• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA API-API KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA KABUPATEN BENGKALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA API-API KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA KABUPATEN BENGKALIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR

KOMUNITAS MANGROVE DI DESA API-API KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA KABUPATEN BENGKALIS

Siti Khumaira1, Vanda Julita Yahya2

1Mahasiswa Program Studi S1 Biologi

2Dosen Bidang Ekologi dan Konservasi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

siti.khumaira3810@student.unri.ac.id

ABSTRACT

Mangroves are an important ecosystem for the coastal area at Api-Api Village due to their ability to withstand coastal abrasion. Composition and structure of the mangrove vegetation on the shoreline at Api-Api Village is threatened, caused by natural and human factors. This study aimed to determine the effect of environmental factors on the structure of the mangrove community in Api-Api Village using a purposive sampling method with three observation transects. The data collected included temperature, salinity, water pH, humidity, light intensity, canopy cover, tides, and rainfall. Result of this study showed that environmental factors fall into the normal category and are suitable for the growth of the mangrove community structure in Api-Api Village.

Keywords: Api-Api Village, environmental factors, Bengkalis Regency, mangroves, .community structure.

ABSTRAK

Mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kawasan pesisir Desa Api-Api karena kemampuannya dalam menahan abrasi pantai. Komposisi dan struktur vegetasi mangrove yang berada di garis pantai Desa Api-Api menjadi terancam, yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap struktur komunitas mangrove di Desa Api-Api menggunakan metode purposive sampling dengan dibuat tiga transek pengamatan. Data yang diambil meliputi suhu, salinitas, pH air, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, pasang surut, dan curah hujan. Penelitian ini menunjukkan faktor lingkungan termasuk ke dalam kategori normal dan memiliki kesesuaian untuk pertumbuhan struktur komunitas mangrove di Desa Api-Api.

Katakunci: Desa Api-Api, faktor lingkungan, Kabupaten Bengkalis, mangrove, struktur .komunitas.

(2)

2 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan lebih banyak dari pada wilayah daratan yang keduanya dihubungkan oleh wilayah pesisir. Salah satu ekosistem pendukung wilayah pesisir yaitu hutan mangrove. Hutan mangrove adalah hutan yang dipengaruhi laut dan darat memiliki fungsi yang unik yaitu melindungi daratan, melindungi dari abrasi, intrusi air laut, sebagai habitat flora dan fauna dan manusia juga memanfaatkan vegetasinya (Arfan 2018;

Vitasari 2015). Ekosistem mangrove di Indonesia merupakan ekosistem mangrove terluas di dunia yaitu sekitar 3.364.076 ha dengan tiga klasifikasi sesuai presentasi tutupan tajuk, yaitu mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2021).

Komposisi dan struktur vegetasi pada kawasan mangrove sangat beragam yang dipengaruhi oleh kondisi tanah, pola curah hujan, dan air sungai yang masuk ke laut (Rahardi & Suhardi 2016).

Struktur mangrove di Indonesia sangat bervariasi seperti ditemukannya tegakan Avicennia marina dengan tinggi 1-2 meter pada kawasan pantai yang tergenang air laut. Bruguiera- Rhizophora-Ceriops yang berupa tegakan campuran dengan ketinggian 30 meter. Sonneratia alba dan Avicennia alba ditemukan di daerah pantai terbuka, serta Nypa fruticans dan Sonneratia caseolaris ditemukan di pinggiran sungai yang memiliki tingkat salinitas yang lebih rendah. Selain itu, beberapa jenis semak seperti Acrostichum aureum dan Acanthus ilicifolius merupakan tegakan rendah yang jarang ditemukan (Noor et al. 2012; Ulyah et al. 2022).

