Pengaruh Manajemen Laba Pada Nilai Perusahaan Dengan Komisaris Independen Sebagai Variabel Intervening
Sochib 1
STIE Widya Gama Lumajang email : [email protected]
Abstrak
Kuatnya keinginan manajemen bank umum untuk bisa mencapai target laba yang dianggarkan telah mendorong dijalankan praktik manajemen laba. Manajemen laba ini dilakukan dengan cara memanfaatkan celah yang ada dalam prinsip akuntansi yang berlaku untuk rekayasa laporan keuangan. Harapan manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham perusahaan dan sekaligus memberikan kemakmuran pemegang saham. Namun apakah manajemen laba itu mampu meningkatkan nilai suatu perusahaan masih terdapat hasil penelitian yang berbeda. Disisi lainnya adanya tuntutan regulator untuk pelaksanaan Corporate Governance yang harus ada di setiap entitas. Dalam paper ini, dengan pendekatan kuantitatif dilakukan penelitian menggunakan analisis jalur untuk menguji pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan dengan komisaris independen sebagai variabel intervening. Fokus penelitiannya pada komisaris independen sebagai salah satu unsur Corporate Governance untuk menguji peran pentingnya di bank umum swasta nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2014-2016. Temuan empiris menunjukkan bahwa manajemen laba secara langsung tidak mempengaruhi nilai perusahaan tetapi secara tidak langsung manajemen laba mempengaruhi Nilai Perusahaan melalui peran komisaris independen tersebut.
Kata kunci : Manajemen laba, Komisaris Independen, Nilai
Abstract
The strong desire of the management of commercial banks to achieve budgeted profit targets has driven the practice of earnings management. This earning management is done by utilizing the existing gaps in accounting principles applicable to financial statement engineering. Management expectations can increase the value of the company as reflected in the company's stock price and at the same time provide shareholder wealth. But whether the earnings management is able to increase the value of a company there are still results of different research. On the other hand, there are regulatory demands for Corporate Governance implementation that must exist in every entity. In this paper, using quantitative approach, research uses path analysis to test the effect of earnings management on firm value with independent commissioner as intervening variable. The focus of his research on independent commissioners as one of the elements of Corporate Governance to examine the important role in national private commercial banks listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2014-2016. The empirical findings show that earnings management does not directly affect the value of the firm but indirectly the earnings management affects the Company's Values through the role of the independent commissioner.
Keywords : Earning Management, Independent Commissioner, Value
PENDAHULUAN
Beberapa dimensi penting yang sering dilakukan manajemen untuk mencapai target usahanya yakni melakukan reposisioning terhadap kondisi yang sedang dihadapi manajemen. Target itu menjadi tanggung jawab manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang dijalankan melalui bebagai strategi manajemen. Dalam entitas perbankan ada strategi manajemen sumber dana bank dan starategi manajemen penggunaan dana bank, yang kedua-duanya harus disinergikan. Kedua strategi manajemen tersebut biasanya terjadi ketidaksamaan kepentingan, disatu sisi keinginan manajemen penggunaan dana untuk meningkatkan pinjaman yang diberikan agar pendapatan bunga
yang diterima semakin tinggi. Tetapi bagian lain manajemen sumber dana seperti pencapaian target Dana Pihak Ketiga dalam posisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan manajemen penggunaan dana.
Bagi manajemen puncak menginginkan target perolehan laba melalui penerimaan bunga atas pinjaman yang diberikan dengan cara meningkatkan out standing pinjaman dan dengan mendorong penerimaan lain diluar usaha pokok. Kondisi ini cenderung mendorong perilaku oportunis para manajer sehingga akan menghasilkan informasi keuangan yang tidak realistis. Apabila manajer menginginkan kinerja terlihat lebih bagus daripada kinerja sesungguhnya maka manajer akan menaikkan informasi labanya lebih tinggi dibanding laba sesungguhnya (Sri Sulistyanto, 2008).
Pengelolaan usaha dengan pendekatan manajemen modern menimbulkan pemisahan antara kepemilikan \dengan pengelolaan perusahaan. Teori agensi ini mendorong terjadinya upaya tercapainya kesejahteraan masing-masing. Sebagaimana yang dikemukakan (Sri Sulistyanto, 2008) bahwa pemilik akan mendorong manajer agar mau bekerja lebih keras dengan menggunakan berbagai intensif untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Pertimbangannya bahwa kesejahteraan pemilik itu juga berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.
