• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pengaruh Suhu Rendah dan Metode Vakum Pada Penyimpanan Daging Sapi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Organoleptik Tekstur, Bau dan Warna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Pengaruh Suhu Rendah dan Metode Vakum Pada Penyimpanan Daging Sapi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Organoleptik Tekstur, Bau dan Warna"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

98

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

www.journal-medical.hangtuah.ac.id

Research article

Pengaruh Suhu Rendah dan Metode Vakum Pada Penyimpanan Daging Sapi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Organoleptik Tekstur, Bau dan Warna

DJATIWIDODO EDI PRAKTIKNYA1, IDA BAGUS PUTU OKA MAHENDRA 2, RISMA3

1Bagian Kesehatan Kelautan Fakultas Kedokteran, Universitas HangTuah

2Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

3Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

Alamat email penulis korespondensi: [email protected]

Abstract

The availability of good logistics is sometimes overlooked for the success of a military mission. In the shipping world, standardized and adequate food availability is also very important. Packaging is important in preserving animal products. In addition to packaging, a common way to maintain the freshness of the meat is to place the meat at low temperatures. Analyzing the difference between open-air and meat storage at low temperatures and packaged in a vacuum of bacteria and organoleptic profiles. Experimental research, with "Post Test Only Control Group Design," using quantitative methods. The population is beef, while the sample is beef from slaughter at Slaughterhouses (RPH). The independent variables were temperature and packaging, and the dependent variable was the number of bacterial colonies and organoleptic profiles of odor, color, and texture of meat. From the hedonic test result for scent, texture, and color, meat packed in a vacuum and placed in the refrigerator and freezer has a better hedonic test. The number of bacterial colonies at low temperatures and vacuum-packaged meat samples was more down to meat samples placed in the open air and not packed in a vacuum. In the organoleptic profile of meat which includes odor, color, and texture, it was proven that meat was placed at a low temperature and packaged in a vacuum compared to meat that was put in the open air and not packaged in a vacuum.

Keywords : Low temperature, vacuum, beef storage, bacterial colony

(2)

99 Abstrak

Ketersediaan logistik yang baik kadang diabaikan untuk keberhasilan suatu misi kemiliteran. Dalam dunia pelayaran ketersediaan makanan yang terstandar dan memadai juga sangat penting. Pengemasan penting dalam pengawetan bahan pangan hasil peternakan . Selain pengemasan, cara yang umum dilakukan untuk mempertahankan kesegaran daging dengan menempatkan daging dalam suhu rendah. Tujuan penelitian untuk menganalisa perbedaan penyimpanan daging pada udara terbuka dengan penyimpanan daging pada suhu rendah dan dikemas vakum dalam hal pertumbuhan bakteri dan profil organoleptik. Penelitian eksperimental, dengan desain “Post Test Only Control Group Design”, menggunakan metode kuantitatif. Populasi adalah daging sapi sedangkan sampel adalah daging sapi yang berasal dari pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH). Variabel bebas adalah suhu dan kemasan, variabel terikat adalah jumlah koloni bakteri dan profil organoleptik bau, warna dan tekstur daging. Dari hasil uji hedonik bau, tekstur, dan warna didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik. Jumlah koloni bakteri pada sampel daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum terbukti lebih rendah dibandingkan sampel daging yang diletakkan pada udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum. Pada profil organoleptik daging yang meliputi bau, warna dan tekstur daging terbukti lebih baik pada daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum dibandingkan daging yang diletakkan di udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum.

Kata kunci : Suhu rendah, vakum, penyimpanan daging sapi, koloni bakteri PENDAHULUAN

Ketersediaan logistik yang baik kadang diabaikan untuk keberhasilan suatu misi kemiliteran. Ketersediaan senjata dan amunisi mungkin sangat penting selama pertempuran, tetapi pada periode menjelang dan di tengah pertempuran, ketersediaan air dan makanan yang memadai merupakan penentu utama apakah pasukan akan siap untuk berperang. Dalam dunia pelayaran ketersediaan makanan yang terstandar dan memadai juga sangat penting. Armada angkatan laut biasanya membawa pasukan yang banyak dalam suatu misi pelayaran dan dalam waktu berbulan-bulan, sehingga mempersiapkan kapal dengan segala kebutuhan logistiknya menjadi tantangan tersendiri. Kapal Angkatan Laut diharapkan untuk tetap di laut dalam beberapa bulan selama misi mereka dan biasanya tidak bersandar untuk mengisi kembali makanan selama bertugas.

