PENGARUH JENIS MEDIA TANAM SISTEM ROOF GARDEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
THE EFFECT OF TYPES PLANTING MEDIA BY ROOF GARDEN SYSTEM TOWARD GROWTH AND YIELD ON SWEET POTATO (Ipomoea batatas L.)
Zahra Fitria*), dan Sitawati
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Taman atap menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan guna menyiasati lahan di perkotaan yang semakin berkurang. Jika memakai media tanah utuk menanam ubi jalar di atap gedung akan membebani struktur dan kontruksi atap, sehingga perlu adanya alternatif media tanam lain yang lebih ringan, mampu menyimpan air dan bisa menghasilkan produktivitas tanaman ubi jalar yang sesuai. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang penting, karena tanaman ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat untuk keamanan pangan keluarga. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh macam media tanam yang tepat dan ringan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar pada konsep roof garden.
Penelitian dilaksanakan Maret - Juli 2016 di Lantai 2 Gedung Sentral Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Percobaan lapang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari perlakuan jenis media tanam, enam perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali dalam komposisi (1:1) yaitu A= media tanah 100% (kontrol),B = media tanah : arang sekam, C = media tanah : cocopeat, D = media tanah : kompos, E = media tanah : pupuk kandang, F = media tanah : moss.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tanaman ubi jalar yang sesuai jika dilihat dari berat basah umbi per tanaman terdapat pada perlakuan media tanah + arang sekam. Media tanam yang ringan (bobot per m3 lebih ringan 56,3% dibanding media tanah dan memiliki dengan produksi yang sama ± 388,59 g/tan.) dan tepat untuk
penanaman tanaman ubi jalar di atap gedung terdapat pada perlakuan media tanah + arang sekam.
Kata kunci : Ubi Jalar, Taman Atap, Ruang Terbuka Hijau, Media Tanam
ABSTRACT
Roof garden became one of the alternatives that can be done to deal with urban land was wane. However, if use a soil media to plant sweet potato on the roof building would cost structure and construction of the roof, so alternative media which is lightweight, able to store water, can produce products and appropriate is needed to be applied on sweet potato. Sweet potato is one of the plants was important because of the sweet potato as one of the producers carbohydrates of agricultural commodities for family food security. The purpose of this research was determining the influence of appropriate media that is used for sweet potato’s growth and yield by roof garden system. This research was conducted on March-July 2016 on the 2nd floor of the Central Building Agricultural Faculty, Brawijaya University, Malang, East Java.
This research uses randomized block design (RBD) with 6 treatment combination which is repeated 4 times. Therefore, there are 24 units of the experimental plot with composition (1:1). The treatments are A = soil 100 % (control) , B = soil : charcoal husk, C = soil : cocopeat, D = soil : compost, E = soil : manure, F = soil : moss. The results showed that sweet potato crop is most suitable when viewed from the wet weight of tubers per plant contained on
media treatment of rice husk is ground + 388.59 g / tan. Soil + charcoal husk media treatment weight was lighter 58,3%/m3 than soil with the same productivity ±388,59 g/tan.
Keywords: Sweet Potato, Roof Garden, Green Open Space, Plant Media
PENDAHULUAN
Pertanian kota, dalam bahasa Inggris, memiliki beberapa pemahaman. Dalam bahasa Inggris, pertanian kota dapat disebut sebagai Urban Farming maupun Urban Agricultrure. Secara singkat, pertanian kota adalah kegiatan pertanian yang dilakukan di kota. Namun pertanian kota lebih dari sekedar kegiatan pertanian di kota (Puriandi, 2013). Dalam arti luas, pertanian urban mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di perkotaan.
Lahan yang digunakan bisa tanah tempat tinggal seperti pekarangan, balkon, atau atap-atap bangunan. Pemanfaatan atap bangunan untuk penanaman di kota menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan guna menyiasati lahan di perkotaan yang semakin berkurang. Atap-atap yang bisa di manfaatkan seperti atap gedung mall, perkantoran, apartemen dan perumahan lahan sempit yang berkembang di perkotaan, yang memenuhi syarat untuk pembangunan taman atau penanaman di atap bangunan.
Keberadaan taman di atas atap (roof garden) akan menimbulkan bertambahnya beban. Timbunan tanah dan tanaman akan menambah beban mati, beban angin, dan tambahan beban air pada atap bangunan (Sulistyantara dkk, 2004). Iklim mikro pada tanaman yang di tanam di atap gedung berbeda dengan tanaman yang di tanam di lahan. Suhu dan angin pada tanaman yang ditanam di atap gedung lebih besar daripada tanaman yang ditanam di lahan biasa, sedangkan kelembapan tanaman yang di tanam di atap gedung lebih kecil.