Beberapa survei akuntansi menunjukkan bahwa konflik kepentingan dan tekanan manajemen puncak terhadap akuntan internal, auditor, atau konsultan akuntansi adalah penyebab terjadinya praktik manajemen laba dan skandal akuntansi (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011). Apapun yang dijalankan oleh manajemen, ukurannya seberapa besar manajemen mampu meningkatkan nilai perusahaan. Ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan fungsi-fungsi dengan melihat pada nilai perusahaan Memaksimumkan nilai perusahaan secara umum memaksimumkan harga saham, karena nilai perusahaan adalah harga saham perusahaan tersebut (Husnan, 1987).
Penelitian manajemen laba terkini mengungkapkan bahwa manajemen laba dan good corporate governance disinergikan untuk menghasilkan kesimpulan terhadap nilai perusahaan. (Herawaty, 2008), (Darwis, 2012), (Emy Wahyu Kristanti dan Maswar Patuh Priyadi, 2016), (Ustman, Subekti, &
Ghofar, 2016) dan (Surya Lesmana, 2017) meneliti Good Corporate Governance sebagai variabel intervening yang diharapkan bisa memediasi manajemen laba seperti kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, kualitas audit.
Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan kesimpulan yang berbeda, seperti:
(Herawaty, 2008), (Surya Lesmana, 2017) bahwa manajemen laba signifikan berpengaruh pada nilai perusahaan. Sedangkan peneliti yang lain seperti: (Darwis, 2012), (Emy Wahyu Kristanti dan Maswar Patuh Priyadi, 2016), (Ustman et al., 2016) membuktikan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh pada nilai perusahaan.
Demikian juga sebagai variabel intervening yang akan memediasi manajemen laba, penelitian (Herawaty, 2008) membuktikan komisaris independen berpengaruh pada nilai perusahaan, sedang Priyadi (2016) Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ternyata hasil-hasil penelitian itu masih terdapat ketidak konsistenan hasil penelitian pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah manajemen laba berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Pertanyaan penelitian atas perumusan masalah tersebut adalah: Apakah komisaris independen memoderasi manajemen laba mempengarui nilai perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk memberikan bukti empiris bahwa bagaimana sebenarnya manajemen laba mempengaruhi pada nilai perusahaan.
Hasil-hasil dari penelitian empirik ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian agency theory konsekuensinya terhadap nilah perusahaan atau harga saham. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan masukan kepada manajemen perusahaan, praktisi bisnis dan jnvestor dan calon investor dalam upaya memahami perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan sehingga harga saham terdorong naik di pasar modal dan kemakmuran pemegang saham terpenuhi
KAJIAN PUSTAKA
Meningkatkan nilai perusahaan merupakan tujuan utama setiap pengelola usaha, karena semakin tinggi nilai perusahaan akan diikuti oleh tingginya kemakmuran investor atau pemegang saham. Nilai perusahaan memberikan gambaran kepada manajemen mengenai persepsi investor mengenai kinerja masa lalu dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang.
Nilai perusahaan atau juga disebut dengan nilai pasar perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Fakta menunjukkan bahwa nilai kekayaan yang ditunjukkan pada neraca tidak mmiliki hubungan dengan nilai pasar dari perusahaan. Jika perusahaan laba, akun saldo laba akan naik sehingga otomatis nilai buku ekuitas
juga akan naik. Kenaikan nilai buku ekuitas ini menunjukkan peningkatan nilai buku perusahaan yang diikuti dengan peningkatan harga sahamnya (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011).
Manajemen Laba
Manajer dalam bisnis sebagai pengelola perusahaan yang karena statusnya manajer lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan pada masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Karena itu, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai realitas perusahaan kepada pemilik. Realitas yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan. Tetapi kenyataan ini terdapat ketimpangan informasi yang dimiliki manajer sebagai pengelola dengan pemilik perusahaan.
Kecenderungan ini memberi peluang manajer menjalankan manajemen laba.
Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Manajer juga karena tugasnya seharusnya mengupayakan pencapaian target perusahaan sebagai prestasi kinerjanya, terutama dalam wujud pencapaian laba. Karena laba itulah yang memberikan kesejahteraan bagi para investor sebagai kompensasi atas investasinya. Manajemen laba dalam setiap perusahaan merupakan upaya manajerial untuk mengintervensi informasi dalam laporan keuangan dengan cara memanfaatkan kebebasan memilih dan menggunakan metode akuntansi.