Napoleon Bonaparte mengatakan bahwa suatu pasukan dengan akses makanan bergizi dalam jumlah cukup merupakan prasyarat untuk sukses dalam

(3)

100 pertempuran. Makanan segar dapat rusak dalam beberapa hari atau bahkan beberapa jam setelah produksi. Hal ini telah memunculkan perkembangan teknologi pengawetan makanan (Chris Forbes-Ewan, Terry Moon and Roger Stanley, 2016).

Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan hasil peternakan yang pada umumnya mudah rusak, karena dengan pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan yang disebabkan faktor Iingkungan dan sifat alamiah produk. Pengemasan sudah dilakukan oleh manusia sejak mereka mengenal peradaban dan telah ada sejak 4000 SM. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak pula pada pengemasan, yaitu perkembangan dalam hal bahan dan bentuk kemasan (Rahman, 2007).

Produk peternakan seperti daging sapi dalam keadaan segar mudah rnengalami kerusakan sebagai akibat adanya reaksi kimia, enzimatik, dan aktivitas bakteri atau jamur. Selain dengan pengemasan, cara yang sudah umum dilakukan untuk mempertahankan kesegaran daging adalah dengan menempatkan daging dalam suhu rendah. Pembekuan daging pertama kali dipatenkan pada tahun 1945 oleh Jay Hormel untuk membuat makanan yang lebih awet. Di bawah kondisi beku, daging menjadi padat dan sangat kering. Dengan metode seperti ini makanan lebih mudah mengalami rehidrasi, mempertahankan lebih banyak rasa, dan kelembaban yang sangat rendah (<2% berat) sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dan jamur, memberikan makanan tersebut umur simpan yang lama bahkan pada suhu penyimpanan yang tinggi. Kehilangan sebagian besar kandungan air dari makanan juga menghasilkan makanan yang sangat ringan (Chris Forbes-Ewan, Terry Moon and Roger Stanley, 2016).

Dalam penerapannya, pengawetan daging dapat dikombinasikan antara pengemasan dan pendinginan, atau tanpa dikombinasikan. Hal tersebut dilakukan dengan harapan masa simpan daging segar menjadi lebih lama (Bhat, Alias and Paliyath, 2012).

Pada penelitian sebelumnya yang mengamati pertumbuhan bakteri dan profil organoleptik daging pada hari ke 5, 10 dan 15 pada metode pengemasan dan penyimpanan suhu rendah yang berbeda, didapatkan jumlah koloni bakteri pada

(4)

101 sampel daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum terbukti lebih rendah dibandingkan sampel daging yang diletakkan pada udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum. Pada profil organoleptik daging yang meliputi bau, warna dan tekstur daging terbukti lebih baik pada daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum dibandingkan daging yang diletakkan di udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pertumbuhan bakteri dan profil organoleptik daging sapi terhadap cara pengemasan dan penyimpanan dalam suhu rendah yang disimpan dalam waktu yang cukup lama.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan desain “Post Test Only Control Group Design” dan merupakan lanjutan penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedan antara daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka dengan daging yang dikemas dalam vakum pada udara terbuka, dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer.

Sampel daging ini akan diamati jumlah koloni bakteri dan profil organoleptik yang meliputi bau, tekstur, warna pada hari ke 30, 45, dan 60.

Penelitian ini menggunakan data primer dan menggunakan metode kuantitatif.

Populasi adalah daging sapi sedangkan sampel adalah daging sapi yang didapatkan dari sentra pasar rakyat yakni kios penjualan daging hewan yang berasal dari pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) lalu dibawa dengan menggunakan thermos.

Menurut Charan (2013) besar sampel dihitung menggunakan metode Resource Equation Modelling, dimana ketika tidak memeungkinkan untuk mengasumsikan tentang ukuran, efek, gambaran tentang standar deviasi karena tidak ada temuan sebelumnya.

