• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh teknik stimulasi moltingyang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh teknik stimulasi moltingyang berbeda"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

Dilarang mempublikasikan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Maritim Raja Ali Haji. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pada tahun 2018, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 11 Batam, dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Universitas Maritim Raja Ali Haji melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) pada Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Pertanian. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. .

Pengaruh teknik rangsangan molting yang berbeda terhadap laju pertumbuhan kepiting bakau (S. serrata)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Kelautan Raja Ali Haji dapat diselesaikan.

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan
  • Manfaat
  • Hipotesis

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, terbukti bahwa ekstrak bayam dapat diberikan melalui suntikan dan pemberian susu formula. Penelitian mengenai pengaruh teknik stimulasi yang berbeda pada kepiting bakau masih sedikit, sehingga informasi mengenai hal ini masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh teknik stimulasi yang berbeda terhadap laju molting dan pertumbuhan kepiting bakau (S. serrata) untuk mengetahui teknik stimulasi mana yang lebih efektif untuk merangsang dan mempercepat molting pada kepiting.

Upaya mempercepat proses molting dapat dilakukan dengan beberapa cara atau metode seperti ablasi tangkai mata, amputasi cakar dan anggota tubuh berjalan, serta penyuntikan ekstrak daun bayam. Untuk mengetahui lamanya waktu pasca perlakuan molting kepiting bakau (S. Serrata) terjadi antara metode ablasi, mutilasi dan injeksi ekstrak daun bayam. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi lamanya waktu setelah perawatan meranggas mengenai pengaruh teknik stimulasi yang berbeda, metode ablasi, mutilasi dan injeksi ekstrak daun bayam terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot badan dan persentase meranggas, sebagai bahan referensi. . untuk penelitian lebih lanjut.

H0 = Tidak terdapat pengaruh metode ablasi, mutilasi dan injeksi ekstrak bayam terhadap kecepatan molting kepiting bakau setelah perlakuan. H1 = Terdapat pengaruh metode ablasi, mutilasi dan injeksi ekstrak bayam terhadap kecepatan molting kepiting bakau pasca perlakuan.

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Kepiting Bakau

  • Siklus Hidup Kepiting

Kepiting bakau mempunyai sepasang kaki depan yang disebut cheliped (cakar) yang berfungsi sebagai alat memegang makanan, menggali, membuka cangkang dan sebagai pelindung dari gangguan musuh. Daur hidup kepiting bakau dimulai dari tahap telur hingga kepiting dewasa, Kepiting bakau akan melalui beberapa tahap perkembangan tubuhnya mulai dari tahap zoea, megalopa, kepiting muda, dan kepiting dewasa. Ada 5 level pada level zoea dan semua level zoea membutuhkan waktu minimal 18 hari. Setelah melewati 5 tahap zoea dengan lima kali ganti kulit, kepiting akan memasuki tahap megalopa, kemudian masuk ke tahap kepiting muda dan kepiting dewasa.

Ciri-ciri larva kepiting bakau pada stadium zoea cenderung planonik, kemudian ketika memasuki stadium megalopa hingga dewasa, kepiting tersebut cenderung suka menggali di pasir atau lumpur dan bersifat bentik. Meski tubuhnya belum terbentuk sempurna dan penutup perutnya yang baru menyerupai ekor yang panjang dan beruas-ruas. Tubuh kepiting akan terbentuk sempurna setelah memasuki tahap kepiting remaja (juvenile), lipatan-lipatan pada penutup perut akan mengarah ke bagian tubuh (ventral), disertai perataan dan pemendekan pada daerah berpasangan. kaki, berenang. .

Secara umum kepiting bakau yang sudah memasuki tahap kepiting dewasa mempunyai dua bagian kepala yang terbentuk sempurna yang terdiri dari sepasang cakar besar yang digunakan untuk merobek makanan keras, sepasang sirip dan 3 pasang kaki berjalan (Kasry, 1986).

Gambar 2. Siklus Hidup Kepiting Bakau (S. serrata)  (Sumber: Pratiwi, 2011)
Gambar 2. Siklus Hidup Kepiting Bakau (S. serrata) (Sumber: Pratiwi, 2011)

Molting dan Pertumbuhan Kepiting

  • Metode Ablasi
  • Metode Mutilasi
  • Metode Ekstrak Bayam

Proses molting membutuhkan energi yang besar, karena jika protein yang digunakan sebagai sumber energi tidak mencukupi maka akan mengakibatkan kematian kepiting setelah molting. Kepiting bakau akan mengalami peningkatan pertumbuhan setelah molting karena berat, panjang dan lebar kepiting akan berubah setelah molting. Kepiting memiliki hormon yang terdapat pada organ mata, antara lain MIH (Melting Inhibitory Hormone), yaitu hormon yang merangsang percepatan pencairan pada kepiting (hanefi.

