeologi sejarah akan menganalisis tidak hanya ditujukan terhadap tinggalan- tinggalan arkeologis semata, akan tetapi selain berisi penafsiran-penafsiran data arkeologis juga berisi tentang penafsiran sejarah yang didukung oleh data-data sejarah berupa sumber-sumber historis, yang sudah melalui proses pendekatan sejarah. Bagian analisis akan diuraikan pada bab berikutnya.

Gambar

Gambar 3: Gerbang masjid bagian selatan pintu tertutup dengan engsel  pelocok
Gambar 16: Penggunaan tali pada setiap sambungan (ikatan) tidak  menggunakan paku
Gambar 5: Hiasan badan bagian bawah nisan makam no. 2 (samping utara).
Gambar 6: Hiasan badan bagian bawah nisan makam no. 2 (samping selatan).
+7

Referensi

Dokumen terkait