• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, extending terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, extending terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

p-ISSN: 2301-5314 e-ISSN: 2615-7926

188

Pengaruh model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, extending Terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa

Niken Nurul Azizah1*, Karunia Eka Lestari

Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Singaperbangsa Karawang, Karawang, Jawa Barat, Indonesia

*e-mail: [email protected]

Diserahkan: 26/07/23; Diterima: 30/10/23; Diterbitkan: 31/10/23

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adakah pengaruh dari penerapan model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE) terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen dan desain penelitian the nonequivalent posttest-only control group design. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas X pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Karawang, dengan teknik sampling menggunakan purposive sampling untuk menentukan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen tes menggunakan tes uraian yang mengukur kemampuan eksplorasi matematis dengan lima indikator yaitu: 1) menafsirkan atau memahami masalah, 2) memeriksa pola, 3) melakukan pencarian secara informal, 4) memperjelas upaya penyelesaian masalah, dan 5) simbolisasi dan generalisasi. Uji prasyarat untuk melakukan uji parametrik diantaranya dengan uji normalitas dan homogenitas. Pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t, dimana didapatkan nilai P-value 0,041 lebih kecil daripada nilai 1

2𝛼 = 0,0215, maka 𝐻0 ditolak. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada taraf kepercayaan sebesar 95% rata-rata kemampuan eksplorasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran CORE lebih baik dari siswa yang diajarkan denganpembelajaran langsung.

Kata kunci: kemampuan eksplorasi matematis, model pembelajaran CORE, matematika Abstract. This research aims to show whether there is an influence from the application of learning models Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE) on students' mathematical exploration abilities. This study uses a quantitative approach with experimental methods and research design the nonequivalent posttest-only control group design. In this research, the population were all students of classes X at one of the high schools in Karawang regency, using purposive sampling as sampling technique to determine two classes as the experimental class and the control class. The test instrument uses a description test that measures the ability of mathematical exploration with five indicators, namely: 1) interpreting or understanding problems, 2) examining patterns, 3) conducting informal searches, 4) clarifying the problem solving efforts, and 5) generalization and symbolization.

Prerequisite test with normality and homogeneity tests. Testing the research hypothesis with the t-test, where the P-value 0,041 is smaller than 1

2𝛼 = 0,0215, then 𝐻0 rejected. So it can be concluded that at the 95% confidence level, the average mathematical exploration ability of students who teached by Connecting, Organizing, Reflecting, Extending learning model is better than students who teached by direct learning.

Keywords: mathematical exploration abilities, CORE learning model, mathematics

Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting untuk diajarkan di sekolah. Karena dalam bidang matematika, siswa akan diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis, serta kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan

(2)

189

kompetensi yang mampu dikembangkan melalui pembelajaran matematika salah satunya ialah kemampuan eksplorasi.

Eksplorasi merupakan suatu istilah lain dari pencarian atau penjelajahan yang menjelaskan suatu perbuatan untuk memperoleh atau menjelajahi sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Menurut Wahyuni & Alfiana (2022) eksplorasi adalah suatu aktivitas yang dilakukan siswa untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru melalui langkah-langkah dan keadaan yang baru. Eksplorasi pada pembelajaran di kelas dapat dilakukan melalui catatan hasil eksplorasi sebelumnya atau eksplorasi langsung bersama anggota kelompok untuk menyelesaikan masalah. Menurut Sholikhatun (2018) kemampuan eksplorasi adalah kemampuan untuk menelusuri kembali suatu konsep atau teori yang sudah dipelajari sebelumnya oleh siswa untuk kemudian dikembangkan sehingga memperoleh pengalaman baru dengan cara penalaran yang logis. Hal ini sejalan dengan definisi kemampuan eksplorasi matematis menurut Lestari & Yudhanegara (2015) yaitu kemampuan untuk menggali kembali teori/definisi/konsep yang telah dimiliki sebelumnya untuk kemudian dapat dikembangkan sebagai penyelesaian suatu permasalahan. Selain mempelajari hal-hal yang belum diketahui dan menggali kembali sebuah konsep baru, kemampuan eksplorasi juga memberi kesempatan agar siswa mampu mengembangkan kemampuannya (abillity) yang lain guna menjadi bekal dalam kehidupan bermasyarakat kelak (Mawarni & Angraini, 2015).

