commit to user
1
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN KONSEP
DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI
SMK NEGERI 2 SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh:
Risa Suryanti
G 0107012
Pembimbing:
1. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi
2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka
saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Juli 2011
Risa Suryanti
commit to user
5
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Asy-Syarh: 6)
“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang
yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”
(Mario Teguh)
“To accomplish great things, we must not only act, but also dream.
Not only plan, but also believe”
(Anatole France)
commit to user
6
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada:
Orang-orang yang sangat aku sayangi, dengan doa, cinta, bimbingan, dan kesabarannya
dalam menuntunku mencapai impianku
Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada: 1. Ibu dan Bapak tercinta atas doa, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang tiada batas 2. Adikku yang selalu memberikan dukungan, dan bantuan 3. Almamaterku tercinta
commit to user
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
dorongan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas fasilitas dan
kebijakan beliau.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi
ini.
3. Bapak Drs. Munawir Yusuf, M. Psi., selaku dosen pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan,
bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si., selaku pembimbing II atas
kesabaran beliau dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis.
commit to user
8
5. Ibu Dra. Salmah Lilik, M.Si, selaku penguji I yang telah bersedia memberikan
kritik, saran, serta masukan yang membangun dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
6. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi, selaku penguji II dan koordinator skripsi yang
telah memberikan arahan, masukan, dan ilmu yang sangat bermanfaat dalam
proses penyelesaian dalam skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan banyak bekal ilmu dan
pengalaman berharga demi kemajuan penulis.
8. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu kelancaran
studi penulis.
9. Bapak Drs. Drs. Susanta, MM., selaku Kepala Sekolah SMK Negeri 2
Surakarta dan Bapak Sigit Susilo, S.Pd., MT., selaku Wakasek Kurikulum
SMK Negeri 2 Surakarta atas segala informasi dan bantuannya.
10. Adik-adik siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta yang telah bersedia
menjadi subjek penelitian.
11. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Samitri, S. Pd., dan Bapak Suroto atas semua
kasih sayang, pengorbanan, nasihat, kesabaran, serta doa yang terus
dipanjatkan bagi penulis. Syukron Jazakumullahu Khoiron Katsiron.
12. Adikku, Nia Suryani atas kasih do’a dan bantuan yang telah diberikan.
Semoga lancar dalam menjalankan sekolahnya.
13. Keluarga bapak Wilopo, S.Pd atas segala do’a dan bantuannya.
commit to user
9
14. Teman-teman diskusi: berber, pito, ullum, nike, milla, nisa, dias, mba rizki,
mba dilla, mba dana terima kasih atas bantuan, do’a, dukungan, semangat,
dan senyum kalian.
15. Teman-teman kulineran (uli, inggar, minah, rosita), serta the big four (otit,
luluk,lian) terima kasih atas do’a dan dukungannya.
16. Id Teater (mas jarot, mas wildan, mba diah, mba eka, tika, mutia, elva) yang
telah memberikan banyak pembelajaran. Ireally miss u all.
17. Teman-teman seperjuangan: ayu, ipeh, farah, lala, icha, mba seva, septi,
sandi, yuli, tetap semangat. If there is a will, there is a way.
18.Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS,
khususnya angkatan 2007 untuk semangat dan kebersamaannya.
19.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan.
Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan,
mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Amin.
Surakarta, Juli 2011
Penulis,
Risa Suryanti
commit to user
10
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN KONSEP DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI
SMK NEGERI 2 SURAKARTA
Risa Suryanti
G0107012
ABSTRAK
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian dan pemilihan karir. Kematangan karir merupakan keberhasilan seseorang dalam mencapai tugas perkembangan karir sesuai tahapan perkembangannya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa siswa belum mempunyai perencanaan yang matang mengenai karirnya. Berbagai kondisi dimungkinkan berpengaruh dalam proses kematangan karir. Siswa dengan locus of control internal mempunyai kemampuan dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai gambaran yang realistik mengenai diri. Melalui gambaran diri yang realistik, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan karir yang matang. Selain itu, siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih melibatkan diri dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi yang dapat membantu siswa dalam kematangan karirnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of
control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI
SMK Negeri 2 Surakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cluster sample. Pengambilan sampel dengan menggunakan cluster random
sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan skala kematangan karir, skala
locus of control internal dan skala konsep diri. Skala kematangan karir terdiri dari
44 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,916. Skala locus of control internal terdiri dari 40 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,905. Skala konsep diri terdiri dari 43 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,897. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 45,803; p 0,05, dan nilai R = 0,720. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara
locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa
kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,519 atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap kematangan karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan karir sebesar 9,3212%.
Kata kunci : kematangan karir, locus of control internal, konsep diri
commit to user
11
THE RELATIONSHIP BETWEEN INTERNAL LOCUS OF CONTROL AND SELF CONCEPT WITH CAREER MATURITY AT THE XIth
GRADE STUDENTS OF SMK NEGERI 2 SURAKARTA
Risa Suryanti G0107012
ABSTRACT
Teenager is a changing phase from childhood into adult. One of the purpose of this phase is to achieve independence and choose career. Career maturity is a person’s success in a achieving the development tasks of career according to his/her stage of development. The reality in the field shows that students do not have the careful planning for their career. Various condition may influence the process of career maturity. Students with internal locus of control have the ability to evaluate his/her own condition so he/she has description himself/ herself. Through his/ her real description, if enables students to make careful career palnning. In addition, students who develop a positif self concept will involve more in career exploration and develop appropriate behavior dealing with their career. Internal locus of control and self concept become a condition which can assist students in their career maturity.
The purpose of this research is to observe the correlation between the internal locus of control and self concept to career maturity on the XIth grade students of SMK Negeri 2 Surakarta. This research uses cluster sample. Technique of sampling used in this research is cluster random sampling. The data is collected by scale of career maturity, scale of internal locus of control, and scale of self concepts. Scale of career maturity consists of 44 valid items with coefficient reliability 0.916. Scale of internal locus of control consists of 40 valid items with coefficient reliability 0.905. Scale of self concept consists of 43 valid items with coefficient reliability 0.897. Multiple linear regressions are used to analyze data.
The results of this research show that F-test= 45,803; p < 0,05 and R = 0,720. Based on the results, we can conclude that the hypothesis are acceptable, which means there is a significant correlation between internal locus of control and self concepts by career maturity on the XIth grade students of SMK Negeri 2 Surakarta. The value of R2 is 0,519 or 51,9%, effective contribution of internal locus of control to career maturity is 42,5476% and effective contribution of self concept to career maturity is 9,3212%.
