• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah

N/A
N/A
Nadia Iffatul Arifah

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

“PENGARUH ETILEN TERHADAP KEMATANGAN BUAH”

Dosen Pembimbing :

LUQMAN AGUNG WICAKSONO, S.TP., M.P.

NAMA : Nadia Iffatul Arifah

NPM : 21033010113

KELOMPOK : B3

TANGGAL PRAKTIKUM : 9 Maret 2022

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2021

(2)

DASAR TEORI :

Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses kelayuan (senescene) dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan inilah yang akan menjadi awal dari kegiatan hidrolisa substrat oleh campuran enzim-enzim yang ada didalamnya. Selama proses ini terjadi pemecahan klorofil, pati, pektin, dan tannin yang akan membentuk bahan-bahanseperti etilen, pigmen, flavor, energi, dan polipeptida. Pematangan dapat diartikan juga sebagai fase akhir dari proses penguraian substrat dan merupakan proses yang dibutuhkan bahan untuk mensintesa enzim-enzim yang spesifik yang diantaranya akan digunakan dalam proses senescene. Selama proses pematangan akan terjadi perubahan fisika dan kimia pada buah maupun sayur, dimulai dari adanya perubahan warna, perubahan rasa, perubahan aroma akibat terbentuknya senyawa-senyawa volatil, perubahan kekerasan, dan perubahan derajat keasaman atau pH. (Muchtadi, Sugiyono, &

Ayustaningwarno, 2015)

Senyawa etilen yang dihasilkan oleh buah sendiri atau yang diberikan dari luar sangat berpengaruh terhadap kecepatan pemasakan buah. Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen akan dipacu dengan adanya oksigen dan suhu. Oksigen semakin banyak dan suhu yang semakin tinggi akan memicu adanya respirasi dan juga produksi gas etilen.

Untuk mengendalikan pemasakan, gas etilen harus segera dikurangi di sekitar buah. (Muchtadi, Sugiyono, & Ayustaningwarno, 2015)

Produksi pisang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 6.279.290 ton atau sekitar 1,45%

dibandingkan tahun 2012. Sehingga pengendalian pasca panen komoditas pisang ini sangat dibutuhkan. Salah satu caranya adalah dengan pengendalian produksi etilen pada pisang.

(Wirasaputra, Mursalim, & Waris, 2017)

Permintaan yang banyak dan cepat menjadi pendorong agar dapat menghasilkan buah yang matang dengan lebih cepat setelah dipanen dari pohon. Pemakaian zat etilen telah digunakan untuk mengefisiensikan waktu pematangan pada berbagai komoditas buah. Aplikasi zat ini telah dilakukan seperti pada buah pisang. (Siahaan, Julianti, & Ridwansyah, 2012)

Buah pisang adalah buah yang dapat dengan mudah ditemui di Indonesia. Buah pisang termasuk golongan buah klimakterik yang mengalami peningkatan laju respirasi setelah buah dipanen sehingga buah mudah rusak. Buah pisang memiliki umur simpan pendek. Buah yang tergolong kedalam buah klimakterik akan terus mengalami respirasi dan hal tersebut akan berhubungan dengan peningkatan laju etilen. (Kuntarsih S., 2012)

(3)

TUJUAN :

Tujuan dari dilakukannya praktikum pengamatan Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah adalah untuk mengetahui seberapa berpengaruh etilen dan bahan bahan lain yang mampu menghasilkan etilen pada proses pematangan buah-buahan mentah.

TINJAUAN PUSTAKA : A. Pisang (Musa sp)

Pisang merupakan tanaman yang tidak bercabang dan digolongkan dalam terna monokotil.

