PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KESTABILAN EMOSI WARGA BINAAN REMAJA
Eva Novianti Tanjung1, Fadhilla Yusri2, Yuliana Nelisma3
1,2UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
3 Guru BK MA Ulumul Qur’an Kota Banda Aceh
Co-Author: alamat email : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 05/07/2023
Revisi : 16/08/2023
Diterima : 28/12/2024
Alamat Jurnal
https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/AN -NUR/index
Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia disseminated below https://creativecommons.
org/licenses/by/4.0/
Abstract : This research is motivated by the phenomena found in Class II A prison in Sibolga which shows that inmates still have low emotional stability displayed by teenagers, such as being easily provoked by ridicule given by friends, and causing fights. Researchers are more focused on youth assisted residents in Class II A Sibolga Lapas. To increase the emotional stability of the assisted adolescents, one of the services in guidance and counseling is group guidance, which aims for researchers to find out the effect of group guidance services on the emotional stability of Class II A Sibolga prison residents. This study belongs to the Pre-Experimental Model One Group Pretest and Posttest Design. The population in this study were 26 residents of Barus Prison. The technique used in sampling was the Non-Random Sampling technique, namely Purposive Sampling where sampling was taken based on certain considerations, the samples were Youth Assisted Residents of Class II A Sibolga Prison who were indicated to have low emotional stability, namely 9 inmates. The data collection instrument was the Likert Scale, data analysis used a non-parametric statistical test with the Wilcoxon signed rank test with the help of (SPSS) 24. The results show that the value of the Z test (Wilcoxon) shows the difference between pretest and posttest.
The results of Wilcoxon calculations for the Z table value are -2.675b. based on the applicable provisions the Wilcoxon test results sig p value of 0.007 <
α (α = 0.05) which means that Ha is accepted and Ho is rejected. From the results of the Wilcoxon test calculations, it can be concluded that there is an increase in emotional stability after being given group guidance services.
Keywords: Group Guidance Services, Emotional Stability, Inmates
PENDAHULUAN
Pelanggaran yang dilakukan menjadi semakin kompleks, pelanggaran tersebut dapat dibagi menjadi; pelanggaran indeks merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, seperti perampokan, tindak penyerangan, pemerkosaan, pembunuhan;
pelanggaran status adalah tindakan yang tidak seserius tindakan indeks, seperti melarikan diri, membolos, minum-minuman keras di bawah usia yang diperbolehkan. Tindakan ini dilakukan remaja dibawah usia tertentu yang membuat mereka dapat digolongkan sebagai pelaku pelanggaran remaja. Hal tersebut terjadi karena remaja yang tidak dapat mengendalikan emosi dan tugas perkembangan yang tidak matang (Unayah & Sabarisman, 2016).
Berdasarkan pasal 1 UU No. 11 Tahun 2012 mengatakan anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya anak yang berusia 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang melakukan tindak pidana, setelah melalui proses hukum maka akan dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan, yang mana mereka akan disebut sebagai ANDIKPAS atau anak didik pemasyarakatan. Melalui lembaga ini, remaja binaan diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang berbeda dari lingkungan di luar. Adaptasi tersebut diantaranya adalah; mengikuti rutinitas yang telah ditetapkan oleh petugas pemasyarakatan, bersosialisasi dengan komunikasi yang baik sesama warga binaan maupun petugas pemasyarakatan (Kasihani & Syarifuddin, 2019). Dengan adanya penyesuaian diri tersebut, remaja binaan dengan sendirinya akan belajar untuk mengendalikan atau memberikan kontrol terhadap emosinya, hal ini memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kestabilan emosi individu remaja maupun bagi keberlangsungan kelompok sosial di dalam lingkungan Lapas.
Menurut (Ahmad, 2022) emosi dikatakan stabil apabila ekspresi emosi ditampilkan dengan konstruktif dan tidak membahayakan, interpretasi yang obyektif terhadap suatu peristiwa dan membiasakan diri menghadapi segala tantangan dan menciptakan jalan keluar.