E = jumlah total daging − jumlah total kelompok perlakuan 8 = (n x 6) – 6

n = 4

Total sampel adalah 4x6 = 24

(5)

102 Teknik pengambilan sampel yaitu sampel atau spesimen daging sapi bagian otot lulur luar (Longissimus dorsi) dengan berat masing masing 250 gram.

Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktori 5x3 yaitu dengan 6 macam penyimpanan dan pengemasan (dibiarkan terbuka pada suhu kamar, disimpan di didalam refrigerator, freezer, dikemas dalam palstik yang sudah divakum dan dibiarkan pada suhu kamar, di dikemas dalam plastik yang sudah divakum dan dimasukkan didalam freezer dan refrigerator dengan suhu -18

oC) serta 3 macam waktu penyimpanan perlakuan yaitu 30 hari (daging segar sebagai kontrol), 45 hari dan 60 hari. Lalu dilihat jumlah koloni bakteri menggunakan metode total plate count (TPC), dan profil organoleptik daging yaitu bau, tekstur dan warna dengan menggunakan uji hedonik (Asiah et al., 2020).

Tabel 1. Uji Hedonik

Warna Bau Tekstur Skor

Merah coklat Sangat berbau busuk Lembek 1

Merah kecoklatan Berbau busuk Agak lembek 2

Merah gelap Agak berbau busuk Agak empuk 3

Agak merah gelap Berbau khas daging Empuk 4

Merah cerah Sangat berbau khas daging Sangat empuk 5

Metode TPC dilakukan dengan cara pengenceran terlebih dahulu yaitu dengan mengambil sampel daging sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam 10 mL larutan NaCl, selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Kemudian mengambil 1 mL sampel kedalam faktor pengenceran 10-1 dan menghomogenkannya. Selanjutnya memasukkan sampel 1 mL dari faktor pengenceran 10-1 ke faktor pengenceran 10-2, dan melakukan hal yang sama pada faktor pengenceran 10-3. Keseluruhan faktor pengenceran tersebut berisi larutan NaCl sebanyak 9 mL (Sukmawati & Hardianti, 2018)..

Selanjutnya masuk kedalam tahap isolasi dilakukan dengan menggunakan metode tuang, yaitu sebanyak 0,1 mL untuk tiap faktor pengenceran yang dituang ke dalam cawan sebelum diberi media nutrient agar. Isolasi mikroba dari sampel ikan asin kakap batu dilakukan secara duplo dengan faktor pengenceran 10-1, 10-2, dan

(6)

103 10-3. Setelah itu sampel diisolasi dan diinkubasi pada suhu ruang 25 – 27oC selama 24 jam (Sukmawati & Hardianti, 2018).

Maka dapat melanjutkan ke tahap pengamatan, Koloni mikroba yang tumbuh pada tiap cawan sampel dihitung dengan menggunakan colony counter, jumlah koloni mikroba yang dianalisis ialah rentang jumlah anatara 30-300 koloni cfu/g. jika jumlah koloni tiap sampel lebih dari 300 cfu/g dikategorikan turbidimetri (TBUD). Selanjutnya

dilakukan analisis data menggunakan rumus colony forming units=

(Sukmawati & Hardianti, 2018).

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah suhu dan kemasan, sedangkan yang termasuk variabel terikat adalah jumlah koloni bakteri dan profil organoleptik bau, warna dan tekstur daging. Keterangan kelompok yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Kelompok kontrol: Daging Sapi 250 gram dibiarkan dalam suhu kamar selama 30,45 dan 60 hari.

2. Kelompok 1: Daging Sapi 250 gram dibiarkan dalam refigerator selama 30,45 dan 60 hari

3. Kelompok 2: Daging Sapi 250 gram dibiarkan dalam freezer selama 30,45 dan 60 hari.

4. Kelompok 3: Daging Sapi 250 gram dikemas vakum dan disimpan dalam suhu kamar selama 30,45 dan 60 hari

5. Kelompok 4: Daging Sapi 250 gram dikemas vakum dan disimpan dalam freezer selama 30,45 dan 60 hari

6. Kelompok 5: Daging Sapi 250 gram dikemas vakum dan disimpan dalam refrigerator selama 30,45 dan 60 hari.

(7)

104 HASIL PENELITIAN

Perbandingan Koloni Bakteri Berdasarkan Kelompok Penelitian

Uji normalitas koloni bakteri pada penelitian sampel daging dengan pengemasan berbeda pada hari ke 30, 45, dan 60 ini berdistribusi normal tetapi tidak homogen dengan nilai p<0,05, sehingga menggunakan uji non parametrik Friedman.

