• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kualitas Air Terhadap Terumbu Karang di Selat Sempu, Sendang Biru, Malang

N/A
N/A
amel

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Kualitas Air Terhadap Terumbu Karang di Selat Sempu, Sendang Biru, Malang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : AMELIA RACHMA WIJAYA

NIM : 09040421050

Mata Kuliah : Metode Penelitian

REVIEW JURNAL

1. Judul : KUALITAS AIR PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI SELAT SEMPU, SENDANG BIRU, MALANG

Tahun : 2016 Penulis :

Abstrak : Kondisi terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung dapat terpengaruhi oleh perubahan kualitas perairan. Kualitas Perairan dapat berubah dengan adanya suatu pencemaran yang berasal dari daratan maupun lautan sendiri, sehingga dapat merusak terumbu karang. Pencemaran yang dimaksud berasal dari penebangan hutan, perubahan tata guna lahan telah melepaskan sedimen dan bahan pencemar dari buangan industri, rumah tangga, dan zat-zat penyubur lainnya melalui sungai-sungai besar telah mencemari terumbu karang di perairan sekitar. Keanekaragaman disekitar terumbu karang juga dapat menurun akibat tekanan dari aktivitas. Juga, perubahan kualitas air secara langsung dapat terjadi akibat perubahan iklim global yang akhir-akhir ini dapat meningkatkan suhu permukaan laut sehingga mengakibatkan bencana pemutihan karang secara massal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan di ekosistem terumbu karang yang mempengaruhi terumbu karang di perairan Selat Sempu.

Alat dan Bahan : Pengambilan data pengukuran klorofil-a dan kualitas air pada ekosistem terumbu karang perairan Selat Sempu menggunakan metode in-situ atau pengambilan data secara langsung. Data yang diambil adalah (kedalaman, temperatur, konduktivitas, salinitas, turbiditas, pH, dan DO).

Metode : Pengambilan data dilakukan dari permukaan 0m hingga 5m dimana karang keras sebagai penyusun terumbu utama masih banyak ditemukan. Alat yang digunakan yaitu Aqua Quality Sensor model series AAQ 1183S– IF. Alat ini dapat dioperasikan pada PC dengan menggunakan program AAQ-Rinko ver. 1.05. Proses pengolahan data AAQ1183S–IF diunduh dari probe menggunakan sebuah aplikasi perangkat lunak AAQRinko version 1.05. Data kemudian dikompilasikan dan dibuat rata-ratanya pada setiap kedalaman dan setiap stasiun pengambilan data menggunakan Microsoft Excel 2007. Untuk membuat profil kontur vertikal pada masing-masing parameter kualitas air maka digunakan perangkat lunak Surfer versi 10 (32-bit). Data yang sudah di rata-ratakan akan diplotkan kedalam software Surfer yang kemudian akan dibuat visualisasi distribusi

(2)

vertikal temperature, konduktivitas, salinitas, turbiditas, pH dan DO setiap stasiun penelitian. Data kemudian dideskripsikan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh menggunakan hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan kualitas air di sekitar terumbu karang.

Hasil Penelitian : Kondisi perairan Selat Sempu mempunyai karakteristik yang unik.

Dusun Tambak Rejo memiliki struktur geografis pegunungan karst, sedangkan dusun Sendang Biru berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Terumbu karang yang ada di depan pelabuhan yang berada di pinggiran Pulau Sempu bagian utara secara tidak langsung akan terlindung dari gelombang laut lepas, akan tetapi ada beberapa faktor yang berpengaruh akan kelestarian terumbu karang di sekitar utara Pulau Sempu tersebut.

Pengambilan data sebaran vertikal temperatur dari permukaan hingga kedalaman 5 meter pada Oktober berkisar antara 23,05 – 24,10o C. Pada November temperatur vertikal air berkisar antara 27,50 – 29,70o C. Pada Desember berkisar antara 29,11 – 29,36o C.

Untuk salinitas dari permukaan hingga kedalaman 5 meter pada Oktober berkisar antara 34,087 – 34,317 PSU. Pada November berkisar antara 34,040 – 34,160 PSU. Pada Desember berkisar antara 31,910 – 35,520 PSU. Data sebaran vertikal kandungan pH dari permukaan hingga kedalaman 5 meter pada Oktober berkisar antara 6,46 – 6,55.

Sedangkan pada November berkisar antara 11,43 – 11,6. Pada Desember berkisar antara 8,99 – 9,24. Data sebaran vertikal kandungan DO dari permukaan hingga kedalaman 5 meter pada Oktober berkisar antara 8,44 – 9,84 mg/L. Sedangkan pada November berkisar antara 8,87 – 10,55 mg/L. Dan pada Desember berkisar antara 6,88 – 7,72 mg/L.

Kesimpulan : Kualitas air merupakan salah satu faktor penting untuk kehidupan karang diperairan Selat Sempu. Karang sebagai penyusun utama ekosistem terumbu karang memerlukan daya dukung lingkungan yang optimal agar proses regenerasi karang.

Kondisi kualitas perairan air di Selat Sempu masih kedalam batas normal untuk mendukung kehidupan terumbu karang, selanjutnya perlu upaya agar kondisi ini tetap terjaga sehingga secara langsung akan melestarikan terumbu karang yang berada di wilayah tersebut.

