• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar - Unissula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar - Unissula"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

USUL PENELITIAN KELOMPOK

PENGARUH VARIASI ASUPAN KALORI TERHADAP KADAR INTERLEUKIN-6

Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley dr. Sampurna, M.Kes

dr. Danis Pertiwi, M.Si.Med., Sp.PK dr. Dimar Puspaningrum dr. Andina Putri Aulia, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

(2)

ii

PENGARUH VARIASI ASUPAN KALORI TERHADAP KADAR INTERLEUKIN-6

Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley

Sampurna *, Danis Pertiwi *, Dimar Puspaningrum*, Andina Putri Aulia*

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG 2020

(3)

iii

PENGARUH VARIASI ASUPAN KALORI TERHADAP KADAR INTERLEUKIN-6

Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley Kode/Nama Rumpun Ilmu : 305/Ilmu Kedokteran Umum

Ketua Peneliti:

a. Nama Lengkap : dr. Sampurna, M.Kes

b. NIDN : 0615086301

c. Nomor HP : 08122937640 d. Perguruan Tinggi : Unissula Anggota Peneliti (1)

a. Nama Lengkap : dr. Danis Pertiwi, M.Si. Med., SpPK

b. NIDN : 0615026901

c. Nomor HP : 08122910269 d. Perguruan Tinggi : Unissula e. Jabatan Fungsional : Lektor

f. Alamat Surel : [email protected] Anggota Peneliti (2)

a. Nama Lengkap : dr. Dimar Puspaningrum

b. NIDN :

c. Nomor HP : 085642313500 d. Perguruan Tinggi : Unissula e. Jabatan Fungsional :

f. Alamat Surel : Anggota Penelitian (3)

a. Nama Lengkap : dr. Andina Putri Aulia, M.Si

b. NIDN : 0623058702

c. Nomor HP : 08562693341 d. Perguruan Tinggi : Unissula e. Jabatan Fungsional :

f. Alamat Surel : [email protected]

Lama Penelitian Keseluruhan : 6 bulan Penelitian Tahun ke : 1 (satu)

Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp. 10 juta

Semarang,15 Agustus 2020 Mengetahui,

(4)

iv Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Sultan Agung

dr. dr.H.Setyo Trisnadi,Sp.KF

NIK/NIDN: 210199049/06-1306-6402

Ketua Peneliti,

dr. dr. Sampurna, M.Kes NIK/NIDN: 0615086301

Menyetujui, Ketua lembaga penelitian

Dr. Heru Sulistyo,SE,M.Si NIK. 210493032

Abstrak

PENGARUH VARIASI ASUPAN KALORI TERHADAP KADAR INTERLEUKIN-6

Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley

Sampurna *, Danis Pertiwi *, Dimar Puspaningrum*, Andina Putri Aulia*

Frekuensi penyakit degeneratif di Indonesia terus mengalami peningkatan.Jumlah asupan kalori menjadi salah satu faktor penting dalam patogenesis penyakit degeneratif yang juga melibatkan peran sitokin proinflamasi, interleukin-6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar interleukin-6.

Rancangan penelitian ini adalahpost test only control group design. Subjek penelitian adalah tikus putih jantan Sprague dawley (n= 30). Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Kelompok penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, kelompok kalori 60%, kelompok kalori 80%, kelompok kalori 100%,kelompok kalori 120% dan kelompok kalori 140%.Pemeriksaan kadarinterleukin-6 dilakukan pada hari ke-15dengan metode ELISA. Data kadar interleukin-6 diolah menggunakan program komputer SPSS dengan uji One-way ANOVA dan dilanjutkan ujipost-hoc.

Rerata kadar interleukin-6 pada kelompok kalori 60%=93,61 pg/ml, kalori 80%=68,91 pg/ml, kalori 100%=53,83 pg/ml, kalori 120%=126,70 pg/ml dan kalori 140%=151,40pg/ml. Terdapat perbedaan kadar interleukin-6 yang signifikan antar kelompok berdasarkan pada uji one-way ANOVA (p=0,000).

(5)

v

Hasil uji post-hocdiperoleh hasil p<0,05 antar semua kelompok, kecuali antar kelompok kalori 80% dan 100%.

