• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSEP DIRI, LOKUS PENGENDALIAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEMATANGAN KARIR MAHASISWA TINGKAT AKHIR ( Studi Kasus Mahasiswa Prodi Manajemen STEI Jakarta ) - Repository STEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH KONSEP DIRI, LOKUS PENGENDALIAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEMATANGAN KARIR MAHASISWA TINGKAT AKHIR ( Studi Kasus Mahasiswa Prodi Manajemen STEI Jakarta ) - Repository STEI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kematangan Karir

Anselmus (2019) menyimpulkan bahwa kematangan karir merupakan kemungkinan kemampuan individu dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan karir melalui perkembangan sikap yang telah dilaluinya.

Super juga mengemukakan bahwa kematangan karir adalah kesiapan individu untuk mengenali dan mengentaskan masalah-masalah karir ataupun pendidikan.

Menurut Winkel ( Jabbar dkk 2019 ) kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas pengembangan karir tertentu untuk tahap pekembangan. Kematangan karir ditandai dengan kemampuan untuk merencanakan sebuah karir dengan tindakan yang spesifik dan tepat untuk mencapainya.

Sharf (2021) mengungkapkan bahwa kematangan karir merupakan kesiapan seseorang dalam pemilihan dan pengambilan keputusan karir yang sesuai dengan tugas perkembangan karir. Kematangan karir merupakan merupakan kesuksesan seseorang pada tahap perkembangan karir.

2.1.1.1 Indikator Kematangan Karir

Kematangan karir adalah hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu karena tindakan tersebut merupakan suatu sikap individu dalam memutuskan suatu karir yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Remaja yang memiliki kematangan karir yang sesuai dengan bakat minat dan passionnya maka akan membantu dirinya membuat keputusan karir yang akan membantu dirinya membuat keputusan karir yang tepat dan mendapat kepuasan kerja ketika sudah bekerja. Kematangan karir pada setiap individu berbeda dengan kematangan karir individu yang lainnya. Menurut Hamzah (2019) kematangan karir remaja dapat diukur dari dimilikinya indikator – indikator kematangan karir sebagai berikut:

1. Pembuatan Perencanaan Karir

a. Kesadaran untuk membuat pilihan karir.

(2)

b. Mempersiapkan diri untuk membuat pilihan karir 2. Keaktifan Individu Dalam Mencari Informasi Karir

a. Berusaha mencari dan menggali informasi dari berbagai sumber.

b. Memiliki informasi karir.

3. Kemampuan Menggunakan Informasi Karir

a. Pengetahuan mengenai karir yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensi diri.

b. Memahami pertimbangan alternatif karir.

c. Memahami alasan dalam memilih karir.

4. Pengambilan Keputusan Karir.

a. Pengetahuan mengenai langkah-langkah membuat keputusan karir.

b. Pengetahuan terhadap cara mengambil keputusan karir.

c. Mempelajari cara orang lain dalam mengambil keputusan karir.

Dalam usaha mencapai kematangan karir yang baik maka indikator- indikator yang telah dipaparkan harus dicapai oleh setiap individu. Indikator tersebut menjadi tolak ukur bagi peneliti dalam mengukur tingkat kematangan karir individu agar mereka dapat memantapkan diri dalam merencanakan karir yang mereka pilih.

2.1.1.2 Kematangan Berpikir Pada Mahasiswa

Teori Maslow menjelaskan bahwa ketika sesorang ingin membuat sebuah tim yang bagus, maka fokus pada kecukupan kebutuhan elemen-elemen yang dapat menjadi motivasi seseorang untuk menjadi yang terbaik sebisa mungkin sehingga pencapaiannya menjadi lebih mudah untuk diraih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.

2.1.2 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran aspek umum dari kepribadian seseorang berdasarkan pendapat, pemikiran, persepsi, dan keyakinan individu tersebut tentang dirinya. Citra ini juga membentuk apresiasi dan penerimaan terhadap dirinya.

Konsep diri itu sendiri bukanlah unsur bawaan. Individu membentuk konsep diri dari pengalaman mereka dalam hubungan mereka dengan individu lain. Oleh

(3)

karena itu, konsep diri memainkan peran penting dalam mendefinisikan perilaku.

Dewi & Mugiarso (2020).

Masa remaja merupakan masa di mana individu mulai membangun konsep diri tentang karir, remaja mengimplementasikan konsep dirinya dalama memilih karir.

Seseorang mewujudkan konsep dirinya dalam suatu bidang jabatan yang paling memungkinkan untuk mengekspresikan dirinya. Seseorang akan mendapatkan hasil yang baik dalam berkarir jika dirinya mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik diri sendiri. Almaida dan Febriyanti (2019).

Rahman (2018) mengungkapkan bahwa konsep diri ialah usaha diri sendiri untuk memahami dirinya sendiri lalu menghasilkan konsep mengenai diri sendiri.

Setiap individu mempunyai pengetahuan dan keyakinan unuk mengenai dirinya sendiri konsep ini juga akan menjadi identitas yang membedakan antara diri sendiri dengan yang lain.

2.1.2.1 Fungsi Konsep diri

Konsep diri adalah gambaran atau pemahaman tentang diri sendiri yang terdiri dari berbagai aspek, seperti kognitif, afektif, dan perilaku (Chen et al., 2018). Salah satu fungsi utama konsep diri adalah sebagai sumber informasi tentang diri sendiri (Huizinga et al.) Konsep diri membantu individu untuk mengatur, menginterpretasikan, dan mengingat informasi tentang diri mereka sendiri, seperti nilai, kepercayaan, preferensi, dan pengalaman masa lalu. Dengan demikian, individu dapat memahami siapa dirinya, mengapa ia bertindak seperti itu, dan bagaimana ia ingin berubah di masa depan.

Selain itu, konsep diri juga berfungsi sebagai pengatur perilaku dan emosi (Kim & Park, 2020). Konsep diri yang positif dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan, serta mengurangi tingkat stres dan kecemasan. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat menghambat individu dalam mencapai tujuan dan meningkatkan risiko mengalami masalah psikologis, seperti depresi dan kecemasan.

Selain dua fungsi utama tersebut, konsep diri juga dapat berfungsi sebagai alat adaptasi sosial dan pengatur interaksi sosial (Lin & Chen, 2021). Konsep diri yang

(4)

positif dapat meningkatkan kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain, membangun hubungan yang positif, dan mempertahankan identitas yang sehat.

Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat menghambat kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain, meningkatkan risiko konflik interpersonal, dan menurunkan kualitas hubungan sosial.