Komentar

Kekurangan : Ada beberapa parameter yang baru saya ketahui, oleh karena itu lebih baik disertakan tinjauan Pustaka

Kelebihan : Dari jurnal yang sudah say abaca baru ini jurnal yang penelitian parameternya lebih lengkap

2. Judul : KELIMPAHAN PENYAKIT KARANG DI KEPULAUAN AYAU DAN ASIA KABUPATEN RAJA AMPAT

Tahun : 2020

Penulis : Ofri Johan, Purwanto, Irman Rumengan, dan Awaludinnoer

(3)

Abstrak : Infeksi penyakit karang mengakibatkan kematian karang. Informasi terkait penyakit karang masih terbatas sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat.

Hewan karang dapat diserang oleh penyakit apabila kondisi lingkungan mengalami perubahan dari kondisi normal, sehingga menyebabkan karang mengalami stres dan memiliki daya tahan tubuh rendah. Secara teori, penyakit karang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, jamur atau virus yang biasanya diawali oleh kondisi yang menurun akibat stres atau gangguan seperti akibat suhu, sedimentasi, predasi oleh ikan atau predator lain.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan jenis dan kelimpahan penyakit karang, serta penilaian kondisi terumbu karang yang dilakukan pada delapan lokasi di kawasan the coral triangle.

Alat dan bahan : Alat selam SCUBA, roll meter, dan kamera digital Canon Power Shoot G16

Metode : Pengamatan data membentangkan garis transek sepanjang 70 m. Pengambilan data tutupan karang hidup dan jenis substrat lain menggunakan metode Transek Foto Bawah Air (UPTUnderwater Photo Transect) dengan frame berukuran 58 cm x 44 cm sebagai luasan foto yang diambil. Tutupan karang hidup (Hard Coral, HC) dianalisis dari foto dengan titik sampel sebanyak 20 titik setiap foto/ frame-nya dengan software CPCe (Coral Point Count with Excel extensions) dengan kriteria Acropora dan non Acropora, serta beberapa kriteria substrat lain.

Pemotretan bawah air menggunakan kamera digital Canon Power Shoot G16.

Pengambilan foto secara tegak lurus dengan frame. Pemotretan dilakukan pada setiap meter dari meter ke-1 sampai meter ke-20 dengan tiga kali ulangan (3 m x 20 m).

Hasil : Penelitian diperoleh tiga jenis penyakit karang dengan kelimpahan berturut-turut adalah black band disease (0,03 kol/m2 ), white syndrome (0,03 kol/m2 ), dan bleaching (0,05 kol/ m2 ). Sementara penyakit skeleton eroding band ditemukan di luar lokasi pengamatan. Kondisi terumbu karang pada lokasi pengamatan termasuk dalam kategori sangat jelek hingga kondisi sedang. Kelompok penganggu kesehatan karang berhasil didata sebanyak delapan kriteria penganggu di antaranya pigmentation response, kompetisi ruang antara alga, spons dan karang lunak, predasi akibat hewan Drupella sp., Acanthaster plancii, dan bekas pemangsaan ikan. Kelimpahan penyakit ini tergolong rendah, namun perlu pengamatan secara kontinu untuk mengetahui dampak infeksi penyakit karang terhadap kerusakan terumbu karang di masa akan datang.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan kelimpahan penyakit karang yang berhasil ditemukan di perairan Raja Ampat yaitu 0,03 kol/m2 koloni untuk jenis black band disease; 0,01 kol/m2 untuk penyakit white syndrome; dan 0,05 kol/m2 untuk bleaching. Sementara kelompok penganggu ditemukan sebanyak delapan kriteria yaitu pigmentation response, kompetisi ruang dengan alga, sponge, karang lunak, dan jenis karang lain, predasi oleh gastropod (Drupella sp.), digigit ikan dan predasi lain yang tidak teridentifikasi dengan kelimpahan antara 0,01-0,34 kol/ m2 . Lokasi ditemukan penyakit karang dan penganggu Kesehatan memiliki kondisi karang dari kondisi jelek hingga sedang.

Komentar :

(4)

Kekurangan : Rendah tingkatnya kelimpahan tidak diberi diagram

Kelebihan : Alat dan bahan yang digunakan jelas hingga lebih mempermudah saat membaca.

3. Judul : KONDISI TERUMBU KARANG DI KAWASAN KALP PANTAI KRAKAS, LOMBOK UTARA

Tahun : 2017

Penulis : Ofri Johan, Gunardi Kusumah & Ulung J. Wisha

Abstrak : Keluaran Air Tanah di Lepas Pantai (KALP) menjadi salah satu sumber nutrien penting dari darat ke laut. KALP memiliki nilai salinitas antara 2,90% - 3,48%

dibandingkan dengan kondisi air laut normal, diduga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya salah satunya termasuk terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah dampak keberadaan KALP terhadap kondisi terumbu karang dan keberadaan penyakit karang di suatu perairan.

Alat dan bahan : Alat selam SCUBA, roll meter, dan kamera digital Canon Power Shoot G16, software komputer CPCe (Coral Point Count with Excel Extensions)

Metode : Pengamatan kondisi terumbu karang menggunakan transek foto quadrat berukuran 50cmx50cm dengan pengambilan foto di kedua sisi transek secara bergantian dengan memberikan jarak 50 cm untuk foto berikutnya. Pengambilan foto diambil pada transek berukuran panjang 20 m dengan ulangan sebanyak 3 kali. Data foto kemudian dianalisa dengan menggunakan software komputer CPCe (Coral Point Count with Excel Extensions) sesuai dengan Kohler & Gill (2006) dengan objek pengamatan pada setiap frame/foto sebanyak 20 sampel titik. Setiap titik yang diatur secara acak oleh sistem komputer dilakukan identifikasi substrat biotik dan jenis karang yang ditemukan berdasarkan kriteria. Data yang dihasilkan dari analisa ini yaitu tutupan karang hidup, jenis karang yang ditemukan, tingkat kematian dan presentasi alga serta parameter lainnya sesuai dengan panduan dan kreteria yang digunakan. Tutupan karang hidup diklasifikasikan pada kondisi sangat baik, baik, jelek dan sangat jelek berdasarkan klasifikasi.

