PENGARUH PENAMBAHAN ANGKAK DAN SENDAWA TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGI DAN FISIKOKIMIA SE’I TUNA
THEEFFECTOFADDITIONALANGKAKANDSALTPETREONSE'ITUNA MICROBIOLOGICALANDPHYSICOCHEMICALCHARACTERISTICS
Jeny Tambunan*, Eddy Suprayitno, Heder Djamaludin, Hardoko Hardoko, Titik Dwi Sulistiyati, Anies Chamidah, Yunita Yunita, Dewi Sinta Wati
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jl. Veteran, Kota Malang, Indonesia
*Koresponden penulis: [email protected]
Abstrak
Ikan tuna merupakan sumber pangan hewani yang banyak dibutuhkan manusia karena kandungan proteinnya yang tinggi. Umumnya, ikan kaya akan kandungan air dan protein yang tinggi, hal ini menjadikan ikan bersifat perishable sehingga rentan mengalami kemunduran mutu. Pengasapan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan ikan. Se’i merupakan makanan khas Indonesia-yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) diolah dan diawetkan mirip seperti ikan asap. Sendawa atau saltpetre digunakan pada pembuatan se’i sebagai penghasil warna merah, memberikan rasa yang khas, mengurangi pengerutan pada daging selama proses pengasapan dan memperpanjang umur simpan se’i. Namun, warna merah yang dihasilkan saltpetre kurang memuaskan, sehingga perlu pengembangan warna merah pada se’i yaitu dengan pemanfaatan angkak sebagai penghasil warna alami. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yaitu lama perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa (0,3,6 jam) dan lama penyimpanan pada suhu ruang (0,3,6,9 hari) dengan menggunakan 3 kali ulangan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Perlakuan terbaik adalah perendaman pada angkak sendawa selama 6 jam dengan karakteristik TPC sebesar 3.86 log CFU/g (7.24x103 CFU/g), angka kapang khamir sebesar 1.51 log CFU/g (3.24x101 CFU/g), dan TBA sebesar 0.22 mg malondialdehid/kg.
Kata kunci: Angkak, Fisikokimia, Mikrobiologi, Se’i, Sendawa.
Abstract
Tuna is an animal food source that is much needed by humans because of its high protein content. Generally, fish is rich in water and high protein content, this makes the fish perishable so it is susceptible to quality deterioration. Smoking is one way to preserve fish. Se'i is a typical Indonesian food originating from East Nusa Tenggara (NTT) which is processed and preserved similar to smoked fish. Saltpetre is used in making se'i to produce a red color, give it a distinctive taste, reduce shrinkage of the meat during the smoking process and extend the shelf life of se'i. However, the red color produced by saltpetre is less than satisfactory, so it is necessary to develop the red color in se'i, namely by using Angkak as a natural color producer. This research uses an experimental method using a Factorial Completely Randomized Design (CRD) with 2 factors, namely the length of soaking in a mixed solution of slaked rice (0.3.6 hours) and the length of storage at room temperature (0.3.6.9 days) with using 3 repetitions. The research data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). The best treatment is soaking in red rice for 6 hours with TPC characteristics of 3.86 log CFU/g (7.24x103 CFU/g), yeast mold numbers of 1.51 log CFU/g (3.24x101 CFU/g), and TBA of 0.22 mg malondialdehyde. /kg.
Keywords: Angkak, Microbiology, Physicochemistry, Se'i, Sendawa.
PENDAHULUAN
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dalam industri perikanan di Indonesia [1].
Umumnya, ikan kaya akan kandungan air dan
protein yang tinggi, hal ini menjadikan ikan bersifat perishable yang menyebabkan rentan mengalami kerusakan atau kemunduran mutu [2]. Pengasapan merupakan metode pengawetan yang bertujuan untuk mengurangi
kadar air pada bahan sehingga mutu bahan tetap terjaga.
Daging se’i termasuk produk olahan daging khas Nusa Tenggara Timur-(NTT) yang diolah dengan cara pengasapan [3]. Saat ini pengolahan se’i sudah mengalami perkembangan dengan menggunakan bahan baku ikan tuna. Ciri khas se’i berwarna merah dan umumnya menggunakan sendawa.