Fisher dan Rosenzweig yang dikutip (Sri Sulistyanto, 2008) bahwa Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan/menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan/penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. Harapannya bahwa dengan campur tangan manajerial dalam laporan keuangan memberikan nilai perusahaan yang semakin tinggi. Bisa juga terjadi manajemen laba memberikan dampak yang negatif, (Herawaty, 2008) menemukan penggunaan earning management akan menurunkan nilai perusahaan. Penemuan lain bahwa manajemen laba dengan pola income decreasing berpengaruh negatif pada nilai perusahaan, dan pola income increasing berpengaruh positif pada nilai perusahaan (Surya Lesmana, 2017).
Hipotesa 1 : Manajemen Laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Komisaris Independen
Secara umum Dewan Komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Peran komisaris independen sangat diperlukan dalam upaya mengelola perusahaan. Komisaris Independen dapat berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa informasi keuangan dapat mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Pasal 5 PBI No.8/4/PBI/2006 menjelaskan Komisaris Independen, (1) Dewan Komisaris terdiri atas Dewan Komisaris dan Komisaris Independen, (2) Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah Komisaris Independen. Dalam good corporate governance ditekankan pentingnya keberadaan komite audit dan komisaris independen (Sri Sulistyanto, 2008).
Dalam upaya mengelola perusahaan dengan mengikuti aturan umum Good Corporate Governance, peran Komisaris Independen, sangat diperlukan. Komisaris Independen dapat berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, disklosure, kemandirian, akuntabilitas dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku. (Ujiyantho & Agus Pramuka, 2007) mengutip Cornett et al., (2006), menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba.
Hipotersis 2: Manajemen laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui komisaris independen
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analisis jalur atau path analysis yang ingin mencari informasi peran variabel mediator atau intervening, sebagaimana pernyataan Ghozali (2013) yang mengutip
Baron dan Kenny (1986) bahwa suatu variabel disebut mediator jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen).
Dalam penelitian ini menggunakan obyek perbankan di Indonesia dengan populasi seluruh Bank Umum Swasta Nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2016. Obyek Bank Umum Swasta Nasional dalam periode tersebut ada sebanyak 19 Bank sebagai sampel dengan pengamatan sebanyak 57 item. Sampel penelitian ditarik dengan pendekatan purposive sampling dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria tertentu. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan audit akhir tahun yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2014-2016.
Dengan Variabel penelitiannya meliputi manajemen laba sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen serta komisaris independen sebagai variabel intervening.
Penelitian ini akan mengamati pengaruh variabel komisaris independen sebagai variabel intervening dengan model penelitian analisis jalur atau path analiysis sebagai berikut :
Gambar 1 Model Penelitian
Koefisien jalurnya merupakan standardized koefisien regresi yang dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan (Ghozali, 2016). Dalam model penelitian tersebut dua persamaannya sebagai berikut:
Persamaan struktural 1 : KI = α + p2 ML + e1 Persamaan struktural 2 : NP= α +p1 ML + p3 KI + e1
Keterangan:
KI = Komisaris Independen ML = Manajemen Laba NP = Nilai Perusahaan e = error
Dalam model penelitian tersebut manajemen laba menggunakan Modified Jones Model yakni dalam perusahaan dilihat dengan cara adanya nilai Akrual Diskresioner sebagai indikator deteksi manajemen laba (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011).
TAit= Nit –CFOit .………...…...….. (1) Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS sebagai berikut:
TAit/Ait-1 = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevit / Ait-1) + β3 (PPEit / Ait-1) +eit ... (2) Dengan menggunakan koefisien regresi di atas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :
NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevit / Ait-1 - ΔRecit/ Ait-1) + β3 (PPEit / Ait-1) ... (3) Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit = TAit –NDAit ... (4) Keterangan :
TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t Nit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke Jt
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t PPEit = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t ΔRecit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t eit = error
Nilai perusahaan yang merupakan kinerja fundamental perusahaan dengan memperhatikan perolehan keuntungan perusahaan. Pengukuran nilai perusahaan dengan menggunakan rumusan Tobin’s Q.
Sedangkan Komisaris Independen sebagai variabel intervening adalah Anggota Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikian saham dan atau hubungan keluarga dengan Anggota Komisaris lainnya, Direksi dan atau Pemegang Saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak secara independen (Panduan Bagi Komisaris dan Direksi). Komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator proporsi anggota Dewan Komisaris paling kurang 50% dari jumlah anggota Komisaris adalah Komisaris Independen (PBI Nomor : 8/4/PBI/2006).