Mata kepiting yang tersisa satu digunakan untuk mencari dan melihat makanan agar kepiting dapat bertahan hidup. Perawatan ablasi tangkai mata dilakukan dengan memotong mata kepiting bakau setelah perawatan. Shaming merupakan cara merangsang molting dengan sengaja memisahkan organ tubuh suatu organisme, yaitu dengan mematahkan sepasang cakar dan tiga pasang kaki berjalan pada seekor kepiting. Penembakan kepiting dilakukan tepat pada pangkal kaki dan cakarnya, karena hormon penghambat aktivitas molting kepiting terletak pada pangkal kaki dan cakarnya.

Metode mutilasi berupaya untuk meningkatkan produktivitas kepiting bakau karena dapat merangsang dan mempercepat proses molting pada kepiting dengan cara mendorong keluarnya ekskresi dan mengawali proses tersebut. Hal ini dilakukan karena hormon penghambat molting pada lobster air tawar terdapat pada organ geraknya. Proses pertumbuhan anggota tubuh yang patah (body building) pada krustasea juga terjadi pada kadal, hanya saja pada kadal tidak mengalami proses molting untuk menumbuhkan kembali anggota tubuhnya (Ariani et al., 2018).

Karakteristik Parameter Perairan

  • Suhu
  • Salinitas
  • Derajat keasaman (pH)
  • Dissolved Oxygen (DO) / Oksigen Terlarut

Dari segi produksi kepiting cangkang lunak, dosis vitomolt 15 g/g rajungan merupakan yang terbaik dalam proses molting, meskipun dosis vitomolt 21 g/g rajungan memberikan persentase pertambahan bobot badan tertinggi. Hal ini terjadi karena produksi rajungan merupakan interaksi antara jumlah kepiting yang berganti kulit dengan jumlah pertambahan bobot akibat pertumbuhan. Dalam hal ini, banyaknya rajungan memberikan kontribusi lebih besar terhadap peningkatan produksi rajungan (Fujaya, 2011).

Kepiting bakau (S. serrata) tergolong hiperosmoregulator pada salinitas di bawah salinitas air laut bahkan mempunyai kemampuan hidup yang tinggi pada salinitas kurang dari 5 ppt. Kantiandagho, (2014), menyatakan bahwa informasi mengenai penurunan salinitas sangat diperlukan karena akan berdampak pada pertumbuhan kepiting bakau (S. serrata). Hasnidar, (2018) menyatakan bahwa nilai pH yang baik pada budidaya kepiting sebaiknya selalu dijaga pada kisaran 6,8-8,2.

Pertumbuhan kepiting bakau akan mencapai titik tertinggi jika kondisi pH juga berada pada kisaran optimal, hal ini berkaitan dengan keasaman dan alkalinitas pada perairan, karena pH air sangat mempengaruhi kelangsungan hidup kepiting bakau (S. serrata ) (Hastuti dkk., 2016). Oksigen terlarut adalah gas terlarut yang terdapat dalam air, yang kadarnya bervariasi menurut suhu dan salinitas. Jika suhu di dalam air naik maka oksigen di dalam air akan berkurang. Zona oksigen terlarut (DO) berada pada titik terendah pada pagi hari dan titik tertinggi pada sore hari.

METODE PENELITIAN

  • Waktu dan Tempat
  • Alat dan Bahan
  • Rancangan Penelitian
  • Prosedur Penelitian
    • Persiapan wadah
    • Persiapan pakan
    • Persiapan Kepiting Uji
    • Pemeliharaan
  • Parameter Penelitian
    • Kepiting Molting
    • Waktu Molting
    • Pertumbuhan Bobot Mutlak
    • Tingkat Kelulushidupan
    • Efisiensi Pemanfaatan Pakan
    • Pertumbuhan Panjang Karapas
    • Parameter Kualitas Air
  • Analisis Data

Wadah yang digunakan dibagi menjadi 2 bagian dan ditutup dengan kawat untuk menyimpan kepiting uji. Pakan yang digunakan dalam budidaya kepiting laut (S. serrata) adalah kotoran ikan yang sesuai dengan bobot tubuhnya. Kepiting bakau (S serrata) diperoleh dari pengepul di Desa Busung, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Ukuran kepiting bakau yang digunakan sebanyak 12 ekor dengan berat 150-200 g/ekor dengan padat tebar 1 ekor/wadah. Setelah kepiting bakau tiba di lokasi, dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu agar kepiting bakau dapat beradaptasi dengan kondisi perairan di lokasi penelitian. Pengamatan kepiting molting dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah kepiting bakau (S. serrata) yang berganti kulit. Data kepiting molting akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