Namun, warna merah yang dihasilkan saltpetre kurang memuaskan, sehingga perlu pengembangan warna merah pada se’i yaitu dengan pemanfaatan angkak sebagai penghasil warna alami [4].
Berdasarkan uraian diatas, ikan tuna (Thunnus sp.) dapat dijadikan suatu inovasi terkait diversifikasi produk ikan tuna yaitu se’i tuna. Diversifikasi produk dari ikan tuna dengan penampilan lebih menarik dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat pada ikan tuna serta sebagai nilai tambah dalam pengonsumsian atau penyajian ikan tuna. Di sisi lain, penggunaan angkak dan sendawa dalam pembuatan se’i belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dicoba pengembangan pengolahan ikan tuna sebagai se’i dengan menambahkan pewarna alami berupa angkak dan juga pengawet berupa sendawa atau saltpetre untuk mengetahui karakteristik mikrobiologi dan fisikokimia se’i tuna. Tujuan penelitian ini adalah utuk mengetahi pengaruh penambahan angkak sendawa terhadap karakteristik mikrobiologi dan fisikokima se’i tuna
METODE
Rancangan Percobaan
Pada penelitian ini, perlakuan yang dilakukan meliputi faktor lama perendaman (A) dan lama penyimpanan (B). Faktor lama perendaman yaitu perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 0 jam (A0), perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 3 jam (A3), dan perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 6 jam (A6). Sedangkan faktor lama penyimpanan yaitu penyimpanan se’i tuna selama 0 hari (B0), penyimpanan se’i tuna selama 3 hari (B3), penyimpanan se’i tuna selama 6 hari (B6), dan penyimpanan se’i tuna selama 9 hari (B9). Rancangan percobaan yang digunakan dalam peneltitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktorial yaitu lama perendaman dan lama penyimpanan. Lama perendaman dan lama penyimpanan masing-masing menggunakan 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan.
Tabel 1. Model rancangan percobaan penelitian utama Lama
Penyimpanan (B)
Lama Perendaman (A)
K 0 jam
(A0)
3 jam (A3)
6 jam (A6)
0 hari (B0)
(KB0)1 (A0B0)
1
(A3B0)
1
(A6B0)
1
(KB0)2 (A0B0)
2
(A3B0)
2
(A6B0)
2
(KB0)3 (A0B0)
3
(A3B0)
3
(A6B0)
3
3 hari (B3)
(KB3)1 (A0B3)
1
(A3B3)
1
(A6B3)
1
(KB3)2 (A0B3)
2
(A3B3)
2
(A6B3)
2
(KB3)3 (A0B3)
3
(A3B3)
3
(A6B3)
3
6 hari (B6)
(KB6)1 (A0B6)
1
(A3B6)
1
(A6B6)
1
(KB6)2 (A0B6)
2
(A3B6)
2
(A6B6)
2
(KB6)3 (A0B6)
3
(A3B6)
3
(A6B6)
3
9 hari (B9)
(KB9)1 (A0B9)
1
(A3B9)
1
(A6B9)
1
(KB9)2 (A0B9)
2
(A3B9)
2
(A6B9)
2
(KB9)3 (A0B9)
3
(A3B9)
3
(A6B9)
3
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan aplikasi Minitab versi 20.0.
Parameter Total Plate Count (TPC), kapang khamir, dan Thiobarbituric acid (TBA) dianalisis dengan Anova (Analysis of Variance). Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis statistik dapat dilihat dari nilai signifikansi atau p (probabilitas). Jika nilai p<0,05 maka perlakuan yang dilakukan berpengaruh nyata, namun jika p>0.05 maka perlakuan yang dilakukan tidak berpengaruh secara nyata, dimana tingkat kepercayaannya 95% dan tingkat kesalahannya 5%. Apabila signifikansi p<0.05 maka perlu dilakukan uji lanjut, pada penelitian ini menggunakan uji lanjut Tukey. Parameter organoleptik dianalisis menggunakan metode Kruskal- Wallis dan apabila signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunn pada aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 27. Kemudian penentuan perlakuan terbaik dari seluruh parameter yaitu menggunakan metode Naïve Bayes.