2.1.2.2 Aspek Konsep Diri

Konsep diri atau self concept merupakan salah satu konsep psikologis yang penting. Menurut Calhoun dan Acocella, dalam bukunya yang dikutip oleh Gufron dkk. (2018:17-18), konsep diri terdiri dari beberapa aspek yang perlu dipahami lebih dalam. Dalam hal ini, keterampilan dan keinginan merupakan dua aspek penting yang membentuk konsep diri seseorang.

Aspek pertama adalah keterampilan, yang meliputi pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri terkait dengan fisik, usia, jenis kelamin, ras, agama, dan lain- lain. Keterampilan ini berkaitan dengan pemahaman seseorang tentang karakteristik dirinya, baik fisik maupun psikologis. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari rata-rata orang di sekitarnya mungkin memiliki persepsi diri yang lebih rendah atau kurang percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain.Aspek kedua dari konsep diri adalah keinginan, yang mencakup ideologi seseorang tentang dirinya sendiri pada saat tertentu serta pemikiran terhadap masa depannya. Keinginan-keinginan ini mencakup berbagai tujuan yang ingin dicapai seseorang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai contoh, seseorang yang bercita-cita menjadi pengusaha mungkin merasa tidak puas dengan posisi dan pekerjaannya saat ini, namun ia akan berusaha untuk terus belajar dan mengembangkan diri untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Selain kedua aspek tersebut, konsep diri juga memiliki beberapa aspek lain yang perlu dipahami, seperti aspek fisik, psikis, dan sosial yang telah dijelaskan sebelumnya. Aspek fisik meliputi penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, pakaian, dan benda-benda. Aspek psikologis meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri.

Sedangkan aspek sosial meliputi bagaimana peran seseorang dalam lingkup peran sosialnya dan penilaian seseorang terhadap peran tersebut.

(5)

Dalam konsep diri secara keseluruhan, setiap aspek saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dalam membentuk konsep diri seseorang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep diri dapat membantu seseorang untuk memahami dirinya lebih baik dan mengembangkan potensinya secara optimal.

Menurut Razamus, Jaroszynka, dan Palega (dalam Faradila, 2018), individu dengan konsep diri yang negatif cenderung ingin membedakan dirinya dan dianggap lebih baik dari orang lain. Hal ini mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang trendi dan mewah agar dipandang baik oleh orang lain dan menutupi kekurangannya. Individu dengan konsep diri negatif juga cenderung merasa tidak puas dengan dirinya sendiri dan kurang memahami dirinya secara utuh, sehingga mudah terpengaruh oleh rangsangan dari luar dan terus menerus mengkonsumsi barang tanpa pertimbangan yang matang. Selain itu, individu dengan konsep diri negatif juga diduga lebih mudah terpengaruh oleh iklan, promosi, diskon, dan kemasan produk yang menarik.

2.1.2.3 Indikator Konsep Diri

Brooks dan Emmert ( dalam Rahmat 2014) menyatakan bahwa ada perbedaan karakteristik seseorang dengan konsep diri positif dan seseorang dengan konsep diri negatif. Perbedaan tersebut dapat ditunjukan melalui beberapa indikator dari : a. Individu dengan konsep diri positif memiliki indikator sebagai berikut.

1. Yakin terhadap kemampuan mengatasi masalah.

2. Merasa dirinya setara atau sederajat dengan orang lain.

3. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat.

4. Memiliki kemauan memperbaiki diri sendiri.

5. Memiliki kesanggupan dalam mengungkapkan kelemahan dan berusaha untuk merubahnya.

b. Orang dengan konsep diri negatif, dapat dilihat jika individu : 1. Cenderung menghindari dialog yang terbuka.

2. Memiliki kecenderungan bersikap hiperkritis terhadap orang lain.

3. Jarang mengakui keunggulan orang lain daripada diri sendiri.

(6)

4. Mudah marah bahkan sering cenderung mengeluh dan meremehkan orang lain.

5. Tidak mau menyalahkan diri sendiri namun selalu memandang dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar.

Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa individu dengan konsep diri positif , cenderung mengembangkan sikap-sikap positif mengenai dirinya semdiri, dan sebaliknya individu dengan konsep diri negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan nilai-nilai atau pandangan yang negatif tentang segala kondisi ata sistem sosial yang ada.

Konsep diri positif maupun negatif dipengaruhi oleh cara penilaian individu terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. Berdasarkan pengalaman sosialnya dengan lingkungan akan memengaruhi perilaku individu tersebut dan konsep dirinya dalam menunjukan persepsinya terhadap orang lain. Hal ini akan menghasilkan indikasi-indikasi konsep diri positif maupun negatif pada individu tersebut.

2.1.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri a. Faktor Internal

Faktor internal adalah karakteristik individu yang terinternalisasi yang memengaruhi konsep diri seseorang. Faktor-faktor ini meliputi kepribadian, karakteristik psikologis, dan keadaan psikologis.

1. Kepribadian

Kepribadian merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Menurut J. Zhang, T. Huang, dan X. Wang (2019), kepribadian yang cenderung positif seperti ekstrovert, terbuka, dan menyenangkan dapat meningkatkan konsep diri yang positif. Sebaliknya, kepribadian yang cenderung negatif seperti neurotik dan introvert dapat menurunkan konsep diri seseorang. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsep diri yang positif dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis seseorang.

(7)

2. Karakteristik Individu

Karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan status sosial juga dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Menurut Y. Zhang, X. Cheng, dan S. Liu (2018), terdapat perbedaan konsep diri antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja laki-laki cenderung memiliki konsep diri yang lebih positif dalam hal kemampuan akademis dan kemampuan sosial, sedangkan remaja perempuan cenderung memiliki konsep diri yang lebih positif dalam hal penampilan fisik. Selain itu, usia juga mempengaruhi konsep diri seseorang. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri seseorang akan meningkat seiring bertambahnya usia.

3. Kondisi Psikologis

Kondisi psikologis seperti kecemasan dan depresi dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Menurut K. H. Kim dan E. K. Lee (2020), individu yang memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi cenderung memiliki konsep diri yang lebih rendah. Selain itu, kecenderungan perfeksionisme juga dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki kecenderungan perfeksionisme cenderung memiliki konsep diri yang lebih rendah.

b. Faktor Eksternal 1. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting dalam membentuk konsep diri individu. Menurut Hadiwijoyo (2018), keluarga memiliki peran yang besar dalam membentuk konsep diri individu karena keluarga merupakan tempat pertama kali individu belajar berinteraksi dan mengenal dirinya sendiri. Lingkungan keluarga yang harmonis, dukungan orang tua, dan hubungan interpersonal yang positif dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memperkuat konsep diri (Zhang, Cheng, & Liu, 2018). Sebaliknya, pengalaman keluarga yang traumatis atau kurang mendukung dapat berdampak negatif pada pembentukan konsep diri seseorang.

