PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, ROA DAN LEVERAGE TERHADAP TAX AVOIDANCE DENGAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI
PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2016-2021 Abda Millatul Amni 1*, Abdul Aziz Nugraha Pratama2
Universitas Islam Negeri Salatiga, Indoensia1,2 Corresponding Author: Abda Millatul Amni [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menanalisis pengaruh Financial Distress, ROA dan Leverage terhadap Tax Avoidance dengan Komite Audit sebagai pemoderasi pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2016-2021. Penelitian ini menggunakn penelitian kuantitatif dengan menggunkan analisis regresi linier berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan Purpusive Sampling dengan jumlah sampel 66.
Hasil T test menunjukan bahwa secara parsial Financial Distress tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance, ROA berpengaruh posiif dan signifikan terhadap Tax Avoidance, variabel Leverage tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance, Komite Audit dapat memoderasi pegaruh Financial Distress terhadap Tax Avoidance, Komite Audit tidak dapat memoderasi pengaruh ROA terhadap Tax Avoidance, Komite Audit dapat memoderasi pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance. Dari hasil Uji F sebesar 0.014097 yang berarti variabel independen pada penelitian ini berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen.
Kata Kunci: Financial distress, ROA, Leverge, Komite Audit, Tax Avoidance How to Cite : Abda Millatul Amni 1*, Abdul Aziz Nugraha Pratama2
DOI : https://doi.org/10.52266jesa.v6i1
Journal Homepage:https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/jesa/index This is an open access article under the CC BY SA license
: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/
PENDAHULUAN
engenaan pajak memiliki peran sangat penting terkait pembiayaan belanja negara. Menurut Pasal 21 dari UU RI No. 28 Tahun 2007, yaitu pajak sebagai sebuah keharusan. UU No. 16 terkait Tata Cara Perpajakan serta Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, menjelaskan bahwa pajak sebagai sumbangan bersifat harus diberikan terhadap negara, dengan sifat paksaan, dan diperuntukkan bagi kepentingan negara. Menurut Waluyo (2011), sebuah cara guna mewujudkan asas kemandirian sebuah bangsa terkait pembiayaan guna pembangunan yaitu mengoptimalkan pajak sebagai sumber dana negara. Namun, dalam praktiknya, tidak semua perusahaan merespon positif terhadap pelaksanaan pemungutan pajak. Pajak seringkali dianggap sebagai sebuah biaya yang bisa membuat pengurangan dari laba sebuah perusahaan.
P
Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa kinerja dari penerimaan hal pajak telah meningkat mulai awal tahun 2022. Pada Januari 2022 tercatat sebesar Rp. 109,1 triliun, meningkat sebesar 59,39% dibanding periode tahun 2020 yang hanya mencapai Rp. 68,45 triliun. Kemenkeu menyatakan bahwa peningkatan kinerja ini didukung oleh pemulihan ekonomi, seperti perbaikan sektor manufaktur, kenaikan harga komoditas, serta meningkatnya ekspor-impor. Sektor PPh Migas memberikan kontribusi tertinggi dengan realisasi Rp. 8,95 triliiun, membengkak 281,23% daripada yang lalu. Pertumbuhan tertinggi juga dicapai oleh PPh Nonmigas, yang membengkak 56,7% menjadi Rp. 61,14 triliun, kemudian diikuti oleh PPN serta PPnBM dengan kenaikan 45,86% yaitu Rp. 38,43 triliiun. Sementara itu, realisasi dari Pajak Bumi serta Bangunan (PBB) serta jenis pajak lainnya telah mengalami penyusutan sebesar Rp. 590 milliar ketika Januari 2022, menyusut sebesar 20,56% dari periode yang lalu pada tahun 2020. Sumber: Kementrian Keuangan (Kemenkeu), 2022.
Diantaranya salah satu yang merupakan tujuan perusahaan yaitu melakukan pemaksimalan kesejahteraan dari para investor atau pemegang saham melalui cara meminimalisir pembayaran pajak dan memaksimalkan laba. Dikarenakan semakin tingginya biaya pajak jika dikeluarkan oleh perusahaan, berakibat mengecilnya laba diperoleh perusahaan. Namun, sering terjadi konflik atas kepentingan yaitu diantara perusahaan serta pemerintah, yaitu baik melalui secara resmi (legal) maupun tidak resmi (ilegal). Sebuah praktek pengurangan nilai pajak yang legal disebut Tax Avoidance, selanjutnya praktik pengurangan dari pembayaran pajak yang ilegal disebut Tax Evasion (I Gede Hendy Darmawan, 2014). Pada dasarnya, Tax Avoidance dianggap resmi disebabkan tidaknya terjadi pelanggaran ketentuan dari perpajakan.
Tapi, usaha pengurangan pajak ini dilakukan dengan memanfaatkan celah dalam ketentuan perpajakan di suatu negara. Perusahaan dapat memanfaatkan kebijakan perpajakan yang memberikan insentif atau relaksasi pajak bagi kegiatan tertentu, seperti investasi atau riset dan pengembangan. Namun, perusahaan juga dapat memanfaatkan kebijakan perpajakan yang ambigu atau memiliki beberapa penafsiran sehingga memungkinkan perusahaan untuk menghindari pajak secara legal. Oleh karena itu, meskipun Tax Avoidance dianggap legal, namun jika dilakukan secara berlebihan atau tidak etis, dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan pihak-pihak bersangkutan.