Pada uji Friedman didapatkan perbedaan signifikan pada koloni bakteri terhadap hari pengamatan dan pengemasan daging dengan nilai p<0,05. Juga didapatkan hubungan antara pengemasan daging dan hari pengamatan terhadap tumbuhnya koloni bakteri dengan nilai p<0,05.

Tabel 2. Hasil Total Plate Count (TPC) Sampel Daging No Hari Udara

terbuka

Refrigerator Freezer Vakum+

Udara terbuka

Vakum+

Refrigator

Vakum+

Freezer

1 30 1002 502 242 412 155 65

2 1021 521 239 379 127 69

3 1002 495 240 378 187 72

4 989 557 232 387 292 39

5 45 1222 503 212 445 137 45

6 1032 543 204 401 116 3

7 1121 532 232 392 137 9

8 1257 623 207 397 145 3

9 60 1432 495 200 532 43 0

10 1253 499 192 474 52 2

11 1324 514 187 403 49 3

12 1537 535 189 394 34 1

Perbandingan Bau Berdasarkan Kelompok Penelitian.

Uji normalitas bau daging pada penelitian ini dengan pengemasan berbeda pada hari ke 30, 45, dan 60 ini tidak berdistribusi normal dan tidak homogen dengan nilai p<0,05, sehingga menggunakan uji non parametrik Friedman.

Dari hasil penelitian uji hedonik bau didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik dibandingkan produk daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka maupun diletakkan dalam freezer dan refrigerator.

Faktor yang mempengaruhi rasa adalah aroma yang terdeteksi oleh hidung.

Perubahan aroma pada dapat diakibatkan karena telah terjadinya proses awal

(8)

105 pembusukan pada daging. Menurut Yulistiani (2010), pembusukan daging dapat terjadi karena pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Adanya aktifitas metabolisme bakteri mengakibatkan terbentuknymatulea amonia (NH3), amonia akan menyebabkan daging berbau busuk.

Tabel 3. Hasil Uji Hedonik Bau Terhadap Hari dan Pengemasan No Hari Udara

terbuka

Refrigerator Freezer Vakum+

Udara terbuka

Vakum+

Refrigator

Vakum+

Freezer

1 30 2 2 3 2 3 4

2 2 2 3 2 3 4

3 1 2 3 1 3 4

4 2 2 3 2 4 4

5 45 2 2 3 1 3 4

6 1 2 3 2 3 4

7 1 2 3 1 4 4

8 1 2 3 2 4 3

9 60 1 2 2 1 3 4

10 1 1 3 1 3 4

11 1 2 3 1 4 3

12 1 2 3 1 4 3

Pada uji Friedman didapatkan perbedaan signifikan pada bau terhadap hari pengamatan dan pengemasan daging dengan nilai p<0,05. Juga didapatkan hubungan antara pengemasan daging dan hari pengamatan terhadap perubahan bau dengan nilai p<0,05.

Perbandingan Tekstur Berdasarkan Kelompok Penelitian.

Uji normalitas tekstur daging pada penelitian ini dengan pengemasan berbeda pada hari ke 30, 45, dan 60 ini tidak berdistribusi normal dan tidak homogen dengan nilai p<0,05, sehingga menggunakan uji non parametrik Friedman.

Keterangan Uji Hedonik Bau

1. Sangat berbau khas daging disimbolkan dengan 5 2. Berbau khas daging disimbolkan 4

3. Agak berbau busuk disimbolkan 3 4. Berbau busuk disimbolkan dengan 2

5. Sangat berbau busuk disimbolkan dengan 1

(9)

106 Pada uji Friedman didapatkan perbedaan signifikan pada tekstur daging terhadap hari pengamatan dan pengemasan daging dengan nilai p<0,05. Juga didapatkan hubungan antara pengemasan daging dan hari pengamatan terhadap perubahan tekstur daging dengan nilai p<0,05.

