• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh kemudahan pajak, keadilan pajak, dan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh kemudahan pajak, keadilan pajak, dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH KEMUDAHAN PAJAK, KEADILAN PAJAK, DAN SOSIALISASI PAJAK PP NOMOR 23 TAHUN 2018 TERHADAP

KEMAUAN WAJIB PAJAK UMKM UNTUK PATUH DI KOTA MALANG

Nurhayati Fadjriah Sella1), Devy Pusposari2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Jl. MT. Haryono 165, Malang 65145, Indonesia E-mail: nurhayatifadjriahs@gmail.com1)

Abstract: The Effect of Tax Simplicity, Tax Fairness, and Tax Communication of Government Regulation No. 23/2018 on the Willingness to Comply of MSME Taxpayers in Malang. The aim of this research is to examine the effect of tax simplicity, tax fairness, and tax communication of Government Regulation No. 23/2018 on the willingness to comply of MSME taxpayers in Malang to pay taxes. The utilized independent variables were tax simplicity, tax fairness, and tax communication, while the dependent variable in this research is willingness to comply. This study used a quantitative approach. The data in this research were collected using questionnaires through the survey method with the purposive sampling technique. The respondents are 100 taxpayers from MSMEs in Malang. The analytical tool used in this study was Partial Least Square using the SmartPLS application. The results of this research showed that tax simplicity and tax socialization had a positive effect on willingness to comply, while tax fairness did not have a positive effect on willingness to comply.

Keywords: Tax Simplicity, Tax Fairness, Tax Communication,, Willingness to Comply, Government Regulation No. 23/2018

Abstrak: Pengaruh Kemudahan Pajak, Keadilan Pajak, dan Sosialisasi Pajak PP Nomor 23 Tahun 2018 Terhadap Kemauan Wajib Pajak UMKM untuk Patuh di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kemudahan pajak, keadilan pajak, dan sosialisasi pajak PP Nomor 23 Tahun 2018 terhadap kemauan Wajib Pajak UMKM untuk patuh pajak di Kota Malang.

Variabel independen yang digunakan adalah kemudahan pajak, keadilan pajak, dan sosialisasi pajak, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemauan untuk patuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode survey kuesioner dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 Wajib Pajak UMKM di Kota Malang. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square dengan aplikasi SmartPLS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemudahan pajak dan sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh, sedangkan keadilan pajak tidak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh.

Kata kunci: Kemudahan Pajak, Keadilan Pajak, Sosialisasi Pajak, Kemauan Untuk Patuh, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018

(2)

2 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber penerimaan utama berupa pajak.

Sebagaimana tercermin dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), seperti dalam APBN 2017 yang menunjukkan bahwa persentase penerimaan perpajakan terhadap peneriman negara telah mencapai 85,6 persen, penerimaan perpajakan di Indonesia memiliki kontribusi paling besar terhadap penerimaan negara. Dengan demikian, pajak memiliki andil yang besar dalam pembangunan nasional sehingga pemerintah bertekad untuk terus meningkatkan penerimaan perpajakan. Namun jika dilihat dari tax ratio (perbandingan antara penerimaan pajak terhadap PDB suatu periode) sebagai salah satu ukuran kinerja penerimaan perpajakan, angka tax ratio Indonesia pada tahun 2017 berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di angka 10,9 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Kamboja 15,3 persen, Malaysia 14,4 persen, Singapura 14,29 persen, dan Filipina 13,67 persen. Bahkan menurut data yang dirilis World Bank (2016), tax revenue to GDP ratio Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata tax revenue to GDP ratio dunia di level 15,06 persen.

Misbakhun (2018) menyampaikan bahwa tax ratio yang rendah mengindikasikan dua hal, yaitu belum optimalnya kemampuan pemerintah menggali sumber penerimaan pajak dari sektor- sektor ekonomi dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak masih rendah.

Salah satu sektor yang penerimaan pajaknya masih belum digali dengan optimal adalah UMKM. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (2017), jumlah unit usaha UMKM mencapai 98,8% dari total unit usaha, dengan jumlah tenaga kerja sebesar 96,99% dari total tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi sektor UMKM terhadap PDB pun mencapai 60,34 persen. Namun dari sisi penerimaan pajak, Menteri Keuangan dalam kompas.com (2018) mengungkapkan bahwa penerimaan pajak UMKM dinilai masih terlalu rendah. Data penerimaan pajak UMKM dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Penerimaan Pajak UMKM di Indonesia

Tahun Jumlah WP UMKM yang menyetor pajak

Penerimaan pajak UMKM

(Rp) 2013 220.000 428 Milyar 2014 532.000 2,2 Triliun 2015 780.000 3,5 Triliun 2016 1.450.000 4,3 Triliun 2017 1.500.000 5,8 Triliun

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2013-2017 Berdasarkan tabel diatas, penerimaan pajak UMKM setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah Wajib Pajak UMKM. Akan tetapi kontribusi pembayaran PPh final UMKM terhadap total penerimaan PPh yang dibayar sendiri oleh WP (WP Orang Pribadi dan WP Badan) masih relatif kecil, seperti pada tahun 2017 hanya sebesar 2,2 persen. Apabila dibandingkan dengan kontribusi UMKM terhadap PDB yakni 60,34 persen, maka penerimaan pajak sektor ini tergolong sangat rendah. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor UMKM adalah memperbaiki regulasi dan proses bisnis terkait perpajakan UMKM sebagai bagian dari reformasi perpajakan.

Pada 1 Juli 2013 pemerintah menerbitkan peraturan yang secara khusus mengatur tentang perpajakan UMKM, yaitu PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Penghasilan yang dikenai pajak penghasilan PP No. 46 Tahun 2013 adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, omzet ini masih termasuk dalam lingkup UMKM.

Terdapat pengenaan tarif PPh yang bersifat final sebesar satu persen dengan dasar perhitungan pajak berupa peredaran bruto (omzet) per bulan.

Namun dalam pelaksanaannya, PP Nomor 46 Tahun 2013 menjadi hal yang memberatkan bagi UMKM. Tarif sebesar satu persen masih terasa berat bagi para WP karena kewajiban perpajakan PP 46 yang harus tetap membayar pajak meskipun WP mengalami kerugian usaha.

Kemudian di satu sisi PP 46 memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak,

(3)

3 tetapi di sisi lain tidak mendorong UMKM dalam memperoleh akses pembiayaan perbankan karena tidak menerapkan sistem pembukuan.

Pemerintah pun melakukan revisi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 dengan mengeluarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang mulai berlaku efektif 1 Juli 2018. DJP menyatakan bahwa penerbitan PP Nomor 23 Tahun 2018 diharapkan dapat mendorong pelaku usaha untuk menjalankan kewajiban membayar pajak sehingga meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Indonesia (liputan6.com, 2018).

Peranan dominan dalam keberhasilan pemungutan pajak di Indonesia terdapat pada Wajib Pajak. Sehingga kepatuhan pajak menjadi hal yang mendasar dalam keberhasilan pelaksanaan sistem self assessment agar meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia.