Namun, kenyataan di lapangan kemampuan eksplorasi matematis siswa masih tergolong kategori rendah, hal ini seperti dijelaskan pada hasil penelitian Praja et al. (2021) dimana siswa belum mencapai indikator-indikator dalam kemampuan eksplorasi matematis diantaranya siswa kesulitan untuk memahami masalah, membuat simbolisasi dengan pemodelan matematika, dan memperjelas upaya penyelesaian masalah yang diberikan. Begitu juga hasil pada penelitian Azizah et al. (2018) pada salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bandung. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang modelnya berbeda dengan contoh yang sebelumnya dijelaskan oleh guru. Selain ini, siswa belum mampu untuk memunculkan ide-ide dan memberikan pendapatnya selama pembelajaran.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan eksplorasi matematis siswa yang rendah, salah satunya model pembelajaran yang dipilih saat proses KBM (Mardiana, et al., 2020). Model pembelajaran menjadi aspek penting, karena dengan model pembelajaran yang tepat, hasil belajarpun akan menjadi maksimal dan kemampuan eksplorasi matematis siswa juga akan menjadi baik. Model pembelajaran juga merupakan kerangka konseptual yang memberikan gambaran mengenai prosedur sistematis dalam mengatur pengalaman belajar siswa (Putra & Martini, 2015). Rendahnya kemampuan eksplorasi karena masih menggunakan model pembelajaran konvensional diperoleh dari pengamatan awal pada penelitian Prabawati (2019), dalam penelitian tersebut siswa masih belum diikutsertakan secara aktif dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sholikhatun (2018) bahwa kemampuan siswa untuk mampu bereksplorasi dan berpikir tingkat tinggi perlu difasilitasi dengan kegiatan pembelajaran yang melibatkan para siswa secara aktif. Putra (2014) menjelaskan juga bahwa semua kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa akan sulit terwujud jika hanya mengandalkan pembelajaran yang sudah lama diterapkan di sekolah,

(3)

p-ISSN: 2301-5314 e-ISSN: 2615-7926

190

dengan langkah-langkah pembelajaran seperti: diterangkan materi, dijelaskan beberapa contoh soal dan mengerjakan latihan soal. Proses pembelajaran yang demikian tidak akan membuat siswa memiliki dan mengembangkan kemampuannya berdasarkan pemikirannya, namun justru membuat siswa menerima ilmu secara pasif. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang mampu untuk mengikutsertakan peran aktif dari siswa untuk mampu mencapai kemampuan yang diharapkan.

Salah satu model pembelajaran yang diduga mampu untuk mencapai kemampuan eksplorasi siswa yang baik yaitu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model yang prosesnya dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh siswa secara aktif dalam pembelajaran (Putra et al., 2021). Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran salah satunya yaitu model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE).

Model pembelajaran CORE diperkenalkan oleh seorang ilmuan di bidang pendidikan dan psikologi University of California yaitu Robert C. Calfee. Miller & Calfee (2004) menjelaskan bahwa model pembelajaran CORE merupakan sebuah pembelajaran dengan model yang menggabungkan empat unsur yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending yang mana unsur-unsur tersebut dapat digunakan untuk merancang urutan sebuah kegiatan instuksional dalam kelas. Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang berlandaskan pada paham konstruktivisme, yang artinya bahwa model CORE adalah pembelajaran yang mampu membuat siswa membangun pengetahuannya sendiri (Deswita et al., 2018). Model pembelajaran CORE menurut Lestari & Yudhanegara (2015) suatu model pembelajaran kooperatif yang mempunyai desain untuk membangun kemampuan siswa melalui tahapan menghubungkan, mengatur pengetahuan, dan kemudian memikirkan kembali konsep yang sedang dipelajari.

Model CORE telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti yang mendapatkan hasil bahwa model CORE memberikan pengaruh terhadap kemampuan matematis siswa. Pada penelitian Rahmawati (2022) diperoleh bahwa pembelajaran CORE memberikan pengaruh kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada penelitian Widiyasari (2022) model CORE juga memberikan pengaruh pada kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini juga terjadi pada penelitian Siregar et al. (2018) bahwa kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending lebih tinggi dibandingkan siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, Extending terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa.