Dari hasil penelitian uji hedonik tekstur didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik dibandingkan produk daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka maupun diletakkan dalam freezer dan refrigerator.

Tabel 4. Hasil Uji Hedonik Tekstur Terhadap Hari dan Pengemasan No Hari Udara

terbuka

Refrigerator Freezer Vakum+

Udara terbuka

Vakum+

Refrigator

Vakum+

Freezer

1 30 1 2 3 2 3 4

2 1 2 3 2 3 4

3 1 2 3 2 4 4

4 1 3 4 1 4 3

5 45 1 2 3 2 3 4

6 1 2 3 2 3 4

7 1 2 3 1 4 4

8 1 2 3 1 4 3

9 60 1 2 3 1 3 4

10 1 1 2 1 3 3

11 1 2 2 1 3 3

12 1 1 2 1 4 3

Perbandingan Warna Berdasarkan Kelompok Penelitian

Uji normalitas warna daging pada penelitian ini dengan pengemasan berbeda pada hari ke 30, 45, dan 60 ini tidak berdistribusi normal dan tidak homogen dengan nilai p<0,05, sehingga menggunakan uji non parametrik Friedman.

Keterangan Uji Hedonik Tekstur 1. Sangat empuk disimbolkan 5 2. Empuk disimbolkan 4

3. Agak empuk disimbolkan 3 4. Lembek disimbolkan 2

5. Sangat lembek dan hancur disimbolkan 1

(10)

107 Pada uji Friedman didapatkan perbedaan signifikan pada warna daging terhadap hari pengamatan dan pengemasan daging dengan nilai p<0,05. Juga didapatkan hubungan antara pengemasan daging dan hari pengamatan terhadap perubahan warna daging dengan nilai p<0,05.

Dari hasil penelitian uji hedonik warna didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik dibandingkan produk daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka maupun diletakkan dalam freezer dan refrigerator.

Tabel 5. Uji Hedonik Warna Daging Terhadap Hari dan Pengemasan No Hari Udara

terbuka

Refrigerator Freezer Vakum+

Udara terbuka

Vakum+

Refrigator

Vakum+

Freezer

1 30 1 2 3 2 3 4

2 1 2 3 1 3 4

3 1 2 3 2 3 4

4 1 2 3 1 4 4

5 45 1 2 3 2 3 4

6 1 1 3 1 3 4

7 1 1 2 1 3 4

8 1 2 2 1 3 4

9 60 1 2 2 1 3 4

10 1 1 2 1 3 4

11 1 1 2 1 3 3

12 1 1 2 1 3 3

PEMBAHASAN

Pemeriksaan total plate count (TPC) produk daging dimulai pada hari ke-30 sampai hari ke-60. Didapatkan pada pengemasan dengan vakum dan disimpan dalam freezer, hasil TPC menunjukkan jumlah koloni bakteri paling rendah, terutama

Keterangan hasil Uji Hedonik Warna 1. Merah cerah : 5

2. Agak merah gelap:4 3. Merah gelap : 3 4. Coklat kemerahan : 2 5. Kehitaman : 1

(11)

108 disaat hari penyimpanan ke-60. Hernando dkk pada 2015 yang menuliskan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging diantaranya adalah suhu dan ada atau tidaknya oksigen. Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya (Hernando, Septinova and Adhianto, 2015).

Titik beku air adalah pada suhu 0OC. Diketahui bahwa daging pasca pemotongan ternak memiliki suhu yang masih tinggi yakni berkisar antara 30-39OC, sementara disisi lain suhu frezeer yang telah dingin dan saat daging di letakkan dalam frezer terjadilah proses pembekuan pada daging. Pada titik ini semua aktivitas sel dalam daging ataupun sel mikrobia yang mengkontaminannya menjadi inaktif.

Seluruh cairan jaringan diantara serabut berkas serabut kolagen (protein pada daging) juga menjadi beku. Kondisi inilah kemudian menyebabkan daging aman dari pembusukan.

Pembekuan daging berlaku sama meskipun tempatnya berbeda-beda dan terpisah. Hal ini dibuktikan pada kajian penelitian yang dilakukan oleh Matulessy et al.