Pembahasan mengenai kepatuhan merupakan elemen yang sangat penting dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak (Pohan, 2014). Alasan dikeluarkannya PP No. 23 Tahun 2018 adalah mendorong pelaku UMKM agar berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan serta lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak kepada WP yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Sariati (2017), kemudahan pajak dapat dicapai melalui ketentuan-ketentuan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi self assessment berupa kemudahan perhitungan, kemudahan penyetoran, dan kemudahan pelaporan pajak. Tarif baru pajak UMKM ini tergolong sebagai salah satu kebijakan insentif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah untuk meringankan beban pajak pelaku UMKM, sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengekspansi dan mengembangkan usahanya serta melakukan investasi. Sebagaimana diungkapkan Neumark (dikutip oleh Rahayu, 2017, hal. 77), sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Dengan kemudahan pajak yang diberikan maka akan meningkatkan kepatuhan perpajakan WP. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sundah & Toly (2014) menguji pengaruh kemudahan self assessment system terhadap kepatuhan WP di Kabupaten Tulungagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemudahan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak. Kemudian penelitian Firdaus (2014) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif kemudahan pajak terhadap kepatuhan WPOP dan WP Badan UMKM di KPP Pratama Surabaya Karangpilang. Penelitian ini diperkuat oleh penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Sariati (2017) dengan hasil terdapat pengaruh positif antara kemudahan pajak dengan kepatuhan pajak pada kelompok UMKM di KPP Pratama Sawahan Surabaya.

Selain bertujuan untuk memberikan kemudahan, PP Nomor 23 Tahun 2018 juga bertujuan untuk lebih memberikan keadilan kepada WP UMKM. Keadilan pajak dalam hal ini merupakan sifat yang tidak sewenang- wenang atau tidak berat sebelah atas sistem perpajakan yang berlaku. Menurut Syakura (2014), keadilan pajak yang didasarkan pada teori Four Maxims Adam Smith dapat dibagi menjadi keadilan pengenaan tarif pajak, pengenaan pajak, sanksi pajak, dan sistem pemungutan pajak. Dijelaskan oleh Neumark (dikutip oleh Rahayu, 2017, hal. 74-75) bahwa penerapan prinsip keadilan perpajakan dalam sistem perpajakan di suatu negara akan memberikan efek positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan. Sehingga, semakin tinggi keadilan yang dirasakan oleh wajib pajak maka akan meningkatkan kesukarelaan untuk membayar pajak dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Syakura (2014) dan Andayani (2018). Penelitian yang dilakukan Syakura (2014) mengenai keadilan pajak terhadap kepatuhan WP badan di Samarinda menunjukkan bahwa keadilan sistem perpajakan berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan WP Badan. Sedangkan Andayani (2018) yang meneliti pengaruh keadilan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM di Pusat Grosir Tanah Abang Jakarta menemukan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kebijakan PP No. 23 Tahun 2018 tergolong sebagai aturan baru, sehingga sosialisasi terkait peraturan tersebut dibutuhkan agar dapat diketahui oleh Wajib Pajak UMKM. Dengan adanya sosialisasi dapat membantu Wajib Pajak UMKM untuk memahami aturan dalam PP No.

23 Tahun 2018. Sosialisasi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada pelaku UMKM sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran WP

(4)

4 untuk membayar pajak (Andreas dan Savitri, 2015). Dengan demikian, sosialisasi dapat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Hal ini selaras dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya. Ananda (2015) menemukan adanya pengaruh signifikan sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota Batu. Sedangkan Anggara (2017) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan WP UMKM di KPP Pratama Surakarta. Selanjutnya penelitian Wardani & Wati (2018) menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kebumen wajib pajak.

Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Setiap tahunnya terjadi pertambahan jumlah UMKM secara pesat yang menandakan bahwa potensi penerimaan perpajakan dari sektor UMKM di Kota Malang semakin meningkat. Menurut data Dinas Koperasi dan UKM, pada tahun 2017 kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Jawa Timur sudah mencapai angka 54 persen. Sedangkan untuk PDRB Kota Malang, UMKM memberikan kontribusi sebesar 85 persen. Akan tetapi, penerimaan pajak dari sektor UMKM masih tergolong rendah. Pajak UMKM masih belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap total penerimaan perpajakan di Kota Malang.

Sehingga Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III dalam jawapos.com (2018) berharap bahwa dapat terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM setelah penerapan PP No. 23 Tahun 2018. Pelaksanaan sosialisasi PP 23 pun sudah mulai diadakan di Kota Malang.

Dirangkum malang-post.com (2018) dan timesindonesia.co.id (2018), sosialisasi terkait PP Nomor 23 Tahun 2018 telah dilaksanakan oleh DJP Jawa Timur III, KPP Pratama Malang Utara, KPP Pratama Malang Selatan, hingga pihak kampus seperti Universitas Brawijaya.

Pelaksanaan sosialisasi tidak hanya dalam bentuk seminar di tempat, tetapi juga secara langsung menghampiri para pemilik UMKM di Kota Malang. Selain itu juga telah dilakukan pembagian brosur yang berisi peraturan pajak, dan pemasangan billboard mengenai Pajak UMKM Tarif 0,5 persen di beberapa lokasi.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kota Malang.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud untuk meneliti kemauan untuk patuh pajak pada pelaku UMKM di Kota Malang dengan variabel kemudahan pajak, keadilan pajak, dan sosialisasi pajak. Penelitian tersebut dikembangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemudahan Pajak, Keadilan Pajak, dan Sosialisasi Pajak PP Nomor 23 Tahun 2018 Terhadap Kemauan Wajib Pajak UMKM Untuk Patuh di Kota Malang”.

TINJAUAN PUSTAKA DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Tindakan Beralasan

Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein pada tahun 1975. Teori ini menyatakan bahwa niat menentukan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.

Dengan kata lain, niat berperilaku mengarah kepada kemungkinan seseorang melaksanakan sebuah tindakan. Niat seseorang ditentukan oleh dua komponen yaitu sikap dan norma subjektif, sebagaimana digambarkan dalam model berikut.

Gambar 1. Model Teori Tindakan Beralasan

Sumber: Ajzen (1991)

Sikap merupakan gambar perasaan positif atau negatif seseorang terhadap sebuah objek.

Sikap itu sendiri ditentukan keyakinan yang paling menonjol mengenai konsekuensi perilaku tertentu dengan mempertimbangkan evaluasinya atas tindakan tersebut (Ajzen, 1991). Sedangkan norma subjektif merupakan kepercayaan- kepercayaan mengenai harapan-harapan yang muncul karena adanya pengaruh orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan-harapan tersebut (Ajzen, 1991).

Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan keputusan seseorang dalam menentukan mau untuk patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Kemauan untuk patuh ini dapat dipengaruhi sikap atau cara pandang individu dan pengaruh orang lain. Keadilan pajak dan kemudahan pajak

(5)

5 dalam penelitian ini memerankan komponen sikap, yaitu cara pandang wajib pajak mengenai keadilan dan persepsi mengenai kemudahan pajak yang diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Apabila WP merasa bahwa peraturan yang dibuat pemerintah memudahkan mereka dalam melaksanakan kewajiban untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya, maka WP tidak merasa berat dalam melakukan pembayaran pajak sehingga mendorong WP untuk mematuhi peraturan perpajakan. Begitu pun dengan keadilan, ketika WP menilai bahwa sistem perpajakan telah adil akan menimbulkan kepercayaan atas sistem perpajakan dan berujung pada munculnya motivasi intrinsik dalam diri wajib pajak untuk mematuhi peraturan.