Batangnya yang membentuk pohon merupakan batang semu, yang terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tersusun secara teratur, percabangan tanaman bertipe simpodial (batang pokok sukar ditentukan) dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu buah. Bagian buah bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang. (Kaleka, 2013)

Semua tanaman tingkat tinggi, termasuk pisang merupakan organisme multisel. Artinya tersusun atas banyak sel. Sel-sel yang struktur dan fungsinya sama membentuk jaringan. Jaringan yang berbeda-beda membentuk organ. Organ yang berbeda-beda membentuk tanaman. Tanaman utuh terdiri atas organ akar, batang, cabang atau ranting, daun, bunga, dan buah. Organ daun terdiri atas jaringan epidermis, palisade, dan bunga karang yang masing-masing tersusun atas sel-sel yang struktur dan fungsinya sama. (Yusnita, 2015). Secara taksonomi tanaman pisang diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Sub Divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Famili: Musaceae, Genus: Musa, Spesies: Musa Paradisiaca L. (Kaleka, 2013)

Pisang adalah tanaman asli Indonesia yang menempati posisi pertama dalam luas pertanaman dan produksi sebagai komoditas buah-buahan. Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi, kolestrol rendah serta vitamin B6 dan Vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang masak adalah kalium sebesar 373 miligram per 100 gram pisang, vitamin A 250-335 gram per 100 gram pisang dan klor sebesar 125 miligram per 100 gram pisang. Pisang juga merupakan sumber karbohidrat, vitamin A dan C, serta mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati dan daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20%). (Sutriana, 2018)

Pisang merupakan jenis buah yang relatif dikonsumsi oleh manusia, baik secara langsung ataupun diolah dalam keadaan mentah maupun matang. (Megawati, Lutfiyatul, &

Machsunah, 2016)

(4)

Buah pisang Barangan dapat dipanen pada umur 78 HSA dengan akumulasi satuan panas sebesar 1 200-1 250 0C hari dan umur simpan mencapai 13-14 HSP. Buah pisang Barangan dengan umur petik lebih tua lebih cepat mencapai kematangan pascapanen dibandingkan buah dengan umur petik muda. Perlakuan umur petik mempengaruhi bobot buah, susut bobot, kekerasan kulit buah, dan mutu kimia, namun tidak mempengaruhi kekerasan daging buah dan edible part.

(Widodo, Suketi, & Rahardjo, 2019) B. Etilen

Etilen pada tanaman berdampak buruk terhadap kualitas buah, karena mampu mempercepat daya simpan buah. Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap pada suhu kamar. (Sinha, Gowda, Kumar , & Mallikarjuna, 2014)

Etilen yang dihasilkan oleh tanaman memiliki peran ganda dalam mengontrol pertumbuhan sekaligus penuaan pada tanaman. (Nazar, Khan, Iqbal, Masood, & Khan, 2014) Gas etilen memiliki peran besar terhadap proses kematangan (maturation) dan pemasakan (ripening) pada buah klimaterik seperti buah apel, pisang dan mangga. Etilen dapat ditemukan pada organ-organ tumbuhan termasuk daun, batang, buah dan akar. (Arti & Manurung, 2018)

Pengaruh etilen pada komoditas dipengaruhi oleh sensitifitas komoditas terhadap etilen, konsentrasi etilen dan lama paparan etilen. (Fauzi, Kusumiyati, Mubarok, & Rufaidah, 2018) Ethephon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif dichloroethylphosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada jaringan tanaman. (Arif, et al., 2014).

Selama proses pematangan, akan terjadi peningkatan kadar vitamin C. Hal ini disebabkan karena peningkatan asam-asam pada buah, termasuk asam askorbat (vitamin C). Kadar asam askorbat pada buah akan meningkat bila diperam dari keadaan hijau menjadi kuning kecoklatan.

Inilah yang menyebabkan pengeraman pada buah mengalami pematangan. (Wirasaputra, Mursalim, & Waris, 2017). Perubahan warna hijau menjadi warna kuning disebabkan oleh struktur klorofil yang rusak oleh perubahan pH dalam cairan sel, proses oksidasi dan aktivitas enzim klorofilase dan pemanasan. (Widjanarko, 2012)

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu tertentu. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. (Muchtadi, Sugiyono, & Ayustaningwarno, 2015)

Etilen merupakan gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi kriteria sebagai

(5)

hormon tanaman, bersifat mudah bergerak dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Etilen disamping dapat memulai proses klimaterik juga dapat mempercepat terjadinya klimaterik. Pada buah-buahan non klimaterik penambahan etilen dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan terjadinya klimaterik pada buah-buahan tersebut. (Muchtadi, Sugiyono,

& Ayustaningwarno, 2015)