(8)

2. Faktor Teman

Teman sebaya atau peer group juga berpengaruh terhadap konsep diri individu. Menurut Gerling, Dake, dan Vamos (2019), teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan individu terhadap dirinya sendiri dan membentuk ekspektasi sosial yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. Lingkungan teman sebaya yang positif, dukungan teman, dan kepercayaan diri dapat memperkuat konsep diri yang positif (Huizinga, Scholte, & Konijnendijk, 2019). Namun, jika individu bergaul dengan teman yang negatif atau memiliki nilai yang tidak sesuai, hal tersebut dapat berdampak negatif pada pembentukan konsep diri.

3. Faktor Budaya

Budaya juga mempengaruhi pembentukan konsep diri individu. Menurut Sarıtaş dan Kılıç (2022), nilai dan norma budaya yang diinternalisasi oleh individu dapat mempengaruhi konsep dirinya. Nilai-nilai budaya yang menghargai individualitas dan kebebasan dapat meningkatkan konsep diri individu (Lin & Chen, 2021). Namun, nilai budaya yang menekankan pada konformitas dan kolektivitas dapat membatasi konsep diri individu.

4. Faktor Media

Media memiliki peran penting dalam membentuk konsep diri individu.

Menurut Aragbaye dan Afolabi (2021), media dapat mempengaruhi konsep diri individu melalui tampilan model ideal, nilai yang diinternalisasi, dan harapan sosial. Tampilan model ideal yang tidak realistis di media dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap dirinya sendiri, terutama pada anak-anak dan remaja (Kim & Park, 2020). Namun, media juga dapat menjadi sumber informasi yang positif dan mendukung dalam membentuk konsep diri individu.

5. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi konsep diri individu. Menurut Kim dan Park (2020), lingkungan sosial yang positif juga dapat mempengaruhi konsep diri individu. seperti sekolah inklusi dan komunitas yang mendukung, dapat memperkuat konsep diri yang positif dan

(9)

memotivasi individu untuk mencapai potensi penuh mereka. Namun, lingkungan sosial yang diskriminatif atau tidak bersahabat dapat berdampak negatif pada konsep diri seseorang (Amosun & Emeke, 2022).

Dalam mengenali faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri, penting untuk memahami bahwa faktor-faktor ini dapat saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Misalnya, keluarga, teman, dan lingkungan sosial dapat memengaruhi nilai- nilai budaya yang diinternalisasi oleh individu, yang pada gilirannya dapat memengaruhi konsep diri mereka.

2.1.3 Pengertian Lokus Pengendalian

Lokus pengendalian atau Locus of Control adalah konsep psikologi yang mengacu pada kecenderungan individu untuk menganggap bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh factor internal atau eksternal. Bagi mahasiswa tingkat akhir, konsep ini dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk menganggap bahwa keberhasilan atau kegagalan mereka dalam belajar dipengaruhi oleh factor internal seperti kemampuan atau usaha mereka sendiri, atau oleh factor eksternal seperti situasi atau keberuntungan.

Menurut Rotter (1966), individu yang memiliki lokus pengendalian internal cenderung memiliki kepercayaan yang kuat bahwa mereka memiliki kontrol atas hasil hidup mereka dan mampu mengubah arah hidupnya sesuai keinginan mereka.

Mereka juga lebih cenderung untuk mengambil tanggung jawab atas kegagalan dan mengambil tindakan untuk mengatasinya. Sebaliknya, individu yang memiliki locus of control eksternal lebih cenderung memandang keberhasilan dan kegagalan sebagai sesuatu yang tergantung pada faktor eksternal seperti keberuntungan atau orang lain, dan kurang cenderung untuk mengambil tindakan untuk mengubah keadaan.

Mahasiswa yang memiliki kecenderungan lokus pengendalian internal cenderung percaya bahwa mereka memiliki kendali atas hasil belajar mereka dan mereka bertanggung jawab atas kesuksesan atau kegagalan mereka. Hal ini dapat meningkatkan motivasi mereka untuk belajar, karena mereka merasa dapat mengontrol hasil belajar mereka dan merasa terdorong untuk memaksimalkan potensi mereka.

(10)

Sementara itu, mahasiswa yang memiliki kecenderungan lokus pengendalian eksternal cenderung menganggap bahwa faktor di luar kendali mereka, seperti dosen atau keberuntungan lebih berperan dalam hasil belajar mereka. Hal ini dapat membuat mahasiswa merasa putus asa atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena mereka merasa tidak memiliki kendali atas hasil belajar mereka.

Penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan kecenderungan lokus pengendalian internal yang sehat, karena hal ini dapat membantu mereka meraih kesuksesan dalam belajar dan kehidupan. Namun, perlu diingat bahwa factor eksternal juga dapat memengaruhi hasil belajar, dan mahasiswa harus belajar untuk mengatasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam lingkungan belajar mereka.

2.1.3.1 Indikator Lokus Pengendalian

Menurut Robbins dan Judge (2014) indikator dari lokus pengendalian terdiri dari :

1. Indikator lokus pengendalian internal, indibidu dengan lokus pengendalian internal memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki kendali atas kehidupan mereka sendiri. Individu bertindak berdasarkan keputusan, kemampuan dan upaya individu mereka dengan :

a. Suka bekerja keras

b. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan c. Selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin

2. Indikator lokus pengendalian eksternal, individu dengan lokus pengendalian eksternal meyakini bahwa kehidupannya dipengaruhi faktor lain diluar dirinya. Individu percaya bahwa tindakannya dikendalikan oleh nasib, keberuntungan, orang lain, atau kekuatan lain diluar dirinya dengan melakukan :

a. Kurang memiliki inisiatif.

b. Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol.

c. Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.

(11)

2.1.3.2 Lokus Pengendalian Internal

Lokus pengendalian internal adalah keyakinan individu bahwa ia memiliki kontrol atas kehidupannya sendiri dan dapat mempengaruhi hasil yang diinginkan melalui tindakan yang diambilnya sendiri. Individu dengan lokus pengendalian internal cenderung memandang keberhasilan atau kegagalan dalam hidup mereka sebagai hasil dari usaha dan kemampuan mereka sendiri, dan bukan karena faktor eksternal seperti keberuntungan atau takdir.

Individu dengan lokus pengendalian internal cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Penelitian oleh Hystad et al. (2019) menunjukkan bahwa individu dengan lokus pengendalian internal cenderung memiliki persepsi yang lebih positif tentang lingkungan sosial mereka dan merasa lebih puas dengan kehidupan mereka secara keseluruhan.