Keywords : career maturity, internal locus of control, self concept
commit to user
12 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ...xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II. LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir 1. Pengertian kematangan karir ... 13
commit to user
13
2. Perkembangan karir ... 14
3. Orientasi karir remaja ... 17
4. Aspek-aspek kematangan karir ... 20
5. Faktor-faktor kematangan karir ... 22
B. Locus of Control Internal 1. Pengertian locus of control internal ... 25
2. Aspek-aspek locus of control internal ... 27
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control internal ... 28
4. Karakteristik orang dengan locus of control internal ... 29
C. Konsep Diri 1. Pengertian konsep diri ... 32
2. Aspek-aspek konsep diri ... 34
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ... 36
4. Pembentukan konsep diri ... 38
D. Hubungan antara Locus of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karir pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ... 39
E. Hubungan antara Locus of Control Internal dengan Kematangan Karir ... 43
F. Hubungan antara Konsep Diri dengan Kematangan Karir ... 45
G. Kerangka pikir ... 46
H. Hipotesis ... 47
commit to user
14 BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 48
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 48
C. Populasi, Sampel dan Sampling ... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 51
E. Metode Analisis Data 1. Validitas instrumen penelitian ... 58
2. Reliabilitas instrumen penelitian ... 59
3. Uji hipotesis ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian ... 62
2. Persiapan penelitian ... 65
3. Pelaksanaan uji coba ... 71
4. Analisis daya beda aitem dan reliabilitas skala ... 72
5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian ... 79
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian ... 82
2. Pengumpulan data ... 83
3. Pelaksanaan skoring ... 83
C. Hasil Analisis dan Interpretasi 1. Uji asumsi dasar ... 84
2. Uji asumsi klasik ... 87
commit to user
15
3. Uji hipotesis ... 91
4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif ... 96
6. Analisis deskriptif ... 97
D. Pembahasan ... 101
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 112
LAMPIRAN ... 116
commit to user
16
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable ... 52
Tabel 2. Blue Print Skala Kematangan Karir ... 53
Tabel 3. Blue Print Skala Locus of Control Internal ... 55
Tabel 4. Blue Print Konsep Diri ... 57
Tabel 5. Daftar Keterserapan Siswa SMK Negeri 2 Surakarta ... 64
Tabel 6. Jumlah Siswa SMK Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011 ... 64
Tabel 7. DistribusiSkala Kematangan Karir ... 68
Tabel 8. DistribusiSkala Locus of Control Internal ... 69
Tabel 9. DistribusiKonsep Diri ... 71
Tabel 10. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kematangan Karir ... 74
Tabel 11. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Locus of Control Internal .. 76
Tabel 12. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Konsep Diri ... 78
Tabel 13. Distribusi Skala Kematangan Karir untuk Penelitian ... 79
Tabel 14. Distribusi Skala Locus of Control Internal untuk Penelitian ... 80
Tabel 15. Distribusi Skala Konsep Diri untuk Penelitian ... 81
Tabel 16. Jumlah Siswa untuk Penelitian ... 82
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ... 85
Tabel 18. Hasil Uji Linearitas antara Kematangan Karir dengan Locus of Control Internal……… ... 86
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas antara Kematangan Karir dengan Konsep Diri . 86 Tabel 20. Hasil Uji Multikolinearitas ... 87
commit to user
17
Tabel 21. Hasil Uji Heterokedastisitas antara Kematangan Karir dengan Locus of
Control Internal ... 89
Tabel 22. Hasil Uji Heterokedastisitas antara Kematangan Karir dengan Konsep Diri ... 89
Tabel 23. Hasil Uji Autokorelasi ... 91
Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) ... 92
Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Anova) ... 93
Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Model Summary) ... 93
Tabel 27. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ... 95
Tabel 28. Korelasi Parsial Locus of Control Internal dengan Kematangan Karir ... 95
Tabel 29. Korelasi Parsial Konsep Diri dengan Kematangan Karir ... 95
Tabel 30. Deskripsi Data Empirik ... 97
Tabel 31. Deskripsi Data Penelitian ... 98
Tabel 32. Kriteria Kategori Skala Kematangan Karir dan Distribusi Skor Subjek ... 99
Tabel 33. Kriteria Kategori Skala Locus of Control Internal dan Distribusi Skor Subjek ... 100
Tabel 34. Kriteria Kategori Konsep Diri dan Distribusi Skor Subjek ... 101
commit to user
18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Bagan Kerangka Pemikiran “Hubungan Antara Locus of Control
Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas
XI SMK Negeri 2 Surakarta ... 46
Gambar 2: Uji Heterokedastisitas dengan scatterplot ... 89
commit to user
19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala untuk Try Out ... 117
Lampiran B. Data Try Out ... 130
Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 149
Lampiran D. Skala untuk Penelitian ... 166
Lampiran E. Data Penelitian ... 177
Lampiran F. Data Hasil Penelitian ... 205
Lampiran G. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ... 213
Lampiran H. Data Kategorisasi ... 220
Lampiran I. Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ... 224
Lampiran J. Dokumentasi ... 228
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Berbagai perubahan perkembangan terjadi selama masa remaja. Sebagai individu
yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mencapai
kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada
persiapan memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa (Desmita,
2005).
Hurlock (2004) menjelaskan bahwa tugas perkembangan pada masa
remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang
kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Havighurst
(1974, dalam Monks,dkk, 2006) berpendapat bahwa persiapan mandiri secara
ekonomis, pemilihan dan latihan jabatan merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus dilalui selama masa remaja.
Memperoleh kebebasan atau mandiri merupakan suatu tugas bagi remaja.
Dengan kemandirian remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat
perencanaan, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan
keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah
dilakukan (Fatimah, 2006).
Pada masa remaja seorang anak membebaskan diri dari perlindungan
orang tua. Anak dalam usahanya untuk berdiri sendiri, mencoba membebaskan
commit to user
2
dirinya dari pengaruh kekuasaan orang tua baik segi afektif maupun dalam segi
ekonomi seperti halnya remaja yang bekerja. Dalam masa remaja ini pula minat
yang dibawa dari kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang
lebih matang (Monks,dkk, 2006).
Hurlock (2004) berpendapat bahwa minat yang pada awal masa remaja
dianggap penting, seperti minat pada pakaian, serta penampilan, mulai beralih
pada minat karir. Pada masa remaja, minat kepada karir sering menjadi sumber
pikiran. Remaja akan membedakan antara pilihan pekerjaan yang lebih disukai
dan pekerjaan yang dicita-citakan. Remaja akan memikirkan pekerjaan yang akan
dikerjakan dan mampu dikerjakan. Semakin remaja mendengar dan
membicarakan berbagai jenis pekerjaan, remaja akan semakin kurang yakin
mengenai apa yang akan dilakukan pernyataan ini dikemukakan oleh Thomas
(1976, dalam Hurlock, 2004).