Kesimpulan penelitian ini bahwa terdapat pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar interleukin-6 tikus putih jantan galur Sprague dawley.

Kata kunci :variasi asupan kalori, interleukin-6

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit degeneratif merupakan penyebab kematian dan disabilitas utama saat ini(Kreatsoulas dan Anand, 2010).Penyakit degeneratif berhubungan denganpola genetik dan pola diet.Faktor diet merupakan faktor risiko penyakit degeneratifyang mudah dikoreksi(Wallace, Douglass.C, 2010).Asupan kalori berlebih menyebabkan peningkatan kadar radikal bebassehingga meningkatkan risiko penyakit degeneratif yang sebagian besar didasari oleh aterosklerosis (Fimognari, Carmela 2015). Radikal bebas dapat menyebabkan jejas sel yang memicu sekresi mediator inflamasi seperti interleukin-6 (Abbas et al.,2007).Salah satu pencegahan yang mudah dilakukan adalah melalui pengaturan jumlah asupan kalori (Longo dan Fontana, 2010).Tongjian You et al. (2007) mendapatkan bahwa pengurangan kalori sebesar 40% mampu menurunkan kadar interleukin-6. Namun sejauh ini, belum banyak dilakukan penelitian mengenaijumlahasupan kaloriyang paling ideal untuk menurunkan kadar IL-6 akibat stress oksidatif.

Prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sesuai data Riskesdas 2013, prevalensi penyakit degeneratif tertinggi adalah 57,9% yang disebabkan oleh stroke, diikuti penyakit kardiovaskuler sebesar 37,1%. Prevalensi penyakit degeneratif lain yang mengalami peningkatan adalah diabetes mellitus yang meningkat menjadi 2,1%, penyakit jantung koroner 1,5% dan penyakit endokrin-metabolik

(7)

sebesar 7,2%. Dampak yang ditimbulkan penyakit degeneratif antara lain, penurunan akivitas fisik, berkurangnya interaksi sosial, depresi, kesulitan dalam finansial akibat pengobatan, serta meningkatnya ketergantungan terhadap anggota keluarga yang sehat(Northcott et al.,2016). Emosi yang labil juga merupakan dampak lain penyakit degeneratif, sehingga hal ini juga dapat menyebabkan stress pada caregiver (Prasastyogaet al., 2013).Pengelolaan faktor risiko penyakit degeneratif menjadi penting, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membatasi jumlah kalori.

Asupan kalori yang berlebih dapat meningkatkan jumlah sel adiposa dalam tubuh dan menyebabkan obesitas.Asupan kalori yang berlebih menyebabkan peningkatan produksi reactive oxygen species(ROS)di mitokondria (Poljsak, 2011).ROS dapat menyebabkan aktivasi NF-kB dan sitokin proinflamasi (Mittal, Manish et al.,2014). Tidak hanya itu, ROS juga dapat menyebabkan stress oksidatif bila tidak diimbangi dengan antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutation peroksidase (Rahmawati, Ana 2014).Peningkatan asupan kalori sebesar 760kkal/hari selama 8 minggu menyebabkan peningkatan kadar IL-6 pada manusia (Laugerette, F et al., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Park et al., (2017) membuktikan bahwa restriksi kalori sebesar 15% menyebabkan penurunan kadar IL-6.

Pengurangan jumlah asupan kalorididefinisikan sebagai pengurangan jumlah kalori sebesar 20-40% tanpa mengurangi nutrisi yang dikonsumsi (Trepanowski, John F et al., 2011).Restriksi kalori sebesar 20% dapat