Dorongan atau motivasi yang berasal dari luar diri seseorang atau berasal dari orang lain akan memengaruhi individu ketika akan melakukan sesuatu (norma subjektif). Hal ini relevan dengan sosialisasi dalam perpajakan.

Pengetahuan dan pemahaman yang didapat dari sosialisasi perpajakan akan memberikan dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk berperilaku taat pajak karena telah dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar.

Pajak

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 1 UU KUP dijelaskan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak memiliki serangkaian kewajiban yang harus dilaksanakan dan hak yang harus dipenuhi terkait perpajakan yang diatur dalam UU KUP.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak

untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Dengan diperolehnya NPWP, berarti Wajib Pajak telah terdaftar pada DJP. UMKM juga termasuk ke dalam Wajib Pajak apabila telah mendaftarkan diri sebagai WP. Kategori UMKM berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2008 yaitu:

1. Usaha Mikro, adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha dimana kekayaan bersih yang dimilikinya paling banyak Rp 50.000.000 atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000.

2. Usaha Kecil, merupakan usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha dimana kekayaan bersih yang dimilikinya lebih dari Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 500.000.000 atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai paling banyak Rp 2.500.000.000.

3. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari RP 500.000.000 sampai paling banyak Rp 10.000.000.000 atau memiliki penghasilan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai paling banyak Rp 50.000.000.000.

PP Nomor 23 Tahun 2018

PP No. 23 Tahun 2018 adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menggantikan PP No. 46 tahun 2013, yang diberlakukan secara efektif per 1 Juli 2018.

Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP No. 23 Tahun 2018 termasuk dalam PPh Pasal 4 Ayat (2) dan bersifat final. Sebagaimana tercantum dalam bagian Umum PP No. 23 Tahun 2018, tujuan dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk memberikan kemudahan serta kesederhanaan kepada WP dengan peredaran bruto tertentu, untuk mendorong masyarakat berperan dalam kegiatan ekonomi, dan untuk lebih memberikan keadilan kepada WP dengan peredaran bruto tertentu.

WP yang dikenakan Pajak Penghasilan sesuai PP No. 23 Tahun 2018 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan

(6)

6 berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, atau Perseroan Terbatas yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tertentu.

Pajak Penghasilan PP No. 23 dikenakan atas penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh WP dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000 satu Tahun Pajak.

Usaha yang dimaksud meliputi usaha dagang, industri, dan jasa, baik dilakukan secara langsung atau melalui media online.

Penentuan pengenaan PP No. 23 Tahun 2018 didasarkan pada peredaran bruto (omzet) dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Beberapa pokok perubahan penting lainnya yang diatur dalam PP No. 23 tahun 2018 dan dijelaskan lebih lanjut dalam PMK Nomor 99/PMK.03/2018 antara lain sebagai berikut:

1. Penurunan tarif PPh Final dari 1 persen menjadi 0,5 persen, sehingga Pajak yang terutang menjadi 0,5 persen dikalikan jumlah peredaran bruto (omzet).

2. PP No. 23 Tahun 2018 tidak lagi mengecualikan subjek pajak WPOP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang (PKL) dan WP Badan yang belum beroperasi secara komersial.

3. Terdapat jangka waktu pengenaan PPh PP No. 23 Tahun 2018, yaitu 7 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi; 4 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan 3 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

4. Ketentuan PP 23 Nomor 23 Tahun 2018 bersifat opsional, bukan lagi merupakan kewajiban sebagaimana dalam PP Nomor 46 Tahun 2013.

5. Mekanisme pelunasan PPh yang terutang berdasarkan PP No. 23 dapat dilakukan dengan cara disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak

Kemauan untuk Patuh

Sari (2013:79) mengungkapkan bahwa kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan turut bergantung kepada kemauan (willingness) wajib pajak, sampai sejauh mana

wajib pajak tersebut mau mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kemauan untuk patuh merupakan dorongan yang berasal dari pikiran dan perasaan yang menyebabkan keinginan untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, kemauan untuk menjadi patuh terhadap peraturan perpajakan akan terlihat dari keinginan, keputusan, dan kemauan konsisten Wajib Pajak UMKM untuk berusaha memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai UU KUP dan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban self assessment.

Kemudahan Pajak

Neumark (dikutip oleh Rahayu, 2017, hal.

77) mengemukakan bahwa sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Sariati (2017) mendefinisikan kemudahan pajak sebagai ketentuan-ketentuan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi self assessment mereka. Kemudahan pajak tersebut dapat dikaitkan dengan prinsip convenience yang dikemukakan oleh Adam Smith. Prinsip ini menekankan kepada ketentuan penghitungan, penyetoran, maupun pelaporan pajak disaat yang tepat sesuai kondisi WP.

Undang-undang pajak harus sederhana, sehingga wajib pajak dapat memahami dan mematuhi aturan dengan benar dan dengan cara yang hemat biaya (AICPA, 2010). Sehingga dalam penelitian ini kemudahan pajak dikaitkan dengan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yakni aturan-aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang.

Keadilan Pajak

Salah satu asas dalam teori The Four Maxims oleh Adam Smith yaitu asas keadilan diartikan sebagai pemungutan pajak dilakukan secara adil dan merata serta dikenakan sebanding dengan kemampuan wajib pajak.

Terkait dengan hal tersebut, Pohan (2014:121) mendefinisikan keadilan pajak sebagai pemerataan dalam pengenaan pajak dimana setiap orang merasa mendapat perlakuan yang adil serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Pemajakan yang adil haruslah berdasarkan asas ability to pay (daya pikul), yaitu pembayaran pajak didasarkan pada kemampuan WP dalam memikul beban pajak

(7)

7 (Tambunan, 2018). Hal yang sama juga diungkapkan oleh John Rawls dengan teori keadilan distributif (distributive justice theory).

Teori ini menyatakan bahwa untuk menjadi adil, sebuah sistem tidak hanya membutuhkan untuk memperlakukan seseorang dalam kondisi yang sama dan cara yang sama, melainkan tergantung pada kebutuhan individu masing-masing.

Keadilan pajak yang diusulkan dalam penelitian ini terkait dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.

Sehingga Syakura (2014) merumuskan pengukuran keadilan pajak yang dikembangkan dari teori The Four Maxims, yaitu keadilan pengenaan tarif pajak, pengenaan pajak, sanksi pajak, dan sistem pemungutan pajak.