Hasil : Keberadaan air tawar yang muncul di dasar perairan sekitar 300-500 m dari garis pantai ini diduga dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan yang berakibat terjadi penurunan tutupan karang hidup di lokasi sekitar KALP dengan lokasi yang tidak ada KALP nya. Perbedaan ini dapat dijelaskan secara detail perlokasi dari hasil penelitian dengan melihat beberapa kategori dalam penelitian kondisi terumbu karang. Tutupan karang hidup di lokasi yang dekat dengan sumber KALP 1 lebih rendah (29,18%) dibandingkan dengan yang jauh dari sumber KALP (Tabel 3). Hal ini terbukti dengan tingkat kematian yang lebih tinggi DCA, rock (bongkahan batu karang) dan rubble (patahan karang) lebih tinggi yaitu berturut-turut sebesar 30,85%, 12,67% dan 10,53%.

Sementara kategori karang lain tidak ditemukan. Tingginya tingkat kematian dan patahan karang ini menunjukkan keberadaan KALP berpengaruh terhadap kehidupan karang di lokasi yang berdekatan dengan sumber KALP.

Kesimpulan :

(5)

Masuknya air tawar ke laut menyebabkan turunnya salinitas di perairan Pantai Krakas, secara lokal dapat menjadi sebab kematian karang atau terhambatnya pertumbuhan karang di lokasi tersebut. Berdasarkan jenis karang dilihat dari bentuk pertumbuhannya yang berada di lokasi pengamatan 1, diketahui karang yang sensitif terhadap kondisi lingkungan ekstrim (Acropora) hanya ada sekitar 1,06%, dan kelompok CB (Coral Branching) sekitar 11,93%. Tutupan karang hidup di lokasi 2 berada dibawah 50%, namun ditemukan karang Acropora Branching (5,26%) dan kelompok CB (Coral Branching) sekitar 31,05%. Di lokasi jauh dari KALP atau lokasi 3, kelompok Acroporidae memiliki tutupan sebesar 29,62%, merupakan tutupan paling tinggi dibandingkan jenis karang lain dengan total karang hidup sebesar 51,37% berada pada kondisi karang baik. Dari data yang dianalisis disimpulkan bahwa ditemukannya beberapa penyakit karang disebabkan oleh adanya sumber air tawar di sekitar lokasi (KALP), sehingga kelimpahan penyakit terjadi di luar batas normal (outbreak). Masih diperlukan waktu untuk mengetahui berbagai jenis penyakit tersebut ke arah yang lebih spesifik, seperti asosiasi bakteri atau jamur dengan koloni karang yang terinfeksi yang dapat menjadi pembanding dengan daerah lain. Sebagai contohnya, literatur menyebutkan penyakit YBD disebabkan oleh bakteri dari kelompok Vibrio spp.

Komentar :

Kekurangan : Saat proses transek kurang detail, saya kurang paham

Kelebihan : Lokasinya sangat pas dijadikan penelitian, yang akhirnya menghasilkan banyak data

4. Judul : Identifikasi Jenis dan Prevalensi Penyakit Karang pada Terumbu Karang di Perairan Pengudang, Pulau Bintan

Tahun : 2022

Penulis : Rizuandi, Dedy Kurniawan, Try Febrianto, Wahyu Muzammil

Abstrak : Terumbu karang adalah ekosistem di perairan tropis yang tergolong mudah terkontaminasi penyakit karang terhadap tekanan atau perubahan lingkungan seperti pencemaran, suhu tinggi, sedimentasi, nutrien yang tinggi terutama nitrogen senyawa karbon, predator dan kompetisi dengan alga yang pertumbuhannya sangat cepat. Tujuan dari dilakukan penelitian adalah mengetahui persentase tutupan karang hidup, mengidentifikasi jenis-jenis penyakit karang dan menganalisis prevalensi karang yang terinfeksi penyakit karang di Perairan Pengudang, Pulau Bintan.

Alat dan bahan : Perahu, roll meter, belt transek, SCUBA, Current Drouge, underwater kamera, Secchi disc, multi tester (Multitest Model Y.K 005 WA), Hand refractometer, tongkat 1 meter, GPS (Global positioning system), aquades, tisu, buku identifikasi penyakit www.gefcoral.org, ice box dan botol sampel.

Metode : Pada penelitian ini melakukan survei yang berlokasi di Desa Pengudang Kecamatan Tetuk Sebong Kabupaten Bintan, kemudian penentuan titik stasiun dengan metode purposive sampling. Pengambilan data tutupan karang menggunakan metode Point Intersept Transect (PIT) untuk jenis dan prevalensi penyakit karang metode transek sabuk (belt transect), melanjutkan dengan pengukuran parameter perairan yaitu suhu,

(6)

kecerahan, salinitas, kecepatan arus, pH, DO, nitrat dan fosfat terhadap Perairan Pengudang Kabupaten Bintan. Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan piranti lunak microsoft excel 2016. Pengambilan data menggunakan metode belt transect (transek sabuk) yang memiliki ukuran lebar 2 meter dengan total panjang line 50 meter.

Pencatatan meliputi data bentuk pertumbuhan karang, jenis penyakit karang serta prevalensi penyakit karang lainnya, dengan membawa foto penyakit karang kedalam air.