Lokus pengendalian internal juga dikaitkan dengan kesehatan mental yang lebih baik. Sebuah penelitian oleh Barraza-Lopez et al. (2020) menunjukkan bahwa individu dengan lokus pengendalian internal cenderung memiliki tingkat depresi yang lebih rendah dan kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.

Secara umum, lokus pengendalian internal dianggap sebagai faktor yang penting dalam mencapai keberhasilan dan kepuasan hidup yang tinggi. Namun, terdapat juga kritik terhadap konsep ini, seperti pandangan bahwa faktor lingkungan dan sosial dapat mempengaruhi locus of control seseorang dan bahwa terdapat perbedaan budaya dalam cara orang melihat locus of control.

2.1.3.3 Lokus Pengendalian Eksternal

Locus pengendalian external adalah keyakinan individu bahwa keberhasilan atau kegagalan hidup mereka ditentukan oleh faktor eksternal, seperti keberuntungan, takdir, atau kekuatan yang lebih besar. Individu dengan locus pengendalian external cenderung merasa bahwa mereka tidak dapat mengendalikan atau mempengaruhi hasil hidup mereka, sehingga mereka sering merasa putus asa atau kurang percaya diri dalam menghadapi masalah atau tantangan hidup.

Penelitian oleh Roos et al. (2018) menunjukkan bahwa individu dengan locus pengendalian external cenderung mengalami lebih banyak stres dan kecemasan,

(12)

serta memiliki kesehatan mental yang lebih buruk. Studi oleh Steca et al. (2018) juga menemukan bahwa locus pengendalian external berkorelasi negatif dengan kualitas hidup dan kepuasan hidup.

Selain itu, locus pengendalian external juga dikaitkan dengan kurangnya motivasi dan kinerja yang rendah di tempat kerja atau di lingkungan akademik.

Individu dengan locus pengendalian external cenderung memiliki kinerja yang lebih buruk dan cenderung menghindari tanggung jawab atau tugas yang sulit.

Namun, terdapat juga pandangan bahwa locus pengendalian external dapat membantu individu mengatasi situasi yang tidak dapat mereka kendalikan, seperti penyakit atau kegagalan yang disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak terduga.

locus pengendalian external dapat membantu individu mengembangkan strategi koping yang lebih adaptif dalam menghadapi stres atau situasi sulit.

Secara keseluruhan, locus pengendalian external dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kualitas hidup individu, serta kinerja di tempat kerja atau lingkungan akademik. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan bahwa external locus of control dapat membantu individu mengatasi situasi sulit dan mengembangkan strategi koping yang lebih adaptif.

2.1.3.4 Lokus Pengendalian Pada Mahasiswa

Menurut jurnal yang ditulis oleh Kovach,M (2018) yang merujuk pada Penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Trice (2013) dan Mooney, Sherman, dan Lo Presto (1991) yang melakukan penelitian terhadap 322 mahasiswa yang menilai lokus pengendalian akademik mereka. Hasil penelitian ini menunujukan bahwa mahasiswa yang memiliki lokus kendali akademik internal dan tingkat harga diri yang tinggi melaporkan penyesuaian yang lebih efektif di perguruan tinggi dibandingkan mahasiswa yang memiliki lokus kendali eksternal atau harga diri yang rendah. Hal ini menunjukan bahwa lokus pengendalian seseorang memiliki dampak yang signifikan terhadap motivasi dan potensi pencapaian mereka, apakah mereka berpikir bahwa mereka dapat sukses secara akademis atau tidak.

Mereka menyimpulkan bahwa jika para ibu yang sama memiliki lokus pengendalian internal, mereka akan lebih cenderung proaktif dan termotivasi untuk

(13)

meningkatkan kualitas hidup anak mereka atau apa yang berdampak pada kecacatan inteletual anak mereka. Nilai dari penelitian ini adalah menunjukan pentingnya lokus pengendalian orang tua dan dampaknya terhadap pembelajaran mahasiswa.

Para ibu yang memiliki lokus pengendalian internal yang memiliki anak penyandang disabilitas sering kali melakukan upaya utuk kesuksesan anak mereka, yang dapat memberikan efek riak pada anak tersebut, memotivasi mereka untuk percaya pada kesuksesan akademis mereka sendiri.

Berdasarkan jurnal Kovach M. (2018) yang didalamnya terdapat hasil penelitian oleh Rakes, Dunn. Dan Rakes (2013) dan Valdes-Cuervo, Sanches Escobedo, dan Valades-Sierra (2015) yang meneliti prokrastinasi akademik pada mahasiswa pasca sarjana online. Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa lebih cenderung menunda-nunda juka mereka mempertahankan lokus pengendalian eksternal.

Mereka juga meneliti lokus pengendalian, konsep diri, dan orientasi tujuan pada mahsiswa Meksiko yang berprestasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa para mahasiswa berprestasi ini menggambarkan lokus pengendalian internal, peningkatan tingakt motivasi tujuan, dan konsep diri yang positif yang berkaitan dengan akademis. Namun, peserta perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi secara signifikan dalam hal konsep diri akademis dan lokus pengendalian internal daripada laki-laki.

2.1.3.5 Efek Lokus Pengendalian

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa locus of control dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan fisik dan mental, kinerja kerja, dan kepuasan hidup. Sebagai contoh, penelitian oleh Kiani et al.

(2020) menemukan bahwa individu dengan locus of control internal cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih baik daripada individu dengan locus of control eksternal. Selain itu, penelitian oleh Puente-Díaz dan Cavazos-Arroyo (2018) menemukan bahwa karyawan yang memiliki locus of control internal cenderung memiliki kinerja yang lebih baik daripada karyawan dengan locus of control eksternal.

Namun, meskipun locus of control dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan, konsep ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor budaya dan lingkungan

(14)

sosial. Sebagai contoh, penelitian oleh Chao et al. (2018) menemukan bahwa individu dari budaya yang lebih individualistik cenderung memiliki locus of control internal yang lebih kuat daripada individu dari budaya yang lebih kolektivis. Selain itu, lingkungan sosial juga dapat memengaruhi locus of control seseorang.

Penelitian oleh Villani et al. (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di lingkungan yang kurang stabil cenderung memiliki locus of control eksternal yang lebih kuat daripada anak-anak yang tinggal di lingkungan yang lebih stabil.

2.1.3.6 Skala Lokus Pengendalian

Skala lokus pengendalian adalah instrument yang digunakan untuk mengukur sejauh mana seseorang memiliki lokus pengendalian internal dan eksternal.