Tax avoidance menjadikan isu cukup rumit namun unik, karena sementara praktik penghindaran dari pajak diizinkan, tetapi praktik ini tidak juga dinginkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai jenis aturan yang bertujuan untuk pencegahan terjadinya penghindaran dari pajak. Yaitu salah satu aturan yang telah diterapkan tersebut berkaitan dengan transfer pricing, yaitu penerapan sebuah prinsip kewajaran atas usaha saat bertransaksi antara bentuk dari wajib pajak beserta pihak lain yang memiliki hubungan lebih, telah diaturkan didalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011. Aturan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pengalihan laba ke luar negeri dengan cara menetapkan harga transaksi yang wajar, sehingga bisa meminimalisirkan potensi
penghindaran atas pajak. Dalam hal terkait ini, perusahaan harus memastikan nilai transaksi dari yang akan dilakukan dengan pihak yang memiliki bentuk hubungan lebih harus senilai terhadap nilai transaksi di mana nantinya dilakukan dengan pihak lain yang tidak adanya hubungan lebih, sehingga tidak terjadi penyalah gunaan terhadap peraturan perpajakan. Dengan demikian, aturan ini dapat membantu pemerintah dalam menjaga keadilan dan transparansi dalam pelaksanaan perpajakan, serta mendorong perusahaan untuk beroperasi dengan prinsip integritas dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Dalam (Arinta, 2018) Pada tahun 2007, Bank BNI Syariah memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 128,2 miliar pada akad murabahah, ditambah dengan PPN Murabahah sebesar Rp 128,8 miliar, serta dikenai sanksi administrasi sebesar Rp 20 miliar. Direktur BNI, Ahmad Baequni, mengungkapkan hal tersebut pada diskusi Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) yang diadakan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2010. Jumlah tunggakan pajak tersebut ternyata bukan hanya dialami oleh BNI Syariah, namun juga dialami oleh industri perbankan syariah secara keseluruhan. Berdasarkan perhitungan dari Direktorat Jenderal Pajak, tunggakan di perbankan syariah telah menyentuh nominal Rp 400 miliar. Dalam mengatasi masalah ini, DPR membangun panitia kerja yang bertugas untuk mengatasi masalah tunggakan terkait pajak pada perbankan syariah. Persoalan ini diumumkan oleh Wakill Ketua dari Komisi XI DPR, yaitu Melchias Marcus Mekeng, saat berada di gedung DPR, Senayan, Jakarta pada tanggal 23 Februari 2010.
Dalam rangka penelitian ini, digunakan beberapa faktor yang terdapat dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi tingkat tax avoidance, dan faktor pertama yang dipertimbangkan yaitu adalah financial distress. Bentuk financial distress sendiri sebagai kondisi yang mana sebuah perusahaan nantinya berada pada posisi kesulitan dalam hal keuangan, dimana saat kondisi tersebut, perusahaan nantinya berusaha agar untuk keluar dari kesulitan keuangan tersebut melalui tax avoidance guna meminimalkan beban dari pajak serta pengurangan bentuk beban dari pajak sebuah perusahaan. Telah dilakukan penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh financial distress terhadap tax avoidance, diantaranya adalah penelitian oleh Riantami &
Triyanto (2018) yang menyatakan bahwa financial distress berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance. Oleh karena itu, faktor financial distress menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam mengukur tingkat tax avoidance dalam suatu perusahaan. (Ari & Sudjawoto, 2021) dengan hasil financial distress tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Rafidah ilhami hartono, (2018) mengatakan financial distress memberi pengaruh negatif signifikan kepada tax avoidance.
Faktor kedua profitabilitas sebagai sebuah tingkat dari keuntungan atau laba dari perusahaan. Kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan akan tercermin dari tingkatan profitabilitas yang didapat. Apabila semakin tingginya tingkat dari profitabilitas sebuah perusahaan, tentu semakin besar pula keuntungan dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, profitabilitas tentunya menjadi sebagai
Kasmir (2016), profitabilitas berupa indikator penting atas kinerja sebuah perusahaan dan menjadikannya sebagai faktor guna memengaruhi tax avoidance di sebuah perusahaan. Maka dari itu, perusahaan wajib dalam memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terkait ROA seperti penggunaan aset yang efektif, manajemen risiko yang baik, dan strategi bisnis yang tepat untuk memastikan kinerja perusahaan yang optimal dan meningkatkan nilai ROA. Kenaikan pendapaatan tersebut akan berdampak pada kenaikan pajak yang harus di bayarkan. Beberapa peneliti sudah melaksanakan penelitian terkait pengaruh dari ROA terhadap tax avoidance dengan hasil berbeda. Diantaranya, (Kimsen et dkk, 2018) ROA berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance. Deanna puspita & Meiriska febrianti (2017) ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. (Susilowati dkk., 2020) dengan hasil profitabilitas yang tidak memberi pengaruh kepada tax avoidance.
Faktor ketiga yaitu Leverage. Menurut Kasmir (2014), Leverage sebagai sebuah faktor yang memberikan pengaruh lebih terhadap kinerja keuangan perusahaan. Rasio Leverage sendiri dapat digunakan guna mengukur terkait besaran hutang sebuah perusahaan apabila dibandingkan dengsn modal atau asetnya. Dalam hal ini, sebaiknya perusahaan mempunyai rumusan modal yang lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai hutang karena semakin tinggi nilai dari hutang dari sebuah perusahaan, maka berakibat meningkat risiko yang dihadapi. Rasio Leverage juga dapat dipakai sebagai gambaran hubungan terkait hutang perusahaan terhadap modal atau aset perusahaan, dan tingkat hutang sebuah perusahaan dapat diukur melalui perbandingan dari kewajiban sebuah perusahaan dengan aktiva yang ada dalam perusahaan.
Sejumlah penelitian sebelumnya juga meneliti pengaruh Leverage kepada tax avoidance dan menghasilkan kesimpulan berbeda. Henny (2019) mendapati Leverage memberi pengaruh positif signifikan kepada tax avoidance, selanjutnya Augustpaosa Nariman (2021) mendapati Leverage memberi pengaruh negatif signifikan kepada penghindaran pajak. Namun, Jamothon Gultom (2021) mendapati Leverage tidak memberikan sama sekali pengaruh signifikan kepada tax avoidance. Oleh karena itu, Leverage menjadi faktor penting sehingga perlu dipertimbangkan dalam analisis tax avoidance.
Untuk menghindari penghindaran pajak yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak negara, perusahaan harus mematuhi Peraturan OJK No. 55 (2015) pada pasal 2 menegaskan bahwa setiap perusahaan maupun emiten harus membentuk komite audit. Komite audit nantinya dapat mengurangi praktik penghindaran pajak. Dalam konteks ini, penulis akan menggunakan komite audit sebagai pengatur. Menurut definisi yang diberikan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 (2015), KA adalah sebuah tim hasil bentukan dari dewan komisaris dengan tanggung jawab untuk memberikan bantuan pelaksanaan tugas serta fungsi dari dewan komisaris, dan harus independen saat pelaksanaan tugasnya. Penggunaan komite audit sebagai pemoderas sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Diantaranya, Diksen pahala dkk, (2021) dengan hasil komite audit memoderasikan lalu memperkuat ROA kepada tax
avoidance. Jemima christy & Subagyo, (2019) komite audit tidak dapat memoderasi ROA serta tax avoidance.