Metode Penelitian

Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian, dimana pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, dengan teknik sampling pada umumnya dilakukan secara acak, lalu mengumpulkan data dengan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan (Sugiyono, 2012). Metode penelitian yang dipakai yaitu eksperimen

(4)

191 dalam penelitian ini diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan:

X = Perlakuan yang diberikan, yaitu model pembelajaran CORE O = Postes kemampuan eksplorasi matematis

Pada desain eksperimen ini akan ada dua kelompok, kelompok yang pertama akan diberi sebuah perlakuan (X) sedangkan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut sebagai kelas eksperimen dan yang tidak diberi perlakuan ialah kelas kontrol.

Kemudian setelah adanya perlakuan tersebut, kedua kelas akan diberi postes (O) (Lestari &

Yudhanegara, 2015). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas X pada SMA Negeri 3 Karawang, dan penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling.

Sehingga diperoleh dua kelas yaitu X MIPA 5 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 7 sebagai kelas kontrol.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran mengenai model pembelajaran yang terdapat di sekolah tersebut, lalu dokumentasi kegiatan dari prapenelitian hingga akhir, metode instrumen tes dilakukan untuk mengukur kemampuan eksplorasi matematis siswa. Instrumen tes berupa soal uraian kemampuan eksplorasi matematis yang mencakup lima indikator, yaitu: 1) menafsirkan atau memahami masalah, 2) memeriksa pola, 3) melakukan pencarian secara informal, 4) memperjelas upaya penyelesaian masalah, dan 5) simbolisasi dan generalisasi. Uji coba instrumen tes dilakukan pada kelas XI MIPA 1 pada SMA Negeri 3 Karawang. Pada penelitian ini, uji-t digunakan sebagai teknik analisis data.

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan sebanyak tujuh pertemuan dimana enam pertemuan pelaksanaan pembelajaran di masing-masing kelas, lalu pertemuan ketujuh sebagai pengambilan data postes kemampuan eksplorasi matematis. Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah materi trigonometri dasar pada kelas X.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan, kemudian akan disajikan statistik deskripsi berisikan angka- angka yang telah dihitung sebelumnya, ditunjukkan dalam tabel berikut:

(5)

p-ISSN: 2301-5314 e-ISSN: 2615-7926

192

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif Kelas Nilai

Terendah

Nilai Ter- tinggi

Jangkauan Median Rata- rata

Simpangan Baku

Varians

Eksperimen 14 94 80 48 47,87 21,348 455,737

Kontrol 12 60 48 36 39,28 13,683 187,225

Hasil deskriptif dari nilai kedua kelas diatas memperlihatkan bahwa pada kelas eksperimen terdapat perolehan rata-rata nilai yang lebih baik dibanding kelas kontrol.

penyebaran data kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, artinya nilai-nilai pada kelas eksperimen menyebar dari nilai mean-nya. Sedangkan simpangan baku kelas kontrol menunjukkan bahwa nilai-nilainya lebih mengumpul pada nilai mean-nya.

Uji normalitas akan dilakukan untuk memeriksa apakah suatu data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apablia data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan uji homogenitas, jika tidak maka pengujian hipotesis akan dilakukan secara nonparametrik. Uji normalitas yang digunakan ialah uji Shapiro-Wilk dikarenakan jumlah dari sampel tiap kelas lebih dari 30. Dengan taraf signifikansi 5%. Berikut hasil perhitungan normalitas ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas

Kelas Banyak Siswa Nilai Sig. Keterangan

Eksperimen 31 0,342 Normal

Kontrol 36 0,213 Normal

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai sig. berturut-turut yaitu 0,342 dan 0,213. Kedua nilai sig. lebih dari lebih dari 0,05, artinya tidak cukup bukti untuk menolak H0. Karena nilai sig. > 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada taraf kepercayaan 95%, data postes kemampuan eksplorasi matematis siswa berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Pengujian selanjutnya adalah uji homogenitas data. Dimana pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji F dengan membandingkan varians terbesar dengan varians terkecil, sehingga diperoleh Fhitung = 2,434 dan nilai nilai Ftabel= 3,986 dengan dk pembilang = 1, dk penyebut = 66, dan 𝛼 = 0,05. Ternyata nilai Fhitung = 2,434 < Ftabel = 3,986, maka H0 diterima (tidak terdapat bukti yang cukup untuk menolak H0). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada taraf kepercayaan 95% varians kedua kelompok data adalah homogen. Sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan secara parametrik.