Luas hutan mangrove di Kabupaten Bengkalis mengalami penurunan dari 40.916 ha (2011) menjadi 33.016 ha (2015) (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkalis 2017). Kedua data tersebut menunjukkan terjadi penurunan luasan lahan sebesar 7.900 ha. Pengurangan luasan lahan ini salah satunya terjadi di Desa Api-Api. Desa Api-Api adalah salah satu desa pesisir yang berada di Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis, Riau. Desa Api- Api memiliki pantai yang dikembangkan sebagai objek wisata. Desa Api-Api merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian lereng sekitar 2-6,1 m dari permukaan laut, memiliki iklim tropis dengan suhu 26-32ᴼC. Bentuk pantai landai yang berhadapan langsung dengan Selat Bengkalis. Substrat pantai yang dijumpai berupa pasir dan lumpur, sehingga umumnya ditumbuhi oleh hutan mangrove (Ulfa et al. 2020).

Ekosistem mangrove yang berada di garis pantai Desa Api-Api menjadi terancam karena keperluan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Kebutuhan masyarakat tersebut seperti penggunaan lahan untuk pemukiman, kegiatan ekonomi, illegal logging, dan lain sebagainya (Nurrachmi et al. 2019).

Meningkatnya kebutuhan masyarakat di Desa Api-Api membuat masyarakat Desa Api-Api melakukan hal yang dapat menyebabkan kerusakan hutan mangrove seperti mengkonversi dan membuka lahan. Selain itu, terjadi kerusakan secara alami. Gelombang yang langsung menerpa pinggiran pantai dapat merusak ekosistem mangrove, terjadi karena penurunan fungsi mangrove sebagai penahan gelombang akibat aktifitas manusia.

Berdasarkan dengan keadaan kawasan mangrove yang berada di Desa Api-Api

(3)

3 tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian dasar mengenai komposisi dan struktur komunitas mangrove di Desa Api-Api.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2022. Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan di Desa Api-api, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah vegetasi mangrove di Desa Api-Api Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis.

Alat yang digunakan yaitu tali rafia, kayu pancang, alat tulis, aplikasi Smart Measure, buku identifikasi mangrove, GPS, gunting, kamera, kantong plastik, kertas label, meteran, parang, pH meter, higrometer, luxmeter, GLAMA, refraktometer, dan termometer.

Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan pada saat menentukan titik lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode purposive sampling.

Transek pengamatan disusun dengan menggunakan metode modifikasi antara jalur dan garis berpetak sebanyak tiga buah. Panjang transek dibuat 160 m dengan memotong garis topografi dari arah laut ke arah darat yang tegak lurus dengan garis pantai (Kusmana 1997). Setiap petak

pengamatan dibagi menjadi dua plot yaitu plot ukuran 10 m x 10 m untuk pohon dengan diameter berukuran ≥ 10 cm dan plot ukuran 5 m x 5 m untuk pancang dengan diameter < 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m (Ghufrona et al.

2015).

Analisis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini meliputi: faktor lingkungan terdiri atas suhu, salinitas, pH air, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, dan pasang surut.

Curah hujan merupakan data sekunder yang didapat dari data daerah tempat penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur komunitas mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Nilai parameter lingkungan yang sesuai seharusnya berada pada kisaran yang alami supaya mangrove daapt hidup dengan baik (Setiawan et al. 2017). Komunitas mangrove di suatu tempat akan berbeda antara satu dengan tempat lainya karena memiliki faktor lingkungan yang berbeda-beda (Rahim & Baderan 2017).

Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan zona depan memiliki substrat berupa pasir berlumpur yang sesuai dengan pertumbuhan R. apiculata dikarenakan perakaran R. apiculata yang kokoh menghadapi gelombang di zona depan, sehingga hanya spesies R. apiculata yang ditemukan di zona ini. Zona tengah memiliki substrat berupa tanah kering dan berlumpur, sesuai dengan substrat spesies yang ditemukan di zona tengah yang terdiri atas mangrove

(4)

4 sejati maupun mangrove asosiasi. Zona

belakang memiliki substrat yang berlumpur dan tergenang. Spesies yang ditemukan di zona belakang seperti R.

apiculata dan N. fruticans sangat sesuai untuk hidup dengan substrat berlumpur dan tergenang ini, sehingga R. apiculata dan N. fruticans ini banyak ditemukan di zona belakang.

Salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove, berbagai spesies mangrove dapat mengatasi kondisi salinitas dengan cara berbeda. Beberapa spesies mangrove mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus yang terdapat pada daun dan beberapa jenis mangrove secara selektif mampu menghindari penyerapan garam (DLH Kota Surabaya 2019). Salinitas merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan dan daya tahan mangrove pada setiap zonasi.

Hasil rerata pengukuran salinitas pada zona depan adalah 24,11‰, zona tengah 13,44‰, dan zona belakang 15,55‰.

Perbedaan nilai salinitas pada ketiga zonasi membuat spesies mangrove yang ditemukan berbeda sesuai dengan teloransi tiap spesies terhadap salinitas. Menurut Sinaga et al.

(2019) salinitas akan semakin bernilai rendah apabila semakin ke arah darat, hal ini sesuai dengan menurunnya nilai salinitas dari zona depan terhadap zona tengah. Namun, pada zona belakang terjadi kenaikan sebesar 2,41‰, hal ini terjadi karena pada zona belakang terdapat aliran air yang akan tergenang disaat pasang yang akan mempengaruhi tingkat salinitas.

Hasil pengukuran salinitas dapat memberikan gambaran bahwa mangrove di Desa Api-Api berada pada kategori baik, sehingga pertumbuhan mangrove pada kawasan tersebut menjadi baik.

Menurut Matatula et al. (2019a) mangrove dapat hidup di daerah

pertemuan air asin dan air tawar atau yang disebut air payau dengan tingkat salinitas berkisar antara 11-25‰.

Apabila salinitas di suatu kawasan terlalu rendah atau terlalu tinggi dan melebihi salinitas pada umumnya maka akan mempengaruhi pertumbuhan mangrove.

Suhu air pada daerah penelitian berkisar 29,45ᴼC untuk zona depan, 27,33ᴼC pada zona tengah, dan 27,89ᴼC pada zona belakang. Kisaran suhu optimal bagi fotosintesis mangrove yakni 28-32ᴼC, sedangkan suhu diatas 38ᴼC dapat menyebabkan proses fotosintesis pada daun terhenti (Gilman 2008). Tinggi rendahnya suhu menjadi faktor yang menentukan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Suhu juga berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi.

Hasil penelitian kelembapan udara pada zona depan sebesar 78,56%, zona tengah 81,67%, dan zona belakang 83,66%. Data-data hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lokasi penelitian memiliki kelembapan yang tinggi. Menurut Hardiansyah (2020) tinggi rendahnya kelembapan udara di suatu lokasi berkaitan dengan curah hujan pada suatu daerah. Mangrove merupakan tumbuhan yang akan tumbuh subur pada curah hujan tinggi.

Pengamatan pada lokasi penelitian menunjukan bahwa jumlah individu dari tiap-tiap fase pertumbuhan sangat tinggi.

Setiap jenis tumbuhan membutuhkan intensitas cahaya tertentu untuk dapat melakukan fotosintesis yang maksimal (Manurung et al. 2019).

Umumnya tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi, yaitu berkisar antara 3000-3800 cd. Pada lokasi penelitian, intensitas cahaya zona depan 3985,56 cd, zona

(5)

5 tengah 1466,11 cd, dan zona belakang

1171,78 cd. Intensitas cahaya zona depan merupakan intensitas yang sesuai dengan pertumbuhan mangrove, dikarenakan pada zona depan cukup terbuka. Pertumbuhan daun mangrove berukuran lebih kecil dibandingkan zona tengah dan belakang. Pada zona tengah cahaya matahari yang masuk ke dalam zona tersebut lebih sedikit. Hasil pengukuran kanopi pada zona tengah menunjukan bahwa tutupan kanopi mencapai 61,74%. Data tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan mangrove pada zona tengah mempengaruhi banyaknya cahaya matahari yang masuk ke dalam zona tersebut.