Hasil dari penelitian yang tentu berbeda antara seorang peneliti satu dengan lainnya menjadikan motivasi bagi peneliti sebagaimana yang di harapkan penelitian ini bisa dipergunakan sebagai rujukan guna penelitian sebelumnya. Peneliti menambahkan komite audit sebagai pemoderasi sebagai upaya untuk lebih meningatkan hasil penelitian. Berbagai faktor dan kemungkinan tersebut nantinya dapat digunakan guna mengetahui tingkatan perusahaan dalam melaksanakan praktik tax avoidance.
TINJAUAN TEORITIS Agency Theory
Jensen & Meckling pada tahun 1976 memaparkan agency theory sebagai kontrak yang memberikan tugas pada seseorang sebagai tugas tertentu serta memiliki kemampuan mengenai pengambilan sebuah keputusan. Dalam hal ini, pihak pemerintah bertindak menjadi principal dalam memberikan kepercayaan pada perusahaan menjadi agen menghitung, membayar, serta melakukan pelaporan pajak dengan regulasi perundang-undangan pajak. Teori keagenan juga menunjukkan bahwa kontrak antara pemberi kerja dan agen dimana agen memberikan layanan untuk kepentingan pemberi kerja merupakan topik studi oleh (Anthony &
Govindarajan, 2005).
Midle Theory : Theory of Planned Behavior
Teori ini bisa digunakan untuk memberi keterangan atas cenderungnya perusahaan dalam tax avoidance yang direncanakan sebab teori ini menelaah perilaku serta karakteristik secara spesifik, seperti perilaku tidak mematuhi adanya berbagai aturan terkait perpajakan (Hidayat, 2010). Melalui teori dari Ajzen (1991) dan dijelaskan oleh Hidayat (2010), terjadinya individu yang berakibat tidak mematuhi aturan terkait perpajakan didorong dari niat (intention) sehingga menimbulkan perilaku untuk tidak patuh.
Pajak
Darmawan dan Sukhartha, (2014 ) mengatakan pajak salah satu ikut serta wajib pajak kepada sebuah negara yang terhutang dengan tidaknya mengharapkan sebuah timbal balik secara langsung baik berupa paksaan kemudian dalam pemungutan yang dilaksanakan dengan peraturan undang-undang. Dilihat dari sisi perusahaan pajak dianggap sebagai beban dimana akan menambah pengeluaran dan mengecilkan laba perusahaan.
Tax Avoidance
Hail ini merujuk pada tindakan yang dilakukan sebuah pihak perusahaan dalam pengurangan beban pajak yang harus dibayarkan (Mardiasmo, 2011). Untuk mengukur tax avoidance, penelitian ini memakai Cash Effective Tax Rate (CETR) (Michelle & Heitzman, 2010):
Cash Tax Paid CETR =
Pre – tax income
Financial Distress
Kebangkrutan Altman z-score digunakan sebagai variabel independent pada penelitian ini. Model Altman z-score dirumuskan dalam ltman (1982) seperti di bawah:
Z = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (x4) ROA
ROA mencerminkan kekuatan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak. Menurut Kasmir (2016), ROA dapat digunakan dalam melakukan pengkuran laba yang bersih setelah dipotong pajak.
Profitabilitas memilih pengukurannya dengan pengukuran menurut Sutrisno (2013), yaitu :
Laba bersih setelah pajak
ROA = x 100%
Total asset
Leverage
Terdapat beberapa bentuk rasio dari leverage yang bisa dipergunakan, tetapi melalui penelitian ini kami menggunakan rasio debt-to-asset ratio. Dengan demikian, rasio di sini mengindikasikan besaran sebuah perusahaan menggunakan hutang untuk membiayai asetnya atau seberapa besar pengaruh hutang terhadap pengelolaan aset perusahaan (Kasmir, 2010).
Total Liabilities Debt Ratio =
Total Asset
Komite Audit
Menurut Indriantoro (1999), variabel moderasi sebagai bentuk yang mampu memberi pengaruhi secara positif serta negatif langsung antara variabel independent dan dependent yang dianggap variabel moderasi (Diantari dan Ulupui, 2016). Komite audit dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah KA diluar Komisaris Independen KA =
Jumlah Seluruh KA
Pengaruh Financial Distress Terhadap Tax Avoidance
Guna mengetahui terkait apakah perusahaan berada pada posisi kondisi financial distress atau tidaknya, maka perlu dilakukan analisis terhadap bagaimana kondisi serta tingkat dari kesehatan keuangan sebuah perusahaan, kekuatan perusahaan dalam menjalankan kewajiban dalam jangka pendek, struktur modal, serta perkiraan risiko keuangan yang nantinya dihadapi. Dengan melakukan analisis ini, maka kebangkrutan dapat dihindari (Haryeti,2010).
Putri & Chairiri (2017) menyatakan bahwa manajemen akan mencoba mengembalikan keseimbangan perusahaan dengan melakukan tax avoidance saat perusahaan mengalami financial distress, asalkan marginal profit sejalan dengan marginal cost. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Ningsih & Noviari, 2022) &
Naniek Noviari., 2021; (Yuliana et al., 2021); Meilia Adnan., 2017; Alfianti., 2017;) yang membuktikan bahwa financial distress signifikan secara poditif mempengaruhi tax avoidance. Melalui hasil pemaparan diatas, selanjutnya hipotess yang di bangun yaitu:
H1 = Financial Distress berpengaruh positif signifikan terhadap Tax Avoidance Pengaruh ROA terhadap Tax Avoidance
ROA termasuk sebagai rasio yang digunakan dalam menghitung kemampuan profit. ROA yaitu salah satu rasio atau dasar perhitungan pengembalian dengan membagi penjualan dengan aktiva.
Semakin tinggi tingkat pengembalian aset (ROA), semakin besar kinerja yang optimal dari perusahaan dari tahun ke tahun. Sebagai hasilnya, sebuah perusahaan dengan besaran profitabilitas tinggi akan lebih memiliki sebuah tarif pajak yang efektif (ETR) rendah, kemudian cenderung melakukan penghindaran dalam pajak secara lebih tinggi. Selanjutnya memiliki satu jalan dalam hasil dari penelitian yang sudah dilakukan oleh (Kimsen et al., 2018); (Yulianty et al., 2021); (Santoso et al., 2021);
(Augustpaosa Nariman, 2021); (Setiawan, 2016) yang membuktikan bahwa dari ROA secara positif signifiikan berpengaruh pada tax avoidance. Melalui hasil pemaparan di atas, hipotesis yang di bangun yaitu:
H2 = Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance.