Setelah dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas, maka selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis dengan uji-t. Dengan rumusan hipotesis pada peneltian ini adalah sebagai berikut:

(6)

193

𝐻1 ∶ 𝜇1 > 𝜇2 Rata-rata kemampuan eksplorasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran CORE lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung

Keterangan:

𝜇1 : rata-rata kemampuan eksplorasi matematis kelas eksperimen 𝜇2 : rata-rata kemampuan eksplorasi matematis kelas kontrol

Karena pengujian dilakukan menggunakan uji pihak kanan, sehingga nilai P-value =

1

2 x sig(2-tailed). Kriteria untuk pengujian hipotesisnya ialah jika P-value > 1

2𝛼, maka 𝐻0 diterima dan bila P-value 1

2𝛼, maka 𝐻0 ditolak. Hasil uji-t dilakukan dengan bantuan SPSS versi 25 dan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Uji-T

dk Sig(2-tailed) P-value Taraf signifikansi 𝜶

65 0,041 0,0215 0,05

Hasil uji-t diatas didapatkan bahwa nilai sig(2-tailed) yaitu 0,041 dengan dk = 65 dan 𝛼 = 0,05. Kriteria pengujian merupakan uji pihak kanan maka nilai P-value = 1

2 x sig (2-tailed)

=1

2 x 0,041 = 0,0215. Karena nilai P-value < 1

2𝛼, maka 𝐻0 ditolak. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada taraf kepercayaan 95% rata-rata kemampuan eksplorasi matematis siswa yang menerima pembelajaran dengan model CORE lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menerima pembelajaran langsung.

Berdasarkan data yang telah dianalisis dan diuji sebelumnya, data dari kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata (𝑥̅) sebesar 47,87 dengan nilai tertinggi sebesar 94 dan nilai terendah sebesar 14. Sementara data yang didapatkan dari kelas kontrol memperoleh nilai rata- rata (𝑥̅) sebesar 39,28 dengan nilai tertinggi sebesar 60 dan nilai terendah sebesar 12. Sehingga dari hal tersebut terungkap bahwa model pembelajaran CORE memberikan pengaruh terhadap kemampuan eksplorasi matematis siswa dibandingkan dengan model pembelajaran langsung.

Hasil pengujian hipotesis pun menyatakan nilai P-value = 0,0215 lebih kecil daripada nilai

1

2𝛼 = 0,025, sehingga 𝐻0 ditolak yang artinya bahwa pada taraf kepercayaan 95% rata-rata kemampuan eksplorasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran CORE lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

Adanya pengaruh model pembelajaran CORE terhadap kemampuan eksplorasi siswa dikarenakan pada model pembelajaran CORE siswa diberi ruang untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa mampu untuk mengeksplor kemampuan matematisnya. Hal tersebut sesuai dengan teori Ausubel mengenai teori belajar bermakna, bahwa siswa akan lebih bisa mengerti suatu konsep yang dipelajari jika siswa mampu menemukan sendiri konsep atau informasi tersebut (Wati et al., 2019).