(2010). Disebutkan bahwa pengambilan sampel daging karkas broiler beku di tiga pasar tradisional di Halmahera Utara pada bulan Juli sampai September 2009 yang karakteristik pedagangnya berbeda namun perlakuan pembekuan daging broiler tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kandungan bakteri total dan E. coli. Ini menjadi bukti bahwa teknologi pembekuan itu berlaku universal. Total bakteri daging di pasar tradisional Halmahera Utara tersebut sebesar 7,1 x 105 cfu/g dan belum melebihi batas maksimum cemaran mikrobia yaitu 1 x 106 cfu/g. Kandungan Escherichia coli juga demikian yakni masih dalam ambang batas maksimum cemaran mikrobia yakni 1x 101 cfu/g (Miwada, 2015; Adawiyah, Widyastuti and Werdiningsih, 2016).

Faktor yang mempengaruhi rasa adalah aroma yang terdeteksi oleh hidung.

Perubahan aroma pada dapat diakibatkan karena telah terjadinya proses awal pembusukan pada daging. Menurut Yulistiani (2010), pembusukan daging dapat terjadi karena pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Adanya aktifitas

(12)

109 metabolisme bakteri mengakibatkan terbentuknya amonia (NH3), amonia akan menyebabkan daging berbau busuk.

Pada uji Friedman didapatkan perbedaan signifikan pada bau terhadap hari pengamatan dan pengemasan daging dengan nilai p<0,05. Juga didapatkan hubungan antara pengemasan daging dan hari pengamatan terhadap perubahan bau dengan nilai p<0,05

Hal ini didukung oleh pendapat Adams dan Moss (2008) bahwa pertumbuhan mikroba pada makanan ditandai dengan bau busuk dan perubahan rasa. Daging yang diletakkan pada suhu ruang selama berjam-jam akan mengalami pertumbuhan bakteri yang sangat cepat dan menyebabkan kerusakan protein pada daging sehingga mengalami perubahan aroma pada daging. Produk degradasi pada daging akan melepaskan gas-gas bau seperti amonia, hidrogen, sulfida, serta metil merkaptan (Dangur, Kallau and Wuri, 2020).

Aroma daging sapi dalam kantong plastik hampa udara berubah terutama disebabkan oleh adanya byproduct dari hasil pertumbuhan mikrobiologi dalam daging. Aroma daging tersebut merupakan salah satu karakteristik daging yang dikemas dalam kantong plastik hampa udara. Hasil penelitian di Meat Research Laboratory CSIRO, menunjukkan bahwa aroma daging yang disimpan (ageing) dan dapat diterima konsumen adalah daging yang disimpan pada suhu 0°C sampai waktu penyimpanan maksimum lima minggu setelah proses pengepakan (Putu, 2001).

Salah satu faktor yang juga harus mendapat perhatian adalah bau asam seperti keju atau bau air susu pada saat vakum dibuka adalah bau yang spesifik dan normal yang disebabkan oleh terbentuknya gas oleh daging dan bakteri. Bau spesifik ini akan hilang setelah vakum dibuka dan dibiarkan selama lebih kurang 30 menit untuk menghilangkan bau tersebut. Secara sepintas bau spesifik ini adalah tidak sedap, akan tetapi bau inilah yang sebenarnya normal dan menunjukkan proses ageing berjalan secara baik. Apabila saat kantong plastik dibuka dan tercium bau tengik dan berlendir, maka hal ini patut dicurigai karena kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri akibat kantong bocor atau proses penghampaan udara yang tidak berjalan secara baik (Putu, 2001).

(13)

110 Dari hasil penelitian uji hedonik tekstur didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik dibandingkan produk daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka maupun diletakkan dalam freezer dan refrigerator. Perubahan tekstur pada daging diduga diakibatkan karena waktu peletakan daging yang semakin lama sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan bakteri. Hal ini didukung dengan pernyataan Amri et al bahwa perubahan tekstur dapat terjadi karena adanya pertumbuhan massa bakteri dan lepasnya struktur protein daging. Pertumbuhan mikroba pada makanan tampak dengan munculnya lendir atau koloni, degradasi struktur komponen pada makanan yang menyebabkan rusaknya tekstur. Timbulnya lendir dapat menjadi tanda terjadinya kebusukan pada daging. Beberapa jenis bakteri pembusuk yang dapat menimbulkan lendir pada daging adalah Pseudomonas, Lactobacillus, Enterococcus, Weissella, dan Brochothrix (Dangur, Kallau and Wuri, 2020).