(8)

memodulasi fungsi adipokin dalam mencegah terjadinya agregasi trombosit dan penurunan kadar IL-6 pada penyakit aterosklerosis (Kroeger et al., 2012).Inflamasi yang diakibatkan oleh produksi ROS dapat menyebabkan peningkatan produksi interleukin-6.Pembatasan asupan kalori dapat menurunkan jumlah reseptor glukokortikoid sehingga mencegah aktivasi dari NF-kB yang selanjutnya dapat menurunkan sintesis dari interleukin-6 (Yang, Ling et al., 2016).Interleukin-6 juga dapat mempengaruhi toleransi glukosa, meningkatkan produksi oksigen reaktif dan sebagai marker penting pada aterosklerosis (Scheller dan Rose-John, 2012).Pemberian asupan kalori sebesar 120% meningkatkan kadar lipid yang kemudian terakumulasi di hepatosit dan sel adiposa (Takasaki et al., 2012). Peningkatan asupan kalori sebesar 40% atau pemberian asupan sebesar 140% kalori dapat menyebabkan aktifasi NF-kB (Johannsen et al., 2014). Penelitian di atas dapat digunakan sebagai acuan dasar pemberian variasi asupan kalori sebesar 60%, 80%, 100%, 120% dan 140% kemudian diteliti pengaruhnya terhadap interleukin-6.

Penelitian menggunakan tikus Sprague dawley karena tikus jenis ini dapat menggambarkan kondisi manusia terkait penyakit kardiovaskular, diabetes melitus dan obesitas (Brower et al., 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Adakah pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar interleukin-6 serum tikus jantan galur Sprague Dawley?

(9)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar interleukin-6 serum tikus jantan galur Sprague dawley.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui reratakadar interleukin-6 serum pada kelompok tikusjantan galur Sprague dawley yang diberi asupan 60%

kalori.

1.3.2.2 Mengetahui reratakadar interleukin-6 serumpada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan 80%

kalori.

1.3.2.3 Mengetahui reratakadar interleukin-6 serumpada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan 100%

kalori.

1.3.2.4 Mengetahui reratakadar interleukin-6 serumpada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan 120%

kalori.

1.3.2.5 Mengetahui reratakadar interleukin-6 serumpada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan 140%

kalori.

1.3.2.6 Menganalisis perbedaan reratakadar interleukin-6 serum antar kelompok.

(10)

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah mengenai pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar interleukin-6 serum tikus jantan galur Sprague dawley yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar mengenai pengaturan jumlah asupan kalori yang tepat sebagai pencegahan terjadinya penyakit degeneratif.

(11)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interleukin-6 2.1.1 Definisi

Interleukin-6 atau yang selanjutnya dapat disingkat menjadi IL-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel dalam tubuh, termasuk oleh sel mononuklear yang teraktivasi saat fagositosis, sel endotel dan fibroblast. Tidak hanya itu, IL-6 juga diketahui diproduksi oleh sel T helper (Tortora dan Derrickson, 2014). Reseptor IL-6 terdiri dari ligand-binding- IL-6 rantai reseptor (IL-6R, gp80 atau CD126). Reseptor IL-6 juga terdiri dari signal-transducing sub unit gp130 yang termasuk dalam famili reseptor sitokin tipe satu (Kamimura et al., 2014)

IL-6 memiliki banyak fungsi dalam tubuh seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Sebagai imunitas alamiah atau innate immunity, IL-6 menstimulasi sintesis dari protein fase akut oleh hepatosit yang kemudian nantinya akan berperan dalam respon pada fase akut. IL-6 juga berfungsi menstimulai produksi netrofil oleh sel progenitor pada sumsum tulang. Sedangkan sebagai sistem imun adaptif, IL-6 menstimulasi pertumbuhan dari sel limfosit B yang selanjutnya akan memproduksi berbagai antibodi. IL-6 juga dapat berperan sebagai faktor pertumbuhan dari sel neoplastik plasma (myelomas) dan beberapa sel myeloma yang tumbuh secara otonom sebagai faktor

(12)

pertumbuhan autokrin.Tidak hanya itu, IL-6 juga dapat menginisiasi pertumbuhan dari antibodi monokonal yang diturunkan dari myeloma.Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa IL-6 dapat menjadi mediator dari reaksi imunitas dengan menstimulasi produksi beberapa sitokin proinflamasi lainnya, seperti IL-17 juga menghambat generasi dan aksi dari sel T regulator. (Abbas, Abul.K et al., 2007)

Gambar 2. 1Peran Interleukin-6 dalam inflamasi, imunitas dan penyakit (Tanaka et al., 2014).