Remaja dalam melewati tugas perkembangan dituntut adanya perubahan
dalam sikap dan pola perilaku. Pada akhirnya dalam memenuhi tuntutan ini hanya
sedikit anak laki-laki dan perempuan yang dapat melewati tugas selama masa
awal remaja, hal ini terutama terjadi pada remaja yang mengalami keterlambatan
kematangan (Hurlock, 2004). Kurangnya persiapan kecakapan mental dari remaja
dimungkinkan menjadi penyebab tidak tercapainya semua tugas dalam tahap
perkembangan remaja. Kaitannya dengan minat remaja pada karir, kurang
persiapan kecakapan mental tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
commit to user
3
Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (1984,
dalam Winkel, 1997) individu dengan umur 15-24 tahun masuk dalam fase kedua
yaitu fase eksplorasi (exploration) dimana pada tahap ini individu mulai
memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang
mengikat. Kaitannya dengan remaja, pada tahap ini remaja mulai mengidentifikasi
kesempatan serta jenis pekerjaan yang sesuai dengan diri remaja.
Monks, dkk (2006) menjelaskan bahwa pada anak-anak dan remaja, unsur
subjektif masih menguasai sehingga dalam membuat pilihan tidak terlalu realistik.
Pemilihan karir yang dibuat oleh seseorang erat kaitannya dengan kematangan
karir. Bagi remaja yang memiliki kematangan karir telah dapat melihat dan
mempertimbangkan alternatif karir yang tersedia. Komandyahrini (2008)
menyebutkan bahwa kualitas pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan
karir seseorang. Keputusan yang tepat mengenai masa depan baik untuk
melanjutkan pendidikan maupun karir akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
tingkat kematangan karir.
Super (1977, dalam Coertse&Schepers, 2004) mendefinisikan kematangan
karir sebagai keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas perkembangan
karir yang khas bagi tiap tahap perkembangan tertentu. Yost&Corbishly (1987,
dalam Safitri, dkk, 2009) menjelaskan bahwa kematangan karir adalah
kemampuan seseorang untuk berhasil menyelesaikan tugas dalam proses
pengembangan karir serta kesiapan seseorang untuk membuat keputusan karir
commit to user
4
Santrock (2003) menjelaskan bahwa eksplorasi terhadap berbagai jalur
karir merupakan suatu hal yang penting dalam perkembangan karir remaja.
Remaja melakukan eksplorasi karir dan pengambilan keputusan sampai pada taraf
tertentu disertai dengan ambiguitas dan ketidakpastian. Safitri,dkk (2009)
menyebutkan bahwa remaja cenderung melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
sesuai dengan minat dan kemampuannya, dan telah mampu memikirkan atau
merencanakan karir berdasarkan minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin
diperjuangkan.
Salah satu kondisi yang dimungkinkan berpengaruh dalam pengembangan
karir adalah kesadaran mengenai tuntutan pendidikan yang diperlukan untuk
menekuni karir. Pendidikan di sekolah menjadi sebuah penghubung yang
menjembatani pelajar ke dunia pekerjaan. Monks,dkk (2006) mengemukakan
bahwa pekerjaan membutuhkan pendidikan formal sebagai suatu proses belajar
yang sesuai dengan situasi bekerja (learning on the job). Dalam dunia kerja, karir
akan berkembang apabila diawali dengan persiapan pendidikan yang lebih baik
(Santrock, 2003).
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi salah satu
institusi sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk memasuki dunia kerja
setelah lulus sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga
pendidikan formal yang diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara
tenaga kerja (siswa dan siswi) dengan dunia kerja. Proses pembelajaran di SMK
lebih menitikberatkan pada penerapan teori-teori yang telah diberikan melalui
commit to user
5
dunia kerja (http://www.smkupdates.net, 4 Februari 2011). Siswa SMK yang
sejak dari awal memasuki bangku SMK telah menentukan program sesuai bidang
yang diminati maka memungkinkan siswa untuk mengasah potensi, ketrampilan
yang dimiliki. Pada akhirnya, siswa yang telah memahami bakat, minat, serta
orientasi masa depan akan lebih mudah dalam mencapai kematangan karir sesuai
tahapan perkembangannya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan
bahwa pada Agustus 2008 pengangguran terbuka yang terbesar berasal dari SMK
sebesar 17,26%, diikuti dengan lulusan SMA sebesar 14,31%. Peringkat pertama
ini berlanjut pada Februari 2009 dan Agustus 2009. Pada Februari 2009
pengangguran terbuka dari lulusan SMK sebesar 15,69% kemudian diikuti oleh
lulusan diploma I/II/III sebesar 15,38% sedangkan pada Agustus 2009
pengangguran terbuka dari lulusan SMK sebesar 14,59% diikuti oleh lulusan
SMA sebesar 14,50% (http://www.bps.go.id, 6 Februari 2011).
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka yang berasal dari SMK masih
cukup tinggi. Hal tersebut menjadi indikasi bahwa kesesuaian minat saja tidak
cukup untuk dapat mencapai karir yang diinginkan. Dalam proses eksplorasi karir,
adanya perencanaan karir yang tepat akan menentukan kematangan karir
seseorang. Safitri, dkk (2009) menyebutkan bahwa pelajar seharusnya melakukan
perencanaan karir yang diawali dengan mengumpulkan pengetahuan mengenai
commit to user
6
Santrock (2003) menjelaskan bahwa kebanyakan remaja dalam mengambil
keputusan dilakukan dengan tiba-tiba dan tidak terencana. Remaja tidak cukup
melakukan eksplorasi karir dan kurang memperoleh bimbingan dari sekolah. Di
banyak sekolah, para siswa bukan hanya tidak mengetahui informasi yang harus
dicari mengenai karir, namun siswa tidak mengerti cara untuk mencari informasi.
Pernyataan ini didukung oleh riset perencanaan karir yang dilakukan oleh Peta
Masa Depan Management Center di beberapa SMA, SMK, dan MA di Jakarta
tahun 2007 menunjukkan bahwa pelajar cenderung tidak mempunyai perencanaan
karir yang matang (www.petamasadepanku.net, 14 Juni 2011).
Komandyahrini (2008) menjelaskan bahwa pemahaman remaja mengenai
seluk beluk karir dapat membantu remaja dalam menyelesaikan tugas dalam tahap
perkembangannya sekaligus akan membantu remaja untuk memilih lapangan
pekerjaan sesuai dengan minat dan keinginannya. Coertse&Schepers (2004)
menyebutkan bahwa siswa dengan kematangan karir mempunyai kebiasaan dan
strategi yang lebih baik serta mempunyai sikap yang positif dalam pendidikan dan
pekerjaan.
Kematangan karir menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari
proses perkembangan, namun apabila kematangan karir tersebut tidak tercapai
sesuai tahapan perkembangan maka akan menjadi suatu hambatan dalam melewati
tahap perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, masalah ini menjadi perlu
untuk dipahami melalui penelitian ini agar tidak menimbulkan permasalahan yang
serius. Hal ini dirasakan semakin besar pentingnya karena remaja dalam tugas
commit to user
7
ekonomi, dan mulai melakukan pilihan karir. Pendapat ini didukung oleh Partino
(2006) menjelaskan bahwa siswa sekolah menengah harus mulai melakukan
pilihan karir, yakni melanjutkan studi atau bekerja.