Sosialisasi Pajak

Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya DJP untuk memberikan informasi dan pembinaan kepada Wajib Pajak mengenai segala sesuatu yang memiliki korelasi dengan bidang perpajakan (Ananda, 2015). PP Nomor 23 Tahun 2018 merupakan suatu aturan yang baru dikeluarkan oleh Pemerintah, yakni pada bulan Juli 2018. Sehingga perlu dilaksanakan sosialisasi perpajakan agar wajib pajak mengetahui dana memahami mengenai peraturan tersebut. DJP telah mengatur mengenai penyeragaman dalam pelaksanaan sosialisasi perpajakan agar lebih terasa keseragaman dan manfaat, yakni dalam Surat Edaran Nomor SE-22/PJ/2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat. Penyeragaman sosialisasi perpajakan masyarakat meliputi media informasi, slogan, cara Penyampaian, kualitas sumber informasi, kegiatan penyuluhan.

Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian ini ingin menguji pengaruh kemudahan pajak, keadilan pajak, dan sosialisasi perpajakan terhadap kemauan untuk patuh yang berlandaskan pada Teori Tindakan Beralasan.

Dalam teori ini kemauan untuk patuh (niat) Wajib Pajak UMKM dipengaruhi oleh faktor sikap atau cara pandang wajib pajak atas keadilan dan kemudahan pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 dan faktor norma subjektif yang berasal dari sosialisasi perpajakan oleh fiskus.

Rerangka teori penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Rerangka Teori

Sumber: Data diolah (2019)

Pengaruh Kemudahan Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh

Kemudahan pajak dapat dikaitkan dengan persepsi wajib pajak atas aspek-aspek dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 yang memberikan kemudahan dalam memenuhi self assessment berupa penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Semakin kompleks suatu aturan perpajakan maka akan membuat Wajib Pajak enggan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. PP Nomor 23 Tahun 2018 dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk memudahkan wajib pajak yang melaksanakan dan menerapkan peraturan perpajakan tersebut.

Kemudahan tersebut tercermin dari kemudahan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak.

Kemudahan pajak dalam suatu peraturan perpajakan merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan karena akan memengaruhi sikap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Jika peraturan perpajakan dibuat menjadi lebih mudah dipahami dan sederhana terkait perpajakannya maka kemauan wajib pajak untuk menjadi patuh akan meningkat (Chau & Leung, 2009).

Sundah & Toly (2014) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh kemudahan sistem self assessment terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Tulungagung. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemudahan memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian Firdaus (2014) mengenai pengaruh kemudahan pajak terhadap kepatuhan WPOP dan WP Badan di KPP Pratama Surabaya Karangpilang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif kemudahan pajak terhadap kepatuhan pajak.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sariati (2017) menguji pengaruh kemudahan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Kemudahan Pajak (X1)

Keadilan Pajak (X2)

Sosialisasi Pajak (X3)

Kemauan untuk Patuh

(Y)

(8)

8 kelompok UMKM di KPP Pratama Sawahan Surabaya. Penelitian tersebut menemukan bahwa kemudahan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh sebab itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh

Pengaruh Keadilan Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh

Neumark (dikutip oleh Rahayu, 2017, hal.

74-75) mengemukakan bahwa penerapan prinsip keadilan perpajakan dalam sistem perpajakan di suatu negara akan memberikan efek positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Tujuan dikeluarkannya PP Nomor 23 Tahun 2018 salah satunya adalah untuk lebih berkeadilan kepada UMKM. Sehingga, keadilan pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 menjadi variabel penting dalam meningkatkan kemauan wajib pajak UMKM untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan.

Jika keadilan pajak dalam sistem perpajakan sudah menunjukkan hasil yang positif atau mendapatkan respon yang positif dari wajib pajak, maka kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Keadilan pajak berhubungan dengan persepsi wajib pajak terhadap keadilan sistem perpajakan secara keseluruhan. WP yang tidak percaya akan cenderung tidak mau membayar pajak jika mereka merasakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan (Richardson, 2008).

Keadilan pajak dalam hal ini terkait dengan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang mencakup keadilan pengenaan tarif, pengenaan pajak, sanksi, dan sistem pemungutan pajak.

Penelitian Andayani (2018) terkait pengaruh keadilan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM di Pusat Grosir Tanah Abang Jakarta menunjukkan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sementara penelitian yang dilakukan Syakura (2014) mengenai keadilan pajak terhadap kepatuhan WP badan di Samarinda menunjukkan bahwa keadilan sistem perpajakan berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan WP Badan. Sehingga, semakin adil perpajakan di Indonesia maka akan semakin meningkatkan kepatuhan WP dalam membayar pajak. Oleh sebab itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh Pengaruh Sosialisasi Pajak terhadap Kemauan untuk patuh

Sosialisasi pajak merupakan proses penyampaian informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya. PP Nomor 23 Tahun 2018 merupakan peraturan yang baru diberlakukan per Juli 2018. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi secara intensif dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan tersebut sehingga kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dapat terwujud. Selain pelaksanaan sosialisasi oleh fiskus, pemberian informasi melalui media-media juga berperan dalam meningkatkan kemauan untuk patuh.

Dengan memanfaatkan media sosialisasi seperti media cetak dan media elektronik akan lebih banyak menjangkau Wajib Pajak lainnya sehingga pemahaman terkait pajak UMKM terbaru dapat semakin ditingkatkan. Elfers et al (dalam Damayanti & Suparnomo, 2013) menyatakan bahwa secara psikologis, ketika seseorang memahami sesuatu lebih dari sebelumnya, hal ini akan mengubah cara pandang dibandingkan saat belum memiliki pengetahuan. Dengan demikian pengetahuan dan pemahaman yang didapat dari sosialisasi perpajakan akan memberikan dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk berperilaku taat pajak sebab WP telah benar-benar mengetahui aturan perpajakan sehingga dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar (Damayanti & Suparnomo, 2013).

Penelitian Ananda (2015) terkait pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM di Kota Batu dan menemukan adanya pengaruh signifikan sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Sedangkan Anggara (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan WP UMKM di KPP Pratama Surakarta juga menghasilkan kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Wardani &

Wati (2018) meneliti pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kebumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap

(9)

9 kepatuhan wajib pajak. Penelitian Oleh sebab itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menjawab rumusan masalah dan melakukan pengujian pada hipotesis.

Pendekatan kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan menggunakan prosedur statistika (Abdillah dan Hartono, 2015:7).

Penelitian ini menggunakan cross-sectional- studies, yaitu sebuah penelitian yang dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin selama periode harian, mingguan, atau bulanan, dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2016:104).

Darmawan (2014:138) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan diteliti, dengan demikian populasi merupakan sumber data dalam penelitian yang memiliki jumlah banyak dan luas. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM di Kota Malang. Populasi diketahui dari data jumlah UMKM yang diperoleh peneliti dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Malang, yaitu sebanyak 1.820 UMKM. Populasi terdiri dari ribuan elemen sehingga apabila data diambil dari populasi maka akan membutuhkan banyak biaya dan waktu, serta dalam praktiknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti. Maka dari itu peneliti menggunakan sampel untuk mewakili populasi. Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2016:54).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (pengambilan sampling bertujuan).

Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017:122). Penentuan kriteria sampel ini dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan tujuan penelitian.