Media tanam yang biasanya digunakan untuk menanam ubi jalar adalah media tanam tanah. Namun, jika memakai media tanam tanah utuk menanam ubi jalar di atap
gedung akan membebani struktur dan kontruksi atap, sehingga perlu adanya alternatif media tanam lain yang lebih ringan, mampu menyimpan air dan bisa menghasilkan produktivitas tanaman ubi jalar dengan baik sehingga cocok untuk ditanam di atap gedung (roof garden)..
Ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang penting, karena tanaman ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat. Adanya krisis pangan yang menimpa dunia saat ini, maka perhatian dalam mengembangkan tanaman pangan ke depan semua komoditas pangan menjadi penting, termasuk di dalamnya ubi jalar (Sumarwoto dkk, 2006). Produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2012 hingga 2014 terus meningkat, pada tahun 2012 produktivitas mencapai 13.9 ton/ha, pada tahun 2013 sebesar 14.7 ton/ha, dan pada tahun 2014 sebesar 15.2 ton/ha. Namun dengan meningkatnya produktivitas tersebut, tidak diiringi dengan bertambahnya luas lahan. Dari tahun 2012 hingga 2014 luas lahan di Indonesia semakin menurun, pada tahun 2012 sebesar 178.295 ha, pada tahun 2013 sebesar 161.850 ha, dan pada tahun 2014 sebesar 156.677 ha (Badan Pusat Statistik, 2015).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Lantai 2 Gedung Sentral Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, yang terletak pada ketinggian 500 mdpl.
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Juli 2016.
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan lapang yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari satu perlakuan yaitu jenis media tanam, dengan jumlah enam macam yang diulang sebanyak 4 kali yaitu A=
media tanam tanah 100%,B = media tanah : arang sekam (1 : 1), C = media tanah : cocopeat (1 : 1), D = media tanah : kompos (1 : 1), E = media tanah : pupuk kandang (1 : 1), F = media tanah : moss (1 : 1).
Pengamatan yang dilakukan secara non destruktif yang diamati ialah parameter panjang tanaman, jumlah daun dan luas
daun. Pengamatan hasil yang diamati ialah parameter bobot kering total, bobot basah total, bobot basah umbi per tanaman, bobot kering umbi per tanaman, bobot kering tanaman bagian atas, jumlah umbi dan bentuk umbi.
Pengamatan non destruktif dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada saat tanaman berumur 28, 42, 56, 70, dan 84 hst.
Pengamatan hasil dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 105 dan 140 hst. Analisis data dilakukan menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Ubi Jalar
Panjang tanaman dan jumlah daun diketahui bahwa panjang tanaman ubi jalar berbeda nyata dan rata-rata tertinggi didapatkan oleh perlakuan media tanah + kompos dan rata-rata jumlah daun tertinggi didapatkan oleh perlakuan media tanah + kompos juga. Hal ini disebabkan karena media tanam kompos sudah mempunyai unsur hara dan mikroorganisme yang dapat membantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Setyorini dkk (2006), yang menyatakan bahwa kompos banyak mengandung mikroorganisme dan dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah akan membuat mikroorganisme yang ada di dalam tanah juga terpacu untuk berkembang dan gas CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah akan dipergunakan untuk fotosintesis tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat.
Pada luas daun tanaman ubi jalar, rata-rata tertinggi dari 28 hst sampai dengan 84 hst adalah media tanah + kompos dan terus menunjukkan peningkatan luas daun.
Hasil Tanaman Ubi Jalar
Jumlah umbi tanaman ubi jalar antar perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada 105 hst. Keadaan ini dapat terjadi karena pengaruh kondisi fisik tanah yang sesuai pada saat tanaman kurang lebih berumur 1 bulan, hal ini sangat
mempengaruhi dalam pembentukan dan perkembangan umbi tanaman ubi jalar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Djalil dkk (2004), di lapangan pembentukan umbi sangat dipengaruhi oleh lingkungan pada 20 hari pertama setelah penanaman. Apablia aerasi tanah kurang baik dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan menghambat pembelahan dan pembesaran sel dalam akar-akar umbi.