Penelitian mengenai kematangan karir ini akan dilaksanakan pada siswa
kelas XI SMK N 2 Surakarta karena beberapa alasan diantaranya dalam beberapa
penelitian mengenai kematangan karir yang telah dilaksanakan sebelumnya,
kebanyakan menggunakan siswa SMA sebagai subjek penelitian. SMK dipilih
menjadi subjek penelitian karena mayoritas siswa SMK berorientasi untuk bekerja
setelah lulus sekolah, sehingga penelitian mengenai kematangan karir lebih sesuai
dengan kondisi subjek. Selain itu, berdasarkan interview yang telah dilakukan
oleh peneliti kepada salah satu guru, dapat diketahui bahwa SMK Negeri 2
Surakarta belum pernah dipakai sebagai tempat penelitian oleh peneliti
sebelumnya mengenai kematangan karir. Alasan-alasan tersebut, mendorong
peneliti untuk melaksanakan penelitian di SMK Negeri 2 Surakarta mengenai
kematangan karir.
Siswa dalam proses mencapai kematangan karir tidak lepas dari berbagai
kondisi yang dimungkinkan berpengaruh dalam proses mencapai kematangan
karir. Super dan Thompson (1979, dalam Komandyahrini, 2008) menjelaskan
bahwa terdapat enam faktor yang dimungkinkan berpengaruh dalam kematangan
karir seseorang yaitu: (1) kesadaran akan kebutuhan untuk membuat rencana ke
depan. Termasuk di dalamnya adalah kesadaran seseorang dalam membuat
perencanaan karirnya; (2) kemampuan mengambil keputusan; (3) informasi umum
commit to user
8
informasi; (5) pengetahuan mengenai dunia kerja dan kemampuan (skill); (6)
informasi yang lebih rinci mengenai pekerjaan yang dipilih.
Hasan (2006) menyebutkan bahwa konsep diri, vocational aspiration, dan
gender merupakan sejumlah variasi komponen pada kematangan karir. Pernyataan
ini sesuai dengan teori Holland (1985, dalam Coertse&Schepers, 2004) yang
menjelaskan bahwa faktor individu (personal) dan lingkungan dimungkinkan
berpengaruh terhadap kematangan karir.
Locus of control merupakan salah satu kondisi yang dimungkinkan
berpengaruh dalam kematangan karir. Naidoo (1998, dalam Kerka, 1998)
menjelaskan bahwa umur, ras, etnis, locus of control, status sosial ekonomi, work
salience, dan gender dimungkinkan mempengaruhi tingkat kematangan karir
seseorang. Duffy&Atwater (2005, dalam Safitri, dkk 2009) memberikan definisi
locus of control sebagai sumber keyakinan yang dimiliki individu dalam
mengendalikan peristiwa yang terjadi dipersepsikan berasal dari dirinya sendiri
ataupun dari luar dirinya.
Dillon&Kaur (2005) menjelaskan bahwa locus of control internal
menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah
hasil dari perilaku, sedangkan locus of control eksternal menunjukkan adanya
keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil kekuatan luar
seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan. Coertse&Schepers (2004)
menambahkan bahwa siswa dengan locus of control internal mempunyai
gambaran yang lebih realistik dengan bakat serta kemampuan berinteraksi dengan
commit to user
9
baik dalam berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan seorang siswa dalam
mencapai kematangan karir.
Kondisi lain yang dimungkinkan turut berpengaruh dalam kematangan
karir individu adalah konsep diri. Super (1967, dalam Santrock, 2003)
menjelaskan bahwa konsep diri memainkan peran utama dalam kematangan karir.
Konsep diri melibatkan kepercayaan, sikap, pengetahuan, serta pemikiran
seseorang tentang pribadinya (Meece, 1997). Konsep diri meliputi keseluruhan
konsep, asumsi, dan prinsip selama kehidupan dan menjadi suatu pegangan bagi
individu (Berzonsky, 1981).
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan dari setiap individu.
Pudjijogyanti (1993) mengemukakan bahwa konsep diri bukan merupakan faktor
yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari
pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Tanggapan yang
muncul dalam suatu interaksi akan dijadikan cermin bagi individu. Apabila
individu memperoleh umpak balik yang positif, maka akan mempunyai
pandangan positif pula pada dirinya.
Remaja yang memperoleh umpan balik positif akan menjadikan remaja
yakin dengan kemampuan diri, tangguh dan mampu membuat perencanaan untuk
masa depan. Pendapat ini sejalan dengan Calhoun&Acocella (1995) yang
menjelaskan bahwa individu yang menerima dirinya apa adanya mampu
menghadapi kehidupan di depannya dengan merancang tujuan-tujuan yang sesuai
commit to user
10
Raskin (1985, dalam Santrock, 2003) menjelaskan bahwa remaja yang ikut
terlibat dalam proses pembentukan identitas lebih sanggup dalam mengartikulasi
pilihan karir dan menentukan langkah berikutnya untuk mencapai tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang. Hasan (2006) menyebutkakan bahwa individu
yang memelihara dan meningkatkan konsep diri akan lebih melibatkan diri dalam
eksplorasi karir, mencari berbagai informasi mengenai karir, dan mengembangkan
tingkah laku yang tepat dalam menghadapi karir.
Kesimpulan dari uraian diatas adalah siswa Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) tergolong remaja pertengahan yang sudah mulai memikirkan masa depan
terutama masa depan karir. Masa remaja dengan berbagai masukan informasi, dan
pemahaman mengenai seluk beluk dalam karir dapat mencapai kematangan karir
sesuai dengan tahap perkembangan karirnya. Dalam prosesnya, usaha remaja
dalam pencapaian kematangan karir tidak lepas dari berbagai kondisi yang
dimungkinkan berpengaruh di dalamnya. Berdasarkan fenomena tersebut maka
penulis mengadakan sebuah studi tentang “Hubungan Antara Locus of Control
Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XI SMK
Negeri 2 Surakarta”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang penulis
ajukan adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara locus of control internal dan konsep diri dengan
commit to user
11
2. Apakah ada hubungan antara locus of control internaldengan kematangan karir
pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta ?
3. Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kematangan karir pada siswa
kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara locus of control internal dan konsep diri
dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta.
2. Untuk mengetahui hubungan antara locus of control internal dengan
kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta.
3. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kematangan karir pada
siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai
locus of control internal, konsep diri dan kematangan karir dalam
pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan, psikologi
commit to user
12 2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa, menambah wawasan mengenai locus of control internal, konsep
diri dengan kematangan karir, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mencapai kematangan karir sesuai dengan tahap perkembangannya.
b. Bagi guru, dapat memberikan masukan mengenai materi yang perlu
diberikan kepada siswa dalam rangka perkembangan kematangan karir serta
memberikan bahan pertimbangan dalam bimbingan karir yang telah
dilaksanakan di sekolah.
c. Bagi orang tua, dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai
hubungan locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir
pada remaja, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi orang tua dalam
memberikan perlakuan-perlakuan yang tepat dalam upaya mencapai
kematangan karir.
d. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan serta
perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai
commit to user
13 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kematangan Karir
1. Pengertian kematangan karir
Fatimah (2006) menjelaskan bahwa karir merupakan sesuatu yang
berkaitan dengan pendidikan dan pekerjaan yang dijalani oleh seseorang. Karir
memiliki makna sebagai jalannya peristiwa kehidupan, sekuensi okupasi, dan
peranan kehidupan lainnya yang keseluruhan menyatakan tanggung jawab
seseorang kepada pekerjaan dalam pola pengembangan dirinya (Manrihu,
1988). Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan karir akan mudah
dilampaui dengan adanya kematangan karir pada diri individu.
Super (1977, dalam Coertse&Schepers, 2004) mendefinisikan
kematangan karir sebagai keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas
perkembangan karir yang khas bagi tiap tahap perkembangan tertentu.
Kematangan karir diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat
pilihan serta keputusan karir yang tepat dan realistis (Coertse& Schepers,
2004).
Yost&Corbishly (1987, dalam Safitri, dkk 2009) menjelaskan bahwa
kematangan karir adalah kemampuan seseorang untuk berhasil menyelesaikan
tugas dan transisi dalam proses pengembangan karir serta kesiapan seseorang
untuk membuat keputusan karir yang sesuai dengan tahapan
commit to user
14
menunjukkan tingkat pencapaian individu dalam rangkaian perkembangan
karir dari tahap eksplorasi karir sampai pada tahap kemunduran karir atau
sampai karir berhenti (Dillon&Kaur, 2005).
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas,
dapat dijelaskan bahwa kematangan karir merupakan keberhasilan individu
dalam mencapai tugas dalam setiap tahap perkembangan karir. Kematangan
karir disertai pula dengan kemampuan individu dalam melakukan identifikasi
berbagai kesempatan pekerjaan serta dapat membuat keputusan mengenai
pilihan pekerjaan.
2. Perkembangan karir
Super (1984, dalam Winkel, 1997) menjelaskan bahwa kematangan
karir ditunjukkan dengan keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan semua
tugas perkembangan karir yang khas bagi setiap tahap perkembangan tertentu.
Super menyebutkan bahwa proses perkembangan karir dibagi atas lima tahap,
yaitu:
a. Tahap pengembangan (growth)
Pengembangan (growth) dimulai dari saat lahir sampai umur kurang lebih
15 tahun. Pada tahap ini anak mulai mengembangkan berbagai potensi,
pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan yang dipadukan dalam
commit to user
15 b. Tahap eksplorasi (eksploration)
Eksplorasi (eksploration) dimulai dari umur 15 sampai 24 tahun. Pada tahap
ini individu memikirkan berbagai alternatif karir, namun belum sampai pada
tahap pengambilan keputusan yang mengikat.
c. Tahap pemantapan (establishment)
Pemantapan (establishment) dimulai dari umur 25 sampai 44 tahun. Tahap
ini ditandai dengan adanya usaha tekun memantapkan diri melalui
seluk-beluk pengalaman selama menjalani karir tertentu.
d. Tahap pembinaan (maintenance)
Pembinaan (maintenance) dimulai dari umur 45 sampai 64 tahun. Pada
tahap ini individu yang telah dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan
karirnya.
e. Tahap kemunduran (decline)
Kemunduran (decline) diawali oleh individu yang memasuki masa pensiun
dan harus menemukan pola hidup baru setelah melepaskan jabatannya.
Ginzberg (1951, dalam Winkel, 1997) perkembangan karir individu
dibedakan menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase fantasi (sampai umur 15 tahun), awalnya kegiatan anak hanya bermain
dan dianggap tidak mempunyai kaitan dengan dunia kerja. Namun pada
akhir fase ini, permainan anak mulai menunjukkan indikasi bahwa anak
kelak cenderung memilih aktivitas tertentu yang mengarah kepada karirnya.
b. Fase tentatif (11-17 tahun), mengalami masa transisi, dari sekedar berperan
commit to user
16
terkandung dalam suatu pekerjaan. Fase tentatif dibagi menjadi empat
subfase, yaitu tahap minat (interest), anak mengambil sikap terhadap apa
yang disukai; tahap kemampuan (capacity), anak mulai menyadari
kemampuannya sehubungan dengan aspirasi pekerjaan; tahap nilai (value),
anak mulai menghayati nilai-nilai yang ingin dikejarnya; tahap transisi
(transition), anak mulai memadukan minat, kemampuan, dan nilai sehingga
memperoleh gambaran diri yang utuh dan menyadari konsekuensi dari
pengambilan keputusan mengenai karir.
c. Fase realistik (17-25 tahun), dibagi atas tiga subfase yaitu, tahap eksplorasi
(exploration), anak mulai mempertimbangkan dua atau tiga alternatif karir,
tetapi belum dapat mengambil keputusan; tahap pemantapan
(chrystallization), mulai mantap jika memangku jabatan karir tertentu; tahap
penentu (specification), individu mulai mengambil keputusan mengenai
jabatan tertentu.
Berdasarkan uraian yang telah diberikan beberapa ahli di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa tahap serta tugas perkembangan
karir berdasarkan rentang umur tertentu. Perkembangan karir terdapat lima
tahap yaitu, 1) tahap pengembangan (growth) atau disebut pula sebagai fase
tentatif, 2) tahap eksplorasi (exploration), atau menurut ahli lain tahap ini
disebut sebagai fase tentatif dan fase realistik, 3) tahap pemantapan
(establishment), 4) tahap pembinaan (maintenence), 5) tahap kemunduran
(decline).
commit to user
17 3. Orientasi karir remaja
Orientasi karir berkaitan erat dengan latar belakang pendidikan.
Fatimah (2006) menyebutkan bahwa lingkungan sekolah mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Selain mengembangkan
fungsi pengajaran, sekolah juga mengembangkan fungsi pendidikan yaitu
transformasi nilai dan norma sosial. Sekolah telah mempertahankan orientasi
yang luas, yang dirancang untuk melatih individu secara intelektual serta di
bidang kesiapan kerja dan sosial (Santrock, 2003).
Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh
minat remaja terhadap pekerjaan. Jika remaja mengharapkan pekerjaan yang
menuntut pendidikan tinggi maka pendidikan akan dianggap sebagai batu
loncatan. Remaja lebih menaruh perhatian pada pelajaran-pelajaran yang
nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Harlock,
2004).
Di Indonesia terdapat dua sekolah menengah yaitu Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dimana terdapat
perbedaan mendasar dalam pola pembelajarannya. Pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) ditujukan untuk siswa yang akan melanjutkan ke
perguruan tinggi, kurikulum yang digunakan lebih banyak teori dibandingkan
praktik, belajar hanya di lingkungan sekolah, serta siswa lulusan SMA belum
siap bekerja dan belum bisa mandiri. Sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) ditujukan untuk siswa yang menginginkan bekerja dan melanjutkan ke
commit to user
18
tempat belajar di dunia usaha dan di dunia industri, serta lulusan dari SMK
lebih siap bekerja.