Statistik deskriptif dalam penelitian digunakan untuk memberikan informasi pada karakteristik variabel-variabel penelitian. Variabel penelitiannya meliputi manajemen laba sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen serta komisaris independen sebagai variabel intervening. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi empiris atas data yang dikumpulkan dalam penelitian (Augusty Ferdinand, 2006:289).
Data penelitian ini berdistribusi normal dengan data residualnya yang mengikuti garis diagonalnya dalam grafik. Sedangkan titik-titik menyebar secara acak dan tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y pada grafik plot yang menandakan tidak terjadi heteroskedastisitas. Nilai Durbin-Watson menunjukkan nilai lebih besar dari nilai tabel Durbin-Watson batas atas yang menandakan tidak ada problem autokorelasi. Model terbebas dari multikolinearitas dengan nilai tolerance semua variabel bebas berada dibawah 1 dan nilai VIF jauh di bawah angka 10.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Statistik deskriptif seperti pada tabel 1 berguna memberikan informasi terkait dengan variabel penelitian yang meliputi nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan penyimpangan.
Deskriptive Statistics pada tabel 1 memberikan informasi mengenai variabel-variabel yang sedang diteliti. Pertama, manajemen laba mempunyai nilai minimum -0,65; nilai maksimum 0,24 ; nilai rata- rata – 0,1949 dengan standar deviasi sebesar 0,1986. Nilai deviasi standar manajemen laba diatas nilai rata-ratanya yang menandakan manajemen laba yang ada di perusahaan yang diteliti tergolong manajemen laba income increasing. Kedua, komisaris independen mempunyai nilai minimum 0,33 ; nilai maximum 0,80 ; nilai rata-rata 0,5781 dengan standar deviasi 0,1128. Nilai deviasi standar komisaris independen dibawah nilai rata-ratanya yang menandakan tidak adanya fluktuasi komisaris independen yang menjadi sampel penelitian. Ketiga, nilai perusahaan mempunyai nilai minimum 0,88
; nilai maximum 1,23 ; nilai rata-rata 1,0053 dengan standar deviasi 0,7973. Nilai deviasi standar lebih kecil dari nilai rata-ratanya yang menandakan tidak adanya fluktuasi nilai perusahaan yang menjadi sampel penelitian.
Selanjutnya analisis regresi dalam model penelitian mensyaratkan adanya pengujian asumsi yang meliputi pengujian normalitas residual, tidak adanya problem heteroskedastisitas dan autokorelasi pada residual (Yamin, 2009). Berdasarkan perhitungan dengan bantuan program SPSS, pengujian asumsi tersebut memenuhi persyaratan asumsi.
Hasil analisis regresi yang disajikan pada tabel 2, uji t tersebut untuk mengukur pengaruh Manajemen Laba terhadap Komisaris Independen yang pengukurannya menggunakan nilai p-value.
Menurut (Ghozali, 2016) bahwa Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi secara parsial dari variabel independennya. Pada Tabel 2, nilai standardized coefisien beta variabel
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Manajemen Laba 57 -0.65 0.24 -0.1949 0.19866
Komisari Independen 57 0.33 0.8 0.5781 0.1128
Nilai Perusahaan 57 0.88 1.23 1.0053 0.7973
Valid N (listwise) 57
Tabel 1 Statistik Deskriptif
Standardized
Model Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 0.864 0.053 16.207 0.000
Manajemen Laba 0.011 0.053 0.028 0.209 0.835
Komisaris Independen 0.247 0.094 0.35 2.641 0.011 a. Dependen variable: Nilai Perusahaan
Tabel 3 Coefficient Unstandardized
t Sig.
Coefficients
manajemen laba sebesar –0,265 dengan tingkat signifikansi dengan nilai p-value sebesar 0,046 <
0,05 yang berarti manajemen laba signifikan mempengaruhi komisaris independen. Nilai koefisien standardized coefisien beta -0,265 merupakan nilai jalur manajemen laba ke komisaris independen.