Selain berperan penting dalam proses pematangan buah etilen juga berpengaruh pada sistem tanaman lain pada sistem Pengurutan, menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat menguningnya daun, dan menyebabkan kelayuan. Pada sistem akar etilen dapat menyebabkan terpilinnya akar, menghambat kecepatan pertumbuhan, memperbanyak rambut akar, dan menyebabkan kelayuan. (Muchtadi, Sugiyono, & Ayustaningwarno, 2015)

Aktivitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang penyimpanan. Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat dirangsang oleh kerusakan mekanis dan infeksi, sehingga akan mempercepat pematangan. (Muchtadi, Sugiyono, &

Ayustaningwarno, 2015)

Karbit atau Kalsium Karbida adalah senyawa kimia dengan rumus CaC2. Karbit bila terkena air akan menghasilkan gas asetilen yang menghasilkan panas. Senyawa karbit akan menghasilkan bahan buang (residu) berupa kalsium hidroksida. Senyawa ini berpotensi sebagai bahan pozolan bila dicampur dengan silika (SiO2), sehingga dapat terbentuk bahan sementasi (cemented material) calsium silicate hydrate (CSH). (Rifai, Setiawan, & Djarwanti, 2018)

Penggunaan kalsium karbida (CaC2) akan sangat menguntungkan untuk melakukan proses pematangan. Kalsium karbida (CaC2) maka karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, yang dihasilkan oleh buah-buahan yang membuat proses pematangan di kulit buah. Maka secara alami karbohidrat dalam kandungan daging buah pisang akan mengalami perubahan, yang semula karbohidrat menjadi glukosa, yang membuat rasa manis dan melunaknya daging buah. (Abdullah, Diyono, Syaefullah, Suyanti, &

Setyadjit, 2014)

(6)

ALAT DAN BAHAN:

A. Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum “Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah”

adalah sebagai berikut:

NO BAHAN

1 Pisang matang 2 Pisang mentah

3 Kalsium Karbida (CaC2)

B. Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum “Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah”

adalah sebagai berikut:

NO ALAT

1 Penetrometer 2 Pisau

3 Toples 4 Kertas pH

(7)

ALAT DAN BAHAN : A. Alat

Alat yang dibutuhkan dalam praktikum Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah adalah sebagai berikut :

No Alat

1 Toples 2 Penetrometer 3 Penggaris 4 Timbangan 5 Jangka sorong

B. Bahan

Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum Pengaruh Etilen terhadap Kematangan Buah adalah sebagai berikut :

No Bahan

1 Pisang mentah 2 Pisang matang 3 Karbit

CARA KERJA :

Pisang dipotong menggunakan pisau

Derajat keasaman atau pH pisang diamati dengan menggunakan kertas pH

IV Pisang mentah

dimasukkan kedaalam toples

tertutup Bersama pisang

matang I

Pisang dimasukkan kedalam toples

dan dibiarkan tanpa tutup

II Pisang dimasukkan kedalam toples

kemudian ditutup

III Pisang dimasukkan kedalam toples

tertutup Bersama karbit

Hasil pengamatan dicatat

Dilakukan pengamatan terhadapa rasa, warna, aroma, kekerasan, dan pH pisang yang telah disimpan selama 5 hari

Sampel disimpan selama 5 hari

Kekerasan pisang diukur secara objektif menggunakan penetrometer Alat dan bahan untuk praktikum disiapkan

(8)

HASIL PENGAMATAN :

Tabel hasil pengamatan pengaruh gas etilen setelah 5 hari penyimpanan

Aroma rasa warna pH Penetrometer

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-0

Hari ke-5

Hari ke-0

Hari ke-5

Terbuka

Aroma getah pisang

pisang Pahit Manis Hijau Kuning 4 5 41 272

Tertutup

Aroma getah pisang

pisang Pahit Manis Hijau Kuning 4 5 40 269

Tertutup + karbit

Aroma getah pisang

Pisang Pahit Manis Hijau Kuning 4 5 38 294

Tertutup + pisang matang

Aroma getah pisang

pisang Pahit Manis Hijau Kuning 4 5 42 274

Keterangan :

- Hari ke-0 = Pisang mentah

- Beban Penetrometer sebesar 100 g

(9)

PEMBAHASAN :