Bobot basah dan bobot kering umbi per tanaman dapat dilihat bahwa perlakuan media tanah menghasilkan bobot basah dan bobot kering umbi yang berbeda nyata sehingga pada tanaman tersebut kandungan air dan unsurnya tidak sama (Tabel 1). Kandungan air pada media tanah lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan media tanam lainnya. Tetapi apabila kita melihat dari media tanam yang ringan, media tanam tanah + arang sekam memilikibobot basah dan bobot kering umbi lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam ringan lainnya yaitu media tanah + cocopeat dan media tanah + moss. Hal ini disebabkan karena media arang sekam adalah media yang ringan, mempunyai sirkulasi udara yang tinggi, mudah mengikat air dan tidak mudah menggumpal.
Bobot basah total tanaman ubi jalar antar perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Jadi dapat dikatakan bahwa pada tanaman tersebut kandungan air dan unsurnya tidak sama. Hal ini karena perlakuan berbagai media menyebabkan perbedaan penyerapan air dan penimbunan hasil fotosintesis. Menurut Kusumaningrum dkk (2007), berat basah dipengaruhi oleh kandungan air pada sel-sel tanaman yang kadarnya dipengaruhi oleh lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara, sedengkan berat kering tanaman lebih menunjukkan status pertumbuhan tanaman.
Bobot kering total tanaman menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh pada berat kering tanaman ubi jalar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman antar perlakuan tidak sama. Hal ini mungkin disebabkan adanya penghambatan pada awal fase pertumbuhan sehingga terjadi penurunan produksi biomassa secara nyata (Rahayu
dkk, 2006). Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil di sintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida. Unsur hara yang telah diserap akar member kontribusi terhadap pertambahan berat kering tanaman. Berat keringtanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang masa pertanaman oleh tajuk tanaman (Kastono, et al., 2005). Berat kering tanaman ubi jalar dengan perlakuan media tanah memiliki rata-rata yang paling besar. Hal ini karena tanaman ubi jalar dengan perlakuan media tanah memiliki jumlah umbi yang besar dan banyak. Berat kering tanaman ubi jalar dengan perlakuan media tanah memiliki rata-rata yang paling besar. Hal ini karena tanaman ubi jalar dengan perlakuan media tanah memiliki jumlah umbi yang besar dan banyak, sehingga apabila dikeringkan walaupun berat basah tanaman dan berat kering tanaman bagian atas yang paling tinggi adalah pada perlakuan media tanah + kompos, berat kering tanaman tetap saja media tanah yang paling tinggi karena pengaruh umbi.
Dilihat dari hasil pengamatan bahwa bentuk tanaman ubi jalar sudah termasuk umbi yang berkualitas baik. Bentuk umbi bulat telur melebar pada ujung umbi termasuk umbi yang berkualitas baik. Hasil tanaman ubi jalar dengan perlakuan media tanah mempunyai hasil umbi yang berukuran besar sampai sedang dan berbentuk bulat lonjong, perlakuan media tanah + arang sekam mempunyai hasil yang berukuran besar dan berbentuk bulat, perlakuan media tanah + cocopeat mempunyai hasil umbi yang berukuran sedang dan berukuran bulat. Hasil perlakuan media tanah + kompos mempunyai hasil umbi yang berukuran sedang dan berukuran bulat lonjong, perlakuan media tanah + pupuk kandang mempunyai hasil umbi yang berukuran kecil dan berbentuk bulat serta bulat panjang, untuk perlakuan media tanah + moss mempunyai hasil umbi yang berukuran sedang dan berbentuk bulat panjang (Gambar 1).
Gambar 1 Jumlah, ukuran dan bentuk ubi
jalar pada beberapa perlakuan media (T=tanah, AS= arang sekam, C= cocopeat, K=kompos, PK= pupuk kandang, M=moss) pada umur 140 HST.
Adanya perbedaan bentuk pada masing- masing umbi yang ditanam dengan media yang berbeda disebabkan oleh struktur yang berbeda dari media tersebut. Media tanah mempunyai struktur yang padat sehingga mempengaruhi bentuk umbi lebih besar dan lonjong. Menurut Prameswari dkk (2014) media moss mempunyai banyak rongga sehingga memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa, tetapi hasil umbi media tanah + moss berbentuk bulat panjang karena sudah dicampur dengan media tanah sehingga media tanah+moss menjadi berserat sehingga akar tanaman sulit menembus media dan hasil umbi bulat memanjang.
Hasil umbi media tanah + arang sekam berbentuk bulat dan berukuran besar, hal ini disebabkan karena arang sekam dapat meningkatkan porositas tanah sehingga tanah menjadi gembur dan juga meningkatkan kemampuan tanah menyerap air. (Prihmantono dan Indriani, 2013).
Sehingga akar tanaman dapat dengan mudah menembus media dan menghasilkan umbi yang berbentuk bulat dan berukuran besar.