Pengaruh Leverage Terhadap Tax Avoidance
Dari Sartono (Dalam Kurniasih dan Sari, 2013: 59), jika perusahaan memiliki tingkat utang yang tinggi, berarti perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar beban bunga setiap tahunnya. Ini disebabkan oleh fakta bahwa semakin tinggi pendapatan perusahaan, semakin tinggi pula tingkat pajak yang harus dibayarkan.
Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Afifah et al., 2017); (Henny, 2019); (Ni Wayan Desi & Putu Ery, 2020) yang memberikan bukti bahwa utang memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan temuan tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 = Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance.
Pengaruh Financial Distress Terhadap Tax Avoidance yang dimoderasi dengan Komite Audit
Putri & Chairiri (2017) memaparkan bahwa pada kondisi financial distress, manajemen cenderung melakukan tax avoidance untuk mengembalikan keseimbangan
perusahaan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara marginal profit dan marginal cost.
Diantari dan Ulupi (2016), Dewi dan Jati (2014), serta Maharani (2014) mendapati bahwa hubungan antara komite audit dengan adanya penghindaran pajak memiliki akibat negatif yang signifikan. Semakin banyaknya anggota dari komite audit, akan semakin terdapat sedikit praktik terkait penghindaran pajak, karena tugas mereka meliputi memastikan laporan keuangan akurat dan transparan, mengawasi sistem pengendalian internal perusahaan, melakukan audit dan tindak lanjut hasil temuan audit. Oleh karena itu, hipotesis akan dirumuskan yaitu:
H4: Komite Audit mampu memoderasi Financial Distress terhadap Tax Avoidance Pengaruh ROA Terhadap Tax Avoidance yang dimoderasi dengan Komite Audit
Penelitian dari Diantari dan Ulupui (2016), Dewi dan Jati (2014), serta Maharani (2014) disebutkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara komite audit dan praktik penghindaran pajak. Hal ini karena tugas komite audit adalah memvalidasi laporan terkait keuangan perusahaan berjalan dengan baik. Penelitian lain yaitu dari Pahala et al. (2021) menunjukkan ROA mempengaruhi praktik penghindaran pajak dan dapat dimoderasi oleh komite audit. Dengan adanya komite audit sebagai full moderator, akibatnya pengaruh ROA dengan terjadinya praktik penghindaran pajak menjadi diperkuat. Melalui pemaparan ini, hipotesis akan diajukan yaitu:
H5: Komite Audit mampu memoderasi ROA terhadap Tax Avoidance.
Pengaruh Leverage Terhadap Tax Avoidance yang dimoderasi dengan Komite Audit Menurut (Agusina, 2020) terdapat hubungan positif yang signifikan antara leverage dan tax avoidance serta komite audit juga berrpengaruh positif signifikan yaitu terhadap tax avoidance. Diantari dan Ulupui (2016) menemukan adanya hubungan berbentuk negatif yang signifikans diantara komite audit dengan tax avoidance. Selanjutnya jika semakin banyaknya dari anggota pada komite audit berakibat semakin rendahnya praktik penghindaran pajak, sebab tugas mereka adalah memastikan laporan keuangan tercatat dengan wajar. Dengan demikian, hipotesis yang dihasilkan dari penjelasan tersebut yaitu:
H6: Komite Audit mampu memoderasi Leverage terhadap Tax Avoidance METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian jenis kuantitatif. Dimana penelitian kuantitatif melakukan studi pengetahuaan berdasarkan data berupa angka- angka sebagai bentuk alat untuk dilakukannya analisis guna menentukan informasi yang akan ditentukan (Kasiram, 2008).
Penelitian ini tidak berdasarkan tempat untuk di teliti, melainkan data sekunder yang didapat melalui situs resmi OJK pada bagian SPS dan dilakukan penelitian mulai Januari 2023 sampai April 2023.
Penelitian ini menggunakan 11 Bank Umum Syariah Indonesia tahun 2016 hingga tahun 2021 melalui OJK dengan golongan teknik pengambilan sampel nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling.
Bank Umum Syariah yang dijadikan sampel dalam penelitin ini adalah sebagai berikut:
Populasi Penelitian
No. Bank Umum Syariah
1 PT. Bank Muamalat Indonesia 2 PT. Bank Victoria Syariah 3 PT. Bank BRI Syariah
4 PT. Bank Jabar Banten Syariah 5 PT. Bank BNI Syariah
6 PT. Bank Syariah Mandiri 7 PT. Bank Mega Syariah 8 PT. Bank Panin Dubai Syariah 9 PT. Bank Syariah Bukopin 10 PT. Bank BCA Syariah
11 PT. Bank Tabungan Pensiun Nasional Syariah
Sumber : Data publikasi OJK 2022
Data dikumpulkan melalui pengumpulan yang tidak dilakukan secara langsung, yaitu mengumpulkan serta mencatat data dari laporan SPS sebagai sampel penelitian dari waktu tahun 2016 hingga 2021. Laporan terkait dapat di unduh dari situs resmi OJK digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini.
Teknik Analisis Uji Deskriptif
Memberikan dasar tentang data melalui nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, jumlah total, rentang, kurtosis, dan skewness (Hozal, 2018).
Uji Stasioneritas
Dua syarat data dapat dikatakan stasioner, pertama kovarian antara dua data deret waktu yang di pengaruhi oleh interval waktu diantara keduanya, dan rata-rata beserta variannya konstan dari waktu ke waktu. Kedua, nilai probabilitas < 0,05 data dikatakan stasioner. Unit root test ialah salah satu cara yang digunakan dengan metode Augmented Dicky Fuller. Biasanya menggunakan data yang runtut waktunya sering mengalami tidak stasioner pada tingkat level series. Tingkat diferensiasi satu atau dua kali perlu dilakukan untuk menghasilkan data yang stasioner (Winarno,2017).