Tekstur daging merupakan penentu kualitas daging sapi segar. Komponen utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat dan lemak yang berhubungan dengan otot. Faktor yang mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor ante mortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen, jenis kelamin dan stres. Faktor post mortem yang diantaranya meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan dan metode pengolahan, termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan empuk (Firdaus, 2019). Suatu pilihan yang diterima secara luas oleh masyarakat bahwa daging yang melalui proses pendinginan lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan daging beku. Hal ini merupakan suatu peluang bagi produser atau importir untuk memanfaatkan segala teknologi pasca panen agar dapat menyediakan daging sapi yang sudah dilayukan dengan kualitas yang prima. Daging berada dalam keadaan kenyal pada saat terjadinya proses rigormortis, dan setelah proses ini selesai maka daging secara perlahan mengalami perubahan menjadi empuk terutama setelah enzim yang berada dalam otot yang memecah dan melemahkan jaringan protein dalam daging segar (Nofreeana, Masi and Deviarni, 2017).

(14)

111 Dari hasil penelitian uji hedonik warna didapatkan daging yang dikemas dalam vakum dan diletakkan dalam refrigerator dan freezer memiliki uji hedonik yang lebih baik dibandingkan produk daging yang tidak dikemas dan diletakkan di udara terbuka maupun diletakkan dalam freezer dan refrigerator.

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan. Warna dapat menentukan mutu bahan pangan yang digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan. Warna dapat menentukan mutu bahan pangan yang digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Warna daging yang semakin pucat dipengaruhi oleh kenaikan bakteri setiap jamnya. Perubahan warna daging dapat juga dihubungkan dengan kontaminasi bakteri aerobik atau anaerobik. Permintaan oksigen yang tinggi bagi bakteri aerobik pada fase logaritmik dari pertumbuhan mengakibatkan pembentukan metmioglobin, menghasilkan pengaruh terhadap perubahan warna. Peningkatan jumlah bakteri aerobik mengakibatkan permukaaan daging berubah warnanya dari merah oksimioglobin menjadi coklat metmiglobin dan kemudian ke ungu mioglobin tereduksi. Selain itu menurut Lukman (2010), warna daging merah cerah akan berubah menjadi coklat atau keabuan akibat senyawa oksidasi atau adanya H2S yang dihasilkan bakteri (Rinaldi, 2019).

KESIMPULAN

1. Jumlah koloni bakteri yang dihitung menggunakan metode hitung cawan (total plate count) pada sampel daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum terbukti lebih rendah dibandingkan sampel daging yang diletakkan pada udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum.

2. Pada profil organoleptik daging yang meliputi bau, warna dan tekstur daging terbukti lebih baik pada daging yang diletakkan pada suhu rendah dan dikemas dalam vakum dibandingkan daging yang diletakkan di udara terbuka dan tidak dikemas dalam vakum.

(15)

112 DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R., Widyastuti, S. and Werdiningsih, W., 2016. The Effect of Vacuum Packaging on Microbiological of Smoked Roasted-Chicken during Storage, Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 2,2, pp. 152–158.

Asiah, N., Cempaka, L., Ramadhan, K., & Matatula, S. H. (2020). Prinsip Dasar Penyimpanan Pangan Pada Suhu Rendah.

Bhat, R., Alias, A. K. and Paliyath, G., 2012. Progress in Food Preservation, Progress in Food Preservation. doi: 10.1002/9781119962045.

Charan, J. and Biswas. T., 2013. How to Calculate Sample Size for Different Study Designs in Medical Research? Indian Journal of Psychological Medicine, 35, 121-126.

Chris Forbes-Ewan, Terry Moon and Roger Stanley, 2016. Past, Present and Future of Military Food Technology’, Journal of Food Science and Engineering, 6,6, pp.

308–315. doi: 10.17265/2159-5828/2016.06.002.