Bagi remaja yang berorientasi untuk melanjutkan ke pendidikan yang
lebih tinggi, pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat membantu
siswa dalam mewujudkan cita-citanya melanjutkan pendidikannya. Namun
bagi remaja yang berkeinginan untuk memasuki dunia kerja selepas lulus
sekolah, pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi jembatan
bagi remaja untuk membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan di dunia kerja.
Departemen Pendidikan Nasional (2007) menjelaskan bahwa model
kurikulum SMA adalah kurikulum yang dikelompokkan sebagai kurikulum
disiplin ilmu sedangkan filosofi pendidikan yang digunakan adalah
esensialisme. Pada kurikulum disiplin ilmu maka tujuan pendidikan adalah
menghasilkan tamatan dengan intelektual tinggi menurut kaidah disiplin ilmu.
Bagi siswa yang tidak melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi
kurikulum SMA tidak menyiapkan peserta didik dengan kemampuan untuk
bekerja. Kurikulum SMA tidak memberikan pengalaman yang dapat digunakan
untuk mencari kehidupan di masyarakat.
Sedangkan SMK dalam penyusunan kurikulum menggunakan
pendekatan berbasis luas dan mendasar (broad based), berbasis kompetensi
(competency-based) dan berbasis produksi (production based learning).
Kurikulum SMK mengembangkan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada
commit to user
19
kejuruan diorientasikan pada pemenuhan permintaan pasar kerja sehingga
lulusan SMK diharapkan mampu bekerja secara mandiri (wiraswasta) atau
mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia (Departemen Pendidikan Nasional,
2007).
Berkaitan dengan bimbingan karir, setiap sekolah baik SMA maupun
SMK mengembangkan bimbingan karir. Perbedaan terletak pada pelaksanaan
layanan bimbingan karir yang disesuaikan dengan lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Tujuan bimbingan karir di sekolah maupun di madrasah adalah
agar siswa mampu memahami, merencanakan, memilih menyesuaikan diri, dan
mengembangkan karir tertentu setelah tamat dari pendidikannya.
Tohirin (2009) berpendapat bahwa bimbingan karir di sekolah atau di
madrasah tidak secara langsung membantu siswa untuk berkarir tetapi lebih
banyak bersifat informasi. Hal ini berbeda bagi sekolah kejuruan yang
berorientasi karir, selain siswa dibekali tentang aplikasi karir, siswa juga
dibimbing dalam pemilihan, perencanaan, dan pengembangan karir.
Berdasarkan uraian di atas, dapat tarik kesimpulan bahwa remaja
melibatkan diri dalam pendidikan di sekolah untuk memperoleh berbagai
informasi atau materi yang berkenaan dengan karir yang diharapkan. Terdapat
dua sekolah menengah di Indonesia, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perbedaaan diantara SMA dan SMK
terletak pada dasar penggunaan kurikulum, sehingga siswa lulusan dari SMA
dan SMK mempunyai arahan dan orientasi masa depan yang berbeda. Orientasi
commit to user
20
sedangkan siswa lulusan SMK lebih dipersiapkan untuk bekerja secara mandiri
maupun mengisi lowongan pekerjaan yang disediakan di pasar kerja.
4. Aspek-aspek kematangan karir
Langley (1996, dalam Coertse&Schepers, 2004) menjelaskan bahwa
terdapat lima aspek dari kematangan karir, yaitu:
a. Pengetahuan diri (knowledge of self), meliputi kebutuhan, nilai, aturan
kehidupan, minat pekerjaan, dan faktor-faktor lain yang relevan.
b. Pengambilan keputusan (decision making), meliputi pemilihan karir dan
pengambilan keputusan yang efektif.
c. Informasi karir (career information), meliputi pengumpulan informasi
mengenai karir.
d. Penggabungan antara pengetahuan diri dan pengetahuan karir (integration of
self with knowledge of career).
e. Perencanaan karir (career planning), mengimplementasikan pengetahuan
yang dimiliki untuk perencaan karir.
Super (1974, dalam Alvarez, 2008) menjelaskan bahwa struktur
kematangan karir mempunyai lima dimensi, yaitu:
a. Perencanaan karir (career planfulness), meliputi perencanaan untuk
sekarang, dan perencanaan untuk masa depan.
b. Eksplorasi karir (career exploration), meliputi konsultasi dengan orang lain,
commit to user
21
c. Informasi (information), meliputi pendidikan, persyaratan penghasilan,
tugas, pembekalan dan tuntutan, kondisi, kemajuan karir.
d. Pengambilan keputusan (decision making), meliputi meliputi prinsip dan
praktis dalam pengambilan keputusan.
e. Orientasi (orientation), meliputi realistik, konsistensi, perwujudan, dan
pengalaman kerja.
Crites (1978, dalam Coertse&Schepers, 2004) menyebutkan bahwa
terdapat dua dimensi dalam kematangan karir, yaitu:
a. Kompetensi (competence)
Pengukuran kompetensi meliputi pengukuran penilaian diri, informasi karir,
seleksi tujuan, perencanaan, dan pemecahan masalah.
b. Sikap (attitude)
Pengukuran sikap meliputi pengukuran terhadap keyakinan, keterlibatan,
kebebasan, orientasi, dan kompromi dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas, maka dalam penelitian
mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Super (1974, dalam
Alvarez, 2008) yaitu aspek perencanaan karir (career planfulness), eksplorasi
karir (career exploration), informasi (information), pengambilan keputusan
(decision making) dan meniadakan aspek orientasi. Aspek tersebut dinilai
komprehensif dan sejalan dengan teori yang peneliti gunakan dalam penelitian
commit to user
22
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir
Fatimah (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan karir, yaitu:
a. Faktor sosial ekonomi
Kondisi sosial ekonomi menyangkut kemampuan orang tua dalam
membiayai bidang pendidikan anaknya. Anak dengan kemampuan
intelektual tinggi kadang tidak dapat menikmati pendidikan yang baik
karena keterbatasan ekonomi. Kondisi ini pula yang akhirnya digunakan
oleh anak dalam pemilihan karirnya.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan yang mempengaruhi kehidupan karir individu yaitu, (1)
lingkungan kehidupan masyarakat, membentuk sikap anak dalam
menentukan pola kehidupan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi
pemikirannya dalam menentukan jenis pendidikan dan karir yang
diidamkan; (2) lingkungan lembaga pendidikan atau sekolah yang bermutu
baik, mempunyai kedisiplinan tinggi akan mempengaruhi pembentukan
sikap dan perilaku kehidupan pendidikan anak dan pola pikir dalam
menghadapi karir; (3) lingkungan teman sebaya, pergaulan dengan teman
sebaya akan memberikan pengaruh langsung terhadap kehidupan
pendidikan.
commit to user
23
Pandangan hidup merupakan bagian yang terbentuk karena lingkungan.