Uji Regresi Linier Berganda
Model Regresi adalah penyederhanaan hubungan antara variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya (Bawono & Shinta, 2018). Sebelumnya, model regresi dijelaskan dan disesuaikan menggunakan metode yang tersedia berikut:
Metode Estimasi Pemilihan
Melakukan spesifikasi kecocokan pada model regresi terlebih dahulu sebelum menyelesaikan uji regresi dengan salah satu model di bawah ini:
1) Regresi Common Effect model
Jika terdapat data gabungan antara intercep dan koefisien slop, regresi ini mengasumsikan bahwa kondisi asli yang ditampilkan, dan kesimpulan analisis regresi dinilai valid (Winarno,2015). Nilai Breusch-Pagan dapat digunakan sebagai keputusan dalam Lagrenge Multipier Test dalam regresi CEM. Jika Breusch-Pagan lebih dari 0,05 (5%), penggunaan terbaik dari hasil yang terpilih adalah common effect.
2) Regresi Fixed Effect model
Regresi dari fixed effect dapat dipergunakan pada pengujian chow-t menggunakan likehood ratio, yaitu nilai dari Prob. Cross Sectio Chi-Squere dijadikan sebagai penentu keputusan. Apabila Chi-Squere memiliki nilai < 0,05 maka common effect yang terpilih menjadi model regresi namun apabila > 0,05 maka model yang terpilih adalah fixed effect. Untuk berbagai periode waktu, effek tetap menunjukan bahwa suatu objek memiliki koefisien regresi yang konstan dan konstan (Winarno, 2015).
3) Regresi dengan Random Effect model
Hasil dilakukan guna memecahkan kekurangan pada model fixed effect, apabila memakai variabel bersifat semu. Pendekatan ini memanfaatkan korelasi objek serta waktu (Winarno, 2015). Pengujian ini dapst digunakan untuk melakukan uji Hausman- test. Nilai dari Prob. Cross-sectio Random dijadikan sebagai penentu keputusan. Jika nilai dari Prob. Cross-sectio Random di atas angka 0,05 selanjutnya pemilihan modelnya yaitu random effect.
Pemilihan Model Estimasi
Menurut Winarno (2017), dalam pemilihan model guna pengolahan data panel ada tiga metode antara lain:
1) Uji Chow
Sebagai perbandingan common effect dan fixed effect. Fixed effect adalah model yang baik digunkan jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05. Namun jika nilai probabilitas lebih dari 0,05, common effect adalah model yang cocok digunakan (Bawono dan Shinta, 2018).
2) Uji Hausman
Uji Hausman adalah perbandingan random effect dan fixed effect. Model yang cocok adalah fixed effect jika hasil uji Hausman menunjukan ilai probabilitas kurang dari 0,05.
Akan tetapi, jika nilai probabilitas menunjukan > 0,05 maka random effect adalah model yang cocok digunkan (Bawono & Shinta,2018).
3) Uji Langrange Multiplier
Pengujian dilakukan guna menilai kinerja memperkirakan data panel antara random effect dan common effect. Uji ini terjadi karena terdapat perbedaan hasil antara uji chow dan hausman. Common effect yang tepat diterapkan jika probabilitas Breush-Pagan lebih besar dari0,05. Akan tetapi apabila probabilitas dari Breusch-Pagan kurang atau di bawah 0,05, selanjutnya pemilihan modelnya yaitu random effect (Winarno,2017).
Uji Moderating Regression Analysis
Mendeskripsikan pengaruh variabel moderasi Komite Audit (Z) Terhadap hubungan Financial Distress (X1), ROA (X2), Leverage (X3) dan Tax Avoidance (Y).
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Menampilkan data dari sampel yang berdistribusi normal maupun populasi yang berdistribusi noemal. Uji jarque-bera digunakan untuk menentukan normalitas dalam penelitian ini. Jika nilai prob >0,05, data dikatan berdistribusi normal. (Bawono dan Shinta, 2018)
Uji Multikolinearitas
Menurut Bawono & Shinta, 2018 Multikolinieritas terjadi ketika ditemukan sebagian maupun seluruh variabel yang bebas dalam pemodelan regressi berganda sempurna serta pasti memiliki hubungan linier.
Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi timbul ketika pengamatan jika dilakukan secara berurutan melalui waktu terhubung satu sama lain (Ghozali, 2018). Jika nilai de > du dan (4-dw) >
du, pengambilan keputusan tidak mengakibatkan autokorelasi: (4-dw)>du>dw.
Uji Heteroskedastisitas
Digunakan sebagai bahan analisis data residual dan variabel lain dalam suatu regresi memiliki variansi berbeda. Sebuah model regresi yang tidak terjadi secara heterogen disebut sebagai regresi yang layak (Ghozali, 2018). Uji White digunaan untuk menentukan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas tidak terjadi pada jika prob. Obs*R-Squared > nilai signifikansi (=5%).
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Bawono & Shinta 2018, mengakatan Uji R2 dipergunakan sebagai alat ukur kapasitas model ketika memberi penjelasan variabel terikat. R2 memiliki nilai koefisien berkisar di antara 0 sampai 1. Apabila koefisien R2 mendekati maupun sama dengan 0, variabel bebas tidak dapat memberikan informasi secara baik. Dengan kata lain, jika nilai koefisien R2 mendekati atau sama dengan 1, maka variabel bebas mampu memberikan informasi secara baik.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji kebermaknaan simultan digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara serentak, dengan asumsi bahwa semua variabel
lainnya tetap tidak berubah. Jika nilai probabilitas F-statistik berada di bawah 0,05 (5%), maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dianggap signifikan.
Uji Validitas Pengaruh pada Variabel Independen (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji efek parsial variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengendalikan nilai konstan variabel independen lainnya.
Efek parsial variabel bebas terhadap variabel terikat dianggap signifikan jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 begitupun sebaliknya.