Instrumen ini umumnya terdiri dari serangkaian pernyataan tentang keyakinan individu tentang control atas kehidupan mereka. Responden diminta untuk menunjukan sejauh mana mereka setuju atau tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Skala lokus pengendalian telah digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengukur konsep lokus pengendalian dan mempelajari dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Sebagai contoh, penelitian oleh Dzuka et al. (2018) menggunakan skala lokus pengendalian untuk meneliti hubungan antara lokus pengendalian dan kecemasan sosial pada remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dengan lokus pengendalian internal cenderung memiliki tingkat kecemasan sosial yang lebih rendah daripada remaja dengan lokus pengendalian eksternal.

Skala lokus pengendalian juga telah digunakan dalam penelitian tentang pengaruh lokus pengendalian terhadap kesehatan mental dan fisik. Sebagai contoh, penelitian oleh Zhang et al. (2021) menggunakan skala lokus pengendalian untuk menilai hubungan antara lokus pengendalian dan depresi pada pasien kanker.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien kanker dengan lokus pengendalian cenderung memiliki tingkat depresi yang lebih rendah daripada pasien kanker dengan lokus pengendalian eksternal.

Dalam praktiknya, skala lokus pengendalian dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu yang cenderung memiliki lokus pengendalian internal

(15)

atau eksternal, serta untuk mengevaluasi efektivitas intervensi atau program pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan lokus pengendalian. Namun, sebagaimana diutarakan oleh Spector (2020), skala lokus pengendalian juga memiliki keterbatasan dan tidak dapat diandalkan sepenuhnya sebagai ukuran lokus pengendalian seseorang.

2.1.4 Pengertian Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat untuk mendewasakan dan didalam diri sendiri menerima pendidikan untuk pertama kali. Individu yang mendapatkan dukungan dari keluarganya akan memiliki pikiran yang positif terhadap situasi yang sulit sehingga individu bisa mencapai kematangan karir yang tinggi. Sehingga dukungan sosial yang didapatkan dari keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya Sudarsono dalam Hendriati & Dewinda (2019). Dukungan keluarga merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh ayah,ibu maupun saudara yang membuat diri sendiri merasa dihargai,diperhatikan dan dicintai Dewi Lutfianawati & Neni Widyayanti (2019).

Yunda (2018) mengungkapkan bahwa dukungan keluarga yaitu factor eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan karir.

Definisi dukungan keluarga adalah sebagai bentuk atau wujud kasih sayang berupa dorongan dan dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan memberikan perhatian terutama mengenai pertimbangan untuk memilih jurusan maupun karirnya Rahman (2019).

2.1.4.1 Jenis – Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman dukungan keluarga dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Dukungan emosional ( Emotional Support )

Dukungan emosional merupakan keluarga sebagai tempat yang nyaman dan sejahtera untuk kita beristirahat serta memulihkan dan membantu dalam mengontrol emosi dari diri kita masing-masing. Dukungan ini berupa dukungan yang diwujudkan dalam bentuk adanya kepercayaan diri dan perhatian yang lebih.

(16)

2. Dukungan penghargaan ( Esteem Support )

Keluarga berperan sebagai sumber umpan balik untuk bimbingan dan pemecahan masalah, seperti dukungan, penghargaan, dan perhatian.Dukungan ini merupakan dukungan yang menunjukkan umpan balik yang baik, khususnya mendorong atau mendukung pendapat atau gagasan yang diungkapkan.

3. Dukungan Instrumental ( Instrumental Support )

Jenis dukungan ini adalah dukungan penuh atau bantuan dari keluarga berupa penyediaan tenaga, dana, atau meluangkan waktu untuk membantu melayani dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan pesan.

4. Dukungan informasi ( Informational Support )

Informan dianggap sebagai pusat informasi, artinya keluarga harus mengetahui semua informasi atau masalah yang berkaitan dengan anggota keluarga. Dan juga memberikan saran atau informasi lain yang dapat digunakan untuk mengungkapkan keprihatinan.

2.1.4.2 Indikator Dukungan Keluarga

Menurut Lent, R,W., Brown, S.D,. & Hackett, G (2018) mengungkapkan bahwa indikator dukungan keluarga mengacu pada faktor-faktor yang menunjukkan tingkat dukungan yang diberikan oleh keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang membutuhkan dukungan khususnya dalam hal ini yaitu mahasiswa tingkat akhir. Terdapat beberapa indikator dukungan keluarga dalam yang penting untuk diketahui yaitu :

- Komunikasi Keluarga

Indikator ini mengacu pada kualitas komunikasi antara subjek yang membutuhkan dukungan yaitu mahasisawa dan anggota keluarga mereka.

Komunikasi yang efektif antara keluarga dan mahasiswa dapat mencakup berbagai aspek. Misalnya, frekuensi komunikasi yang sering dapat memperkuat ikatan dan saling pengertian antara anggota keluarga.

Kedalaman komunikasi melibatkan pembicaraan yang mendalam tentang tujuan karir, minat, dan ambisi mahasiswa. Keberadaan komunikasi yang

(17)

hangat dan terbuka antara keluarga dan mahasiswa dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan karir dan membantu dalam mengatasi rintangan yang mungkin dihadapi.

- Dukungan Emosional

Indikator ini mencakup dukungan emosional yang diberikan oleh anggota keluarga kepada mahasiswa dalam upaya mereka untuk mencapai kematangan karir. Dukungan emosional dapat meliputi dorongan positif, penghargaan, dan keyakinan yang ditunjukkan oleh keluarga terhadap kemampuan dan potensi mahasiswa. Misalnya, anggota keluarga dapat memberikan pujian, memberikan dorongan saat mahasiswa menghadapi tantangan, dan menunjukkan keyakinan bahwa mereka mampu meraih kesuksesan dalam karir mereka. Dukungan emosional ini memainkan peran penting dalam membangun rasa percaya diri dan motivasi mahasiswa.

- Dukungan Informasional

Indikator ini menunjukkan sejauh mana keluarga memberikan informasi yang relevan dan berguna tentang pilihan karir, peluang, dan tuntutan di dunia kerja kepada mahasiswa. Dukungan informasional dapat mencakup memberikan informasi tentang berbagai bidang pekerjaan, perkembangan industri, tren karir, dan peluang pendidikan lanjutan. Keluarga juga dapat memberikan saran dan wawasan tentang kegiatan ekstrakurikuler, magang, atau pengalaman kerja yang dapat membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan dan mengenal lingkungan kerja secara lebih baik. Dukungan informasional ini membantu mahasiswa dalam membuat keputusan karir yang lebih terinformasi dan realistis.