Kriteria sampel pada penelitian ini adalah: (1) UMKM yang telah memiliki dan terdaftar dalam NPWP, dan (2) UMKM yang menggunakan pajak final berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018. Penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Slovin. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh jumlah sampel sebanyak 100

responden. Kuesioner akan disebarkan langsung oleh peneliti kepada UMKM di Kota Malang.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data. Kuesioner adalah serangkaian pertanyaan tertulis yang dirumuskan dimana responden mencatat jawaban mereka dalam alternatif- alternatif yang ditentukan dengan cermat (Sekaran, 2016:142).

Variabel diukur dengan menggunakan skala Likert modifikasi. Skala Likert modifikasi adalah skala yang dirancang untuk memeriksa seberapa kuat responden setuju dengan sebuah pernyataan pada skala 4 dengan tanda sebagai berikut:

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju 3 = Setuju 4 = Sangat Setuju Kemudahan Pajak

Kemudahan pajak dalam penelitian ini didefinisikan sebagai penilaian Wajib Pajak UMKM atas ketentuan-ketentuan dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 yang memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

Penelitian ini menggunakan indikator yang dirumuskan oleh Sariati (2017), yaitu:

(1) kemudahan penghitungan pajak, (2) kemudahan penyetoran pajak, dan (3) kemudahan pelaporan pajak.

Keadilan Pajak

Keadilan pajak dalam penelitian ini adalah penilaian Wajib Pajak UMKM yang timbul dari kepentingan yang ada dalam dirinya sendiri terhadap aspek-aspek keadilan dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan indikator yang dirumuskan oleh Syakura (2014), yaitu:

(1) keadilan penentuan tarif pajak,

(2) keadilan batas waktu pengenaan pajak, (3) keadilan pengenaan sanksi pajak, dan (4) keadilan sistem pemungutan pajak.

Sosialisasi Pajak

Sosialisasi pajak dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan Wajib Pajak UMKM mengenai PP Nomor 23 Tahun 2018 sehingga termotivasi untuk mematuhi perpajakan. Penelitian ini menggunakan indikator yang dirumuskan oleh Wardani & Wati (2018), yaitu:

(10)

10 (1) pelaksanaan sosialisasi,

(2) media sosialisasi, dan (3) manfaat sosialisasi.

Kemauan Untuk Patuh

Kemauan untuk patuh dalam penelitian ini didefinisikan sebagai dorongan yang berasal dari pikiran dan perasaan dalam diri UMKM untuk menjadi Wajib Pajak Patuh. Penelitian ini menggunakan indikator yang dirumuskan oleh Damayanti et al (2015), yaitu:

(1) Kemungkinan WP untuk mematuhi peraturan perpajakan,

(2) Keputusan WP untuk mematuhi peraturan perpajakan, dan

(3) Kemauan WP untuk mematuhi peraturan perpajakan secara konsisten.

Model Struktural

Persamaan struktural dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = α +β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε Keterangan:

α : Konstanta

Y : Kemauan untuk Patuh X1 : Kemudahan Pajak X2 : Keadilan Pajak X3 : Sosialisasi Pajak β13 : Koefisien Regresi

ε : Tingkat Kesalahan (Error)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan UMKM di Kota Malang. Kuesioner yang direspon sebanyak 83 eksemplar atau sebesar 83% dari 100 kuesioner yang telah disebar. Sebanyak 17 kuesioner tidak direspon sebab pada saat peneliti mengambil kembali kuesioner, pemilik UMKM masih belum berada di lokasi usaha dan terdapat responden yang menghilangkan kuesioner.

Kemudian dari 83 kuesioner yang direspon, 6 eksemplar kuesioner tidak dapat digunakan karena pengisian kuesioner yang tidak lengkap ataupun terdapat responden yang tidak memenuhi kriteria pengisian kuesioner yaitu memiliki NPWP. Sehingga, jumlah kuesioner yang dapat digunakan untuk pengolahan data adalah 77 eksemplar kuesioner atau sebesar 77%

dari seluruh kuesioner yang disebarkan.

Jumlah responden berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 43 orang (56%), sementara jumlah responden berjenis kelamin laki-laki adalah 34 orang (44%). Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

mayoritas berusia 41-55 tahun dengan jumlah 29 orang (38%). Sedangkan urutan kedua diduduki oleh responden dengan rentang usia 25-40 tahun sejumlah 24 orang (31%). Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh mayoritas responden dalam penelitian ini adalah SMA sebanyak 42 orang (55%), diikuti oleh responden dengan pendidikan terakhir S1 sebanyak 24 orang (31%). Mayoritas responden dalam penelitian ini merupakan pemilik UMKM dengan jenis usaha perdagangan sebanyak 34 orang (44%). Urutan kedua diduduki oleh responden dengan jenis usaha jasa sebanyak 29 orang (38%). Kemudian mayoritas responden memiliki bentuk usaha perseorangan dengan jumlah 38 orang (49%).

Sedangkan di urutan kedua adalah responden yang memiliki bentuk usaha CV sejumlah 34 orang (44%). Omzet yang dimiliki oleh mayoritas responden adalah < Rp 300 juta sebanyak 39 orang (51%), sementara responden dengan rentang omzet Rp 300 juta - Rp 2,5 milyar menempati urutan kedua dengan jumlah 37 orang (48%). Mayoritas responden dalam penelitian ini telah memiliki usaha selama > 8 tahun yakni sebanyak 37 orang (48%).

Sedangkan pada rentang lama usaha 4 - 8 tahun menjadi mayoritas responden urutan kedua dengan jumlah 23 orang (30%).

Nilai R2

Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen (Abdillah dan Hartono, 2015:197). Nilai R2 dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Nilai R2 R Square

Y 0,530

Sumber: Data diolah (2019)

Keterangan: Y (kemauan untuk patuh) Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa nilai R2 variabel kemauan untuk patuh adalah sebesar 0,530. Artinya variabel independen dalam model penelitian ini mampu menggambarkan variabel dependen sebesar 53%, sedangkan sisanya digambarkan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.

Nilai Path Coefficient

Nilai path coefficient menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis (Abdillah dan Hartono, 2015:197). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk hipotesis satu ekor (one-tailed). Sehingga, jika nilai path coefficient

(11)

11 yang ditunjukkan oleh nilai T-statistic > 1,64 untuk pengujian hipotesis pada α=5% maka hipotesis diterima. Namun jika nilai T-statistic <

1,64 maka hipotesis ditolak.

Tabel 3. Nilai Path Coefficient Original

Sample (O)

T Statistics

(|O/STDEV|) Hasil

X1 -> Y 0.496 4.749 Diterima X2 -> Y -0.078 0.627 Ditolak X3 -> Y 0.433 4.845 Diterima Sumber: Data diolah (2019)

Keterangan: X1 (kemudahan pajak), X2 (keadilan pajak), X3 (sosialisasi pajak), Y (kemauan untuk patuh)

Tabel 3 menunjukkan nilai T-Statistics pada setiap variabel dan dari tabel tersebut dapat diketahui hasil pengujian hipotesis. Berikut penjelasan hasil pengujian hipotesis:

1. Hipotesis 1

Hipotesis 1 menyatakan bahwa kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh.