Data waktu molting akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan dihitung jumlah hari yang diperlukan kepiting untuk meranggas, kemudian dihitung total waktu yang diperlukan untuk molting dan dihitung rata-rata waktu molting kepiting bakau. . Wo = rata-rata berat kepiting di lumpur pada awal penelitian (g) Wt = rata-rata berat kepiting di lumpur pada akhir penelitian (g) 3.5.4. Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dengan menghitung jumlah akhir kepiting bakau (S. serrata) dibagi dengan jumlah awal kepiting bakau (S. serrata).

Tabel 3. Tata letak Wadah Penelitian
Tabel 3. Tata letak Wadah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

  • Kepiting Molting
  • Waktu Molting
  • Pertumbuhan Bobot Mutlak
  • Tingkat Kelulushidupan
  • Efesiensi Pemanfaatan Pakan
  • Pertumbuhan Panjang Karapas
  • Kualitas Air

Pembahasan

Ablasi tangkai mata pada kepiting dilakukan untuk merangsang percepatan proses molting dengan cara menghambat fungsi sistem organ X kepiting. Molting akan terjadi setelah organ kaki kepiting telah tumbuh sempurna, pengerasan cangkang terjadi sekitar 6-7 hari setelah proses molting terjadi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sagala dkk (2013) yang mengatakan bahwa lumut merupakan salah satu faktor pemicu terhambatnya proses molting pada kepiting bahkan dapat menyebabkan kematian.

Kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup karena semakin baik kualitas air maka tingkat kelangsungan hidup juga semakin tinggi.Perairan di sekitar lokasi penelitian ini tergolong baik, hal ini yang menyebabkan tingginya tingkat kelangsungan hidup kepiting uji. Hal ini dikarenakan tingkat stres yang dialami kepiting masih memenuhi tingkat wajar sehingga tidak menyebabkan kematian kepiting. Berdasarkan hasil penelitian Hanif dan Herlina, (2021) menyatakan bahwa pemberian pakan ikan limbah yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi pemanfaatan pakan pada kepiting bakau (p<0,01).

Kualitas air suatu badan air sangat mempengaruhi kehidupan dan pemijahan kepiting bakau.Pada penelitian ini beberapa faktor kualitas air yang diukur antara lain suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO). Pertumbuhan dan laju molting kepiting bakau sangat bergantung pada kualitas perairan sekitar lokasi penelitian. Oksigen terlarut < 3,0 ppm akan menghambat molting pada kepiting sehingga bertahan lebih lama, dan oksigen < 2,0 ppm berarti kepiting tidak mengalami molting.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Saran

Pertumbuhan dan laju moulting pada kepiting bakau (Scylla serrata Forsskal, 1775) dengan rangsangan moulting yang berbeda-beda. Respon ganti kulit Pertumbuhan dan kematian kepiting bakau (Scylla olivacea) Diberi suplemen Vitomolt melalui suntikan dan pemberian pakan buatan. Kinerja produksi kepiting bakau cangkang lunak (Scylla serrata) menggunakan metode pemotongan cakar dan kaki kepausan dan alami.

Waktu molting kepiting bakau jantan (Scylla Serrata) dengan metode penghilangan mata pada budidaya kepiting Soka. Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap jumlah, pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau petelur (Scylla serrata). Penentuan kebutuhan pakan ikan serasah harian kepiting bakau gemuk Scylla paramamosain di keramba jaring dasar.

Panjang karapas dan laju pertumbuhan spesifik kepiting bakau (Scylla serrata) pada jenis pakan yang diberikan berbeda di kawasan ekowisata Kampung Kepiting. Kualitas habitat kepiting bakau (Scylla serrata) di ekosistem mangrove Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Biologi populasi kepiting bakau (Scylla serrata) di habitat mangrove Taman Nasional Kutai Kabupaten Kutai Timur.

Gambar

Gambar 1. Morfologi kepiting bakau (S. serrata)  Klasifikasi kepiting bakau (S. serrata) Hasnidar (2018) :  Kingdom   : Animalia
Gambar 2. Siklus Hidup Kepiting Bakau (S. serrata)  (Sumber: Pratiwi, 2011)
Tabel 1. Nama dan fungsi alat yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3. Tata letak Wadah Penelitian
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

In hexaploid tall fescue, different species of endophytes had previously been identified and designated FaTG-1 = Neotyphodium coenophialum, FaTG-2 and FaTG-3.. We investigated the