(7)

p-ISSN: 2301-5314 e-ISSN: 2615-7926

194

Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, dimulai dengan tahap connecting, yaitu tahapan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan yang akan diterima dan dipelajari. Tahap ini dilakukan guru dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan stimulus yang bertujuan untuk merangsang pengetahuan siswa. Tahap selanjutnya yaitu organizing, yaitu kegiatan untuk membantu mengorganisasikan ide-ide serta pengetahuan yang diperoleh untuk dapat mengetahui topik permasalahan yang diberikan melalui kegiatan observasi dan diskusi kelompok. Pada tahap kedua ini, guru akan membagi kelas kedalam beberapa kelompok kecil, kemudian memberikan LKPD untuk diselesaikan bersama dengan teman satu kelompoknya. Kegiatan diskusi kelompok inilah yang akan membantu siswa untuk dapat mengumpulkan pendapat, ide-ide, informasi dan pengetahuan yang kemudian diatur dengan baik sebagai upaya dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menyelesaikan lembar kegiatan bersama dengan kelompok dapat mengajarkan siswa untuk saling bertukar pendapat dan informasi, serta saling membantu kesulitan masing-masing (Irawan, 2018).

Tahap ketiga yaitu reflecting, yaitu kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami, serta menggali informasi tambahan yang diperlukan siswa dari kegiatan berdiskusi dengan kelompok. Di tahap ini, siswa diarahkan untuk bisa menyampaikan hasil pekerjaan kelompok mereka kepada kelompok lain di depan kelas. Kegiatan reflecting ini dilakukan agar siswa berani untuk menyampaikan pendapat, bertukar pengetahuan, saling menghargai pendapat antar teman, dan mengoreksi hasil pekerjaan orang lain. Tahap terakhir yaitu extending, ialah tahap untuk memperluas, mengembangkan, menemukan, dan menggunakan pengetahuan baru apa saja yang sudah mereka peroleh selama pembelajaran. Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk dapat menyimpulkan hasil pembelajaran, kemudian melakukan evaluasi untuk hasil yang lebih baik pada pertemuan selanjutnya.

Selama pelaksanaan untuk menerapkan model pembelajaran CORE, tentunya tidak langsung berjalan lancar. Pada pertemuan pertama siswa masih terlihat malu-malu untuk menjawab pertanyaan stimulus yang peneliti berikan. Pada kegiatan diskusi kelompok pun siswa masih kesulitan dan kebingungan karena baru pertama kali melakukan diskusi kelompok untuk mata pelajaran CORE. Namun seiring berjalannya waktu, pada pertemuan berikutnya para siswa sudah mulai terbiasa dan mampu mengikuti alur pembelajaran CORE dengan baik dan menunjukkan hasil pembelajaran yang baik. Hal ini terlihat dari hasil nilai postes kemampuan eksplorasi matematis yang telah di sajikan sebelumnya

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian kemampuan eksplorasi matematis mendapatkan kesimpulan bahwa nilai P-value = 0,0215 lebih kecil daripada nilai 1

2𝛼 = 0,025, sehingga 𝐻0 ditolak yang artinya bahwa pada taraf kepercayaan 95% rata-rata kemampuan eksplorasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran CORE lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka diberikan beberapa saran untuk beberapa pihak, diantaranya: (1) Bagi para guru mata pelajaran matematika,

(8)

195

pembelajaran, selalu memusatkan perhatian, dan memiliki rasa keingintahuan yang besar terhadap pembelajaran. (3) Bagi peneliti, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dan menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam menerapkan pembelajaran yang lain.

.

Daftar Pustaka

Azizah, N., Mardiana, D., & Saputra, S. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Peserta Didik SMP. UJMES (Uninus Journal of Mathematics Education and Science), 3(2), 85–91. https://doi.org/10.30999/ujmes.v3i2.539

Darwanto. (2019). Hard Skills Matematik Siswa. Jurnal Eksponen, 9, 21–27.

Deswita, R., Kusumah, Y. S., & Dahlan, J. A. (2018). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran CORE dengan Pendekatan Scientific.

Edumatika Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 1(1), 35–43.

https://doi.org/10.32939/ejrpm.v1i1.220

Hastjarjo, T. D. (2019). Rancangan Eksperimen-Kuasi. Buletin Psikologi, 27(2), 187–203.

https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.38619

Irawan, B. P. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Journal of Mathematics Science and Education, 1(1), 38–54. https://doi.org/10.31540/jmse.v1i1.132

Lestari, K. E., & Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung:

PT Refika Aditama, 2(3).