Penelitian ini menggunakan sebuah perangkat berupa program Economic Views (Eviews) versi 10 untuk menganalisis statistik dan ekonometri guna membantu dalam membuat keputusan dan kesimpulan. Menurut junaidi (2010), Eviews adalah program pengolah data yang dapat digunakan untuk bisnis, riset internal, dan riset.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Statistik Deskriptif
FD ROA LEV TA KA
Mean 4.922788 0.020258 0.301894 0.335818 4.257576 Median 5.130000 0.008500 0.188500 0.251500 4.000000 Maximum 8.470000 0.182000 0.905000 3.747000 10.00000 Minimum 0.339000 -0.108000 0.042000 -0.338000 2.000000 Std. Dev. 1.663023 0.049610 0.249989 0.483749 1.552275 Skewness -0.846813 1.289789 1.420846 5.426637 2.299689 Kurtosis 4.150335 6.044013 3.415969 38.90222 9.187465 Jarque-Bera 11.52701 43.78065 22.68267 3868.599 163.4572 Probability 0.003140 0.000000 0.000012 0.000000 0.000000
Sum 324.9040 1.337000 19.92500 22.16400 281.0000 Sum Sq. Dev. 179.7669 0.159973 4.062130 15.21083 156.6212
Observations 66 66 66 66 66
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2023
Melalui data tabel di atas telah menunjukan data guna penelitian ini yang sejumlah 66 data serta dengan penjelasaan sebagai berikut :
1. Variabel Y Tax Avoidance (TA)
Berdasarkan tabel dapat di ketahui tahun 2016-2021, Tax Avoidance reratanya sebesar 0,335818. Nilai maximum Tax Avoidance tertinggi pada tahun 2020 yaitu 3,747000 dari BNI Syariah. Serta nilai terendah yang mana oleh Bank Victoria Syariah sebesar -0.33800 ketika 2016.
2. Variabel Financial distress (FD)
Variabel bebas pada tahun 2016-2021 mempunyai nilai rata-rata sebesar 4,922788.
Nilai Financial Distress tertinggi terdapat pada tahun 2019 sebesar 8,470000 dari Bank
BPD Syariah dengan minimum sebesar 0,339000 ketika 2021 pada Bank Victoria Syariah.
3. Variabel Kinerja Keuangan (ROA)
Tabel di atas menunjukan bahwa tahun 2016-2021 variabel X (ROA) dengan rerata 0.020258. Nilai ROA paling tinggi pada tahun 2019 yaitu 0,182000 dimana nilai tersebut dimiliki BNI Syariah. Selanjutnya nilai terendah dari Bank BTPN Syariah sebesar -0,108000 ketika 2021.
4. Variabel Leverage (LEV)
Rerata Leverage yaitu 0,301894 dari tahun 2016-2021. Nilai maximum berdasarkan tabel tersebut sebesar 0,905000 dari Bank BNI Syariaah tahun 2019 sedangkan nilai minimum berdasarkan tabel tersebut yaitu 0,042000 dari Bank Victoria Syariah ketika 2021.
5. Variabel Komite Audit (KA)
Nilai rata-rata variabel bebas KA berdasarkan tabel tersebut sebesar 4,257576.
Nilai maximum dari tabel tersebut senilai 10,00000 dari Bank Mandiri Syariah ketika 2021. Sedangkan nilai minimum nya sebesar 2,000000 yang dimiliki Bank Muamalat Indonesia ketika 2018.
Uji stasioneritas
Berikut Hasi uji stasioneritas atas laporan keuangan tahunan Bank Syariah Indonesia tahunan Bank Syariah Indonesia tahun 2016-2021.
Uji Stasioneritas pada tingkat Level 2nd Different
No. Variabel Prob* Keterangan Tingkat
1 FD(X1,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
2 ROA(X2,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
3 LEV(X3,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
4 TA(Y,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
5 KA(Z,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
6 FD_KA(X1_Z,2) 0.0000 Stasioner 2nd different
7 ROA_KA(X2_Z,2) 0.0000 Stasioner 2nd different 8 LEV_KA(X3_Z,2) 0.0000 stasioner 2nd different
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2023
Berdasarkan nilai tabel, ditemukan bahwa data terlampir yang telah didapatkan melalui laporan keuangan dari pihak Bank Umum Syariah pada periode tahun 2014 sampai 2019 telah terbukti stasioner dengan tingkat 2nd different melalui uji stasioneritas. Untuk dikategorikan sebagai data stasioner, suatu data harus memenuhi sebuah asumsi terkait rerata serta variasinya tetap konstan, serta bentuk kovarian terkait 2 jenis data yang berurutan dalam waktu bergantung terhadap perbedaan waktu di antara kedua periode dan menunjukkan nilai yang di bawah 0,05.
Uji Model Regresi
Memilih Common Effect atau Fixed Effect Uji Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 0.191976 (10,26) 0.9953
Cross-section Chi-square 3.134477 10 0.9781
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.052505 0.144942 -0.362248 0.7193 D(FD,2) -0.031541 0.338309 -0.093231 0.9262 D(ROA,2) -13.49761 11.09438 -1.216617 0.2317 D(LEV,2) -2.445877 0.759415 -3.220738 0.0027 D(KA,2) -0.062113 0.494687 -0.125559 0.9008 D(FD_KA,2) -0.002995 0.085540 -0.035013 0.9723 D(ROA_KA,2) 2.138663 2.711399 0.788768 0.4354 D(LEV_KA,2) 0.470115 0.198276 2.371015 0.0232
Sumber: Data yang di olah, 2023
Melalui hasil pengujian Chow menunjukan hasil Cross-section Chi-square yaitu pada nilai 0,191976 > yang selanjutnya model yang digunakan yaitu Common Effect Model.
Memilih Common Effect Model atau Random Effect Uji Lagrange Multiplier
Breusch-Pagan 3.863720 0.000183 3.863903 (0.0493) (0.9892) (0.0493)
Honda -1.965635 0.013541 -1.380339
(0.9753) (0.4946) (0.9163) King-Wu -1.965635 0.013541 -0.932384
(0.9753) (0.4946) (0.8244)
GHM -- -- 0.000183
-- -- (0.7446)
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2023
Berdasarkan hasil Uji LM, model terbaik yaitu Random Effect Model (REM).
Karena nilai Breusch-Pagan <0,05. Sehingga penentuan dalam model yang nantinya peneliti gunakan yaitu Random Effect Model (REM).
Uji Statistik Uji T (T test)
Dari hasil pengujian dengan T statistik yang dilakukan pada variabel-variabel independen, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance, yakni Leverage dan Leverage yang dimoderasi oleh Komite Audit.