- Dukungan Instruksional

Indikator ini merujuk pada bimbingan, arahan, dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kematangan karir.

Dukungan instruksional melibatkan memberikan bimbingan akademik, membantu dalam mengatur rencana studi, dan memberikan umpan balik konstruktif terkait dengan prestasi akademik dan pengembangan keterampilan. Keluarga juga dapat membantu mahasiswa mengidentifikasi

(18)

pelatihan atau kursus yang relevan, menghubungkan mereka dengan mentor atau profesional dalam bidang yang diminati, serta memberikan dorongan dan dukungan dalam pengembangan keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan karir.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian Pertama oleh Yuli Indah Lestari, Supriyati, dan Dewi Lutfianawati (2022) yang berjudul Konsep Diri, Jenis Kelamin dan Kematangan Karier Pada Siswa SMAN X Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 169 siswa kelas X, XI, dan XII dengan teknik accidental sampling. Data dikumpulkan menggunakan Skala Kematangan Karier dan Skala Konsep Diri, serta data demografi. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara konsep diri dan jenis kelamin terhadap kematangan karier dengan nilai koefisien sebesar 0,341, terdapat pengaruh positif yang signifikan antara konsep diri terhadap kematangan karier dengan nilai koefisien sebesar 0,570, dan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin dengan kematangan karier dengan nilai koefisien 0,087.

Penelitian Kedua oleh Salsabila Putri Ainayya dan Febi Herdajani (2021) yang berjudul Hubungan Harga Diri dan Dukungan Orang Tua Dengan Kematangan Karir Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Komunikasi Angkatan 2016 di Universitas “X” Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tujuan Hubungan Harga Diri Dan Dukungan Orang Tua Dengan Kematangan Karir Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Komunikasi Angkatan 2016 Di Universitas ‘X’ Jakarta. Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu Harga Diri, Dukungan Orang Tua dan Kematangan Karir. Skala kematangan karir diperoleh sebanyak 24 item dinyatakan valid dan 6 item yang dinyatakan gugur, skala Harga Diri yang terdiri dari 32 item diperoleh item valid sebanyak 25 item valid dan 7 item yang dinyatakan gugur dan skala Dukungan Orang Tua yang terdiri dari 24 item diperoleh item valid sebanyak 21 item dan 3 item yang dinyatakan gugur. uji koefisien korelasi antara harga diri dengan kematangan karir diperoleh nilai

(19)

korelasi rx1y = 0,415, p < 0,05. Dengan kata lain, ada hubungan positif antara harga diri dengan kematangan karir Mahasiswa Tingkat Akhir jurusan komunikasi Angkatan 2016 di Universitas ‘X’ Jakarta. dukungan orang tua dengan kematangan karir di peroleh nilai korelasi rx2y = 0,402, p < 0,05. maka, ada hubungan positif antara dukungan orang tua dengan kematangan karir Mahasiswa Tingkat Akhir jurusan komunikasi Angkatan 2016 di Universitas

‘X’ Jakarta. koefisien korelasi (R) antara harga diri dan dukungan orang tua dengan kematangan karir sebesar 0,518 dengan nilai p < 0,05. maka, ada hubungan ke arah positif antara harga diri dan dukungan orang tua dengan kematangan karir Mahasiswa Tingkat Akhir jurusan komunikasi Angkatan 2016 di Universitas ‘X’ Jakarta.

Penelitian Ketiga oleh Milyati Ningrum, Aftina Nurul Husna, dan Aning Az Zahra (2021) yang berjudul Pengaruh Harga Diri dan Lokus Kontrol Internal Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara harga diri dan lokus control internal terhadap kematangan karir. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan jumlah sampel N-279 mahasiswa tingkat akhir di Universitas Muhammadiyah Magelang. Hasil uji hipotesis dengan regresi linear berganda menunjukan adanya pengaruh yang sugnifikan dan positif dari harga diri dan lokus pengendalian internal terhadap kematangan karir dengan nilai kontribusi pengaruh sebesar 72,5%. Harga diri berpengaruh terhadap kematangan karir melalui perilaku dan sikap positif terhadap tujuan karir. Adapun lokus pengendalian internal mempengaruhi kematangan karir melalui rasa percaya individu terhadap pengetahuan dan kemampuannya dalam melewati hambatan yang dialami terkait dengan tugas perkembangan karirnya.

Penelitian Keempat oleh Halimatus Sa’diyah dan Sigit Hariyadi (2022) yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga dan Pengambilan Keputusan Karier Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap pengambilan keputusan karier pada mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES. Teknik pengambilan sampel dengan metode proportional stratified random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 320 mahasiswa.

(20)

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala pengambilan keputusan karier, dan skala dukungan keluarga. Teknik analisis data menggunakan teknik regresi berganda dengan bantuan SPSS. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pengambilan keputusan karier (t = 4,178, β = 0,249). Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara dukungan keluarga dan pengambilan keputusan karier pada mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES.

Penelitian Kelima oleh Lina Novita dan Sumiarsih (2021) yang berjudul Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kepercayaan Diri Siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh antara pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VA dan VB Sekolah Dasar Negeri Baranang Siang Kota Bogor. Teknik pengujian prasyarat analisis berupa uji normalitas, kemudian dilakukan pengujian homogenitas.

Data yang dinyatakan normal dan homogen digunakan untuk menguji hipotesis yang hasilnya menunjukan terdapat pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa. Teknik analisis regresi korelasi sederhana menghasilkan suatu model hubungan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi yaitu Ŷ = 59,46 + 0,43X. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan analisis statistik yang menghasilkan koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,37. Sedangkan koefisien determinasi sebesar 0,13%. Teknik analisis regresi dan korelasi sederhana pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa menghasilkan suatu pengaruh yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi yaitu Ŷ = 59,46 + 0,43X}, yang berarti setiap kenaikan unit konsep diri menyebabkan kenaikan kepercayaan diri siswa sebesar 0,43 unit. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa di kelas V A dan V B Sekolah Dasar Negeri Baranangsiang Kota Bogor tahun pelajaran 2020/2021.

Penelitian Keenam oleh Nibrasabiyya Djunaedi, Ita Juwitaningrum, dan Heli Ihsan (2022) yang berjudul Pengaruh Locus of Control Terhadap Kematangan Karir yang Dimediasi Oleh Self-Efficacy Pada Mahasiswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh locus of control terhadap kematangan karir yang dimediasi oleh self-efficacy pada

(21)

mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 400 mahasiswa berusia 18-23 tahun yang menempuh pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia. Penelitian ini menggunakan tiga instrumen yaitu Rotter’s Locus of Control Scale untuk Locus of control, General Self-efficacy (GSE) untuk mengukur Self-efficacy, dan Career Maturity Inventory-Form C (CMI-C) untuk mengukur Kematangan Karir.