Mardiana, Deswita, H., & Isharyadi, R. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas VIII SMP N 3 Rambah. Jurnal Absis: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Matematika, 2(2), 180–187. https://doi.org/10.30606/absis.v2i2.390 Mawarni, & Angraini, S. (2015). Efektivitas Model Pembelajaran Sinektiks terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif dan Eksplorasi Peserta Didik pada Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Energi dan Transformasi Energi. Jurnal Pendidikan Fisika, 4(2), 37–41.

https://doi.org/10.24252/jpf.v3i1.4100

Miller, R. G., & Calfee, R. C. (2004). Making Thinking Visible: A Method to Encourage Science Writing in Upper Elementary Grades. Science and Children, 42(3), 20–25.

Prabawati, D. A. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Visualization, Auditory, and Kinestethic (VAK) Terhadap Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP Negeri 3 Sumbang [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Praja, E. S., Setiyani, S., Aminah, N., Mudrika, M., & Sagita, L. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Probing Prompting untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematika dan Kepercayaan Diri Siswa. Faktor : Jurnal Ilmiah Kependidikan, 8(1), 50–

59. https://doi.org/10.30998/fjik.v8i1.8604

(9)

p-ISSN: 2301-5314 e-ISSN: 2615-7926

196

Putra, J. D. (2014). Penerapan Accelerated Learning Dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Pythagoras, 3(2), 85–98.

https://doi.org/10.33373/pythagoras.v3i2.591

Putra, J. D., & Martini, J. (2015). Pengaruh Penerapan Quantum Learning Dengan Mind Mapping Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Batam Tahun Pelajaran 2014/2015. Pythagoras, 4(2), 43–55.

https://doi.org/10.33373/pythagoras.v4i2.193

Putra, J. D., Suryadi, D., & Juandi, D. (2021). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Education for Sustainable

Development. Pythagoras, 10(2), 122–129.

https://doi.org/10.33373/pythagoras.v10i2.3130

Rahmawati, S. (2022). Pengaruh Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) Terhadap Critical Thinking Dan Kemampuan Komunikasi Matematis [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Sholikhatun, N. A. (2018). Pengaruh Pembelajaran Diskursus Multi Representasi (DMR) Terhadap Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP Negeri 4 Sumbang [Skripsi].

Universitas Muhamadiyah Purwokerto.

Siregar, N. A. R., Deniyanti, P., & Hakim, L. El. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran CORE Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Disposisi Matematis Ditinjau Dari Kemampuan Awal Matematika Siswa SMA Negeri di Jakarta Timur. JPPM, 11(1), 187–

196. http://dx.doi.org/10.30870/jppm.v11i1.2997

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). ALFABETA, cv.

Wahyuni, I., & Alfiana, E. (2022). Analisis Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa Kelas X Pada Materi Fungsi Komposisi. Jurnal Inovasi Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika, 8(1), 39–47. https://doi.org/10.52166/inspiramatika.v8i1.3074

Wati, K., Hidayati, Y., Wulandari, A. Y. R., & Ahied, M. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran CORE (Connecting Organizing Reflecting Extending) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikiri Kritis Siswa. Journal of Natural Science Education Research, 1(2), 108–116. https://doi.org/10.21107/nser.v1i2.4249

Widiyasari, E. (2022). Pengaruh Model Pembelajaran CORE Dengan Teknik Mnemonic Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Peserta Didik Ditinjau Dari Metacognitive Awarness [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis dan kemampuan representasi matematis yang menggunakan model CORE dan

Sehingga dapat diinterprestasikan bahwa terdapat pengaruh yang positif pada penerapan pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) terhadap

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penerapan konsep gaya dengan menggunakan model pembelajaran model pembelajaran Connecting,

Dari gambar I.1 terlihat siswa masih kurang dalam memanipulasikan matematika dengan benar, memeriksa kesahihan suatu argument untuk membuat generalisasi dari soal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi matematis siswa menggunakan model pembelajaran

Setelah dilakukan penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis mahasiswa dengan penerapan model pembelajaran CORE lebih baik dibandingkan

perbedaan rata-rata kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi matematis antara kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran CORE melalui pendekatan keterampilan

Metode tes dilakukan untuk memperoleh data kemampuan koneksi matematis yang dilakukan secara tertulis pada materi integral, angket digunakan untuk mendapatkan data gaya belajar siswa