Sedangkan hasil analisis regresi pada tabel 3, uji t tersebut untuk mengukur pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan melalui komisaris independen sebagai variabel intervening. Pada tabel 3, nilai standardized coefisien beta variabel manajemen laba sebesar 0,028 dengan tingkat signifikansi nilai p-value sebesar 0,835 > 0,05 yang berarti manajemen laba tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai koefisien standardized coefisien beta 0,028 merupakan nilai jalur manajemen laba ke nilai perusahaan. Dan nilai standardized coefisien beta variabel komisaris independen sebesar 0,35 dengan tingkat signifikansi dengan nilai p-value sebesar 0,011 < 0,05 yang berarti komisaris independen signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai koefisien standardized coefisien beta 0,35 merupakan nilai jalur komisaris independen ke nilai perusahaan. Hasil analisis jalur penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh pada nilai perusahaan, dan komisaris independen signifikan berpengaruh pada nilai perusahaan.
Berdasarkan gambar model jalur di model penelitian tersebut terdapat dua hubungan, yakni hubungan langsung manajemen laba terhadap nilai perusahaan dan hubungan tidak langsung manajemen laba terhadap nilai perusahaan melalui komisaris independen. Dengan analisis jalur pada model penelitian diatas, pertama bahwa bahwa manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan kedua manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan melalui komisaris independen.
Pengaruh langsung manajemen laba pada nilai perusahaan sebesar 0,028, sedangkan pengaruh tidak langsung manajemen laba pada nilai perusahaan melalui komisaris independen sebesar -0,093 ( yakni -0,265 x 0,35 ). Total pengaruh manajemen laba ke nilai perusahaan sebesar -0,065.
Pengujian hipotesis pertama
Hasil pengujian pertama memberikan informasi bahwa manajemen laba tidak berpengaruh pada nilai perusahaan bank umum swasta nasional dengan tingkat signifikansi p-value 0,835 > 0,05. Dari sampel penelitian sebanyak 19 entitas bank umum swasta nasional dengan 57 pengamatan mengindikasikan sebagian besar sampel melakukan manajemen laba. Dengan tingkat prosentase 85,96% data memiliki Non Descreationary Accruals (NDA) dengan nilai diatas 0 yang artinya melakukan manajemen laba cenderung menggunakan strategi meningkatkan laba. Terdapat 12,28%
data yang diamati memiliki nilai Non Descreationary Accruals (NDA) dibawah nol atau negatif yang artinya perusahaan melakukan manajemen laba cenderung menggunakan strategi penurunan laba.
Dan hanya ada 1,75% data yang diamati memiliki Non Descreationary Accruals (NDA) nihil artinya perusahaan tidak melakukan manajemen laba.
Sesuai dengan pandangan yang dikemukakan (Sri Sulistyanto, 2008) manajemen laba sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika upaya rekayasa manajerial ini dilakukan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Seperti juga yang dikutip (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011) dari Amat, dan Gowthorpe (2004) bahwa creative
Standardized
Model Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 0.549 0.02 26.828 0.000
Manajemen Laba -0.15 0.074 -0.265 -0.037 0.046
a. Dependen variable: Komisaris Independen Tabel 2 Coefficient Unstandardized
t Sig.
Coefficients
accounting merupakan transformasi informasi keuangan dengan menggunakan pilihan metode, estimasi dan praktik akuntansi yang diperbolehkan oleh standar akuntansi.
Manajer melakukan manajemen laba tetapi manajemen laba yang dilakukan itu tidak mampu meningkatkan nilai perusahaan. Walaupun manajer melakukan upaya income increasing tetapi harga saham sampai tutup bursa efek tidak mengalami kenaikan. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, antara lain yang dilakukan oleh (Darwis, 2012), (Emy Wahyu Kristanti dan Maswar Patuh Priyadi, 2016), dan (Ustman et al., 2016). Laba yang diterbitkan oleh perusahaan di BEI tidak direspon positif oleh pasar sehingga harga pasar saham pada penutupan akhir tahun ditutup dengan harga rendah dari harga pembukaan. Dari sisi ini investor sebagai penanam modal merasakan tidak terakomodasi kemakmurannya oleh manajemen perusahaan. Sejalan dengan pernyataan (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011) banyak orang memberikan pendapat bahwa informasi laporan keuangan perusahaan go public hanyalah formalitas, karena informasinya tidak tercermin pada harga sahamnya.
Nilai perusahaan dengan harga saham di bursa efek merupakan dua hal yang berbeda, walaupun nilai perusahaan naik yang didorong kenaikan laba tetapi harga saham tidak bergerak naik karena secara teknikal harga saham dipengaruhi kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut.