Selanjutnya penjelasan terkait hasil keluaran uji regresi linier berganda di bawah:
a) Financial Distress terhadap Tax Avoidance
Nilai coefficient dari Financial Distress didapat nilai -0.374888 serta prob dengan nilai 0.2413 > 0,05. Berakibat Financial Distress tidak memberi pengaruh kepada Tax Avoidance.
b) ROA terhadap Tax Avoidance
Nilai Coefficient dari ROA didapat nilai 99.62577 serta prob dengan nilai 0.0110 >
0,05. Berakibat ROA memberi pengaruh positif serta signifikan kepada Tax Avoidance.
c) Leverage terhadap Tax Avoidance
Nilai coefficient dari Leverage didapat nilai 7.865373 serta prob dengan nilai 0.1466
> 0,05. Berakibat variabel Leverage tidak memberi pengaruh negatif serta signifikan kepada Tax Avoidance.
d) Financial Distress terhadap Tax Avoidance yang di moderasi oleh Komite Audit
Nilai Coefficient variabel Financial Distress yang di moderasi oleh Komite Audit memperoleh angka 0.154999 serta prob dengan angka 0.0419 > 0,05. Berakibat dari Financial Distress yang dimoderasikan bersama Komite Audit memberi pengaruh secara signifikan kepada Tax Avoidance. Yang artinya Komite Audit dapat melakukan moderasi pengaruh dari Financial Distress kepada Tax Avoidance.
e) ROA terhadap Tax Avoidance yang di moderasi oleh Komite Audit
Nilai Coefficient variabel ROA yang dimoderasi oleh Komite Audit sebesar - 21.00231 serta nilai dari prob yaitu 0.0220 > 0,05. Berakibat variabel ROA yang dimoderasikan bersama Komite Audit tidak memberi pengaruh kepada Tax Avoidance.
Yang berarti variabel Komite Audit tidak dapat melakukan moderasi pengaruh dari ROA kepada Tax Avoidance.
f) Leverage terhadap Tax Avoidance yang di moderasi oleh Komite Audit
Nilai Coefficient pada variabel Leverage yang nantinya dimoderasikan oleh Komite Audit senilai -2.340002 serta prob senilai 0.1120 <0.05. Sehingga variabel Leverage yang di moderasi oleh Tax Avoidance berpengaruh positif signifikan kepada Tax Avoidance.
Yang berarti variabel Komite Audit dapat melakukan moderasi pengaruh dari Leverage terhadap Tax Avoidance.
Uji F
Dalam hasil analisa regresi model REM, Prob (F-Statistic) sebesar 0,014097, disimpulkan bahwa variabel independen yang diteliti pada penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Adjusted R-Square guna model dari regresi terkait variabel jenis independen
bentuk variabel jenis independen yang digunakan pada penelitian ini dapat memperjelas senilai 23,0135% dari variasi variabel dependen yaitu Tax Avoidance.
Namun demikian, terdapat 76,9865% variasi Tax Avoidance yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat Tax Avoidance dalam perusahaan yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Seperti penelitian (Azzam, 2019) yang menggunakan varibel ukurn perusahaan sebagai variabel x. (Fitriya, 2020) menggunakan Karakter eksekutif sebagai variabel x.
Uji Asumsi Klasik a. Normalitas
Ada beberapa cara guna mengecek normalitas dari data, salah satunya adalah penggunaan histogram dan memeriksa nilai angka probabilitas (prob) yang harus lebih besar dari 0,05.
Gambar 4. 1 Hasil Uji Normalitas
0 2 4 6 8 10 12
-4 -3 -2 -1 0 1 2
Series: Standardized Residuals Sample 2016 2021 Observations 66
Mean -3.77e-16 Median -0.386060 Maximum 2.393534 Minimum -4.571469 Std. Dev. 1.406059 Skewness -0.110045 Kurtosis 3.026948
Jarque-Bera 0.135207 Probability 0.934631
Sumber: Data sekunder yang di olah, 2023
Melalui data di atas, angka Probabilitas terdapat pada nilai 0,934631 > 0,05 dan nilai Jarque-Bera 0,135207 sehingga data bisa dikatakan normal.
b. Multikolinearitas
Untuk mengidentifikasi multikolinearitas, akan dilakukan dengan melihat korelasi antara variabel atau menggunakan auxiliary regression. Berikut adalah tabel yang memuat rangkuman dari auxiliary regression:
Tabel 4. 1 Hasil Uji Multikolinearitas
No Variabel R2 R utama Keterangan
1 D(FD,2) 0.300179 0,983369 R2 < R utama
2 D(ROA,2) 0.979731 0,983369 R2 < R utama 3 D(LEV,2) 0.795182 0,983369 R2 < R utama
4 D(KA,2) 0.613699 0,983369 R2 < R utama
5 D (FD_KA) 0.990465 0,983369 R2 < R utama 6 D (ROA_KA) 0.979840 0,983369 R2 < R utama 7 D (LEV_KA) 0.827577 0,983369 R2 < R utama
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2023 c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini penting untuk dilakukan karena ketidaksamaan varian dapat mengganggu validitas hasil analisis dan interpretasi model regresi.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (Glejser)
F-statistic 0.571071 Prob. F(7,58) 0.7764 Obs*R-squared 4.255570 Prob. Chi-Square(7) 0.7499 Scaled explained SS 2.455993 Prob. Chi-Square(7) 0.9304 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 12.77398 10.39929 1.228351 0.2243
X1_FD -1.845621 1.843311 -1.001253 0.3209 X2_ROA 71.80439 74.88808 0.958823 0.3416 X3_LEV -5.550917 11.55444 -0.480414 0.6327 Z_KA -2.841774 2.785438 -1.020225 0.3119 X1Z_FD_KA 0.524213 0.491617 1.066304 0.2907 X2Z_ROA_KA -15.02168 17.49958 -0.858402 0.3942 X3Z_LEV_KA 1.292147 3.175940 0.406855 0.6856
Sumber: Data sekunder yang di olah, 2023
Melalui pengujian diatas, p-value yaitu 0,9304 > 0,05 yang artinya tidak terdapat gejala dari heteroskedastisitas.
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 12.38980 Prob. F(2,56) 0.0000 Obs*R-squared 19.63236 Prob. Chi-Square(2) 0.0001 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.006596 0.290491 0.022708 0.9820
D(ROA,2) -11.98490 20.71682 -0.578511 0.5652 D(LEV,2) 1.044460 1.525990 0.684448 0.4965 D(KA,2) -0.097907 0.146277 -0.669323 0.5060 D(ROA_KA,2) 3.062504 5.198246 0.589142 0.5581 D(LEV_KA,2) -0.194519 0.383649 -0.507023 0.6141 RESID(-1) -0.480900 0.119675 -4.018392 0.0002 RESID(-2) -0.486445 0.121432 -4.005902 0.0002 F-statistic 3.539943 Durbin-Watson stat 2.065595 Prob(F-statistic) 0.003230
Sumber: Data sekunder yang di olah, 2023
Hasil dari pengujian diatas menunjukan besaran Durbin-Watson yaitu 2,065595.