Hasil : Hasil dari data kondisi terumbu karang hidup yang menggunakan metode Point Intersept Transect (PIT) untuk menilai kondisi terumbu karang di suatu perairan (Rumahorbo et al., 2018). Hasil kondisi tutupan karang hidup pada titik lokasi pengamatan stasiun 1 persentase tutupan karang hidup sebersar 70%, Pada lokasi pengamatan (St-02) persentase tutupan karang hidup (HC) sebesar 56%, pada lokasi pengamatan (St-3) sebesar 75%. Stasiun 2 yang memiliki nilai paling rendah dari 3 stasiun lokasi pengamatan di Perairan Pengudang, hal ini diduga karna pada stasiun 2 merupakan daerah yang berhadapan dengan pemukiman penduduk dan juga berhadapan dengan daerah estuari. Desa Pengudang terdapat lima jumlah penyakit karang yang ditemukan dalam penelitian ini. Hasil tertinggi yang didapatkan setelah melakukan analisis terdapat pada jenis peyakit white syndromes sebesar 34 penyakit. White syndromes (WS) merupakan jenis peyakit yang disebabkan oleh predator atau organisme pemangsa karang dengan memanfaatkan jaringan karang sebagai makanan. Predator atau organisme yang memangsa jaringan karang seperti Drupella sp dan mahkota berduri dapat menyebabkan hilangnya jaringan pada karang yang menimbulkan penyakit white syndromes.

Kesimpulan : Dari penelitian ini kondisi tutupan terumbu karang pada Perairan Pengudang Pulau Bintan, pada semua stasiun pengamatan berada dalam kondisi kategori baik. Penyakit karang yang ditemukan sebanyak lima penyakit karang terdiri dari black band disease (BBD), brown band disease (BrB), dark spots disease (DSD), yellow band disease (YBD) dan white syndromes (WS). Hasil prevalensi penyakit karang tertinggi terdapat pada (St-2) sebesar 9,07%, prevalensi penyakit karang yang terndah terdapat pada (St-1) dengan jumlah 4,67%. White syndromes (WS) adalah yang paling banyak ditemukan di semua stasiun penelitian. Kepadatan penyakit karang tertinggi pada (St-2) sebesar 0,320 koloni/m2 dan terendah pada (St-1) sebesar 0,220 koloni/m2.

Komentar :

Kekurangan : Banyak kata asing yang harus lebih dijabarkan

Kelebihan : Alat dan bahan yang digunakan jelas hingga lebih mempermudah saat membaca.

5. Judul : HUBUNGAN PARAMETER LINGKUNGAN TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN KARANG DI PULAU TUNDA - BANTEN

Tahun : 2016

Penulis : Dedi, Neviaty P. Zamani dan Taslim Arifin

Abstrak : Terganggunya ekosistem pesisir khususnya terumbu karang sangat dapat berpengaruh gangguan kesehatan dan penyakitnya dari kondisi lingkungan dan aktivitas

(7)

manusia. Pulau Tunda salah satu pulau terluar yang berbatasan dengan Teluk Jakarta dan Teluk Banten yang mendapatkan tekanan lingkungan dari pembangunan daerah tersebut.

Penelitian ini bertujuan mengkaji apakah parameter lingkungan memiliki hubungan dengan sebaran gangguan kesehatan karang. Survei lapangan dilakukan pada Januari 2014.

Alat dan bahan : Belt transect

Metode : Pengambilan data menggunakan metode transek sabuk dengan lebar 1 x 1m pada kedalaman berkisar 3 – 5m. Untuk mengetahui Hubungan parameter lingkungan dan kelimpahan penyakit karang dianalisis dengan Principal Components Analysisdan sebaran penyakit karang dianalisis dengan Correspondent Analysis.

Hasil : Dari hasil pengamatan, jenis gangguan yang terdapat pada lokasi pengamatan Pulau Tunda - Banten yaitu pemutihan karang (Full, Patches, dan Stripes) sedangkan gangguan kesehatan lainnya meliputi Cots, fishbite, PR, IG, SP dan SD. Pemutihan karang bentuk Patches merupakan bentuk pemutihan karang yang banyak ditemukan dari seluruh lokasi pengamatan dengan total koloni yang terserang sebanyak 91 koloni.

Gangguan kesehatan SP (Spons Over) merupakan gangguan kesehatan yang sedikit (7 koloni) ditemukan pada lokasi pengamatan.Sebaran pemutihan karang memiliki hubungan terhadap salinitas, suhu dan fosfat sedangkan gangguan kesehatan karang SD dan SP memiliki hubungan terhadap konsentrasi nitrat dan silikat.

Kesimpulan : Gangguan kesehatan karang yang ditemukan yaitu pemutihan karang (Full, Patches, dan Stripes), sedangkan gangguan kesehatan lainnya meliputi Cots, fishbite, PR, IG, SP dan SD.Sebaran intensitas kesehatan karang dipengaruhi oleh parameter lingkungan perairan.Sebaran pemutihan karang memiliki hubungan terhadap salinitas, suhu dan fosfat, sedangkan gangguan kesehatan karang SD dan SP memiliki hubungan terhadap konsentrasi nitrat dan silikat.

Komentar :

Kekurangan : Banyak nama latin yang disingkat tidak diberi pengertian Kelebihan : Analisis datanya sangat detail

6. Judul : Considerations for maximizing the adaptive potential of restored coral populations in the western Atlantic

Tahun : 2021

Penulis : Lorna Howlett1,2, Emma F.