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui nilai beta (β) adalah positif sebesar 0,496 dan nilai T-statistic dari variabel kemudahan pajak terhadap kemauan untuk patuh adalah sebesar 4,749 atau > 1,64. Hasil ini menunjukkan bahwa kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa Hipotesis 1 diterima.

2. Hipotesis 2

Hipotesis 2 menyatakan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui nilai beta (β) adalah negatif sebesar -0,078 dan nilai T- statistic dari variabel keadilan pajak terhadap kemauan untuk patuh adalah sebesar 0,627 atau < 1,64. Hasil ini menunjukkan bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa Hipotesis 2 ditolak.

3. Hipotesis 3

Hipotesis 3 menyatakan bahwa sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh.

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui nilai

beta (β) adalah positif sebesar 0,433 dan nilai T-statistic dari variabel sosialisasi pajak terhadap kemauan untuk patuh adalah sebesar 4,845 atau > 1,64. Hasil ini menunjukkan bahwa sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa Hipotesis 3 diterima.

Pengaruh Kemudahan Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh

Kemudahan pajak diartikan sebagai kemudahan pajak sebagai ketentuan-ketentuan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi self assessment mereka (Sariati, 2017). Kemudahan pajak ini berkaitan dengan self assessment berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 yaitu dalam perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak terutang. Hipotesis pertama menyatakan bahwa kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai T-statistic kemudahan pajak terhadap kemauan untuk patuh sebesar 4,79 atau > 1,64 dengan nilai β positif sebesar 0,496. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis 1 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan Teori Tindakan Beralasan, yang menyatakan bahwa seseorang akan mengevaluasi cara pandang atau sikap untuk memunculkan sebuah niat untuk melakukan perilaku. Jika seorang WP mempersepsikan adanya kemudahan pajak maka akan membentuk sikap positif, berujung pada munculnya niat untuk patuh terhadap peraturan perpajakan (Ajzen, 1991).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sariati (2017), Firdaus (2014), dan Sundah & Toly (2014). Hasil penelitian Sariati (2017) memperoleh bukti bahwa kemudahan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Firdaus (2014) dengan hasil bahwa kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Sundah & Toly (2014) juga melakukan penelitian dan memperoleh hasil bahwa kemudahan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak UMKM akan mematuhi peraturan perpajakan jika wajib pajak merasa bahwa peraturan itu mudah untuk diterapkan. Mudah dalam hal ini dapat dilihat dari segi mudah menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak terutang. Misu (2011) menjelaskan bahwa sebelum memutuskan untuk

(12)

12 patuh, salah satu yang harus WP hadapi adalah peraturan perpajakan. Tingkat kesulitan dari peraturan perpajakan dapat mengubah WP yang berniat patuh menjadi penghindar pajak.

Peraturan atau sistem pajak harus bertujuan untuk menjadi sederhana, dimengerti dan jelas dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak, karena semakin sulit sistem pajak maka akan menyebabkan wajib pajak enggan memenuhi kewajibannya (Chau & Leung, 2009).

Dengan demikian, semakin tinggi kemudahan perpajakan maka semakin meningkatkan kemauan UMKM untuk patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemudahan pajak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi secara positif kemauan untuk patuh.

Pengaruh Keadilan Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh

Keadilan pajak didefinisikan sebagai penilaian Wajib Pajak UMKM yang timbul dari kepentingan yang ada dalam dirinya sendiri terhadap aspek-aspek keadilan dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 (Pohan, 2014). Keadilan pajak dalam hal ini berkaitan dengan tarif, pengenaan pajak, sanksi, dan sistem pemungutan pajak berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai T-statistic keadilan pajak terhadap kemauan untuk patuh sebesar 0,627 atau < 1,64 dengan nilai β negatif sebesar -0,078.

Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis 2 ditolak.

Teori keadilan menyatakan bahwa penerapan prinsip keadilan perpajakan dalam sistem perpajakan di suatu negara akan memberikan efek positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan. Menurut teori tindakan beralasan, persepsi WP atas sistem perpajakan yang adil juga akan memunculkan sikap positif sehingga WP mau untuk patuh terhadap peraturan perpajakan (Ajzen, 1991).

WP yang tidak percaya akan cenderung tidak mau membayar pajak jika mereka merasakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan (Richardson, 2008). Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan hal tersebut, sehingga hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Syakura (2014) dan Andayani (2018). Syakura (2014) menyatakan dalam hasil

penelitiannya bahwa keadilan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Sedangkan hasil penelitian Andayani (2018) menunjukkan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian ini masih tidak bertentangan dengan teori keadilan distributif yang menyatakan bahwa untuk menjadi adil, sebuah sistem tidak hanya perlu untuk memperlakukan seseorang dalam kondisi dan cara yang sama, melainkan tergantung pada kebutuhan individu. Penelitian terdahulu yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2014) dan Permatasari (2016). Firdaus (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa keadilan pajak berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2016) menguji salah satu hipotesis yaitu pengaruh keadilan pajak terhadap kepatuhan wajib Pajak UMKM di Kabupaten Jombang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Tidak sesuainya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan karena adanya faktor lain yang dipersepsikan berbeda tentang keadilan pada penelitian ini. Faktor lain yang diduga sebagai sebab pengaruh tidak positif antara keadilan pajak terhadap kemauan untuk patuh adalah adanya penilaian dari Wajib Pajak bahwa mereka tidak dikenai pajak sesuai dengan kebutuhannya. Wajib Pajak ingin dikenai pajak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Apabila beban pajak antara WP yang satu lebih berat jika dibandingkan dengan WP lainnya maka dapat menurunkan kepatuhan pajak mereka (Misu, 2011).

Secara umum Wajib Pajak telah merasakan aspek-aspek keadilan dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Akan tetapi, terkait pernyataan batas waktu pengenaan PPh final UMKM, 40 responden (52 persen) dari total 77 responden menjawab bahwa batas waktu pengenaan PPh final UMKM belum dirasa adil. PP Nomor 23 Tahun 2018 menerapkan batas waktu pengenaan pajak selama 7 tahun bagi WPOP, 4 tahun bagi WP Badan berbentuk CV, Firma, dan Koperasi, dan 3 tahun bagi WP Badan berbentuk PT.

Setelah batas waktu berakhir WP akan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dasar

(13)

13 pengenaan pajak tidak lagi berupa peredaran bruto melainkan peredaran neto, sehingga mereka harus membuat pembukuan dengan tertib. Sebagian WP merasa batas waktu yang diberikan masih belum cukup bagi mereka untuk mempersiapkan diri dan mempelajari pembukuan dengan benar, seperti bagi WP Badan yang selama ini belum menyelenggarakan pembukuan dengan tertib yang hanya diberikan waktu 4 tahun bagi CV, Firma, dan Koperasi sementara PT hanya diberikan waktu 3 tahun.

Sehingga diartikan bahwa wajib pajak UMKM merasa adanya aspek batas waktu dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 yang tidak mempertimbangkan kemampuan Wajib Pajak sehingga pada akhirnya akan menambah beban pajak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keadilan pajak tidak memengaruhi secara positif kemauan untuk patuh.