Pada praktikum kali ini objek yang diamati adalah pisang dimana tingkat kematangan pisang akan dinilai, kematangan pisang ini tak lain disebabkan atau didorong oleh faktor adanya gas etilen. Pada praktikum ini diamati pengaruh etilen terhadap proses pematangan buah akan diamati. Pematangan merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah. (Roiyana, Izzati, & Prihastanti, 2012)

Langkah pertama yang menjadi prosedur pengamatan ialah pengamatan terhadap sifat fisik dan kimia pada buah pisang mentah. Dimana diamati warna, aroma, rasa, pH, dan tingkat kekerasan buah pisang. Dengan pengamatan awal ini didapatkan pada pisang mentah memiliki aroma getah, dengan rasa pahit, dan warna hijau terang, dalam kondisi mentah pisang juga memiliki tekstur yang keras yang dibuktikan dengan penetrometer, selain itu pisang mentah juga diukur derajat keasamannya dengan kertas pH dan didapatkan pH 4. Setelah diketahui karakterisitik fisikdan kimianya melalui pengamatan tahap awal maka selanjutnya dilakukan pengamatan tahap selanjutnya yakni pengamatan proses pematangan buah pisang dengan 4 percobaann.

4 Percobaan yang dilakukan untuk mengamati proses pematangan pisang antara lain:

pengamatan buah pisang mentah yang diletakkan pada toples terbuka, toples tertutup, toples tertutup dengan tambahan kalsium karbida (CaC2), dan percobaan keempat untuk mengamati proses pematanan buah pisang adalah dengan meletakkan pisang pada toples tertutup dengan tambahan buah pisang yang telah matang.

Pada Perlakuan 1: Pada pisang yang diletakkan pada toples terbuka atau tanpa tutup didapatkan bahwa buah pisang pada hari ke-0 menunjukkan karakteristik pisang mentah pada umumnya. Namun, setelah dilakukan pengamatan dengan perlakuan ini maka pada hari ke 5 didapatkan pisang matang yang berubah sifat fisiknya. Warna pisang yang semula hijau setelah 5 hari pengamatan warnanya telah berubah menjadi kuning yang merupakan ciri fisik pisang yang telah masak, rasa pada pisang juga berubah yang semula pahit menjadi manis khas pisang, aroma getah pisang yang semula mendominasi berubah menjadi wangi khas pisang yang telah matang, derajat keasaman pisang sebesar 5 dan kekerasan pada pisang yang semula berada pada anka 41 berubah menjadi 272 dengan bantuan penetrometer. Berdasarkan hasil perlakuan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa toples yang tidak ditutup akan mendapatkan sirkulasi udara yang lebih bebas sehingga sangat menguntungkan bagi pisang itu sendiri. Pisang akan dengan mudah menyesuaikan suhu pada ruangan dan kandungan air dalam buah pisang akan dengan mudah berdifusi. (Silaen, 2021). Selain itu penyimpanan pada suhu kamar dan udara yang lembab dapat mempercepat proses transpirassi dan respirasi. (Efendi & Lukman, 2018)

(10)

Pada Perlakuan 2: Pada pisang yang diletakkan pada toples tertutup didapatkan bahwa buah pisang pada hari ke-0 menunjukkan karakteristik pisang mentah pada umumnya. Namun, setelah dilakukan pengamatan dengan perlakuan ini maka pada hari ke 5 didapatkan pisang matang yang berubah sifat fisiknya. Warna pisang yang semula hijau setelah 5 hari pengamatan warnanya telah berubah menjadi kuning yang merupakan ciri fisik pisang yang telah masak, rasa pada pisang juga berubah yang semula pahit menjadi manis khas pisang, aroma getah pisang yang semula mendominasi berubah menjadi wangi khas pisang yang telah matang, derajat keasaman pisang sebesar 5 dan kekerasan pada pisang yang semula berada pada anka 40 berubah menjadi 269 dengan bantuan penetrometer. Jika diperhatikan tingkat kekerasan pada buah pisang menunjukkan peningkatan lebih rendah daripada perlakuan pertama. Toples yang digunakan memiliki sifat kedap air. Uap air dari proses respirasi terperangkap di dalam kemasan. Kematangan pisang yang terjadi disebabkan gas etilen yang dihasilkan buah pisang terperangkap di dalam toples. Pisang akan susah berdifusi dan laju respirasi dan transpirasinya cenderung lambat dan menyebabkan pematangan yang kurang sempurna. (Silaen, 2021)