Abstrak : Terumbu karang dapat dikatakan memburuk di seluruh dunia, sehingga mendorong pengelola terumbu karang untuk semakin mengeksplorasi alat pengelolaan yang baru. Pembibitan karang multi-taksa didirikan pada tahun 2018 untuk pertama kalinya di Great Barrier Reef (GBR). Penelitian ini bertujuan untuk membantu pemeliharaan dan pemulihan terumbu karang di lokasi “bernilai tinggi yang sering dikunjungi oleh industri pariwisata.

(8)

Alat dan bahan : Alat selam, perahu bermotor, papan manta, roll meter, kamera underwater, GPS

Metode : Berbagai spesies karang (n = 11) disebarkan di dalam perairan dangkal (kira- kira 4-7m) yang dipasang di dua lokasi yang ditandai dengan paparan lingkungan yang berbeda berdekatan dengan saluran air dalam (Blue Lagoon) dan satu lagi yang relatif terlindung ( Ray Ban). Sementara survei manta tow di sekitar Opal Reef menunjukkan bahwa peristiwa pemutihan karang 2016/17 mengurangi tutupan karang keras dari 21% (2015) menjadi 8% (2019) [28 ], kematian karang dari peristiwa ini sangat tidak merata di dalam dan di antara lokasi.

Hasil : Tingkat pertumbuhan fragmen karang yang ditempatkan di pembibitan sangat bervariasi di seluruh taksa tetapi umumnya lebih tinggi di Blue Lagoon (2,1–10,8 cm2 bulan-1lebih dari 12 bulan) dibandingkan dengan RayBan (0,6–6,6 cm2bulan-1lebih dari 9 bulan). Pertumbuhan di Blue Lagoon sebagian besar tidak bergantung pada musim, kecuali untuk Tenis Acropora dan Acropora hyacinthus, di mana tingkat pertumbuhan 15–20% lebih tinggi untuk Desember 2018-Juli 2019 (“musim hangat”) dibandingkan dengan Agustus-Desember 2018 (“musim dingin”). Kelangsungan hidup di semua 2.536 fragmen pembibitan adalah ca. 80–100%, dengan beberapa spesies menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi di Blue Lagoon (Lorip Acropora,Porites cylindrica) dan lainnya di RayBan (A. eceng gondok,Montipora hispida). Pengukuran pertumbuhan dan kelangsungan hidup secara paralel digunakan untuk menentukan skor pengembalian atas upaya (RRE) relatif sebagai metrik terintegrasi dari "kesuksesan" yang memperhitungkan pertukaran riwayat hidup, melengkapi penilaian pertumbuhan atau kelangsungan hidup yang saling eksklusif. Skor RRE di dalam lokasi (antar spesies) sebagian besar didorong oleh pertumbuhan, sedangkan skor RRE antar lokasi sebagian besar didorong oleh kelangsungan hidup. Oleh karena itu, fase pembibitan awal perbanyakan karang tampaknya berguna untuk melengkapi bahan karang yang tersedia secara alami untuk pengelolaan situs wisata Great Barrier Reef (bernilai tinggi) yang sering dikunjungi, tetapi penilaian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi seberapa baik tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup untuk karang yang tumbuh di pembibitan. material disingkirkan.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa pembibitan multi-taksa pertama yang ditempatkan di GBR dapat menghasilkan pertumbuhan karang dan kelangsungan hidup yang tinggi, dan karenanya skor RRE tinggi. Sementara jelas bahwa mengatasi perubahan iklim sebagai penyebab utama degradasi GBR. Peningkatan kelimpahan dan keanekaragaman karang lokal di lokasi wisata bernilai tinggi yang dipengaruhi oleh dampak lokal, seperti tekanan wisata, dan peristiwa bleaching massal.

Komentar :

Kekurangan : Penelitian berkaitan dengan musim, lebih baik dijabarkan perbulannya agar data lebih maximal, juga alat dan bahan tidak dijelaskan

Kelebihan : Perbandingan yang diteliti jelas karna disertakan gambar

7. Judul : Bacterial community dynamics are linked to patterns of coral heat tolerance Tahun : 2016

(9)

Penulis : Maren Ziegler, Francois O. Seneca, Lauren K. Yum, Stephen R. Palumbi &

Christian R. Voolstra

Abstrak : Pemanasan laut merupakan salah satu fenomena yang mengancam ekosistem terumbu karang. Namun demikian, karang bisa disesuaikan dengan lingkungan termal mereka dan dapat mewarisi toleransi panas lintas generasi. Selain itu, beragam mikroba yang berasosiasi dengan karang memiliki kapasitas untuk lebih cepat mengalami perubahan, sehingga berpotensi membantu adaptasi karang berumur panjang. Tujuan Penelitian ini untuk menunjukkan bahwa mikrobioma terumbu karang di seluruh habitat bervariasi secara termal dan perubahannya terjadi ketika karang ditransplantasikan secara timbal balik.

Alat dan bahan : Data dari studi sebelumnya tentang inang karang dan kompartemen simbion berinteraksi

Metode : Dengan memahami dan menguraikan data dari studi sebelumnya tentang bagaimana inang karang dan kompartemen simbion berinteraksi juga yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Sistem seperti itu dapat ditemukan di karang Acropora hyacinthus di kolam karang belakang Pulau Ofu di Taman Nasional Samoa Amerika Serikat. Kolam karang ini menampilkan lingkungan yang berbeda secara termal di sekitar langsung yang memungkinkan menjelajahi efek lingkungan pada holobion karang tanpa faktor pengganggu situs. Selain itu, A. hyacinthusadalah spesies kosmopolitan yang peka terhadap panas dengan prevalensi tinggi di terumbu Pasifik15.