Kestabilan emosi berkaitan dengan kematangan emosi, dimana kematangan emosi didefinisikan oleh Hurlock sebagai individu yang memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi serta memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.
Fitriyah et al., (2019) berpendapat mengenai kriteria kestabilan emosi yang menyatakan bahwa kestabilan emosi memiliki beberapa kriteria, yaitu; emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat mengontrol ekspresi dan emosi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat melepaskan dirinya dari belenggu energi mental maupun fisik yang selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain; penggunaan kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu menilai situasi secara cermat sebelum memberikan respon secara emosional. Kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk beraksi terhadap situasi tersebut.
Seseorang memiliki kestabilan emosi ditandai dengan ciri memiliki keseimbangan suasana hati, maksud, kepentingan, merasa sehat, bebas dari perasaan bersalah, khawatir atau kesepian, tidak melamun, memiliki ide dan suasana hati yang tenang (Sani Susanti, 2018) Jadi, dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi diri sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi.
Upaya untuk meningkatkan kestabilan emosi warga binaan remaja dapat dilakukan melalui layanan bimbingan kelompok, hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Slamet Dwi Priatmoko yang mengungkapkan bahwa tingkat pengendalian emosi remaja mengalami peningkatan sebesar 9.73% setelah diberikan layanan bimbingan kelompok. Emosi juga berperan dalam keberhasilan layanan bimbingan kelompok pada pengambilan keputusan yang paling rasional (Titin Sutarti, 2022). Damasio sebagaimana yang di kutip oleh Goleman menyatakan bahwa perasaan biasanya sangat di butuhkan untuk keputusan rasional. Melalui layanan bimbingan kelompok yang menuntut adanya interaksi di harapkan dapat dapat membantu individu untuk mempelajari dan menguasai kemampuan terkait kestabilan emosi.
Maka seseorang yang mempunyai kontrol emosi yang baik tidak hanya dapat memahami dan mengelola emosi diri sendiri, tetapi juga dapat mengenali emosi orang lain (Wijayanti, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis di LAPAS Klas II A Sibolga pada tanggal 26 Maret 2021, terhadap petugas lapas yang mengemukakan bahwa terdapat remaja yang kurang memiliki kestabilan emosi yang rendah. Hal ini ditunjukkan oleh tingkah laku warga binaan remaja yang terjadinya perkelahian. Kurangnya rasa empati kepada sesama teman, sifat yang keras kepala, sering mengakibatkan timbulnya kesalah pahaman dan pertikaian, warga binaan tersebut juga memiliki suasana hati yang mudah berubah yang menimbulkan akibat remaja yang kurang bersemangat dan suka menyendiri. Selain itu menurut admin lapas yang diwawancarai oleh penulis pada tanggal 26 Maret 2021 mengungkapkan bahwa belum adanya fasilitas bimbingan dan konseling di Lapas klas II A Sibolga, yang tidak memungkinkan terjadinya layanan bimbingan kelompok. Kegiatan yang biasa diberikan oleh petugas lapas adalah pemberian informasi-informasi kepada warga binaan remaja yang merujuk pada tema perenungan diri, hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran diri warga binaan remaja tentang perbuatan mereka yang salah dan bagaimana sikap yang positif dan seharusnya dimiliki oleh seorang remaja.
Penulis juga melakukan wawancara bersama remaja penghuni lapas yang dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2021, menurut penuturan A (15) masalah yang sering muncul di lingkungan lapas adalah warga binaan tidak mampu mengelola amarah, hal ini ditunjukkan dengan adanya warga binaan remaja yang mudah merasa tersinggung oleh ucapan warga binaan lainnya, sehingga memicu amarah dari remaja. Selain itu, berdasarkan wawancara penulis pada 26 Maret 2021 kepada remaja penghuni Lapas yaitu (R) yang berusia 13 tahun mengungkapkan bahwa R merasa tidak nyaman berada di lingkungan Lapas, karena tidak terbiasa dengan remaja lainnya dan disiplin yang harus diikuti setiap harinya di Lapas tersebut.