Prosedur penelitian
Preparasi ikan
Pada penelitian ini dilakukan preparasi ikan terlebih dahulu. Ikan yang digunakan yaitu ikan tuna (Thunnus sp.). Pada tahapan ini yang harus dilakukan antara lain ikan tuna disiangi dan dilakukan pencucian. Setelah itu ikan di- fillet untuk menghilangkan duri dan dilakukan skinning sehingga didapatkan daging ikan tuna tanpa kulit. Selanjutnya, daging tanpa kulit (skinless) dipotong dengan lebar ± 3 cm dengan bentuk memanjang. Pengambilan sampel untuk pembuatan se’i didapatkan dari potongan daging ikan tuna (cutless) secara acak dan dilakukan penimbangan sama rata.
Pembuatan se’i
Daging ikan tuna dimasukkan ke dalam bumbu halus yang telah dilarutkan dalam 1 Liter larutan campuran angkak sendawa.
Pengambilan sampel untuk pembuatan se’i didapatkan dari potongan daging ikan tuna (cutless) secara acak dan dilakukan penimbangan sama rata. Selanjutnya adalah proses perendaman daging ikan tuna dengan menggunakan perlakuan lama perendaman.
Lama perendaman dalam penelitian ini dilakukan dengan 4 perlakuan yaitu perendaman dalam larutan sendawa (kontrol), perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 0 jam, perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 3 jam, dan perendaman dalam larutan campuran angkak sendawa selama 6 jam. Tahap selanjutnya yaitu menyiapkan alat pengasap yaitu dengan membakar batok kelapa, serabut kelapa dan arang kayu hingga mengeluarkan asapnya saja. Ketika menunggu alat pengasapan, daging diletakan pada rak pengasapan yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dari lemari asap. Proses pengasapan berlangsung selama ± 1 jam. Setelah matang, se’i tuna diangkat dan diangin-anginkan pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan pengemasan menggunakan plastik polypropylene (PP) dengan ketebalan 0.09 mm dan tahapan terakhir yaitu penyimpanan.
Sampel dengan perlakuan perendaman dan penyimapan kemudian diuji meliputi paramaeter TPC, AKK, dan TBA
Parameter Uji
Total Plate Count (TPC)
Pengujian Total Plate Count (TPC) [5], diawali dengan melakukan pengenceran pertama (10-1 ). Proses pengenceran ini dilakukan dengan mengambil 25 g sampel kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 225 mL Na-Fis (1:9).
Selanjutnya, homogenkan selama 2 menit sehingga diperoleh pengenceran 10-1 . Pada pengenceran berikutnya dilakukan dengan mengambil 1 mL dari pengenceran sebelumnya dan dimasukkan ke dalam 9 mL Na-Fis. Pengenceran dilakukan sesuai dengan rencana penelitian. Tahap selanjutnya ambil 1 mL dari setiap pengenceran tersebut lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah steril. Tahapan ini dilakukan secara duplo.
Tambahkan 12 mL – 15 mL media Plate Count Agar (PCA) pada masing - masing cawan yang telah berisi sampel dan homogenkan membentuk angka 8 agar tercampur merata.
Kemudian, dilakukan inkubasi dengan posisi terbalik serta memasukkan ke dalam inkubator pada suhu 35oC ± 1oC untuk bakteri mesofilik dan untuk bakteri termofilik pada suhu 45oC ± 1oC selama 48 jam ± 2 jam. Perhitungan Total Plate Count (TPC) secara duplo dilakukan dengan menghitung jumlah koloni hasil dari duplo kemudian dibagi 2 sehingga diperoleh rata-rata jumlah koloni.
Hasil analisis TPC dapat diukur menggunakan rumus perhitungan dibawah ini:
𝑁 = 𝛴𝐶
[(1𝑥𝑛1) − (0.1𝑥𝑛2)] 𝑥 𝑑 Keterangan:
N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g;
ΣC = jumlah koloni pada semua cawan yang dapat dihitung;
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dapat dihitung;
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dapat dihitung;
d = pengenceran pertama yang dapat dihitung Angka Kapang Khamir (AKK)
Pengujian total kapang khamir [5], diawali dengan melakukan pengenceran pertama (10-
1). Proses pengenceran ini dilakukan dengan mengambil 25 g sampel kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL lalu
ditambahkan 225 mL Na-Fis (1:9).