Hasil : Data juga menunjukkan aklimatisasi yang kuat antara lingkungan termal setelah transplantasi timbal balik. Karenanya, aklimatisasi koloni individu setelah transplantasi bukan karena perubahan lingkungan intraseluler yang berbeda secara mencolok menunjukkan bahwa genotipe simbion karang, tetapi bisa melibatkan perubahan pada simbion lain atau mikroba terkait. Sejalan dengan ini, pekerjaan terbaru telah menunjukkan hubungan yang kuat antara koloni karang dengan komunitas spesifik spesies yang biasanya terdiri dari 100-an taksa bakteri 6,19, beberapa di antaranya mungkin memediasi kepekaan terhadap variasi lingkungan seperti konsentrasi nutrisi atau mungkin suhu.

Kesimpulan : Studi dalam sistem lain memperdebatkan peran bakteri dalam memberikan toleransi panas dan ketahanan penyakit pada terumbu karang. Kumpulan HV yang sangat bervariasi dan kumpulan MV yang cukup bervariasi di Pulau Ofu, yang terletak di Taman Nasional Samoa Amerika Serikat. Koloni karang asli di kedua kolam memiliki komunitas mikroba yang berbeda. Selain itu, setelah 17 bulan transplantasi, mikrobioma karang non- asli yang ditransplantasikan ke setiap kolam disesuaikan dengan kondisi lingkungan baru dan tidak jauh berbeda dengan karang asli di kolam yang sama. Dalam percobaan tekanan panas jangka pendek, komunitas mikroba merespons dalam waktu 20 jam untuk karang yang telah ditransplantasikan ke lingkungan yang lebih stabil dan lebih dingin. Tetapi koloni yang hidup di lingkungan yang lebih hangat dan lebih bervariasi selama 17 bulan lebih sedikit memutih dan mempertahankan komunitas mikroba mereka.

(10)

Komentar :

Kekurangan : Referensi studi data yang digunakan harusnya lebih jelas dan tertata

Kelebihan : Meskipun data menggunakan referensi sebelumnya, penulis dapat menjabarkan dengan jelas, baik dan benar

8. Judul : Kematian Karang Terkait Penyakit yang Belum Pernah Ada Sebelumnya di Florida Tenggara

Tahun : 2016

Penulis : William F. Precht, Brooke E. Gintert, Martha L. Robbart, Ryan Fura & Robert van Woesik

Abstrak : Suhu air yang sangat tinggi dan perubahan iklim dapat meningkatkan proses bleaching karang, penyakit karang, bahkan sampai peristiwa kematian karang. Pemutihan karang dan penyakit wabah merupakan fenomena yang saling terkait, karena banyak penyakit karang merupakan konsekuensi dari patogen oportunistik yang membahayakan koloni yang tertekan secara termal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran peninggalan ini adalah sisa-sisa dari sistem karang penghalang sepanjang 150 km yang hampir terus menerus yang membentang ke utara dari Miami ke Palm Beach County pada awal hingga tengah Holosen.

Alat dan bahan : Referensi dari novel Sphingomonas bakteri

Metode : Studi ini dilakukan pada terumbu karang di tenggara Florida, yang berada di ujung utara pertumbuhan terumbu di sepanjang Amerika. Berbaring di Miami-Dade County adalah serangkaian terendam, pantai-paralel, teras terumbu fosil. Terumbu peninggalan ini adalah sisa-sisa dari sistem karang penghalang sepanjang 150 km yang hampir terus menerus yang membentang ke utara dari Miami ke Palm Beach County pada awal hingga tengah Holosen.

Hasil : Sebanyak 115 koloni karang, mewakili 13 spesies karang, ditandai untuk pemantauan berulang di empat lokasi di jalur terumbu bagian dalam di Kabupaten Miami-Dade. Koloni karang dipantau setidaknya 40 kali antara 19 Oktober 2013 dan 13 Juli. Puncak pemutihan karang tercatat pada bulan September 2014. Secara khusus, prevalensi pemutihan tertinggi yang tercatat terjadi pada tanggal 12 September 2014, ketika 84% (21 dari 25 karang yang disurvei hari itu) menunjukkan tanda-tanda pemutihan karang. Pemulihan dari pemutihan terlihat segera setelah suhu menurun, dengan sebagian besar karang mendapatkan kembali warnanya dalam waktu 2 bulan.

Hanya satu koloni yang ditandai, di empat lokasi pemantauan permanen, yang mati sebagai akibat langsung dari pemutihan karang.

Kesimpulan : Patogen diduga wabah putih tipe-II diisolasi oleh Richardsonet al.11, dan diklasifikasikan sebagai novel Sphingomonas bakteri. Di Kepulauan Virgin AS, analisis jaringan dari lima spesies karang memastikan adanya Sphingomonas seperti bakteri dalam koloni yang terinfeksi penyakit wabah putih. Baru-baru ini, patogen diduga diidentifikasi sebagai Aurantimonas coralicida, bakteri yang baru dideskripsikan. Namun, penelitian terbaru belum mendeteksi patogen ini dalam sampel karang dengan tanda-

(11)

tanda penyakit, menunjukkan bahwa mungkin ada lebih dari satu agen penyebab penyakit wabah putih. Selain itu, kurangnya spesifisitas inang, dan munculnya gejala serupa dengan komunitas mikroba yang berbeda. Penyakit wabah putih hanyalah infeksi oportunistik pada inang karang yang terganggu. Selain itu, penyakit ini dapat disebabkan oleh sejumlah patogen dan keadaan lingkungan, yang berpuncak pada tanda fisik yang sama yang saat ini kami identifikasi sebagai penyakit wabah putih. Banyak terumbu karang menunjukkan prevalensi penyakit pes putih yang rendah.