Pada Perlakuan 3: Pada pisang yang diletakkan pada toples tertutup dan ditambahkan kalsium karbida atau karbit didapatkan bahwa buah pisang pada hari ke-0 menunjukkan karakteristik pisang mentah pada umumnya. Namun, setelah dilakukan pengamatan dengan perlakuan ini maka pada hari ke 5 didapatkan pisang matang yang berubah sifat fisiknya. Warna pisang yang semula hijau setelah 5 hari pengamatan warnanya telah berubah menjadi kuning yang merupakan ciri fisik pisang yang telah masak, rasa pada pisang juga berubah yang semula pahit menjadi manis khas pisang, aroma getah pisang yang semula mendominasi berubah menjadi wangi khas pisang yang telah matang, derajat keasaman pisang sebesar 5 dan kekerasan pada pisang yang semula berada pada anka 38 berubah menjadi 294 dengan bantuan penetrometer. Jika diperhatikan tingkat kekerasan pada buah pisang menunjukkan peningkatan yang jauh lebih tinggi daripada perlakuan pertama dan kedua. Hal ini merupakan sebuah penanda bahwa tingkat kematangan buah tinggi. Penggunaan kalsium karbida (CaC2) akan sangat menguntungkan untuk melakukan proses pematangan. Pada percobaan kedua pisang mengalami pematangan sebab uap air yang terperangkap pada toples, jika ditambahkan dengan karbit atau kalsium karbida (CaC2) maka karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, yang dihasilkan oleh buah-buahan yang membuat proses pematangan di kulit buah. Maka secara alami karbohidrat dalam kandungan daging buah pisang akan mengalami perubahan, yang semula karbohidrat menjadi glukosa, yang membuat rasa manis dan melunaknya daging buah. (Abdullah, Diyono, Syaefullah, Suyanti, & Setyadjit, 2014)

(11)

Pada Perlakuan 4: Pada pisang yang diletakkan pada toples tertutup dan ditambahkan pisang yang telah matang didapatkan bahwa buah pisang pada hari ke-0 menunjukkan karakteristik pisang mentah pada umumnya. Namun, setelah dilakukan pengamatan dengan perlakuan ini maka pada hari ke 5 didapatkan pisang matang yang berubah sifat fisiknya. Warna pisang yang semula hijau setelah 5 hari pengamatan warnanya telah berubah menjadi kuning yang merupakan ciri fisik pisang yang telah masak, rasa pada pisang juga berubah yang semula pahit menjadi manis khas pisang, aroma getah pisang yang semula mendominasi berubah menjadi wangi khas pisang yang telah matang, derajat keasaman pisang sebesar 5 dan kekerasan pada pisang yang semula berada pada anka 42 berubah menjadi 274. Pisang mentah pada perlakuan ini bisa mengalami pematangan sebab adanya ethepon. Ethephon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif dichloroethylphosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada jaringan tanaman. (Arif, et al., 2014) Toples yang tertutup dan berisi pisang yang sudah matang tidak seberapa menguntungkan pada buah pisang itu sendiri, karena sirkulasi udara yang terperangkap dengan kondisi toples yang tertutup dan berisi buah pisang yang sudah matang dan buah pisang akan mudah berdifusi karena penutupan toples yang didalamnya berisikan pisang yang sudah matang, sehingga laju transpirasi dan respirasinya berjalan agak terhambat karena uap yang tidak dibiarkan keluar ke udara yang bebas. Semakin tinggi nilai kekerasan dari pengukuran penetrometer, maka semakin lunak juga buah pisang itu, yang mengindikasikan bahwa buah pisang itu matang.