Selanjutnya, homogenkan selama 2 menit sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Pada pengenceran berikutnya dilakukan dengan mengambil 1 mL dari pengenceran sebelumnya dan dimasukkan ke dalam 9 mL Na-Fis sebagai pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sesuai dengan rencana penelitian.
Tahap selanjutnya ambil 1 mL dari setiap pengenceran tersebut lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah steril. Tahapan ini dilakukan secara duplo. Tahapan selanjutnya yaitu tambahkan 20 mL – 25 mL media agar Potato Dextrose Agar (PDA) ke dalam cawan petri steril. Kemudian homogenkan membentuk angka delapan.
Setelah agar memadat, lakukan inkubasi pada suhu 25oC selama 5 hari di dalam inkubator.
Kemudian dapat dihitung jumlah koloni menggunakan colony counter. Posisikan cawan tidak terbalik dan dilakukan penyusunan cawan ke atas tidak melebihi dari 3 cawan. Perhitungan Total Kapang Khamir secara duplo dilakukan dengan menghitung jumlah koloni hasil dari duplo kemudian dibagi 2 sehinggga diperoleh rata-rata jumlah koloni.
Hasil analisis total kapang khamir dapat diukur menggunakan rumus perhitungan dibawah ini:
𝑁 = 𝛴𝐶
[(1𝑥𝑛1) − (0.1𝑥𝑛2)] 𝑥 𝑑 Keterangan:
N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g;
ΣC = jumlah koloni pada semua cawan yang dapat dihitung;
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dapat dihitung;
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dapat dihitung;
d = pengenceran pertama yang dapat dihitung Thiobarbituric Acid (TBA)
Pada pengujian thiobarbituric acid (TBA) [6], tahap pertama yang dilakukan adalah timbang sampel sebanyak 0.1 g dan ditempatkan ke dalam labu volumetrik 25 ml, lalu dilarutkan dengan 1-butanol. Setelah itu, ambil sebanyak 5 ml larutan sampel dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 ml pereaksi TBA dan ditutup.
Selanjutnya, tabung reaksi dihomogenkan
dengan cara digoyang dan ditempatkan di dalam thermostated bath pada suhu 95°C selama 2 jam. Setelah itu, tabung reaksi dipindahkan dan didinginkan pada air mengalir hingga mencapai suhu kamar selama kurang lebih 10 menit. Absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 530 nm dengan menggunakan air destilasi sebagai referensi. Lakukan hal yang sama terhadap blanko.
HASILDANPEMBAHASAN
Total Plate Count (TPC)
Mutu se’i tuna sangat dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya yaitu miikrobiologi.
Total Plate Count (TPC) merupakan suatu metode yang digunakan pada karakteristik mikrobiologi. TPC termasuk metode yang paling sensitif dalam perhitungan jumlah total cemaran bakteri atau mikroba dalam bahan pangan. Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah koloni mikroba dalam sampel pada media agar dan dapat diamati langsung tanpa mikroskop [7]. Oleh karena itu pengujian mutu bahan pangan sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat mutu pada bahan pangan [8].
Berdasarkan hasil sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan lama perendaman daging dalam larutan campuran angkak sendawa berbeda nyata (p<0.05) terhadap parameter TPC se’i tuna. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu ruang juga berbeda nyata (p<0.05) ) terhadap parameter TPC se’i tuna. Kemudian dilakukan hasil uji lanjut lama perendaman dan lama penyimpanan terhadap parameter TPC menggunakan uji lanjut Tukey dan didapatkan hasil berbeda nyata (p<0.05) secara singkat tertera pada grafik yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. TPC se’i tuna dengan penambahan angkak sendawa
Pada penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa lama perendaman pada se’i tuna berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai TPC se’i tuna. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan lama perendaman yang berbeda berpengaruh terhadap nilai TPC se’i tuna.
enggunaan sendawa atau saltpetre dalam pengolahan daging dapat menghambat bakteri pembusuk [9]. Selain sendawa, angkak juga dapat menghambat bakteri pembusuk dikarenakan angkak memiliki senyawa Monascidin yaitu senyawa yang bersifat antibiotik dan mampu menghambat bakteri gram positif maupun gram negatif [10]. Selain itu, didapatkan lama penyimpanan juga berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai TPC se’i tuna. Semakin lama se’i tuna dilakukan penyimpanan, maka nilai TPC semakin tinggi.