Pengaruh Sosialisasi Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh

Sosialisasi pajak merupakan upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terkait perpajakan (Ananda, 2015). Hipotesis ketiga menyatakan bahwa sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai T-statistic sosialisasi pajak terhadap kemauan untuk patuh sebesar 4,845 atau > 1,64 dengan nilai β positif sebesar 0,433. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis 3 diterima.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wardani &

Wati (2018), Ananda (2015), dan Anggara (2017). Hasil penelitian Wardani & Wati (2018) menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Ananda (2015) juga membuktikan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Kemudian penelitian lainnya yang dilakukan oleh Anggara (2017) menemukan bahwa sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM, sehingga semakin tinggi sosialisasi pajak yang diberikan maka semakin meningkatkan kepatuhan pajak UMKM.

Pemberian sosialisasi kepada wajib pajak akan memberikan mereka pengetahuan mengenai perpajakan sehingga dapat meningkatkan kemauan wajib pajak untuk patuh terhadap peraturan perpajakan. Pemberian edukasi kepada WP mengenai tanggung jawab

sosial untuk membayar pajak akan memengaruhi kemauan untuk patuh, karena pengetahuan perpajakan yang baik akan menimbulkan kepercayaan WP akan sistem perpajakan sehingga memotivasi mereka untuk patuh (Misu, 2011). Pengetahuan dan pemahaman yang didapat dari sosialisasi perpajakan juga akan memberikan dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk berperilaku taat pajak karena WP telah benar-benar mengetahui aturan perpajakan sehingga dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar (Damayanti & Suparnomo, 2013).

Dengan demikian, semakin tinggi sosialisasi mengenai PP Nomor 23 Tahun 2018 kepada UMKM maka semakin meningkatkan kemauan UMKM untuk patuh terhadap peraturan perpajakan. Oleh karenanya sosialisasi perlu untuk terus diberikan kepada wajib pajak secara merata. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi pajak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi secara positif kemauan untuk patuh.

PENUTUP

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kemudahan pajak, keadilan pajak, dan sosialisasi pajak terkait PP Nomor 23 Tahun 2018 terhadap kemauan UMKM di Kota Malang untuk patuh. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Variabel kemudahan pajak berpengaruh positif terhadap kemauan UMKM untuk patuh.

Variabel sosialisasi pajak juga berpengaruh positif terhadap kemauan UMKM untuk patuh.

Akan tetapi, variabel keadilan pajak tidak berpengaruh positif terhadap kemauan UMKM untuk patuh. Hal ini disebabkan karena adanya faktor lain yang dianggap atau dipersepsikan berbeda oleh responden tentang keadilan pajak.

Selain itu demografi responden yang berbeda turut berpengaruh dalam cara pandang responden sehingga menjadikan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Dalam penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan. Penelitian ini memiliki kelemahan dalam penentuan populasi dan sampel UMKM yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000. Hal ini dikarenakan data UMKM yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Malang tidak menggolongkan UMKM berdasarkan peredaran

(14)

14 bruto yang diterima, sehingga menyulitkan peneliti dalam menentukan populasi dan sampel UMKM yang termasuk dalam kategori UMKM berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018, yaitu memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 dalam satu tahun.

Pada saat periode penelitian berlangsung, peneliti belum menemukan penelitian terdahulu yang membahas mengenai kepatuhan pajak setelah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikarenakan peraturan ini baru berlaku pada bulan Juli 2018. Sehingga peneliti mengacu kepada penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Saran bagi penelitian selanjutnya yaitu melakukan penelitian mengenai kepatuhan pajak pasca Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 setelah jangka waktu penerapan satu tahun, sebab penelitian ini hanya meneliti sampai pada variabel kemauan untuk patuh. Penelitian selanjutnya juga dapat memperluas objek penelitian pada pedagang kaki lima (PKL) dan badan yang belum beroperasi secara komersial, sebab keduanya tidak lagi menjadi pengecualian subjek pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, agar penelitian tentang topik ini dapat menjadi lebih akurat dan komprehensif. Kemudian diharapkan penelitian berikutnya dapat menambahkan variabel independen lain diluar variabel independen yang ada di dalam penelitian ini, sehingga model penelitian menjadi semakin baik. Misalnya variabel kondisi keuangan dan manfaat yang dirasakan oleh UMKM.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W. & Hartono, J. (2015). Partial Least Square (PLS) – Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: ANDI.

Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2): 179- 211. Diakses dari https://www.

sciencedirect.com/science/article/pii/07 4959789190020T

American Institute of Certified Public Accountants. (2010). Guiding Principles of Good Tax Policy: A framework for Evaluating Tax Proposals. Diakses dari https://www.aicpa.org/ADVOCACY/T

AX/downloadabledocuments/tax-policy -concept-statement-no-1-global.pdf Ananda, P. R. (2015). Pengaruh Sosialisasi

Perpajakan, Tarif Pajak, dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada UMKM yang Terdaftar Sebagai Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu). Jurnal Mahasiswa Perpajakan, 6(2). Diakses dari http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.i d/index.php/perpajakan/article/view/20 1

Andayani, E. (2018). Pengaruh Faktor-Faktor Pelaksanaan PP 46 Tahun 2013 Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Kasus UMKM Pusat Grosir Tanah Abang Jakarta Pusat).

TRANSPARANSI: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 1(1), 12-28. Diakses dari ojs.stiami.ac.id/index.php/transparansi/

article/view/137/0

Andreas & Savitri, E. (2015). The Effect of Tax Socialization, Tax Knowledge, Expediency of Tax ID Number and Service Quality on Taxpayers Compliance With Taxpayers Awareness as Mediating Variables. 2nd Global Conference on Business and Social Science (hal. 163-169). Diakses dari https://www.sciencedirect.com/science/

article/pii/S1877042815053641

Anggara, A. B. (2017). Kepatuhan Pajak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Surakarta. Simposium Nasional Akuntansi XX Jember (hal. 1-26).

Diakses dari http://akuntansia.com /jurnal-akuntansi-sna/sna-20/

Anggraeni, D. (2018). Pajak Tuntas, UMKM Naik Kelas. Diakses dari:

https://www.pajak.go.id/artikel/pajak- tuntas-umkm-naik-kelas

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN.

(2014). Evaluasi Pengenaan Kebijakan PPh Final Pada UMKM. Diakses dari:

http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokume n/apbn_EVALUASI_PENGENAAN_K EBIJAKAN_PPH_FINAL_PADA_UM KM20140821142332.pdf

Chau, G., & Leung, P. (2009). A critical review of Fischer tax compliance model: A research synthesis. Journal of accounting and taxation, 1(2), 34.

(15)

15 Damayanti, T.W., Suparnomo. (2013). Apa kata

mereka? Pengetahuan, Sikap Dan Niat Untuk Patuh Calon Pelaku Pajak.

Akuntabilitas Jurnal Ilmiah Akuntansi.

ISSN: 1412-0240. Vol: 12 (1).