Pada akhirnya pandangan hidup tersebut akan tampak pada pendirian
seseorang, terutama dalam menyatakan cita-cita hidupnya.
Winkel (1997) menjelaskan bahwa terdapat faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi perkembangan karir.
a. Faktor internal
1. Nilai (value), nilai memegang peranan penting dalam keseluruhan
perilaku individu dan mempengaruhi seluruh harapan serta lingkup
aspirasi dalam hidup, termasuk bidang pekerjaan yang dipilih dan
ditekuni. Cita-cita dalam bidang pekerjaan kerap merupakan perwujudan
konkret dari suatu nilai kehidupan.
2. Taraf intelegensi, tinggi rendahnya taraf intelegensi yang dimiliki
seseorang akan berpengaruh efektif tidaknya keputusan pemilihan karir.
3. Bakat khusus menjadi bekal yang memungkinkan untuk memasuki
berbagai bidang pekerjaan tertentu (fields of occupation) dan mencapai
tingkatan lebih tinggi dalam suatu jabatan (level of occupation).
4. Minat mengandung makna bagi perencanaan masa depan sehubungan
dengan jabatan yang akan dipegang (vocational planning), terutama
mengenai bidang jabatan yang akan dimasuki dan melihat ada tidaknya
kepuasan individu dalam menjalani bidang pekerjaan tertentu (vocational
satisfication).
5. Kepribadian, pada saat memasuki bidang pekerjaan tertentu sifat
commit to user
24
akan lebih berpengaruh terhadap kemampuan diri untuk bertahan dan
berhasil dalam karir yang dipilih.
6. Pengetahuan, informasi yang akurat tentang dunia kerja dan diri sendiri
dapat mempengaruhi aspirasi dan taraf aspirasi individu. Jika telah
mendapatkan informasi yang akurat dan menyadari keterbatasan dalam
pilihannya, maka pilihan karir yang fantasi mulai ditinggalnya.
b. Faktor eksternal
1. Masyarakat, lingkungan berpengaruh besar terhadap pandangan dalam
banyak hal yang dipegang teguh oleh setiap keluarga. Pandangan tersebut
meliputi pandangan mengenai tinggi rendahnya aneka jenis pekerjaan,
peranan pria dan wanita, dan sesuai tidaknya karir tertentu untuk pria dan
wanita.
2. Keadaan sosial ekonomi negara, laju pertumbuhan ekonomi, stratifikasi
masyarakat berpengaruh terhadap terciptanya suatu bidang pekerjaan
baru dan terhadap terbuka tertutupnya kesempatan karir bagi individu.
3. Sosial ekonomi keluarga menentukan tingkat pendidikan sekolah yang
dimungkinkan, jumlah kenalan pemegang kunci bagi beberapa karir
tertentu yang dianggap masih sesuai dengan status sosial.
4. Pengaruh keluarga, orang tua, saudara menyatakan harapan serta
mengkomunikasikan pandangan dan sikap tertentu terhadap pendidikan
dan karir. Bratcher (1982, dalam Sumari, dkk, 2009) menjelaskan bahwa
remaja yang berada dalam keluarga yang sehat dan fungsional
commit to user
25
otonominya. Melalui kemandirian dan otonomi yang dimiliki, remaja
menjadi lebih fleksibel dalam pemilihan karir dan lebih memahami
keinginan diri meskipun berbeda dengan aturan maupun pola yang ada di
keluarga.
5. Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang dikomunikasikan
kepada anak didik oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar
mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja.
6. Pergaulan dengan teman sebaya, yaitu beraneka pandangan dan variasi
harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir terdiri dari faktor-faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi nilai, bakat khusus, minat,
kepribadian, taraf intelegensi, kepribadian dan pengetahuan. Sedangkan faktor
eksternal meliputi keluarga, masyarakat, kondisi sosial ekonomi baik negara
maupun orang tua, dan pengaruh teman sebaya.
B. Locus of Control Internal
1. Pengertian locus of control internal
Rotter (1966, dalam Berzonsky, 1981) menjelaskan bahwa locus of
control adalah kepercayaan individu mengenai sejauh mana dirinya dapat
dengan efektif mengontrol apa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control
mempunyai empat konsep dasar yakni potensi perilaku individu (behavioral
commit to user
26
suasana psikologis. Dillon&Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control
merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan
mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu
untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni locus of
control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal
mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari perilakunya.
Sedangkan locus of control eksternal menunjukkan adanya keyakinan bahwa
peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya
seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon&Kaur, 2005).
Locus of control internal mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang
menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan
konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982).
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas,
dapat dijelaskan bahwa locus of control internal merupakan hasil evaluasi diri
yang positif terhadap peristiwa yang telah terjadi sepanjang perjalanan hidup.
Evaluasi positif terhadap diri membentuk keyakinan bahwa peristiwa yang
commit to user
27 2. Aspek-aspek locus of control internal
Levenson (1981, dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat
tiga dimensi dalam locus of control, yakni:
a. Internal (I) berupa keyakinan individu bahwa dirinya dapat mengendalikan
hidupnya sendiri.
b. Exsternal powerful others (P) berupa keyakinan bahwa peristiwa yang
terjadi dalam hidupnya ditentukan oleh kekuatan orang lain.
c. Exsternal chance (C)berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh adanya kesempatan, keberuntungan, takdir.
Wolfgang dan Weiss’s (1980, dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa
terdapat dua dimensi dalam locus of control, yaitu:
a. Locus of personal control
Locus of personal control direfleksikan sebagai kepercayaan individu
terhadap kompetensi serta efikasi diri. Locus of personal control terdiri dari
locus of personal control yang berorientasi internal dan locus of personal
control yang berorientasi eksternal. Locus of personal control yang
berorientasi internal ditandai dengan keyakinan akan efikasi diri, sedangkan
locus of personal control yang berorientasi eksternal ditandai dengan
keyakinan pada kesempatan, keberuntungan.
b. Locus of responsibility
Locus of responsibility digunakan untuk mengukur tingkat tanggungjawab
individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of
commit to user
28
dan locus of responsibility yang berorientasi eksternal. Locus of
responsibility yang berorientasi internal ditandai dengan keyakinan adanya
hubungan yng kuat antara usaha, kerja keras dengan kesuksesan yang
dicapai, sedangkan locus of responsibility yang berorientasi eksternal
ditandai dengan keyakinan bahwa sosial, politik, ekonomi adalah kekuatan
dan pembentuk nasib individu.