Hal ini menyatakan bahwa lama penyimpanan dapat mempengaruhi nilai TPC se’i tuna.
Kedua faktor tersebut juga saling memiliki interaksi terhadap se’i tuna (p<0.05) dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai TPC selama penyimpanan. Pada perlakuan kontrol yang disimpan selama 9 hari memiliki ketahanan terhadap TPC yang terendah dibandingkan dengan perlakuan dengan perendaman menggunakan angkak sendawa.
Pengujian Total Plate Count (TPC) se’i ikan tuna, didapatkan hasil TPC pada hari ke-4 sebesar 4,5x103 CFU/g [11]. Pada hari ke-5 didapatkan hasil TPC sebesar 5,8x104 CFU/g.
Pengujian TPC daging se’i babi didapatkan hasil pada perlakuan daging se’i babi dikemas tidak vakum selama pembelian sebesar 8,6x104 CFU/g [12]. Setelah dilakukan penyimpanan selama 1 hari pada suhu ruang, jumlah mikroorganisme mengalami peningkatan
menjadi 6,5x105 CFU/g. Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap terhadap terhadap parameter uji ALT yaitu 5 x104 CFU/g [13].
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, bahwa terjadi peningkatan jumlah total koloni bakteri seiring dengan lama penyimpanan [14].
Selain itu, suhu penyimpanan, juga mempengaruhi total bakteri pada produk.
Semakin rendah suhu penyimpanan, maka pertumbuhan bakteri semakin lambat [15].
Total Kapang Khamir
Uji Total Kapang Khamir (AKK) menurut Anggraini dan Kusuma (2020), bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghitung jumlah koloni yang mengakibatkan kemunduran mutu suatu produk. Uji AKK digunakan untuk mengetahui jumlah total kapang dan tingkat pertumbuhannya selama penyimpanan pada suatu produk. Semakin kecil angka kapang khamir, maka produk tersebut semakin baik. Pertumbuhan jamur pada ikan asap dapat menyeabkan terjadinya perubahan bau menjadi tengik dan perubahan tekstur.
Berdasarkan hasil sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan lama perendaman daging dalam larutan campuran angkak sendawa berbeda nyata (p<0.05) terhadap parameter AKK se’i tuna. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu ruang juga berbeda nyata (p<0.05) terhadap parameter AKK se’i tuna. Kemudian dilakukan hasil uji lanjut lama perendaman dan lama penyimpanan terhadap parameter AKK menggunakan uji lanjut Tukey dan didapatkan hasil berbeda nyata (p<0.05) secara singkat tertera pada grafik yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kapang khamir se’i tuna dengan penambahan angkak sendawa
Pada penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa lama perendaman pada se’i tuna berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai AKK se’i tuna. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan lama perendaman yang berbeda berpengaruh terhadap nilai AKK se’i tuna.
Selain itu, didapatkan lama penyimpanan juga berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai AKK se’i tuna. Hal ini menyatakan bahwa lama penyimpanan dapat mempengaruhi nilai AKK se’i tuna. Kedua faktor tersebut juga saling memiliki interaksi terhadap AKK se’i tuna (p<0.05) dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai AKK pada perlakuan kontrol selama penyimpanan. Pada perlakuan kontrol memiliki ketahanan terhadap AKK yang terendah dibandingkan dengan perlakuan dengan perendaman menggunakan angkak sendawa. Pigmen warna yang dihasilkan dari kultur Monascus purpureus memiliki aktivitas antijamur [16]. Sendawa atau saltpetre tidak memiliki aktivitas antijamur. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang menjelaskan bahwa garam kalium nitrat (KNO3) yang digunakan tidak mengurangi pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. cepae (FOCe) [17]. Nilai aW menjadi acuan terhadap pertumbuhan jamur [18]. Semakin tinggi nilai aW, maka pertumbuhan jamur menjadi lebih cepat.