Dangur, S. T., Kallau, N. H. G. and Wuri, D. A., 2020. Pengaruh Infusa Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Preservatif Alami Terhadap Kualitas Daging Babi, Jurnal Kajian Veteriner, 8,1, pp. 1–23. doi: 10.35508/jkv.v8i1.2241.

Firdaus, M., 2019. Karakteristik Fisiko Kimia dan Organoleptik Daging Sapi Aceh dan Sapi Brahman Cross Selama Penyimpanan pada Suhu 4O C. Universitas Sumatera Utara Medan.

Hernando, D., Septinova, D. and Adhianto, K., 2015. Kadar Air Dan Total Mikroba Pada Daging Sapi Di Tempat Pemotongan Hewan ( TPH ) Bandar Lampung, Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3,1, pp. 61–67. Available at:

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIPT/article/view/675.

Matulessy, D. N., Suryanto, E., & (Rusman), R., 2012. Evaluasi Karakteristik Fisik, Komposisi Kimia dan Kualitas Mikrobia Karkas Broiler Beku yang Beredar di Pasar Tradisional Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara (Evaluation of Physical Characteristics, Chemical Composition and Microbial Quality of Frozen.

Buletin Peternakan,34,3,178. https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v34i3.88 Miwada, I. N. S., 2015. Teknologi Pembekuan Daging: Bentuk Selamat Dari

Pembusukan. Universitas Udayana Denpasar. T

Nofreeana, A., Masi, A. and Deviarni, I. M., 2017. Pengaruh Pengemasan Vakum Terhadap Perubahan Mikrobiologi, AKtifitas Air dan pH pada Ikan Pari Asap’, Jurnal Teknologi Pangan, 8,1, pp. 66–73. doi: 10.35891/tp.v8i1.537.

Putu, I. G., 2001. Karakteristik Daging Sapi Dikemas Dalam Kantong Plastik Hampa Udara (Vacuum Pack)’, Balai Penelitian Ternak Bogor. Wartazoa, 11,2, pp. 15–

19.

(16)

113 Rahman, M. S., 2007. Packaging as a Preservation Technique, in Rahman, M. S.

(ed.) Handbook of Food Preservation. 2nd edn. Boca Raton: CRC Press Taylor

& Francis Group, pp. 907–916.

Rinaldi, N. A., 2019. Pertumbuhan Bakteri Selama Penyimpanan Daging Sapi Dengan Pengemas Daun Jati (Tectona grandis) dan daun pisang(Musa paradisiaca). PKU Muhammadiyah Surakarta

Sukmawati, & Hardianti, F. (2018). Analisis Total Plate Count (TPC) Mikroba Pada Ikan Asin Kakap Di Kota Sorong Papua Barat. Jurnal Biodjati.

Yulistiani, D., Puastuti, W., & Mathius, I., 2012. Effect of mixing banana stem juice and subsequent heating on rumen degradability of soy bean meal. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 15,1, p.1-8. doi:https://doi.org/10.14334/jitv.v15i1.671

Referensi

Dokumen terkait

dikeringkan 5 hari dan disimpan pada suhu dingin 8 0 C) mampu mempertahankan sifat organoleptik dan daya simpan dadih susu sapi yang paling lama yaitu memiliki warna

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Beku dan Metode Thawing Terhadap Tekstur Daging Sapi Bagian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh marinasi EKN pada daging itik Tegal afkir terhadap kualitas keempukan dan sifat organoleptik (warna, flavor, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh marinasi EKN pada daging itik Tegal afkir terhadap kualitas keempukan dan sifat organoleptik (warna, flavor, dan

Pengamatan karakteristik organoleptik ikan terdiri atas pengamatan mata, insang, lendir dipermukaan tubuh, warna dan kenampakan daging, bau, dan tekstur dimana hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh marinasi EKN pada daging itik Tegal afkir terhadap kualitas keempukan dan sifat organoleptik (warna, flavor, dan

Berdasarkan hasil uji organoleptik oleh 30 orang panelis didapatkan nilai rataan yang terendah pada penyimpanan 7 hari yaitu 3,3, pada saat ini tekstur daging

Perlakuan terbaik diperoleh dari daging sapi perah afkir yang dikemas dengan aluminium foil dengan selama 4 hari pada suhu refrigerator untuk mempertahankan nilai pH