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kausal step dan metode analisis Product of Coefficient. Hasil penelitian menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh terhadap kematangan karir melalui self-efficacy sebagai variabel mediasi, dengan kata lain Self-efficacy memediasi hubungan antar locus of control terhadap kematangan karir.

Penelitian Ketujuh oleh Adinda Salwani dan Wening Cahyawulan (2022) yang berjudul Relationship Between Family Social Support and Self Efficacy in Career Decision- Making of Final Year University Students. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Relationship Between Family Social Support and Self Efficacy in Career Decision- Making of Final Year University Students.

Penelitian ini menggunakan metode korelasi dengan pendekatan kuantitatif.

Subjek pada penelitian ini berjumlah 402 mahasiswa tingkat akhir.

Pengambilan sampel menggunakan teknik Convenience Sampling. Alat pengumpulan data mengunakan Family Support Measure yang terdiri dari Family of Origin Career Development Support dan Parent Intentional Career- Related Interactions serta Career Decision Self Efficacy-Short Form (CDSE- SF) yang diadaptasi oleh peneliti. Hasil uji validitas menunjukkan seluruh butir dalam pernyataan valid. Uji reliabilitas untuk variabel Family of Origin Career Development Support sebesar 0.870, untuk variabel Parent Intentional Career- Related Interactions sebesar 0.911, dan untuk CDSE-SF sebesar 0.973. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan efikasi diri pengambilan keputusan karir pada mahasiswa tingkat akhir. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan pengambilan keputusan karir pada mahasiswa tingkat akhir. Oleh Karena itu diharapkan pusat layanan karir

(22)

perguruan tinggi dapat menggunakan keluarga sebagai salah satu indikator dalam proses layanan karir yang diberikan pada mahasiswa tingkat akhir.

Penelitian Kedelapan oleh Titien Agustina, Nurhikmah, dan Muhammad Rudiansyah (2022) yang berjudul The influence of Locus of Contol, Self Efficacy, and Adversity Quotient on Business Performance. Penelitian ini mengukur Locus of Control, Self-Efficacy, and Adversity Quotient of owners or managers on the performance of Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang hampir sama kondisinya dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Jumlah sampel penelitian 53 orang. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan Locus of Control 2,080, Self- Efficacy 2,085, Adversity Quotient 5,162 berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap Kinerja Usaha. Locus of control, Self- Efficacy, dan Adversity Quotient berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap Kinerja Usaha 183,523. Adversity quotient berpengaruh paling dominan terhadap Kinerja Usaha dibandingkan Locus of Control dan Self-Efficacy. Artinya kecerdasan adversitas yang tinggi mampu mendorong peningkatan kinerja usaha yang dijalankan dengan memanfaatkan keterbatasan modal, kemampuan, tenaga kerja, jaringan, pasar, dsb tetapi sebaliknya menjadi daya dorong untuk makin cerdas dalam melihat peluang dan meraih kesempatan-kesempatan.

Penelitian Kesembilan oleh Dewani Sheila Almaida, dan Dinni Asih Febriyanti, S.Psi,M.Psi (2019) yang berjudul Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kematangan KArir Pada Siswa Kelas XI SMK Yayasan Pharmasi Semarang. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Yayasan Pharmasi Semarang. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan jumlah sampel 174 siswa. Pengambilan data menggunakan dua skala penelitian yaitu Skala Konsep Diri terdiri dari 32 aitem valid dan Skala Kematangan Karir terdiri dari 52 aitem valid yang sudah diujicobakan pada 61 siswa kelas XI SMK Yayasan Pharmasi Semarang.

Hasil analisis data menggunakan analisis regresi sederhana menunjukan adanya hubungan positif antara konsep diri dengan kematangan karir dengan koefisien korelasi rxy = 0,691 dansignifikansi 0,000 (p< 0,001). Artinya,

(23)

semakin positif konsep diri maka semakin tinggi kematangan karir siswa, dan sebaliknya. Konsep diri memberikan sumbangan efektif sebesar 47,8%

terhadap kematangan karir.

Penelitian Kesepuluh oleh Sun Ah Lim dan Sukkyung You (2019) yang berjudul Long-Term Effect of Parents Support on Adolescents Career Maturity.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan karir remaja. Menggunakan data longitudinal tiga gelombang (Seoul Education Longitudinal Study2010), kami memeriksa langsung dan efek tidak langsung dari dukungan orang tua pada kematangan karir, di samping efek mediasi diri harga diri dalam hubungan antara dukungan orang tua dan kematangan karir. Kami juga memeriksa jenis kelaminnya perbedaan dalam hubungan antar variabel. Subjek penelitian ini adalah 4.187 remaja yang berkembang dari kelas tujuh pada tahun 2010 menjadi kelas sembilan pada tahun 2012. Hasilnya adalah sebagai berikut: Pertama, dukungan orang tua memiliki efek diferensial pada kematangan karir melalui harga diri.

Kedua, di hubungan longitudinal dukungan orang tua, harga diri, dan kematangan karir, perkembangan Perbedaan menurut jenis kelamin didukung secara empiris. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa itu mungkin untuk meningkatkan pengembangan karir remaja dengan intervensi yang tepat pada masa remaja yang mempertimbangkan perbedaan jenis kelamin ini.

Penelitian Kesebelas oleh Hendryadi (2017) yang berjudul Pengembangan Skala Locus Of Control. sebagai pilot testing yang bertujuan untuk menguji content validity, structure validity, dan konsistensi internal. Studi 2 dilakukan pada 328 responden digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas skala yang dievaluasi dengan metode PLS-SEM (seperti internal consistency, convergent validity, dan discriminant validity). Hasil analisis menyimpulkan bahwa skala 8-item locus of control yang diuji memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai. Skala locus of control versi singkat berhasil dikembangkan dan divalidasi dalam penelitian ini, sehingga dapat digunakan pada penelitian di masa depan dan evaluasi bagi praktisi manajemen SDM dalam seleksi karyawan.

(24)

2.3 Keterkaitan Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kematangan Karir

Masa remaja merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan karir. Pilihan karir remaja erat kaitannya dengan kematangan karir. Pada masa ini, minat pada karir seringkali menjadi sumber pikiran. Remaja mulai membedakan antara pilihan pekerjaan yang lebih disukai dan dicita-citakan Hurlock (2022). Konsep diri terdiri dari dua macam, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negative. Konsep diri positif yaitu konsep diri yang merancang tujuan-tujuan termasuk pilihan karir dan erat kaitannya dengan kematangan karir, bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir positif. Hal ini akan berdampak terhadap cara individu dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya dimasa mendatang. Sedangkan konsep diri yang negative meliputi penilaian yang negative terhadap diri sendiri seperti rasa tidak percaya diri termasuk belum memiliki kematangan karir, takut gagal, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan dan perilaku inferior lainnya Marliani (2016).