2.1.2 Sintesis

IL-6 memiliki fungsi yang sangat luas di berbagai sistem tubuh, termasuk di dalamnya sistem saraf, sistem imun dan sistem endokrin.IL-6 memiliki peran penting dalam mengatur sekresi IL-6R yang saat ini banyak digunakan sebagai penatalaksanaan penyakit autoimun (Kamimura et al., 2014).

(13)

Sintesis IL-6 diawali ketika patogen masuk dan dikenali oleh pathogen-recognition receptors (PRRs) yaitu monosit dan makrofag.Patogen yang telah dikenali tersebut kemudian dipresentasikan ke Toll-like receptors (TLRs) dan reseptor DNA yang menyebabkan terstimulasinya NF-kB dan pada akhirnya menyebabkan tersekresinya sitokin proinflamasi seperti IL-6, TNF-alfa dan IL-1 beta.Dalam hal ini, TNF-alfa dan IL-1 beta berperan juga dalam diproduksinya IL-6 (Tanaka et al., 2014).

IL-6 tidak hanya disintesis ketika ada patogen dari luar, tetapi pada saat adanya kerusakan jaringan akibat trauma atau terbakar.

Proses inflamasi non-infeksi ini disebabkan karena damage-associated molecular patterns (DAMPs) oleh sel yang rusak atau yang mati. Hal ini dapat dicontohkan pada saat proses operasi. Peningkatan kadar IL- 6 serum mengakibatkan peningkatan suhu dan diproduksinya protein fase akut (Sharma dan Naidu, 2016).

Protein fase akut merupakan sekelompok protein plasma yang jumlahnya meningkat dalam beberapa jam setelah adanya stimulus yang menyebabkan inflamsi. Protein fase akut akan meningkat jumlahnya bila ada infeksi bakteri, virus, parasit, trauma suhu dan mekanis, serta pada keadaan keganasan (Jayachandran, Citra et al., 2016)

(14)

Gambar 2. 2Respon inflamasi akut yang diperantarai produksi sitokin pro inflamasi dan protein fase akut (Slaats, J et al., 2016)

2.1.3 Interleukin-6 dan Penyakit Degeneratif

Kadar IL-6 berhubungan dengan adanya inflamasi akut maupun kronik.Pada penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, IL-6 diproduksi oleh sel endotel vascular dan sel otot polos pada individu yang menderita aterosklerosis.IL-6 yang diproduksi pada lesi aterosklerosis ini memiliki efek prokoagulan yang menyebabkan koagulasi dan selanjutnya dapat membuat prognosis penyakit semakin buruk. Peningkatan kadar IL-6 dan CRP juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan serebrovaskular (Paul, 2015).

Peningkatan kadar IL-6 dan protein fase akut juga ditemukan ada pasien dengan sindrom koroner akut, walaupun tanpa disertai adanya ruptur dari plak ateroskleoris maupun trauma pada jaringan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa beberapa penyakit

(15)

degeneratif melibatkan proses inflamasi kronis, IL-6 dapat digunakan sebagai marker pada inflamasi kronis dan juga faktor risiko penyakit kardiovaskular(Hartman dan Frishman, 2014).

Penelitian lainnya, membuktikan bahwa IL-6 menyebabkan intoleransi glukosa dan resistensi insulin.Tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan adanya inflamasi pada hepar. Intoleransi glukosa dan resistensi insulin ini dapat menjurus kearah penyakit degeneratif seperti diabetes melitus (V.B Matthews et al.,2010).

Penelitian lainnya menjelaskan bahwa berpuasa dalam jangka panjang dan jangka pendek dapat menurunkan kadar biomarker inflamasi seperti IL-6 dan CRP (Mohammadzade, 2017 ; Aksungar FB, 2007). Tidak hanya berpuasa, restriksi kalori juga menurunkan kadar dari marker stress oksidatif dan juga inflamasi (Johnson B, 2007).

Penelitian oleh Faris Aet al., (2012) menunjukkan penurunan kadar IL-6 sebesar 88,43 pg/ml setelah berpuasa selama 1 bulan.Penurunan kadar IL-6 ini berhubungan dengan menurunnya risiko terjadinya resistensi insulin, aterosklerosis dan kerusakan jaringan.