Damayanti, T. W., Sutrisno, T., Subekti, I., &

Baridwan, Z. (2015). The Role of Taxpayer’s Perception of the Government and Society to Improve Tax Compliance. Accounting and Finance Research, 4(1): 180–187. Diakses dari http://www.sciedu.ca/journal/index.php /afr/article/view/6275

Darmawan, Deni. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: ROSDA.

Fauzia, M. (2018). Sri Mulyani Akui Penerimaan Pajak UMKM Masih Rendah. Diakses dari website Kompas.com:

https://ekonomi.kompas.com/read/2018 /07/14/164924926/sri-mulyani-akui- penerimaan-pajak-umkm-masih-rendah Firdaus, N. (2014). Pengaruh Pengetahuan

Pajak, Kemudahan Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Pada KPP Pratama Surabaya Karangpilang) (Skripsi Sarjana, Universitas Airlangga, Surabaya). Diakses dari http://repository.unair.ac.id/4765/

Halim, A. (2018). KPP Pratama Malang Selatan Sobo Pasar. Diakses dari website Malang Post: https://www.malang- post.com/ekonomi/kpp-pratama- malang-selatan-sobo-pasar

Hartanto, E. (2017). Perbedaan Skala Likert Lima Skala dengan Modifikasi Skala Likert Empat Skala. Diakses dari

website Academia.edu:

https://www.academia.edu/34548201/P ERBEDAAN_SKALA_LIKERT_LIM A_SKALA_DENGAN_MODIFIKASI _SKALA_LIKERT_EMPAT_SKALA Hartono, J. (2008). Metodologi Penelitian

Sistem Informasi. Yogyakarta: ANDI.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2013). Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun 2013.

Diakses dari https://www.kemenkeu.

go.id/media/6620/nota-keuangan-apbn- 2013.pdf

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2014). Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun 2014.

Diakses dari https://www.kemenkeu.

go.id/sites/default/files/nk%20dan%20a pbn%202014%20full_0.pdf

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2015). Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun 2015.

Diakses dari https://www.kemenkeu.

go.id/media/6626/nota-keuangan-apbn- 2015.pdf

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2016). Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun 2016.

Diakses dari https://www.kemenkeu.

go.id/media/6632/nota-keuangan-apbn- 2016.pdf

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2017). Nota Keuangan dan APBN Republik Indonesia Tahun 2017.

Diakses dari https://www.kemenkeu.

go.id/media/6640/nota-keuangan-apbn- 2017.pdf

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. (2016).

Laporan Tahunan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2016. Diakses dari http://www.depkop.go.id/laporan- tahunan

Kutner, M. H., Nachtsheim, C. J., Neter, J., & Li, W. (2005). Applied Linear Statistical

Models. Diakses dari

https://mysite.science.uottawa.ca/rkulik /mat3378/mat3378-textbook.pdf

Mardiasmo. (2016). Perpajakan (edisi 18).

Yogyakarta: ANDI.

Misbakhun, M. (2018). Reformasi Perpajakan untuk Meningkatkan Kesadaran Pajak.

Diakses dari: http://www.pajak .go.id/sites/default/files/files_berita/Slid e_MISBAKHUN.pdf

Misu, N. B. (2011). A Review of Factors for Tax Compliance. Annals of "Dunarea de Jos" University of Galati. ISSN: 1584- 0409. Vol 1: 70-76. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/266923 48.pdf

Murdoko, E. W. (2006). Personal Quality Management: Mengefektifkan Pengelolaan Diri dengan Mengaktifkan Empat Pilar Kualitas Pribadi. Jakarta:

Elex Media Komputindo.

Muthmainah, D. A. (2018). Dorong Kepatuhan Pajak, Kemenkeu Gandeng Lima BUMN Bina UMKM. Diakses dari website CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.

(16)

16 com/ekonomi/20181031195020-532- 343036/dorong-kepatuhan-pajak- kemenkeu-gandeng-lima-bumn-bina- umkm

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik. Diakses dari https://www.pajak.go.id/sites/default/fil es/2019-03/PER%20-%2026.PJ_.2014

%20tg%20Sistem%20Pembayaran%20 Pajak%20Secara%20Elektronik.pdf Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Diakses dari http://www.sjdih.

kemenkeu.go.id/fullText/2018/99~PM K.03~2018Per.pdf

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Diakses dari https://pajak.go.id/sites/default/files/20 19-03/PP%2023%202018%20.pdf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor

46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Diakses dari https://www.pajak.go.id/sites/default/fil es/2019-05/PP%20Nomor%2046%20 Tahun%202013.pdf

Permatasari, S.D. (2016). Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Kondisi Keuangan, Sanksi Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. JIMFEB: Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, 3(2). Diakses dari https://jimfeb.ub.ac.id /index.php/jimfeb/article/view/1925 Pohan, C. A. (2014). Pembahasan Komprehensif

Pengantar Perpajakan: Teori dan Konsep Hukum Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Putra, D. A. (2018). Tarif Turun Jadi 0,5 Persen Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak UMKM. Diakses dari website

liputan6.com:

https://www.liputan6.com/bisnis/read/3 571467/tarif-turun-jadi-05-persen-bisa- tingkatkan-kepatuhan-pajak-umkm Rahayu, S. K. (2017). Perpajakan: Konsep dan

Aspek Formal. Bandung: Rekayasa Sains.

Resmi, S. (2016). Perpajakan: Teori dan Kasus (edisi 9). Jakarta: Salemba Empat.

Richardson, G. 2008. The Relationship between Culture and Tax Evasion Across Countries: Additional Evidence and Extensions. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 17(2): 67–78. Diakses dari http://isiarticles.com/bundles/Article/pr e/pdf/47765.pdf

Sari, D. (2013). Konsep Dasar Perpajakan.

Bandung: Refika Aditama.

Sariati, S. (2017). Pengaruh Persepsi Keadilan dan Persepsi Kemudahan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kelompok UMKM Pasca Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pada KPP Pratama Sawahan Surabaya. Jurnal Akuntansi EQUITY, 3(2), 550-564. Diakses dari http://fe.ubhara.ac.id/ojs/index.php/equi ty/article/view/448/424

Sekaran, U. & Bougie, R. (2016). Research Methods or Business (7th ed). United Kingdom: Wiley.

Setiawan, F. X. (2018). Penurunan Tarif Pajak UMKM, Antara Keadilan dan Kejujuran Wajib Pajak. Diakses dari:

https://www.pajak.go.id/id/artikel/penur unan-tarif-pajak-umkm-antara-

keadilan-dan-kejujuran-wajib-pajak Sivo, S. A., Saunders, C., Chang, Q., & Jiang J.

J. (2006). How low should you go? Low response rates and the validity of inference in IS questionnaire research.

Journal of the Association for Information Systems, 7(6), 351–414.

Diakses dari https://aisel.aisnet.org /cgi/viewcontent.cgi?article=1356&con text=jais

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (edisi 27). Bandung: Alfabeta.

Sundah, E. W. & Toly, A. A. (2014). Pengaruh Kemudahan Sistem Self Assessment, Sosialisasi Sistem Perpajakan, dan Pelayanan Kantor Pajak Terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian berjudul “ Pengaruh Pemahaman Pajak, Kebijakan Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak dan Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Pajak Wajib Pajak UMKM dengan Preferensi Risiko sebagai