Selama proses pematangan, akan terjadi peningkatan kadar vitamin C. Hal ini disebabkan karena peningkatan asam-asam pada pisang termasuk asam askorbat (vitamin C). Kadar asam askorbat pisang akan meningkat bila diperam dari keadaan hijau menjadi kuning kecoklatan. Inilah yang menyebabkan pengeraman buah pisang dalam daun pisang dapat membuat pisang menjadi matang. (Wirasaputra, Mursalim, & Waris, 2017)

Hilangnya warna hijau pada pisang yang sudah matang, ini dikarenakan hilangnya klorofil dan sedikit pembentukan zat karotenoid secara murni. Enzim klorofilase yang bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil. Kegiatan hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian fitol dan inti porfirin. Klorofil, terutama dalam suasana asam dapat pula keheningan ion Mg+ yang ada pada pusat gugus porfirinnya dan berubah menjadi feofitin, barulah terjadi perubahan warna, tetapi bukan hilangnya warna tersebut.

(12)

KESIMPULAN :

1. Pisang merupakan buah klimaterik yang proses pematangan buahnya sangat dipengaruhi oleh laju respirasi dan produksi etilen.

2. Laju respirasi dipengaruhi oleh gas Oksigen (O2) semakin cepatt lajurespirasi maka semakin banyak etilen yang dihasilkan.

3. Kekerasan buah menjadi salah satu indikator kematangan buah, buah yang memiliki nilai kekerasan buah yang tinggi diindikasi telah matang.

4. Etilen dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada buah, termasuk percepatan proses pematangan buah

5. Kekerasan pada buah dipengaruhi oleh tekanan turgor yang menyebabkan turunnya jumlah protopectin yang tidak larut air dan naiknya jumlah pektin yang larut air.

(13)

DAFTAR ISI

Abdullah, A., Diyono, W., Syaefullah, E., Suyanti, & Setyadjit. (2014). Optimalisasi Cara Pemeraman Buah Cempedak (Artocarpus champeden). Informatika Pertanian, 23(1), 35- 46.

Arif, C., Daniels, C., Bayer, T., Banguera-Hinestroza, Barbrook, A., & Howe, C. (2014). Assesing Symbiodinium Diversity in Scleratinian via Next-generation Sequencing-based Genotyping of ITS2 rDNA region. Mol. Ecol, 4418-4433.

Arti, I. M., & Manurung, A. (2018). Pengaruh Etilen Apel dan Daun Mangga pada Pematangan Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca formatypica). Jurnal Pertanian Presisi, 2(2), 77-88.

Efendi, Z., & Lukman, H. (2018). Perubahan Sifat Fitosikomia Pisang Ambon Curup (Musa sapientum cv) Selama Penyimpanan Menggunakan Ca(OH0)2 Silika Gel Sebagai Bahan Penunda Kematangan. Jurnal Kultivasi, 90-92.

Fauzi, A., Kusumiyati, Mubarok, S., & Rufaidah. (2018). Review Catatan Pemanfaatan 1- Methylcyclopropene pada Krisan (Crysanthemum morifolium Ram). Jurnal Pertanian Terpadu, 6(1), 1-10.

Kaleka. (2013). Pisang-pisang Komersial. Solo: Arcita.

Kuntarsih S. (2012). Pedoman Penanganan Pascapanen. Jakarta: Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Kementrian Pertanian.

Lab. Kimia TP. 2021, 1 Maret. PRAKTIKUM PBP: ETILEN. [Video]. YouTube.

https://youtu.be/aQPXmE8pEII

Megawati, E., Lutfiyatul, & Machsunah. (2016). Ekstraksi Pektin dari Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Menggunakan Pelarut HCl sebagai Edible Film. Jurnal Bahan Terbarukan, 5(1), 1-8.

Muchtadi, T., Sugiyono, & Ayustaningwarno, F. (2015). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.

Bandung: Alfabeta.

Nazar, R., Khan, M., Iqbal, N., Masood, A., & Khan, N. (2014). Involvement of Ethylene in Reversal of Salt-inhibited Photosynthesis by Sulfur in Mustard. Physiology Plant, 331-344.

Rifai, M., Setiawan, B., & Djarwanti, N. (2018). Pengaruh Kolom Karbit terhadap Potensi Mengembang dan Konsistensi Tanah Ekspansif dengan Pengaliran dari Kolom ke Tanah.

e-Journal Matriks Teknik Sipil, 92-97.

Program Studi Teknologi Pangan. (n.d.). Petunjuk Praktikum Pengetahuan Bahan Pangan.

Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

(14)

Roiyana, M., Izzati, M., & Prihastanti, E. (2012). Potensi dan Efisiensi Senyawa Hidrokoloid Nabati sebagai Bahan Penunda Pematangan Buah. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 20(2), 40-50.

Siahaan, K., Julianti, & Ridwansyah. (2012). Aplikasi Perangsang Pematangan pada Buah Pisang Barangan (Musa paradisiacal L.) yang Dikemas dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi.

Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 1(1), 57-69.

Silaen, S. (2021). Pengaruh Transpirasi Tumbuhan dan Komponen Didalamnya. Agro Prima Tech, 5(1), 14-20.

Sinha, S., Gowda, P., Kumar , S., & Mallikarjuna, N. (2014). Shelf Life Evaluation in Selected Tomato (Solanum lycopersicum L.) F7 Recombinant Inbred Lines (RILs). Austin Journal of Biotechnology & Bioenginering, 1(3), 13-16.

Sutriana, S. (2018). Analisis Keragaman Morfologi dan Anatomi Pisang Tanduk (Musa paradisiaca) di Kabupaten Enrekang. Makassar: UIN Alauddin Makassar.

Widjanarko, S. (2012). Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen - Fisiologi Handling Buah, Sayur, Bunga, dan Herbal. Malang: UB Press.

Widodo, D. W., Suketi, K., & Rahardjo, R. (2019). Evaluasi Kematangan Pascapanen Pisang Barangan untuk Menentukan Waktu Panen Terbaik Berdasarkan Akumulasi Satuan Panas.

Buletin Agrohorti, 7(2), 162-171.

Wirasaputra, A., Mursalim, & Waris. (2017). Pengaruh Penggunaan Zat Etefon terhadap Sifat Fisik Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.). Jurnal Agritechno, 89-98.

Yusnita. (2015). Kultur Jaringan Tanaman Pisang. Lampung: AURA.

(15)

APPENDIX Perhitungan Penetrometer

𝑃 =( 𝑥 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 1 10 𝑚𝑚) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 (𝑔𝑟) × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑠)

I. Perlakuan 1 : Toples dibiarkan tanpa penutup a. Hari ke-0

P = 41 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0041 → 4,1. 10−3mm/grs b. Hari ke-5

P = 272 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0272 → 2,72. 10−2mm/grs II. Perlakuan 2: Toples tertutup

a. Hari ke-0 P =40 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,004 → 4. 10−3mm/grs b. Hari ke-5

P = 269 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0269 → 2,69. 10−2mm/grs

III. Perlakuan 3: toples tertutup + karbit a. Hari ke-0

P = 38 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0038 → 3,8. 10−3mm/grs b. Hari ke-5

P =

294 𝑥 1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0294 → 2,94. 10−2mm/grs

(16)

IV. Perlakuan 4 : Toples ditutup + 1 pisang masak a. Hari ke-0

P =

42 𝑥 1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0042 → 4,2. 10−3mm/grs b. Hari ke-5

P =274 𝑥

1 10𝑚𝑚 100𝑥 10

= 0,0274 → 2,74. 10−2mm/grs

(17)

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan parameter kematangan (etilen) perlu dikaji pada buah mangga setelah diiradiasi selama penyimpanan untuk melihat kajian secara fisiologis, identifikasi

Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai kekerasan buah, tetapi lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang

Penelitian ini akan membahas tentang pembuatan aplikasi pemindai tingkat kematangan tandan buah kelapa sawit menggunakan metode Oriented fast and Rotated Brief

Dari hal tersebut maka timbul pemikiran penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat kematangan (mengkal dan matang) buah pepaya terhadap selai

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh tingkat kematangan buah pada saat pengambilan setek terhadap keberhasilan produksi bibit asal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi kematangan buah kelapa sawit pada varietas Bah Lias Research Station (BLRS) terhadap rendemen

Perubahan parameter kematangan (etilen) perlu dikaji pada buah mangga setelah diiradiasi selama penyimpanan untuk melihat kajian secara fisiologis, identifikasi

Dari data tersebut dapat telihat pada masing-masing kontrol dan etilen tidak mengalami penyusutan pada hari ke-0 namun untuk hari ke 2 susut berat lebih banyak pada buah bit