Pengukurankadar IL-6 diukur dengan menggunakan metode ELISA dan hasilnya dinyatakan dalam satuan pg/ml. Pada individu yang bebas dari inflamasi, kadar IL-6 cenderung pada kadar yang berkisar antara 0,2-7,8 pg/ml. Kadar IL-6 dapat meningkat hingga

(16)

1600pg/ml pada sepsis (Thompson, Dana K et al., 2012). Pengukuran kadar IL-6 dengan menggunakan ELISA dapat memberikan hasil yang sangat kuantitatif. ELISA juga memiliki sensitifitas dan spesifitas yang yang cukup tinggi terhadap pengukuran sitokin (Leng, Sean X et al., 2008 ; Malik Adeel, 2016).

2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Kadar IL-6

Interleukin-6 dalam tubuh memiliki banyak fungsi di samping sebagai salah satu mediator inflamasi. Berikut adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi kadar interleukin-6 dalam tubuh :

a. Kadar TNF-alfa

Produksi IL-6 tidak hanya dipengaruhi oleh sel yang memproduksinya, tetapi juga oleh sitokin lain seperti TNF- alfa.Adanya patogen dan cedera jaringan menyebabkan tersekresinya sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan TNF- alfa.Dalam hal ini, TNF-alfa berperan juga dalam diproduksinya IL-6 (Tanaka et al., 2014).

b. Jumlah Sel Adiposa

Sel adiposa pada orang yang menderita obesitas menunjukkan sekresi IL-6 yang tinggi, hal ini juga berkaitan dengan volume sel adiposit yang besar. Oleh karena itu, individu yang mengalami obesitas dapat digolongkan sebagai keadaan kronis darisebuah proses inflamasi (Skurk,Tet al.,2007).

(17)

c. Jumlah Sel T-helper

IL-6 bersama dengan IL-4 merupakan dua contoh interleukin yang diproduksi pada inflamasi.Produksi dari kedua sitokin ini diperankan oleh adanya sel T helper.IL-6 selanjutnya berfungsi memacu proliferasi sel B, perubahan sel B menjadi sel plasma dan sekresi antibodi oleh sel plasma (Tortora dan Derrickson, 2014).

2.2 Asupan Kalori

2.2.1 Definisi Asupan Kalori

Asupan kalori atau calorie intake adalah jumlah atau besarnya kalori yang dikonsumsi seorang individu. Jumlah total kalori yang dikonsumsi didapat dengan mengalikan besarnya kandungan kalori dalam masing-masing jenis makanan dengan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan Stoner dan Seeram (2010), patokan kecukupan konsumsi kalori manusia sekitar 2000 kkal.Menurut Americans dietary guidelines (2015) perkiraan kebutuhan kalori laki- laki dewasa sebanyak 2000 – 3000 kalori perhari sedangkan untuk perempuan dewasa sebanyak 1600 – 2000 kalori.

Kementrian Kesehatan RI mengatur jumlah kalori dan beberapa nutrisi lainnya yang secara ideal harus dikonsumsi oleh masing-masing individu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2013 (Tabel 2.1).

(18)

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi

Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Kebutuhan kalori (kkal) Laki-laki

10-12 tahun 34 142 2100

13-15 tahun 46 158 2475

16-18 tahun 56 165 2675

19-29 tahun 60 168 2725

30-49 tahun 62 168 2625

50-64 tahun 62 168 2325

65-80 tahun 60 168 1900

80+ tahun 58 168 1525

Perempuan

10-12 tahun 36 145 2000

13-15 tahun 46 155 2125

16-18 tahun 50 158 2125

19-29 tahun 54 159 2250

30-49 tahun 55 159 2150

50-64 tahun 55 159 1900

65-80 tahun 54 159 1550

80+ tahun 53 159 1425

(Permenkes No 75 Tahun 2013) 2.2.2 Faktor yang Memengaruhi Asupan Kalori

Menurut Americans dietary guidelines (2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah total asupan kalori setiap individu yaitu sebagai berikut:

a) Usia

Kebutuhan kalori setiap individu pada semua jenis kelamin akan mencapai puncaknya pada dekade kedua dan akan mulai mengalami penurunan setelahnya. Pada usia muda dan anak-anak kebutuhan kalori lebih tinggi dibandingkan dengan usia tua, hal ini berkaitan dengan kebutuhan energi pada usia muda dan anak yang lebih tinggi untuk proses pertumbuhan. Sedangkan pada usia tua