Curah hujan seperti jumlah, distribusi, dan lama hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove, seperti mempengaruhi suhu air, kondisi udara, salinitas air dan salinitas tanah (Alwidakdo et al. 2014). Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Kota Dumai, curah hujan tahunan di Kota Dumai pada tahun 2019 yaitu 2302,80 mm/tahun, pada tahun 2020 total curah hujan menurun yaitu 1719,3 mm/tahun, dan pada tahun 2021 meningkat yang mencapai 2507,3 mm/tahun. Mangrove dapat tumbuh baik dengan curah hujan 1500-3000 mm/tahun, namun beberapa mangrove mampu tumbuh di daerah dengan curah hujan sampai 4000 mm/tahun (Katili et al. 2020).

Nilai pH air yang diperoleh dari pengukuran di lokasi penelitian pada zona depan 6,28, zona tengah 6,28, dan zona belakang 6,02. Data pH yang diperoleh tersebut termasuk ke dalam pH yang cocok untuk pertumbuhan mangrove. Kisaran pH air antara 6-8,5 merupakan kisaran yang sangat cocok untuk pertumbuhan mangrove (Saru et

al. 2017). Kalsium dari pecahan karang dan cangkang Mollusca yang terlarut dapat membuat pH menjadi basa.

Umumnya tanah mangrove bersifat netral hingga asam hal tersebut dikarenakan terdapat banyak bahan organik (serasah) yang dekomposisi.

Pasang surut air laut adalah suatu fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara berkala yang terjadi karena adanya gravitasi dari benda langit (Hamuna et al. 2018). Data tentang pasang surut di lokasi penelitian diperoleh dengan melakukan pengukuran selama 39 jam. Pasang tertinggi mencapai 170 cm dengan jarak antara pasang tertinggi dan surut terendah yaitu 217,5 m. Lamanya penggenangan zona depan pada transek satu terendam sejauh 60 m. Transek dua terendam sejauh 40 m dan transek tiga terendam sejauh 30 m. Jenis pasang surut di pantai Desa Api-Api termasuk tipe pasang surut harian ganda. Menurut Winarno (2012) pasang surut harian ganda (semidiurnal tide) terjadi dua kali pasang dan dua kali surut di dalam satu hari dengan tinggi yang hampir sama dan terjadi secara teratur. Pasang surut jenis ini biasanya terjadi di Selat Melaka sampai laut Andalam. Sebagian besar mangrove di Desa Api-Api berhadapan langsung dengan Selat Melaka.

KESIMPULAN

Spesies yang mendominasi di Desa Api-Api adalah R. apiculata.

Faktor lingkungan meliputi suhu, salinitas, pH air, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, pasang surut, dan curah hujan menunjukkan kesesuaian bagi pertumbuhan struktur komunitas mangrove di Desa Api-Api.

(6)

6 DAFTAR PUSTAKA

Alwidakdo A, Azham Z, Kamarubayana L. 2014. Studi pertumbuhan mangrove pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara.

Jurnal Agrifor 13(1): 11-18.

Arfan A. 2018. Factors that influence the change of mangrove forest in South Sulawesi Indonesia. UNM Geographic Journal 1(2): 96- 102.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Suarabaya. 2019. Laporan Kajian Kerapatan Mangrove di Pantai Timur dan Pantai Utara Surabaya. Surabaya: Dinas Lingkungan Hidup Kota Suarabaya.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkalis. 2017.

Luas Hutan Berdasarkan Jenis Hutan di Kabupaten Bengkalis.

Bengkalis.

Ghufrona RR, Kusmana C, Rusdiana O. 2015. Komposisi jenis dan struktur hutan mangrove di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan.