Hubungan Komponen Hasil dengan Suhu Nilai bobot basah dan bobot kering umbi tertinggi didapatkan pada perlakuan media tanah sebagai control (Tabel 1).
Namun, setelah perlakuan media tanah nilai umbi tertinggi didapatkan pada perlakuan media tanah + arang sekam, walaupun media arang sekam menurunkan hasil produksi bila dibandingkan dengan media tanah tetapi media arang sekam sebagai media tanam yang ringan dapat menghasilkan nilai umbi yang lebih baik dibandingkan dengan media tanam ringan lainnya. Moss adalah media tanam yang paling ringan dibandingkan dengan media tanam arang sekam dan cocopeat, tetapi media arang sekam yang dapat menghasilkan nilai umbi yang paling besar setelah media tanah. Hal ini disebabkan karena arang sekam dapat meningkatkan porositas tanah sehingga tanah menjadi gembur dan juga meningktatkan kemampuan tanah menyerap air dan berwarna kehitaman, sehingga dapat
mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif sehingga pertumbuhan umbi dapat maksimal karena umbi dapat tumbuh dan akar dapat menjalar dengan lebih mudah karena sifat arang sekam yang poros sehingga akar tanaman yang akan menjadi umbi dapat menjalar dengan optimal.
Sedangkan media tanam moss lebih berserat karena sudah dicampur dengan media tanah sehingga akar tanaman menjalar lebih sulit sehingga menghasilkan umbi yang lebih berlekuk dalam. Dapat diketahui bahwa nilai suhu media tanam adalah media tanah= 28oC, media tanah + cocopeat= 24oC, media tanah + moss=
25oC, media tanah + pupuk kandang= 25oC, media tanah + kompos= 26oC, media tanah + arang sekam = 20oC. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harwati (2008), suhu tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi, pada suhutanah yang terlalu tinggi pertumbuhan umbi akan dihambat.
Tabel 1 Jumlah Umbi, Bobot Basah Umbi, Bobot Basah Tanaman dan Bobot Kering Tanaman pada berbagai Komposisi Media Tanam Umur 105 dan 140 Hari Setelah Tanam
Komponen Hasil Ubi Jalar
Perlakuan Jumlah Umbi
BB Umbi (g tan)
BK Umbi (g tan)
BB Tanaman
(g tan)
BK Tanaman
(g tan)
BK Tanaman
Bagian Atas (g tan)
Pengamatan 105 HST
A (Tanah) 2,38 174,32 c 32,50 c 278,23 bc 54,76b 22,26 c
B (T + AS) 1,50 149,40 c 31,36 c 407,34 cd 50,97 b 19,61 bc C (T + C) 1,38 54,90 ab 16,78 ab 225,33 ab 27,18 a 10,40 ab
D (T + K) 1,63 57,69 ab 18,56 b 453,50 d 53,99 b 35,43 d
E (T + PK) 1,25 37,04 a 8,09a 141,99 a 41,05 ab 32,96 d F (T + M) 1,25 89,19 b 23,65 bc 303,99 bc 33,00 a 9,35 a
BNT 5 % tn 35,51 9,66 129,37 15,61 9,36
Pengamatan 140 HST
A (Tanah) 6,00 c 431,20 d 35,98 c 419,26 b 61,08 e 25,10 b B (T + AS) 3,75 ab 388,59 cd 33,54 c 410,70 b 56,10 d 22,56 b C (T + C) 3,00 a 214,93 ab 20,19 ab 184,28 a 33,19 a 13,00 a D (T + K) 4,25 b 240,11 b 22,95 b 440,83 b 60,69 e 37,74 c E (T + PK) 3,00 a 109,03 a 13,86 a 389,45 b 49,07 c 35,84 c F (T + M) 3,75 ab 294,71 bc 27,36 bc 198,59 a 38,97 b 11,61 a
BNT 5 % 1,01 124,87 8,69 143,62 3,26 9,46
Keterangan : angka-angka yang didampingi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% pada taraf kesalahan 5% ; hst: hari setelah tanam. T= tanah, AS= arang sekam, C= cocopeat, K= kompos, PK= pupuk kandang, M= moss, BB= berat basah, BK=berat kering.