Didukung penelitian sebelumnya oleh Yuli Indah Lestari, Supriyati, dan Dewi Lutfianawati (2022) yang berjudul “ Konsep Diri, Jenis Kelamin, dan Kematangan Karir Pada Siswa SMAN X Bandar Lampung”. Menunjukan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan antara konsep diri terhadap kematangan karir.

2.3.2 Pengaruh Lokus Pengendalian Terhadap Kematangan Karir

Lokus pengendalian terbagi menjadi dua dimensi yaitu internal dan eksternal.

Individu dengan kecenderungan lokus pengendalian internal memiliki keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya baik itu keberhasilan ataupun kegagalan ditentukan oleh usahanya sendiri. Artinya, jika mahasiswa memiliki kecenderungan lokus pengendalian internal, maka ia akan meyakini bahwa kematangan karirnya dapat diperoleh dengan usaha yang dilakukannya dalam menyelesaikan tugas perkembangan karir. Pemilihan karir yang baik dipengaruhi oleh kesiapan dan kematangan karir setiap individu. Kematangan karir merupakan kesiapan individu dalam memilih karir sesuai tahap perkembangannya, baik dalam aspek afektif (sikap) maupun aspek kognitif (kemampuan).

(25)

Individu yang mampu memilih karir dengan tepat ialah individu yang memiliki kematangan karir. Salah satu indikiasi bahwa individu telah matang dalam memilih karir ialah ketika dirinya memiliki keyakinan penuh pada dirinya atas kemampauan untuk mencapai karir. Salah satu hal yang berperan dalam pemilihan karir ialah lokus pengendalian pada diri individu. Lokus pengendalian merupakan cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap usaha yang dilakukan untuk mencapai karir. Dalam artian apabila individu memiliki lokus pengendalian yang tinggi maka seseorang akan mampu untuk memilih karir, dan memiliki keyakinan terhadap karir yang telah dipilih. Dan apabila seseorang cenderung memiliki lokus pengendalian internal maka ia akan melakukan usaha mengenal diri, mencari informasi tentang pekerjaan dan pendidikan, serta berusaha mengatasi masalah yang berkaitan.

Didukung penelitian sebelumnya oleh Nibrasabiyya Djunaedi, Ita Juwitaningrum dan Heli Ihsan (2022) dengan judul “ Pengaruh Locus of Control Terhadap Kematangan Karir yang Dimediasi Oleh Self-Efficacy Pada Mahasiswa”.

Menunjukan bahwa locus of control bepengaruh terhadap kematangan karir melalui self-efficacy sebagai variable mediasi.

2.3.3 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kematangan Karir

Ulifa Rahma (2018) menjelaskan bahwa keluarga memberikan peranan paling besar dalam menentukan kematangan karir mahasiswa dibandingkan dengan lingkungan lainnya, yaitu masayarakat, wawasan dunia kerja, usaha mencari informasi, dukungan infrastruktur dan sikap terhadap konaepai pekerjaan.

Dukungan sosial dari keluarga mempunyai peran penting bagi individu. Hal ini dikarenakan anggota keluarga memiliki ikatan hubungan yang interpersonal yang telah lama dibangun. Hubungan interpersonal ini jyga dapat menimbulkan ikatan perasaan sehingga dukungan maupun penilaian dari keluarga dapat mempengaruhi keputusan dalam memilih karir dimasa depan. Keluarga terutama orangtua memberikan pengalaman sosial pertama kepada anak, sehingga dukungan sosial yang dapat diberikan ialah seperti pemberian informasi, saran, arahan, dan juga saling bertukar pendapat ketika individu mendapati dirinya sedang bermasalah.

(26)

Didukung penelitian sebelumya oleh Siti Sarah, Abdul Wahab Abdi, dan Mirza Desfandi (2020) yang berjudul “ Hubungan Konsep diri dan Dukungan Orang tua dengan kematangan karir mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Syiah Kuala Angkatan 2014-2016”. Menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dan dukungan orangtua dengan kematangan karir mahasiswa jurusan Pendidikan Geografi Universitas Syiah Kuala.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian merupakan model konseptual tentang bagaimana menjelaskan secara teoritis berhubungan dengan variable yang akan diteliti. Sugiyono (2017), biasanya kerangka penelitian ini menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan antar variable dalam proses analisis. Dalam penelitian ini, individu yang mampu memilih karir dengan tepat adalah individu yang telah memiliki kematangan karir yang baik. Salah satu indikasi bahwa individu telah matang dalam perkembangan karirnya adalah ketika individu memiliki konsep diri yang baik. Karena dalam menentukan karir diperlukan konsep diri yang baik untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari dari sendiri untuk akhirnya memilih karir yang sesuai dengan latar belakang diri dari seseorang.

Selain konsep diri yang baik, hal penting yang berpengaruh lainnya adalah lokus pengendalian atau Locus of Control, lokus pengendalian merupakan cara pandang individu terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya, disebabkan karena dirinya sendiri atau kuasa dari luar yang tidak dapat di kontrol. Selain itu dukungan keluarga juga sangat penting dan berpengaruh pada konsep diri dan lokus pengendalian, karena dapat meningkatkan rasa percaya diri yang ada dalam individu.

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karir (Y) berhubungan dengan konsep diri (X1), lokus pengendalian (X2), dan dukungan keluarga (X3). Untuk menjelaskan hubungan antara variable – variable tersebut, maka dapat dibuat menjadi sebuah model penelitian sebagai berikut :

(27)

Gambar 2. 1 Kerangka Konseptual Penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaaan Sugiyono (2017). Berdasarkan kerangka konseptual penelitian yang telah dikemukakan diatas, perumusan hipotesis penelitian ini adalah :

1. Diduga terdapat pengaruh konsep diri terhadap kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir.

2. Diduga terdapat pengaruh lokus pengendalian terhadap kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir.

3. Diduga terdapat pengaruh dukungan keluarga terhadap kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir.

Konsep Diri (X1)

Lokus Pengendalian (X2)

Dukungan Keluarga (X3)

Kematangan Karir (Y)

Gambar

Gambar 2. 1 Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian siswa juga ada yang belum yakin dengan kemampuan yang dimilikinya dengan adanya konsep diri mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku individu,