Pengujian hipotesis kedua:
Hasil pengujian hipotesis kedua memberikan informasi bahwa manajemen laba berpengaruh pada komisaris independen dengan tingkat signikansi p-value 0,046 < 0,05 dan komisaris independen juga berpengaruh pada nilai perusahaan dengan tingkat signikansi p-value 0,011 < 0,05. Dengan hasil penelitian itu terbukti bahwa manajemen laba signifikan berpengaruh pada nilai perusahaan melalui komisaris independen.
Hasil penelitian itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Herawaty,2008) membuktikan bahwa Komisaris Independen, Kualitas Audit dan Kepemilikan Institusional merupakan variabel pemoderasi antara earnings management terhadap nilai perusahaan. Dengan kearifan komisaris independen yang mampu menjalankan fungsi sebagai pengawas dan pengendali manajemen bisa memberikan sinyal informasi ke bursa efek.
Tetapi berbeda dengan penelitian (Emy Wahyu Kristanti dan Maswar Patuh Priyadi, 2016) bahwa GCG tidak mampu memoderasi pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan. Dalam praktik manajemen laba memang terdapat kecenderungan manajemen laba yang dilakukan bermuara pada peningkatan laba perusahaan, karena manajemen mempunyai kepentingan dengan laba perusahaan.
Kepentingan manajer merupakan motivasi manajemen melakukan manajemen laba (Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, 2011) diantaranya: motivasi bonus, motivasi utang, motivasi pajak, dan motivasi penjualan saham.
Dengan model penelitian tersebut diatas, terbukti bahwa ketika manajer ingin meningkatkan nilai perusahaan tidak dapat langsung manajemen menjalankan keibjakan tersendiri. Ada fungsi-fungsi lain dalam organ perusahaan tersebut yang harus juga berperan yang melakukan pengawasan dan pengendalian operasional perusahaan yakni komisaris independen. Peran komisaris independen yang ikut memberikan penilaian terhadap laporan kinerja manajer sehingga dapat memberikan sinyal yang positif terhadap nilai perusahaan dan harga saham di bursa efek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan hasil analisis atas sampel 19 entitas bank umum swasta nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesa tahun 2014-2016. Pembahasan yang telah diuraikan mengenai variabel Manajemen Laba, Nilai Perusahaan dan Komisaris Independen sebagai variabel intervening dengan Tobin”w Q dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, Manajemen Laba secara langsung tidak berpengaruh pada nilai perusahaan Bank Umum Swasta Nasional. Kedua, Manajemen laba secara tidak langsung signifikan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Bank Umum Swasta Nasional melalui Komisaris Independen sebagai variabel intervening.
Dengan keterbatasan variabel intervening yang dipakai dalam penelitian ini dengan tingkat R Square sebesar 11,80% maka untuk penelitian selanjutnya bisa menambahkan variabel Komite Audit.
Karena Komite Audit itu sebagai sistim pengawasan dan pengendalian yang efektif. Dan Komisaris Independen dan Komite Audit itu merupakan unsur Good Corporate Governance yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 dan Peraturan Bank Indonrsia Nomoor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Darwis, H. (2012). Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan dengan Mekanisme Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, Vol.16, No.1 Januari 2012, Hlm. 45–55, 16(1), 45–55.
Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi, L. A. (2011). Creative Accounting Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi (1st ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Emy Wahyu Kristanti dan Maswar Patuh Priyadi. (2016). Pengaruh Good Corporate Governance Sebagai Pemoderasi Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan. Ilmu Dan Riset Akuntansi, 5(3), 1–16.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23 (8th ed.). Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Herawaty, V. (2008). Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 10, PP.97-108. https://doi.org/10.9744/jak.10.2.pp. 97-108
Husnan, S. (1987). Manajemen Keuangan, Teori dan Penerapan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Sri Sulistyanto. (2008). Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (1st ed.). Jakarta: Grasindo.
Surya Lesmana, M. S. (2017). Pengaruh Manajemen Laba Pada Nilai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 19(Vol.19.2. Mei (2017): 1060-1087 PENGARUH), 1060–1087.
Ujiyantho, M. A., & Agus Pramuka, B. (2007). Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (studi pada perusahaan go publik sektor manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X, (Juli), 1–26.
Ustman, Subekti, I., & Ghofar, A. (2016). Analisis pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan sebelum dan saat implementasi ifrs. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 10(1), 49–61.
Yamin, S. (2009). SPSS COMPLETE, Teknik Analisis Statistik Terlengkap. (Ishardini Dewi J, Ed.) (pertama). Jakarta: Salemba Empat.