Komentar :

- Kekurangan : Setiap spesies karang yang mewakili harusnya disebutkan

- Kelebihan : Meskipun hanya beberapa data yang digunakan untuk referensi, tetapi penulis dapat menjabarkan dengan baik dan jelas

9. Judul : Coral Restoration Effectiveness: Multiregional Snapshots of the Long-Term Responses of Coral Assemblages to Restoration

Tahun : 2020

Penulis : Margaux Y. Hein, Roger Beeden, Alastair Birtles, Naomi M. Gardiner, Thomas Le Berre, Jessica Levy, Nadine Marshall, Chad M. Scott, Lisa Terry and Bette L. Willis Abstrak : Restorasi karang dengan cepat menjadi pengelolaan utama terumbu karang yang strategis terhadap mengatasi penurunan drastic pada tutupan karang di seluruh dunia. Keberhasilan restorasi dapat meningkatkan fungsi terumbu karang yang mengarah pada jasa ekosistemnya. Namun, seringkali ada ketidaksesuaian antara tujuan program restorasi karang dengan metrik yang digunakan untuk menilai efektivitasnya. Secara khusus, skala manfaat ekologis yang saat ini dinilai biasanya terbatas dalam ruang dan waktu, juga kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi respons skala terumbu karang dari kumpulan karang untuk restorasi yang diterapkan dalam empat program restorasi karang.

Alat dan bahan : situs studi yang berisi Empat program restorasi yang dipilih , yang telah beroperasi selama 8 hingga 12 tahun

Metode : Yang pertama mengumpulkan situs studi yang berisi Empat program restorasi yang dipilih , yang telah beroperasi selama 8 hingga 12 tahun, memungkinkan penilaian efektivitas jangka panjang dari berbagai pendekatan restorasi. Program yang dipilih mewakili empat wilayah terumbu: (1) Program Konservasi Terumbu Surga Baru (NHRCP) di pulau Koh Tao, Thailand; (2) Program Reefscaper di Pulau Landaa Giraavaru, Maladewa; (3) Yayasan Restorasi Karang di Key Largo, Florida Keys, AS;

dan (4) The Nature Conservancy di pulau St Croix, US Virgin Islands. Kemudian Mengukur Respon 'Snap Shot' Kumpulan Karang terhadap Restorasi Di masing-masing dari empat lokasi, data bentik dibandingkan antara situs yang direstorasi ulang (R), situs yang tidak direstorasi (UR), dan situs referensi kontrol (CR). Lokasi dipilih dengan hati- hati bersama pengelola terumbu karang lokal untuk memastikan kami memiliki representasi terbaik untuk ketiga kategori tersebut. Semua data dianalisis menggunakan program statistik R (versi 3.4.1).

(12)

Hasil : Rata-rata tutupan karang keras lebih dari dua kali lebih besar pada perlakuan yang dipulihkan dibandingkan dengan perlakuan yang terdegradasi dan tidak dipulihkan di tiga dari empat lokasi: Koh Tao (LM: F = 9,5P). Restorasi memengaruhi komposisi komunitas bentik di keempat lokasi, menyoroti bahwa upaya restorasi karang dapat memengaruhi komunitas dalam skala yang jauh lebih besar daripada transplantasi karang.

Hasil ini mendukung gagasan bahwa mengkarakterisasi keefektifan restorasi memerlukan pertimbangan skala terumbu yang luas. Metodologi restorasi, mulai dari pemilihan lokasi hingga penggunaan struktur buatan dan spesies serta kepadatan transplantasi karang yang digunakan, semuanya memerlukan pertimbangan yang cermat dalam hal dampaknya terhadap komunitas bentik lokal. Pemilihan lokasi, khususnya, semakin diakui sebagai faktor penting untuk memaksimalkan hasil upaya restorasi

Kesimpulan : Studi ini merupakan "snapshot" dari tanggapan kumpulan karang terhadap praktik restorasi dan data serta komentar kami tentang ketahanan terumbu harus ditafsirkan dalam konteks ini. Karena desain pengambilan sampel kami, perbandingan keefektifan restorasi di antara keempat program terbatas karena variabel desain restorasi, tingkat pemeliharaan transplantasi, dan usia plot yang direstorasi semuanya bervariasi di antara keempat lokasi. Demikian pula, dalam tiga program, hanya satu jenis desain restorasi yang digunakan (yaitu kerangka logam di Maladewa, pembibitan di tengah laut di kedua lokasi Karibia), yang menghalangi perbandingan yang berarti dari efektivitas restorasi antar desain. Ada ruang untuk penelitian skala kecil di lokasi tertentu pada indeks lokal keefektifan restorasi di antara berbagai jenis struktur buatan dan antara struktur buatan versus transplantasi langsung ke substrat terumbu di satu lokasi untuk melengkapi perbandingan geografis kami yang luas.