Pengujian total kapang khamir se’i ikan tuna mengacu pada penelitian [11], didapatkan hasil pada hari ke-4 dan hari ke-5 sebesar <3 cfu/g. Sedangkan, pengujian kapang khamir ikan gabus asap mengacu pada penelitian [19]
didapatkan hasil sebesar 2.560 CFU/g pada produsen I menggunakan waktu lama pengasapan 6 jam. Pada produsen II didapatkan hasil kapang khamir sebesar 2.260 CFU/g menggunakan lama waktu pengasapan 4 jam. Produsen III mendapatkan hasil total kapang khamir sebesar 3.820 cfu/g dengan lama waktu pengasapan 2 jam. Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap terhadap parameter uji kapang yaitu 1x102 CFU/g [13].
Pertumbuhan jamur pada ikan gabus asap mengalami kenaikan seiring dengan lama penyimpanan yang dilakukan. Penyimpanan pada suhu ruang memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan jamur [20].
Thiobarbituric Acid (TBA)
Tingginya kadar lemak berpotensi meningkatkan ketengikan dari suatu produk.
Untuk menghindari ketengikan tersebut selama penyimpanan suatu bahan dilakukan pengukuran nilai thiobarbituric acid (TBA).
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kadar ketengikan dari suatu bahan dimana semakin tinggi nilai TBA maka akan semakin tinggi bahan tersebut mengalami oksidasi.
Analisis TBA menggunakan pereaksi thiobarbituric acid. Selama degradasi asam lemak menyebabkan reaksi TBA meningkat yang didasari dari penguraian asam lemak, artinya jika ikatan rangkap dari minyak yang digunakan semakin banyak maka menyebabkan laju kecepatan oksidasi semakin meningkat [21].
Berdasarkan hasil sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan lama perendaman daging dalam larutan campuran angkak sendawa berbeda nyata (p<0.05) terhadap parameter nilai TBA se’i tuna. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu ruang juga berbeda nyata (p<0.05) terhadap parameter nilai TBA se’i tuna. Kemudian dilakukan hasil uji lanjut lama perendaman dan lama penyimpanan terhadap parameter nilai TBA menggunakan uji lanjut Tukey dan didapatkan hasil berbeda nyata (p<0.05) secara singkat tertera pada grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. TBA se’i tuna dengan penambahan angkak sendawa
Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan perlakuan lama perendaman berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai TBA se’i tuna. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan lama perendaman berpengaruh terhadap nilai TBA se’i tuna. Selain itu, didapatkan perlakuan lama penyimpanan berbeda nyata (p<0.05)
terhadap nilai TBA se’i tuna. Hal ini menyatakan bahwa lama penyimpanan dapat mempengaruhi nilai TBA se’i tuna. Perlakuan lama perendaman dan lama penyimpanan memiliki interaksi yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai TBA se’i tuna dibuktikan dengan se’i yang disimpan selama 0 hari memiliki nilai rata-rata TBA yaitu 0.08- 0.20 mg MDA/kg, sedangkan se’i yang disimpan selama 9 hari didapatkan nilai rata- rata TBA yaitu 0.38-0.61 mg MDA/kg. Asap memiliki senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mengurangi proses oksidasi asam lemak tak jenuh pada produk dengan cara menghambat pembentukan hidroperoksida. Nilai TBA yang tinggi selama masa penyimpanan disebabkan karena terjadinya kerusakan lemak yang menyebabkan timbulnya bau dan rasa tengik akibat reaksi oksidasi Thiobarbituric acid terdegradasi menjadi senyawa lainnya dan menguap [22].
Hasil uji TBA daging se’i sapi mengacu pada penelitian [23], didapatkan nilai TBA sebesar 6,41 mgMDA/kg pada penyimpanan 7 hari. Selanjutnya, pada penyimpanan selama 14 hari didapatkan nilai TBA yaitu 8,18 mgMDA/kg. Pada penyimpanan selama 21 hari didapatkan nilai TBA sebesar 11,86 mgMDA/kg. Pada penyimpanan selama 28 hari didapatkan nilai TBA sebesar 14,48 mgMDA/kg. Adapun batas maksimum TBA pada ikan asap menurut SNI No. 2352-1991 yaitu 3 mg/kg daging.