Hubungan Berat Kering di Atas Tanah dan Berat Kering di Bawah Tanah
Hubungan berat kering di atas dan di bawah tanah menunjukkan bahwa pertumbuhan tumbuhan diatas tanah sejalan atau tidak dengan pertumbuhan tanaman dibawah tanah. Dengan bertambahnya volume tanaman dibawah tanah mengikuti pertumbuhan volume diatas tanah atau tidak. Pada tanaman berumur 105 hst, dapat diketahui bahwa pertumbuhan tanaman diatas tanah tidak diikuti dengan pertumbuhan tanaman di bawah tanah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan persamaan y = -0,081x2 + 3,329x - 3,957, R² = 0,587. Dapat diketahui bahwa apabila nilai R2 mendekati 1 berarti adanya hubungan pertumbuhan berat kering di atas tanah dan berat kering dibawah tanah, dan sebaliknya apabila nilai R2 tidak mendekati 1 berarti tidak adanya hubungan pertumbuhan berat kering diatas tanah dan berat kering dibawah tanah. Begitu pula dengan hubungan pertumbuhan berat kering diatas tanah dan berat kering dibawah tanah tanaman berumur 104 hst, didapatkan nilai persamaan y = -0,075x2 + 3,500x - 7,202, R² = 0,597. Petumbuhan tanaman diatas tanah yang rimbun tidak selalu menunjukkan pertumbuhan umbi yang besar dan banyak, sebaliknya pertumbuhan tanaman diatas tanah yang sedikit tidak menunjukkan pertumbuhan umbi yang sedikit dan berukuran kecil.
tanaman kayu, dapat pula ditanami tanaman bambu yang memiliki tingkat peneduhan tinggi dan kemampuan penyerapan dan pengaliran air yang baik pada akarnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, panjang tanaman, luas daun, bobot basah umbi per tanaman, bobot kering umbi per tanaman, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot kering tanaman bagian atas pada tanaman ubi jalar berumur 105 hst dan 140 hst. Perlakuan media tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi pada tanaman
ubi jalar berumur 105 hst, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi pada tanaman ubi jalar berumur 140 hst.
pertumbuhan vegetatif tanaman ubi jalar paling sesuai terdapat pada perlakuan media tanah + kompos. Hasil tanaman ubi jalar yang paling sesuai jika dilihat dari berat basah umbi per tanaman terdapat pada perlakuan media tanah + arang sekam yaitu 388,59 g/tan. Media tanam yang ringan dan tepat untuk penanaman tanaman ubi jalar di atap gedung terdapat pada perlakuan media tanah + arang sekam. Media tanah + arang sekam memiliki bobot per m3 lebih ringan 56,3% dibanding media tanah dengan produksi yang sama ±388,59 g/tan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2015. Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2012-2014. www.
bps.go.id /site/resultTab. Diakses 12 Januari 2016.
Djalil, Mastina., Dasril Jahja, dan Pardiansyah. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Pemberian Beberapa Takaran Abu Jerami Padi. Stigma. 12 (2) : 193-194.
Harwati, Ch Tri. 2008. Pengaruh Suhu dan Panjang Penyinaran Terhadap Umbi Kentang (Solanum tubersoum ssp).
Jurnal Inovasi Pertanian. (7) 1 : 11-18 Kastono, D. H. Sawitri, dan Siswandono.
2005. Pengaruh Nomor Ruas Setek dan Dosis Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis Kucing. Jurnal IlmuPertanian. 12(1) : 56-64.
Kusumaningrum, Indri., Rini Budi Hastuti, dan Sri Haryanti. 2007.
Pengaruh Perasan Sargassum crassifolium dengan Konsentrasi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill). Buletin Anatomi dan Fisiologi.
14(2) : 12-18.
Puriandi, Fandi. 2013. Proses Perencanaan Kegiatan Pertanian Kota yang Dilakukan oleh Komunitas Berkebun di Kota Bandung Sebagai Masukan Pengembangan Pertanian
Kota di Kawasan Perkotaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, (24)3 : 227 – 240.
Prameswari, Z. K., S. Trisnowati, dan S.
Waluyo. 2014. Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan.
Vegetalika 3 (4): 107-118.
Rahayu, M. D. Prajitno dan A. Syukur.
2006. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Gogo dan Beberapa Varietas Nanas dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering Gunung Kidul, Yogyakarta.
Biodiversitas. 7(10): 73-76.
Setyorini, Diah., R.D.M. Simanungkalit, dan Wiwik Hartati. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sulistyantara, Bambang., Jimmy Siswanto, dan Agung Sukanton.
2004. Panduan Rancang Bangun Roof Garden. Suku Dinas Pertamanan Jakarta Pusat. Jakarta.
Sumarwoto, T. Wirawati, dan R, Frisanto.
2008. Uji Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Organik Alami Dan Pupuk Buatan (N, P dan K). Jurnal Pertanian Mapeta 10 (3): 203-210.