Berdasarkan tabel DW dengan jumlah variabel bebas dan terikat (k) = 3 dan jumlah sampel (n) = 66 diperoleh nilai dL sebesar 1.5079 dan dU sebesar 1.6974 dan nilai 4-dU sebesar 2.3026 dengan nilai signifikansi 5% atau 0,05. Dengan demikian berarti
penelitian ini tidak terjadi autokorelasi karena nilai Durbin-Watson berada di antara nilai dU dan 4-dU.
SIMPULAN
Melalui penelitian ini, bertujuan guna menganalisis dampak Financial Distress, Return On Asset, dan Leverage terhadap Tax Avoidance dengan mempertimbangkan peran moderasi Komite Audit. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Financial Distress berpengaruh negatif tidak signifikan yaitu terhadap kasus Tax Avoidance yang mengakibatkan H1 di tolak.
2. ROA memberi pengaruh yang postif serta signifikan terhadap kasus Tax Avoidance yang berakibat H2 di terima.
3. Leverage memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap Tax Avoidance maka jika demikian berarti H3 ditolak.
4. Financial Distress di moderasi oleh Komite Audit memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Tax Avoidance maka jika demikian berarti H4 diterima.
5. ROA di modersi oleh Komite Audit memberi pengaruh yang negatif serta signifikan terhadap kasus Tax Avoidance yang mengakibatkan diterimanya H5.
6. Leverage di moderasi oleh Komite Audit berpengaruh negatif tidak signifikan maka jika demikian berarti H6 ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N., Sunarta, K., & Fadillah, H. (2017). PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN , PROFITABILTAS DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP TAX AVOIDANCE ( Pada Perusahan Manufaktur Sub Sektor Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 ).
Al Fajar, M. R., & Juraidah, J. (2021). Analisis Peran Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Syariah Kasabua Ade dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Anggota. J- ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(1), 27-38.
Agusina, D. (2020). PENGARUH LEVERAGE, PROFITABILITAS, SALES GROWTH, CAPITAL INTENSITY DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SUB MANUFAKTUR DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM TAHUN 2016 - 2020.
Ari, T. T. F., & Sudjawoto, E. (2021). Pengaruh Financial Distress dan Sales Growth terhadap Tax Avoidance. Jurnal Administrasi Dan Bisnis, 15(2), 82–88.
Arinta, Y. N. (2018). Pengaruh Corporate Gorvenance Islam terhadap Tax Avoidance.
BISNIS, 6(2), 69–86.
Augustpaosa Nariman, W. (2021). Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Penjualan Terhadap Praktik Penghindaran Pajak.
Jurnal Multiparadigma Akuntansi, 3(2), 629–637.
https://doi.org/10.24912/jpa.v3i2.11711
Azzam, A. (2019). PENGARUH PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERATING. Media Akuntansi Perpajakan, 4(2), 1–10.
Fitriya, F. A., Ekonomi, F., & Bisnis, D. A. N. (2020). Analisis Pengaruh Karakter Eksekutif , Return On Asset , Leverage dan Komite Audit terhadap Tax Avoidance dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderasi Pada Bank Umum Syariah Periode 2014-2019 SKRIPSI.
Henny, H. (2019). Pengaruh Manajemen Laba Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis, 3(1), 36–46.
https://doi.org/10.24912/jmieb.v3i1.4021
Ismail, I. (2021). Analisis Peran Pengusaha dalam Mengurangi Pengangguran Terbuka Perspektif Ekonomi Islam di Kota Bima (Studi Kasus HIPMI dan TDA Kota Bima). J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(1), 11-26.
Kimsen, K., Kismanah, I., & Masitoh, S. (2018). Profitability, Leverage, Size of Company Towards Tax Avoidance. JIAFE (Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi), 4(1), 29–36. https://doi.org/10.34204/jiafe.v4i1.1075
Ni Wayan Desi, A. &, & Putu Ery, S. (2020). Putu Ery Setiawan 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Indonesia. E-Jurnal Akuntansi, 30(10), 2591-2603, 30(10), 2591–2603. https://doi.org/10.24843/EJA.2020.v30.i10.p12
Ningsih, I. A. M. W., & Noviari, N. (2022). Financial Distress, Sales Growth, Profitabilitas dan Penghindaran Pajak. E-Jurnal Akuntansi, 32(1), 229–244.
https://doi.org/10.24843/eja.2022.v32.i01.p17
Rafuddin, R., & Wahyuningsih, S. (2018). Persepsi tokoh agama terhadap system profit sharing mudharabah dalam perbankan syari’ah di kota Bima. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 1(2), 205-226.
Sagaf, U., & Surianah, S. (2021). Analisis Jual Beli Paket Data Internet dalam Perspektif Ekonomi Islam Di Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(2), 171-190.
Santoso, J. B., Sadeli, D., & Surtikanti, S. (2021). Pengaruh Pengecilan Modal, Transaksi Hubungan Istimewa, Dan Profitabilitas Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 3(1), 152–164. https://doi.org/10.31092/jpkn.v3i1.1240 Setiawan, I. A. R. D. dan P. E. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan,
Profitabilitas, Leverage, Dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Tax Avoidance.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 14(3), 1584–1613.
Susilowati, A., Dewi, R. R., & Wijayanti, A. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tax Avoidance. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(1), 131–136.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i1.808
Wahyunti, S. (2018). Peran Perempuan Terhadap Perekonomian Keluarga. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 1(2), 269-281.
DISTRESS DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE.
Jurnal Akuntansi,Perpajakan Dan Auditing, Vol. 2, No. 2, Agustus 2021, 2(2), 435–451.
Yulianty, A., Ermania Khrisnatika, M., & Firmansyah, A. (2021). Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Pertambangan Di Indonesia: Profitabilitas, Tata Kelola Perusahaan, Intensitas Persediaan, Leverage. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 5(1), 20–31. https://doi.org/10.31092/jpi.v5i1.1201