Berdasarkan hasil perhitungan Bayes disimpulkan bahwa perlakuan terbaik pada seluruh parameter yaitu perlakuan perendaman selama 6 jam dan lama penyimpanan 3 hari.
Perlakuan tersebut mendapatkan hasil nilai nilai TPC sebesar 3.86 log CFU/g, angka kapang khamir sebesar 1.51 log CFU/g serta TBA sebesar 0.22 mg MDA/kg,
KESIMPULAN
Perlakuan terbaik adalah perendaman pada angkak sendawa selama 6 jam selama 3 hari dengan karakteristik TPC sebesar 3.86 log CFU/g (7.24x103 CFU/g), angka kapang khamir sebesar 1.51 log CFU/g (3.24x101 CFU/g), dan TBA sebesar 0.22 mg MDA/kg.
UCAPANTERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada LPPM Univerisitas Brawijaya yang telah membiayai penelitian melalui skema Hibah Penelitian Pemula dengan no kontrak 611.27/UN10.C200/2023.
DAFTARPUSTAKA
[1] Fadila, F. (2021). Mutu Organoleptik dan Kandungan Histamin Penyedap Rasa Bubuk Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares). Hospital Majapahit (Jurnal Ilmiah Kesehatan Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto), 13(1), 21-34. DOI:
https://doi.org/10.55316/hm.v13i1.669 [2] Genisa, J., Rahman, A. N. F., & Tajuddin,
K. (2019). Pemanfaatan Daun Palliasa (Kleinhovia hospita L) Sebagai Bahan Alternatif Dalam Mempertahankan Kesegaran Ikan Kembung (Rastrelliger sp). Canrea Journal: Food Technology, Nutritions, and Culinary Journal, 2(1),
1-12. DOI:
https://doi.org/10.20956/canrea.v2i1.18 9
[3] Hutasoit, K., Suarjana, I. G. K., & Suadda, I. K. (2013). Kualitas daging se’i sapi di kota kupang ditinjau dari jumlah bakteri coliform dan kadar air. Indonesia Medicus Veterinus, 2(3), 248-260.
ISSN: 2301-7848
[4] Sabtu, B., & Suryatni, N.P.F. (2015).
Kualitas kimia daging se’i yang diberi ekstrak angkak dan lama penyimpanan berbeda. Jurnal Nukleus Peternakan,
2(1), 7-14. DOI:
https://doi.org/10.35508/nukleus.v2i1.7 15
[5] Badan Standardisasi Nasional. (2015). Cara uji mikrobiologi -Bagian 7: Cara Uji Mikrobiologi - Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Produk Perikanan. In: SNI 2332.3:2015.
Jakarta.
[6] Association of Official Analytical Chemist.
(2005). Official Methods of Analysis.
Association of Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.
[7] Djunaidi, F. (2022). Total Bakteri Pada Bahan Pangan Asal Protein Hewani Dengan Metode Total Pate Count (Tpc) Di Balai Karantina Pertanian Kelas II Yogyakarta (BKP Kelas II YK).
National Multidisciplinary Sciences,
1(2), 246-249. DOI:
https://doi.org/10.32528/nms.v1i2.66 [8] Palawe, J. F., & Antahari, J. (2018). TPC
(Total Plate Count), WAC (Water Adsorbtion Capacity) Abon Ikan Selar Dan Cooking Loss Daging Ikan Selar (Selaroides Leptolesis). Jurnal Ilmiah Tindalung, 4(2), 57-60. DOI:
10.54484/jit
[9] Astini, N. P. W. S. (2020). Analisis Kadar Nitrit pada Kornet Daging Sapi. International Journal of Applied Chemistry Research, 2(2), 42-45. DOI:
10.23887/ijacr-undiksha
[10] Sumaryati, E., & Sudiyono, S. (2015).