Sedangkan wawancara bersama (M) yang berusia 15 tahun, mengungkapkan bahwa M kesulitan beradaptasi dengan teman-teman yang ada di Lapas, adanya perasaan pesimis dan perasaan tidak tenang dalam menjalani keseharian. Hasil wawancara dengan beberapa orang warga binaan anak menunjukkan ciri ketidakstabilan emosi, diantaranya adalah kurang mampu mengontrol diri, pesimisme dan kecemasan, kurangnya rasa tanggung jawab, dan kesulitan dalam penyesuaian diri.
Bimbingan kelompok merupakan suatu upaya bimbingan yang diberikan kepada individu melalui kelompok dimana anggota kelompok diarahkan untuk mengikuti kegiatan diskusi.
Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik secara mendalam akan mendorong pengembangan perasaan pikiran, wawasan, keaktifan dan sikap yang menunjang diwujudkannya dalam tingkah laku yang lebih efektif, saling berinteraksi dan saling mengungkapkan pendapatnya dalam membahas topik yang ada dalam bimbingan kelompok.
Pelayanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan anggota kelompok secara bersama-sama memperoleh fungsi utama bimbingan kelompok yaitu fungsi pemahaman dan pengentasan. Dengan memanfaatkan dinamika kelompok pada saat kegiatan bimbingan kelompok berlangsung, diharapkan anggota kelompok agar dapat mengungkapkan pendapat dan menanggapi pendapat anggota kelompok lainnya, dengan tujuan memberikan pembiasaan kepada remaja binaan untuk mampu berbicara di depan orang banyak, mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran dan tanggapan perasaan kepada orang lain, belajar menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya, mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif), dapat bertenggang rasa, dan menjadi akrab satu sama lainnya. Hal ini dikaitkan dengan pemahaman terhadap kestabilan emosi anak binaan serta upaya meningkatkan kestabilan emosi tersebut melalui layanan bimbingan kelompok yang diberikan kepada warga binaan remaja yang berusia antara 12 sampai 15 tahun.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Pre-Experimental Design. Jenis penelitian ini pada prinsipnya tidak dapat mengontrol validitas internal dan eksternal secara utuh, karena satu kelompok hanya dipelajari satu kali, atau kalau menggunakan dua kelompok diantara kedua kelompok itu tidak disamakan terlebih dahulu.
Populasi dalam penelitian ini adalah 26 warga binaan remaja Lapas Barus yang semuanya adalah laki-laki, berada pada rentang usia 16 sampai 17 tahun. Dalam penelitian ini pertimbangan yang digunakan adalah warga binaan remaja di Lapas Klas II A Sampel Warga binaan Remaja Lapas Klas II A dengan Jumlah 9 orang yang memiliki tingkat kestabilan emosi rendah berdasarkan hasil pretest. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen yang mana angket penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini menggunakan model One Group Pretest-Posttest Design yaitu eksperimen yang dirancang hanya melibatkan satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Kestabilan Emosi Warga Binaan sebelum diberi Layanan
Pretest dilaksanakan pada tanggal 23 September 2022, pemberian pretest dilaksanakan terhadap 9 orang warga binaan remaja Lapas Klas II A dengan inisial PN, OL, IP, RR, ASM, PT, KCT, MST, AP yang menjadi sampel penelitian dengan tujuan untuk mengetahui skor kestabilan emosi warga binaan sebelum diberikan perlakuan (treatment), pretest yang diberikan berupa instrument angket tentang kestabilan emosi.