(19)

kebutuhan kalori menurun berkaitan dengan basal metabolic rate (BMR) yang menurun akibat proses penuaan (FAO).

b) Jenis Kelamin

Jumlah total asupan kalori berbeda antara laki-laki dengan perempuan pada semua usia, total asupan kalori pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pada semua sumber energi baik karbohidrat, protein maupun lemak.

c) Faktor Lingkungan

Salah satu faktor lingkungan adalah suhu lingkungan sekitar. Suhu lingkungan sekitar dapat berpengaruh terhadap total kebutuhan kalori seseorang, tinggi dan rendahnya suhu suatu lingkungan dapat meningkatkan kebutuhan kalori.

d) Tingkat Aktivitas Fisik atau Pengeluaran Energi

Berat ringannya aktivitas fisik yang dilakukan setiap individu berpengaruh terhadap total kebutuhan energi. Pada individu dengan aktivitas fisik yang berat misalnya seperti pada seorang pelari jarak jauh, total kebutuhan kalorinya juga meningkat berbeda dengan individu dengan aktivitas fisikyang ringan.

2.2.3 Asupan Kalori Berlebih

Asupan kalori yang berlebih dipandang sebagai satu hal yang membahayakan kesehatan (Wilcox, D.Craig et al., 2009). Oleh karena itu panduan asupan kalori yang dikeluarkan oleh United State Department of Agriculture (USDA) menyarankan agar lebih memilih

(20)

makanan atau snack yang memiliki nilai nutrisi tinggi tapi pada level rendah atau sedang pada jumlah kalorinya (USDA, 2015). Hal ini ditujukan untuk mengurangi beberapa risiko yang dapat disebabkan akibat jumlah asupan kalori berlebih, seperti diabetes melitus, penyakit kardiovaskular dan kanker (Mohammadi, Mustafa et al., 2014).

Permasalahan pada asupan nutrisi yang banyak dialami orang dewasa adalah konsumsi serat, kalsium, magnesium, potassium dan antioksidan vitamin A, vitamin C dan vitamin E yang rendah. Jenis makanan yang banyak dikonsumsi saat ini adalah makanan yang banyak mengandung lemak, gula dan garam. Terlebih, banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori tinggi dan kadar nutrisi rendah dapat menyebabkan inflamasi kronis, menurunkan resistensi insulin, berbagai kelainan metabolik, obesitas, hipertensi dan dislipidemia (Wilcox, D.Craig et al., 2009).

Peningkatan asupan kalori sebesar 2.9 kali dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit, bahkan peningkatan asupan kalori sebesar 3 kali lipat dapat menyebabkan risiko terjadinya kematian pada hewan coba (Colman, R.J. 2009). Oleh karena itu, overeating atau asupan kalori berlebih dapat menjadi faktor risiko nongenetik meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas (Stote, Kim S 2007).

Percobaan yang dilakukan oleh Boden et al. (2015) membuktikan adanya peningkatan volume sel adiposa, stress oksidatif

(21)

dan meningkatnya jumlah mediator inflamasi setelah dilakukan percobaan dengan memberikan kalori sebesar 6000kkal pada pria sehat.

2.2.4 Asupan Kalori Kurang dari 100%

Asupan kalori dibawah 100% dapat dicapai dengan mengurangi kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang atau dengan mengurangi frekuensi makan seperti yang dilakukan umat muslim pada bulan Ramadhan. Berpuasa pada bulan Ramadhan dilakukan dengan mengurangi frekuensi makan, yang semulanya 3 kali dalam sehari, kini dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada saat sahur dan berbuka. Hal ini menunjukkan jumlah asupan kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan saat tidak berpuasa. (Trabelsi, Khaled et al., 2011)

Restriksi kalori merupakan pengurangan jumlah kalori sebesar 20-40% dari jumlah kalori normal yang dibutuhkan dalam sehari.Pengurangan jumlah asupan kalori dalam batas tersebut dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular melalui penurunan kadar kolestrol, trigliserid, tekanan darah dan ketebalan tunika intima arteri karotis (Trepanowski et al.,2011).