Kajian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Angkak terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus cereus dan Bacillus stearothermophillus. Teknologi Pangan:
Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian, 6(1), 1-11. DOI:
https://doi.org/10.35891/tp.v6i1.461 [11] Mardyaningsih, M., Leki, A., & Engel,
S. S. (2016). Teknologi Pembuatan Liquid Smoke Daun Kesambi sebagai Bahan Pengasapan Se’i Ikan Olahan Khas Nusa Tenggara Timur. In Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. 8(1), 1-6. ISSN 1693-4393.
[12] Hau, E. E. R., & Rohyati, E. (2018).
Pengaruh Kondisi Dan Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Dan Refrigerator Terhadap Angka Total Plate Count (TPC) Sampel Sei Babi Dari 4 Toko Di Kota Kupang. Partner, 23(2),
860- 868. DOI:
http://dx.doi.org/10.35726/jp.v23i2.328 [13] Badan Standarisasi Nasional. (2013).
Ikan asap dengan pengasapan panas. In:
SNI 2725:2013. Jakarta.
[14] Sipahelut, G. M., & Kale, P. R. (2018).
Penggunaan ekstrak rosella kering beku (Hibiscus sabdarifa Linn) dalam pembuatan daging se’i: pengaruh lama simpan terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan citarasa. Jurnal Nukleus Peternakan, 5(1), 49-55. DOI:
https://doi.org/10.35508/nukleus.v5i1.8 36
[15] Kaiang, D. B., Montolalu, L. A., &
Montolalu, R. I. (2016). Kajian mutu ikan tongkol (euthynnus affinis) asap utuh yang dikemas vakum dan non vakum selama 2 hari penyimpanan pada suhu kamar. Media Teknologi Hasil Perikanan, 4(2),
75-84. DOI:
10.35800/mthp.4.2.2016.13034
[16] Singgih, M., Julianti, E., & Yuliana, A.
(2018). Pembentukan zat warna monascus purpureus dengan limbah ampas kelapa sebagai substrat dan uji aktivitasnya terhadap Escherichia coli dan Candida albicans. Jurnal Farmasi Galenika, 5(2), 41-55. ISSN: 2579-4469 [17] Türkkan, M. (2013). Antifungal effect of various salts against Fusarium oxysporum f. sp. cepae, the causal agent of Fusarium basal rot of onion.
Journal of Agricultural Sciences, 19(3),
178-187. DOI:
10.1501/Tarimbil_0000001243
[18] Sakti, H., Lestari, S., & Supriadi, A.
(2016). Perubahan mutu ikan gabus (Channa striata) asap selama penyimpanan. Jurnal FishtecH, 5(1), 11-18. ISSN: 2302-6936.
[19] Fuadi, A., Supriadi, A., & Nopianti, R.
(2015). Evaluasi keamanan ikan asap di dusun i epil kecamatan lais kabupaten musi banyuasin. Jurnal Fishtech, 4(2),
148-157. ISSN: 2302-6936
[20] Afgani, C. A., Handayani, B. R., Werdiningsih, W., & Nairfana, I.
(2020). Kajian Penggunaan Asap Cair dan Garam Terhadap Beberapa Komponen Mutu dan Masa Simpan Ikan Kakap (Lutjanus sp) Kering. Food and Agro- industry Journal, 1(1), 10-20.
ISSN: 2746-5470
[21] Riyandi, D. F., Sya'di, Y. K., &
Nurhidajah, N. (2022). Total Bakteri, Angka TBA, Dan Sifat Sensoris Bumbu Dasar Putih Pasta Berdasarkan Lama Simpan. Jurnal Pangan dan Gizi, 12(1),
41-49. DOI:
https://doi.org/10.26714/jpg.12.1.2022.
41-49
[22] Parwati, N. N., Ristiati, N. P., &
Atmadja, A. T. (2021). Diversifikasi Produk Beras Merah Cendana menjadi Angkak sebagai Produk Kesehatan di Desa Mengesta. Jurnal Puruhita, 3(2), 8-
107. DOI:
10.15294/PURUHITA.V3I2.53129 [23] Zainal, T. R., Kale, P. R., & Malelak, G.
E. M. (2021). Kualitas daging se’i sapi yang diproses menggunakan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) kering matahari. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 16(2), 194-201.
DOI: 10.31186/jspi.id.16.2.194-201