Tabel 1. Hasil Pretest dan posttest Kestabilan Emosoi
No Responden Pretest Posttes
Skor Keterangan Skor Keterangan
1 PN 115 Sedang 147 Tinggi
2 OL 117 Sedang 156 Tinggi
3 IP 110 Rendah 148 Tinggi
4 RR 108 Rendah 155 Tinggi
5 ASM 117 Sedang 151 Tinggi
6 PT 116 Sedang 150 Tinggi
7 KCT 114 Sedang 148 Tinggi
8 MST 113 Sedang 163 Tinggi
9 AP 113 Sedang 166 Tinggi
Jumlah 1.023 1384
Mean 113,667 Rendah 153,78 Tinggi
Nilai Tertinggi 117 Sedang 166 Tinggi
Nilai Terendah 108 Rendah 147 Tinggi
Tabel di atas menunjukkan hasl pretest dengan jumlah sampel 9 orang sebelum diberikan perlakuan bimbingan kelompok. Meannya 113,67 yang mana ini adalah rata-rata kestabilan emosi warga binaan sebelum diberikan perlakuan dan nilai ini tergolong rendah, mediannya adalah 114,00 yang mana ini adalah titik tengah semua data yang diurutkan, modusnya 113 yang mana ini nilai yang sering muncul, kemudian yang sum nya 1023, varian 9,500 ialah varian data yang didapat dari kelipatan standar deviasi, nilai tertinggi 117 dan nilai terendahnya 108 dalam kelompok ini, kemudian nilai rangenya 9 jarak nilai min dan max, standar deviasi 3.082 ialah ukuran penyebaran data dan rata-rata serta standar error adalah 1,027 yang mana ini adalah kesalahan standar untuk populasi yang diperkirakan sampel dengan menggunakan rata-rata.
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor pretest sebelum diberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok pada kestabilan emosi warga binaan remaja Lapas Klas II A Sibolga tergolong kedalam kategori rendah dengan rata-rata 113,67 yang artinya sampel yang diberikan pretest sebanyak 9 orang yang memiliki kestabilan emosi yang rendah.
Dapat di ambil kesimpulan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kestabilan emosi warga binaan remaja Lapas Klas II A Sibolga, dapat dilihat dari hasil hasil pretest (sebelum perlakuan) dan posttest (setelah perlakuan).
2. Gambaran Kestabilan Emosi Warga Binaan Setelah diberikan Layanan
Sedangkan pemberian posttest dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2022 kestabilan emosi setelah diberikan perlakuan (treatment) sekaligus untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan skor kestabilan emosi yang di peroleh warga binaan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (treatment).
Tabel 2. Data Posttest Kestabilan Emosi
No Responden Pretest Posttes
Skor Keterangan Skor Keterangan
1 PN 115 Sedang 147 Tinggi
2 OL 117 Sedang 156 Tinggi
3 IP 110 Rendah 148 Tinggi
4 RR 108 Rendah 155 Tinggi
5 ASM 117 Sedang 151 Tinggi
6 PT 116 Sedang 150 Tinggi
7 KCT 114 Sedang 148 Tinggi
8 MST 113 Sedang 163 Tinggi
9 AP 113 Sedang 166 Tinggi
Jumlah 1.023 1384
Mean 113,667 Rendah 153,78 Tinggi
Nilai Tertinggi 117 Sedang 166 Tinggi
Nilai Terendah 108 Rendah 147 Tinggi
Dapat di ambil kesimpulan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kestabilan emosi warga binaan remaja Lapas Klas II A Sibolga, dapat dilihat dari hasil hasil pretest (sebelum perlakuan) dan posttest (setelah perlakuan).
Tabel 3. Data Posttest Kestabilan Emosi
Deskripsi Data Skor
N 9
Mean 153,78
Median 151,00
Modus 148
Sum 1384
Varian 46,944
Nilai Tertinggi 166
Nilai Terendah 147
Range 19
Standar Deviasi 6,852
Standar Error 2,284
Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil posttest dengan jumlah sampel 9 orang warga binaan setelah diberikan perlakuan bimbingan kelompok. Meaninnya 153,78 yang mana ini adalah rata-rata kestabilan emosi warga binaan dengan nilai ini tergolong tinggi, median 151,00 dalam kelompok ini yang mana adalah titik tengah semua data yang di urutkan. Modus 148 yaitu nilai yang sering muncul, kemudian sum atau jumlah total nya adalah 1384. Varian data yang di dapat 46,944 yang mana varian data yang di dapat dari kelipatan standar deviasi yaitu 6,852. Nilai tertinggi dalam kelompok ini adalah 166 dan yang terendah 147, sedangkan range adalah 19 jarak nilai min dan max. Standar error adalah 2,284 yang mana ini adalah kesalahan standar untuk populasi yang di perkirakan sampel dengan menggunakan rata-rata.