Jurnal Silvikultur Tropika 6(1):

15-26.

Gilman E, Ellinson J, Duke NC, Field C. 2008. Threats to mangroves from climate change and adaption options: a review.

Aquatic Botany 89(2): 237-250.

Hamuna B, Tanjung RHR, Kalor JD, Dimara L, Indrayani E, Warpur M, Paulangan YYP, Paiki K, 2018. Studi karakteristik pasang surut perairan laut Mimika, Provinsi Papua. Jurnal Acropora Ilmu Kelautan dan Perikanan Papua 1(1):19-28.

Hardiansyah N. 2020.

Keanekaragaman jenis pohon pada vegetasi mangrove di pesisir Desa Aluh-Aluh Besar Kabupaten Banjar. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya 12(2): 70-83.

Katili AS, Mamu HD, Husain IH. 2020.

Potensi Struktur Vegetasi Mangrove dan Nilai Serapan Biomassa Karbon. Gorontalo:

Ideas Publishing.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Kondisi Mangrove Indonesia: Peta Mangrove Nasional.

Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: IPB Press.

Manurung CYN, Kushadiwijayanto AA, Nurdiansyah SI. 2019. Laju pertumbuhan Rhizophora apiculata pada intensitas cahaya yang berbeda di Mempawah Mangrove Park Kalimantan Barat. Jurnal Laut Khatulistiwa 2(2): 66-71.

Matatula J, Poedjirahajoe E, Pudyatmoko S, Sadono R. 2019.

Keragaman kondisi salinitas pada lingkungan tempat tumbuh mangrove di Teluk Kupang, NTT. Jurnal Ilmu Lingkungan 17(3): 425-434.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor:

Wetland International.

Nurrachmi I, Amin B, Galib M. 2019.

Kesadaran lingkungan dan pendidikan mangrove kepada pelajar dan masyarakat di Desa Api-Api, Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis. Journal of Rural and Urban Community Enpowerment 1(1).

(7)

7 Rahardi W, Suhardi RM. 2016.

Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem Mangrove di Indonesia. Di dalam: Prosiding Symbion (Symposiium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Ahmat Dahlan. hlm 499-510.

Rahim S, Baderan DWK. 2017. Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama).

Saru A, Amri K, Mardi. 2017.

Konektivitas struktur vegetasi mangrove dengan keasaman dan bahan organik total pada sedimen di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar.

SPERMONDA 3(1): 1-6.

Setiawan MAN, Syahdan M, Hamdani.

2017. Analysis of mangrove vegetation and its relationship with the parameters of environment in takisung district tanah laut regency. Marine, Coastal and Small Islands Journal 1(1).

Sinaga HH, Surbakti H, Diansyah G.

2019. Penzonasian Mangrove dan Keterkaitannya dengan Salinitas di Muara Sungai Upang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains 21(2).

Ulfa M, Nasution S, Tanjung Afrizal.

2020. Karakteristik Habitat dan Struktur Populasi Kerang Bambu (Solen lamarckii, Chenu 1984) di Zona Intertidal Desa Apiapi Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis. Jurnal Perikanan dan Kelautan 25(3):

184-193.

Ulyah F, Hastuti ED, Prihastanti E.

2022. Struktur Komunitas

Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kepulauan Karimunjawa.

Jurnal Ilmu Kelautan 20(1): 176- 186.

Vitasari M. 2015. Kerentanan ekosistem mangrove terhadap

ancaman gelombang

ektrim/abrasi di kawasan konservasi Pulau Dua Banten.

Bioedukasi 8(2): 33-36.

Winarno DJ. 2012. Kajian hidro- oseanografi pasang surut dan arus pasang surut dalam pengembangan infrastruktur pelabuhan di Teluk Lampung. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Peranan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah.

Magister Teknik Sipil UNILA.

Bandar Lampung.

Referensi