Komentar :

Kekurangan : Apabila lokasi digunakan sebagai perbandingan lebih baik hanya 2/3 lokasi saja

Kelebihan : Hasil menjawab segala rumusan masalah yang didapat

10. Judul : The coral core microbiome identifies rare bacterial taxa as ubiquitous endosymbionts

Tahun : 2015

Penulis : Tracy D Ainsworth, Lutz Krause, Thomas Bridge, Gergely Torda, Jean-Baptise Raina, Martha Zakrzewski, Ruth D Gates, Jacqueline L Padilla-Gamiño, Heather L Spalding, Celia Smith, Erika S Woolsey, David G Bourne, Pim Bongaerts, Ove Hoegh- Guldberg and William Leggat1

Abstrak : Meskipun karang merupakan salah satu metazoa yang paling sederhana, namun menyimpan beberapa komunitas mikroba yang paling beragam dan melimpah.

Membedakan inti, bakteri simbiotik dari konsorsium terkait inang yang beragam salah satu hal penting untuk dapat mengkarakterisasi kontribusi fungsional bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi mikrobioma inti karang dan menunjukkan pembagian filogenetik dan fungsional yang jelas antara habitat relung skala mikro di dalam inang karang.

(13)

Alat dan bahan : etanol, paraformaldehyde 4%, phosphate-buffered saline, kit Ekstraksi DNA Tanaman MioBio,

Metode : Pengambilan sampel karang diambil dari spesies Akropora granulosa, dari kedalaman 1–10m, 20–30 m dan 40–45 m terumbu lepas pantai Laut Koral Utara, Australia. Sampel karang yang dikumpulkan berasal dari lima lokasi yaitu Mantis Reef, Lagoon Reef, Tydeman Reef, Yonge Reef, dan Ribbon Reef. Setelah itu sampel karang ulangan langsung disimpan dalam etanol tingkat molekul 100% (n=3 per kedalaman per lokasi) atau difiksasi dengan paraformaldehyde 4% (12 jam pada suhu 4 °C) (FF).

Setelah fiksasi, sampel dicuci dalam phosphate-buffered saline (PBS) dan disimpan di tempat dingin hingga disimpan pada suhu 4 °C sebelum diproses. Cabang karang yang diawetkan dengan etanol dihancurkan dan dihomogenkan di bawah nitrogen cair dan disimpan pada suhu -80 °C. Sebuah alikuot 40 mg sampel yang dihancurkan dan dihomogenkan dikumpulkan dari setiap sampel dan DNA diekstraksi menggunakan kit Ekstraksi DNA Tanaman MioBio (MoBio, Carlsbad, CA, USA; Kat. no. 12888) mengikuti modifikasi metode yang dijelaskan oleh Sunigawa et al. (2010).

Hasil : Dari total 1508 filotipe bakteri yang teridentifikasi di seluruh komunitasA.granulosa,159 filotipe, mewakili 18 keluarga bakteri, diidentifikasi sebagai mikrobioma holobiont, 76 filotipe diidentifikasi dari mikrobioma jaringan simbiotik dan 71 filotipe diidentifikasi dari mikrobioma endosimbiotik. Sebanyak hanya 15 filotipe yang ada dalam ketiga mikrobioma, tetapi 41 filotipe secara eksklusif ditemukan di mikrobioma endosimbiotik. Mikrobioma karang mesofotikLeptoserisspp. dan Montipora capitata diidentifikasi masingmasing terdiri dari maksimal 204 filotipe (dari 1424 filotipe bakteri) dan 350 filotipe (dari 1433). Khususnya, pada setiap spesies, filotipe bakteri ditemukan berbeda secara signifikan dalam kelimpahan relatif dalam tipe habitat sampel (PHai0,05, regresi Poisson). Analisis mikrobioma inti karangA.granulosa menunjukkan bahwa hanya 0,09% dari semua filotipe bakteri yang diidentifikasi (holobiont atau seluruh komunitas) yang sebenarnya ada di 90% inang karang. Kami selanjutnya menunjukkan bahwa hanya 0,5% yang ada di 75% sampel, 2,3% di 50% dan hanya 5,5%

dari semua bakteri yang ada di seluruh komunitas inang karang yang ada secara konsisten di 30% sampel.

Kesimpulan : Simbiosis bakteri semakin diakui sebagai kontributor integral yang memiliki kemampuan eukariota untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Sementara interaksi karang-bakteri simbiotik yang spesifik, stabil dan wajib sebelumnya dianggap tidak mungkin, karena perbandingan lintas spesies dan wilayah karang menunjukkan bahwa interaksi spesifik yang konsisten memang terjadi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa interaksi karang-bakteri yang stabil secara global di habitat terumbu yang sangat beragam dan menunjukkan interaksi bakteri simbiotik ini diperkaya dari itu langka lingkungan dari itu karang tuan rumah, dan terkait erat dengan endosimbion dinoflagellate.

Komentar :

(14)

Kekurangan : Untuk alat dan bahannya bisa dituliskan terpisah, dikarenakan penelitian yang begitu Panjang, lalu gambar penjelasan bisa lebih diperbanyak

Kelebihan : Penelitian dilakukan dengan maximal dan detail dalam penulisan jurnal

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh penggunaan alat tangkap ikan hias ramah lingkungan terhadap tingkat kerusakan terumbu karang di area tangkap ikan hias perairan Gosong Karang Lebar Kepulauan Seribu

Ø Untuk mengatasi kerusakan terumbu karang yang kemungkinan timbul akibat pencemaran racun dari akar bore yang digunakan untuk menangkap ikan napoleon oleh nelayan lokal,

Pengaruh penggunaan alat tangkap ikan hias ramah lingkungan terhadap tingkat kerusakan terumbu karang di area tangkap ikan hias perairan Gosong Karang Lebar Kepulauan Seribu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi bahaya kedangkalan yang disebabkan oleh terumbu karang yang mengakibatkan kandasnya kapal tongkang di Perairan Gili Labak, Selat