Berdasarkan tabel di atas dapat di simpulkan bahwa rata-rata skor posttest setelah diberikan perlakuan bimbingan kelompok terhadap kestabilan emosi warga binaan remaja tergolong ke dalam kategori dengan rata-rata 153,78, yang artinya sampel yang diberikan posttest sebanyak 9 orang meningkat dari sebelum di berikan layanan bimbingan kelompok.
Tabel 3 Uji Normalitas Pretest Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest ,192 9 ,200* ,918 9 ,376
Postest ,213 9 ,200* ,873 9 ,133
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa significance pretest menggunakan Shapiro Wilk memiliki nilai sig (0,376) yang artinya lebih besar dari pada alpha (0,05). Dari normal Q-Q Plot of Pretest juga terlihat titik-titik menyebar mendekati bahwa data pretest berdistribusi normal.
Tabel 4 Uji Normalitas Posttest Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Pretest ,192 9 ,200* ,918 9 ,376
Postest ,213 9 ,200* ,873 9 ,133
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa significance posttest menggunakan Shampiro Wilk memiliki nilai sig (0,133) yang artinya lebih besar dari pada alpha (0.05). Dari normal Q-Q Plot of posttest juga terlihat titik-titik mendekati garis diagonal. Maka dari itu dari tabel dan diagram dapat dikatakan bahwa data posttest berdistribusi normal.
Hasil pengolahan data diketahui bahwa hasil pretest dengan jumlah sampel 9 orang sebelum diberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok jumlah skor pretest yaitu 1.023 dengan mean 113,667 yang merupakan rata-rata kestabilan emosi termasuk kategori rendah.
Sedangkan nilai tertinggi adalah 117 dan nilai terendahnya adalah 108. Maka dari itu kategori
kestabilan emosi remaja warga binaan hasil pretes pada kelompok eksperimen tergolong pada kriteria rendah yang berarti warga binaan remaja belum memiliki kestabilan emosi yang baik.
Kestabilan emosi merupakan suatu keadaan dimana individu mampu menaklukkan reaksi yang berlebihan atas stimulus yang diterima. Emosi dikatakan stabil apabila ekspresi emosi ditampilkan dengan konstruktif dan tidak membahayakan, interpretasi yang obyektif terhadap suatu peristiwa dan membiasakan diri menghadapi segala tantangan dan menciptakan jalan keluar (Rachman et al., 2020). Dengan kestabilan emosi yang baik maka remaja akan dapat mengekspresikan respon sesuai dengan stimulus yang diterima.
Hasil pengolahan data di ketahui bahwa hasil posttest dengan jumlah sampel 9 orang setelah diberikan layanan bimbingan kelompok mengenai kestabilan emosi maka jumlah skor posttest yaitu 1384 dengan mean 153,78 yang merupakan rata-rata meningkatnya kestabilan emosi warga binaan termasuk kategori tinggi. Sedangkan nilai tertingginya adalah 166 dan nilai tertingginya adalah 147. Maka kategori kestabilan emosi warga binaan hasil posttest pada kelompok eksperimen tergolong pada kriteria tinggi yang berarti warga binaan sudah memiliki kestabilan emosi yang baik setelah diberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok. Dari pelaksanaan pretest dan posttest dapat diketahui rentang rata-rata meningkatkan kestabilan emosi warga binaan dari 1023-1384 yaitu 361.
Kestabilan emosi yang dirasakan warga binaan tergolong tinggi setelah diberikan perlakuan bimbingan kelompok terkait dengan kestabilan emosi, jenis-jenis emosi, mengenali jenis emosi dalam diri, cara mengembangkan emosi positif, upaya meningkatkan kestabilan emosi, cara menstabilkan emosi, hubungan dengan teman sebaya, serta kenakalan remaja.
Perubahan pada posttest setelah mendapatkan perlakuan bimbingan kelompok ini membantu warga binaan atau konseli pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan bimbingan kelompok (Firda & Atikah, 2020).