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, maka peneliti dalam
penelitian ini menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Levenson (1981,
dalam Legerski, 2006), yaitu dimensi internal (I), exsternal powerful others
(P), dan exsternal chance (C). Dimensi-dimensi tersebut digunakan karena
lebih komprehensif dan sesuai dengan teori yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control internal
Menurut Phares (1984) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi terbentuknya locus of control, antara lain:
a. Keluarga (family)
Keluarga yang mengembangkan kehangatan, perlindungan, dan
mengembangkan sikap positif akan mengembangkan anak ke arah locus of
control internal. Perkembangan ke arah locus of control internal terjadi pula
pada keluarga yang mengembangkan disiplin dan sikap yang konsisten
commit to user
29
b. By and large
Individu yang berasal dari kelompok dengan akses yang terbatas pada
kekuatan, kesempatan, dan keuntungan materi, maka di masa yang akan
datang individu tersebut cenderung mengembangkan locus of control
eksternal.
c. Gender (sex differences)
Berbagai penelitian telah melaporkan adanya perbedaan locus of control
internal dan eksternal antara pria dan wanita. Hochreich (1975, dalam
Phares, 1984) menyebutkan bahwa antara subjek pria dan wanita, diperoleh
hasil yang menunjukkan adanya skor locus of control internal tinggi pada
pria, dan skor locus of control eksternal yang tinggi pada wanita.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control internal adalah keluarga, by and
large, dan gender.
4. Karakteristik orang dengan locus of control internal
Phares (1984) menjelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik
individu dengan locus of control internal, antara lain:
a. Reaksi terhadap pengaruh sosial
Individu dengan locus of control internal memperlihatkan kepercayaan diri
yang besar terhadap kompetensi yang dimiliki, serta menunjukkan adanya
commit to user
30
pengaruh yang berusaha menguasainya, dan senantiasa berusaha untuk
dapat mengontrol hidupnya sendiri.
b. Pencarian informasi
Pencarian informasi menjadi perbedaan mendasar bagi locus of control
internal dan locus of control eksternal. Individu yang berkeyakinan bahwa
dirinya menentukan nasibnya sendiri akan lebih aktif dalam pencarian
informasi.
c. Kesadaran kesehatan
Individu dengan locus of control internal memperlihatkan adanya usaha
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan serta meminimalisir
adanya penyakit.
d. Proses atribusi
Locus of control tidak hanya mempengaruhi sikap dan pandangan individu
terhadap dirinya sendiri, namun mempengaruhi pula perilaku individu pada
orang lain. Individu dengan locus of control internal memberikan perlakuan
yang sama pada orang lain seperti individu tersebut memberikan perlakuan
terhadap dirinya sendiri.
e. Prestasi
Bekerja keras dalam bidang kognitif dan penyelesaian tugas merupakan
salah satu karakteristik yang dimiliki individu dengan locus of control
internal. Selain itu, individu tersebut berusaha untuk memperoleh
penghargaan dengan cara mencapai nilai yang terbaik dan menunda rasa
commit to user
31 f. Penyesuaian diri
Pribadi yang aktif, mandiri merupakan salah satu kunci sukses dalam
penyesuaian diri. Individu yang berkeyakinan bahwa nasib merupakan hasil
kontrol diri menjadi indikator bahwa individu tersebut mempunyai
kemampuan yang baik dalam penyesuaian diri.
Rotter (1966, dalam Krueger, 2005) menyatakan bahwa individu yang
mempunyai kepercayaan diri yang besar untuk mengontrol peristiwa dalam
hidupnya tampak seperti:
a. Lebih cepat belajar mengenali berbagai aspek dalam lingkungan sehingga
dapat membantu dirinya di masa depan.
b. Mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengembangkan lingkungan.
c. Mempunyai penilaian yang besar terhadap kemampuan serta hasil yang
diperoleh.
Locus of control dinilai internal jika individu menunjukkan ciri-ciri
bertanggung jawab atas tindakannya, berkemauan keras mencapai suatu tujuan,
dan melihat dirinya pengendali penuh arah hidupnya sendiri (Reber&Reber,
2010).
Aji (2010) menjelaskan bahwa karakteristik individu yang mempunyai
locus of control internal antara lain:
a. Kontrol
Individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa hidupnya adalah hasil dari
commit to user
32 b. Mandiri
Individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya
dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri.
c. Tanggung jawab
Individu mempunyai kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai
akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki
sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi.
d. Ekspektansi
Individu mempunyai penilaian subjektif atau keyakinan bahwa konsekuensi
positif akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
orang dengan locus of control internal adalah mandiri (berupa keyakinan atas
kemampuan yang dimiliki, selalu aktif, dan bekerja keras), kontrol diri (berupa
keyakinan bahwa peristiwa yang ada terjadi karena perbuatan atau sikapnya
sendiri), tanggung jawab (atas segala peristiwa baik itu kesuksesan maupun
kegagalan yang menimpa dirinya), dan ekspektasi (berupa persepsi mengenai
masa depan, harapan, termasuk pula orientasi sukses).
C.Konsep Diri
1. Pengertian konsep diri
Calhoun&Acocella (1995) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan
gambaran mengenai diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan, pengharapan
commit to user
33
individu mengenai dirinya sendiri (Pudjijogyanti, 1993). Pandangan diri terkait
dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri (Wanei, 2006).
Berzonsky (1981) mengemukakan bahwa konsep diri meliputi
keseluruhan konsep, asumsi, dan prinsip selama kehidupan dan menjadi suatu
pegangan bagi individu. Brooks (1971, dalam Sobur, 2003) menjelaskan bahwa
konsep diri didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap aspek fisik, aspek
sosial, dan aspek psikologis yang didasarkan dari pengalaman dan interaksi
dengan orang lain.
Dhillon&Kaur (2005) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan
keseluruhan persepsi individu mengenai fisik, sosial serta kompetensi
akademik yang dimiliki. Hamacheck (1987, dalam Hasan, 2006) berpendapat
bahwa konsep diri sebagai keseluruhan gambaran mengenai diri individu yang
didefinisikan berupa persepsi, kepercayaan, sikap, dan perasaan yang menjadi
bagian dari karakteristik individu.
Reber&Reber (2010) berpendapat bahwa konsep diri merupakan
konsep seseorang tentang dirinya sendiri dengan sebuah deskripsi yang
menyeluruh dan mendalam yang bisa diberikan seoptimal mungkin. Konsep
diri melibatkan kepercayaan, sikap, pengetahuan, serta pemikiran seseorang
tentang pribadinya (Meece, 1997). Konsep diri dapat menjadi suatu deskripsi
yang utuh apabila disertai dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai
pribadi individu itu sendiri.
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas,
commit to user
34
yang menyeluruh mengenai diri individu, termanifestasi dalam sebuah
kepercayaan, sikap, pikiran, maupun perasaan yang melekat dan menjadi
karakteristik bagi individu.
2. Aspek-aspek konsep diri
Konsep diri merupakan suatu gambaran diri yang kompleks yang
terbentuk oleh adanya interaksi dengan lingkungan dan konsep diri merupakan
sesuatu yang terukur.
Aspek-aspek konsep diri menu