Dengan meningkatnya kestabilan emosi setelah diberikan perlakuan (posttest), maka bimbingan kelompok dapat meningkatkan kestabilan emosi warga binaan. Pengujian hipoptesis unutk mengetahui pretest dan posttest dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test yang dilakukan dengan menggunakan SPSS 24 sehingga didapatkan hasilnya uji hipotesis pretest dan posttest nilai zhitung sebesar -2,675b. Sedangkan hasil dari asympsign (2-tailed) diperoleh nilai sebesar 0,007 yang berarti lebih kecil dari alpha 0,05. Hasil pengujian hipotesis untuk pretest dan posttest dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga Ha diterima artinya terdapat peningkatan dalam kestabilan emosi warga binaan. Dapat dikatakan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kestabilan emosi remaja warga binaan Lapas Klas IIA.
Selain itu, didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Slamet Dwi Priatmoko yang mengungkapkan bahwa tingkat pengendalian emosi remaja mengalami pengingkatan sebesar 9,73% setelah diberikan layanan bimbian kelompok. Maka dengan demikian dari hasil pelaksanaan atau perlakuan di atas dapat di pahami bahwa terjadi peningkatan kestabilan emosi warga binaan setelah melaksanakan layanan bimbingan kelompok pada pretest dan posttest. Jadi, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kestabilan emosi remaja warga binaan Lapas Klas II A.
PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Adapun hasil pretest dengan jumlah sampel 9 orang yang mana mean adalah 113,667. Sedangkan hasil posttest dengan jumlah sampel 9 orang meannya adalah 153,78, yang mana ini adalah hasil sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, nilai ini tergolong pada nilai rendah menjadi tinggi.
Adapun uji hipotesis pretest dan posttest nilai zhitung sebesar -2,675b sedangkan hasil asymp sig (2-tailed) diperoleh nilai sebesar 0.007 yang berarti lebih kecil dari pada alpha 0,05 sehingga Ha diterima dan HO ditolak sehingga ada perbedaan rata-rata nilai tes antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan kepada warga binaan yang memiliki kestabilan emosi rendah.
Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kestabilan emosi warga binaan.
REFERENSI
Ahmad, H. (2022). Hubungan kestabilan emosi dengan kontrol diri siswa sekolah menegah
pertama. Realita : Jurnal Bimbingan Dan Konseling.
https://doi.org/10.33394/realita.v6i2.4495
Firda, E., & Atikah, J. F. (2020). Layanan Bimbingan dan Konseling Ditengah Pandemi COVID-19. PD ABKIN JATIM Open Journal System.
Fitriyah, L. A., Wijayadi, A. W., Manasikana, O. A., & Hayati, N. (2019). Menanamkan Efikasi Diri dan Kestabilan Emosi. In LPPM UNHASY Tebuireng Jombang.
Kasihani, K., & Syarifuddin, S. (2019). Analisis Perilaku Spiritual Terhadap Penerapan Spritual pada Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. Journal of healthcare technology and medicine. https://doi.org/10.33143/jhtm.v5i1.339
Rachman, A., Sugianto, A., & Yustina, S. (2020). Pemahaman panduan operasional penyelenggaraan bimbingan dan konseling tingkat smp. jurnal bimbingan dan konseling ar-rahman. https://doi.org/10.31602/jbkr.v6i1.2266
Sani Susanti. (2018). Kontribusi Kestabilan Emosi dan Kemampuan Berkomunikasi Terhadap Kinerja Pegawai di Panti Sosial Pamardai Putra “Insyaf” Medan. E-Conversion - Proposal for a Cluster of Excellence.
Titin Sutarti. (2022). Praktik meditasi yoga untuk meningkatkan pengendalian diri dan penguatan daya intuisi. Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu.
https://doi.org/10.54714/widyaaksara.v27i2.192
Unayah, N., & Sabarisman, M. (2016). Fenomena kenakalan remaja dan kriminalitas. Sosio Informa. https://doi.org/10.33007/inf.v1i2.142
Wijayanti, F. T. (2014). Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Jurnal Bimbingan Dan Konseling.