Restriksi kalori dan berpuasa merupakan dua metode yang dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit-penyakit kronis dan kanker.

Pada eksperimen CALERIE (Comprehensive Assessment of Long- Term Effects of Reducing Calorie Intake) yang dilakukan oleh Tufts

(22)

University, Pennington Biomedical Research Center dan Washington University menunjukkan bahwa eksperimen yang dilakukan di Pennington dengan restriksi kalori sebesar 25% selama 6 bulan dapat menurunkan BMI sebesar 10%, penurunan yang signifikan pada suhu basal, lemak jenuh, jaringan adiposa viseral, jaringan adiposa subkutan, ukuran sel adiposa dan meningkatnya sensitifitas insulin.

Sedangkan di Universitas Washington, restriksi kalori sebesar 20%

dapat menurunkan berat badan, lemak viseral, leptin, glukosa dan sensitifitas insulin (Holloszy, John.O dan Luigi Fontana 2007).

2.2.5 Variasi Asupan Kalori

Variasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan perubahan atau tindakan merubah sesuatu dari keadaan semula ke bentuk lain. Variasi asupan kalori adalah perubahan jumlah kalori yang dikonsumsi, dapat berupa peningkatan jumlah kalori maupun penurunan jumlah kalori dari kadar normal yang dibutuhkan.

Variasi asupan kalori dapat dilakukan dengan memodifikasi jumlah kalori yang dikonsumsi dan melakukan modifikasi pada frekuensi makan, seperti saat berpuasa pada bulan Ramadhan (Trabelsi, Khaled et al., 2011).

Restriksi kalori sebesar 20% dapat memodulasi fungsi adipokin dalam mencegah terjadinya agregasi trombosit dan penurunan kadar IL-6 pada penyakit aterosklerosis (Kroeger et al., 2012). Restriksi kalori 40% diketahui juga dapat menurunkan kadar IL-6 sebagai

(23)

prediktor independen yang baik pada penyakit aterosklerosis (You et al., 2007). Beberapa penilitian tersebut menjadi dasar penentuan dosis restriksi kalori pada penelitian ini sehingga ditetapkan dosis restriksi kalori adalah 60% dan 40% dengan kontrol adalah kelompok dengan asupan kalori sebesar 100%.

Restriksi kalori dalam bentuk puasa dapat dilakukan selama 7 hari, 21 hari dan 60 hari (Faris, Aet al., 2012).Restriksi kalori dalam bentuk puasa yang dilakukan dengan membandingkan kadar malondialdehyde (MDA) sebagai marker stress oksidatif pada kelompok puasa dengan restriksi kalori 30% dan kelompok puasa dengan total asupan kalori 140% menunjukkan kadar MDA yang lebih rendah pada kelompok puasa dengan restriksi kalori 30% (Tyagita, Nasihun, & Sumarawati, 2016).Durasi restriksi kalori juga dapat dilakukan selama 2 minggu atau 14 hari (Bosutti, Alessandra et at., 2008).

Penelitian mengenai peningkatan asupan kalori di atas 100%

pernah beberapa kali dilakukan. Pemberian asupan kalori sebesar 120% meningkatkan kadar lipid yang kemudian terakumulasi di hepatosit dan sel adiposa (Takasaki et al., 2012). Peningkatan asupan kalori sebesar 40% atau pemberian asupan sebesar 140% kalori dapat meningkatkan ekspresi faktor inflamasi yaitu Nf-kB (Johannsen et al., 2014). Penelitian tersebut menjadi dasar penentuan dosis overfeedingpada penelitian ini.

(24)

2.2.6 Asupan Kalori dan Genetik

Nutrisi dan genetik memiliki peran penting bagi kesehatan manusia, khususnya dalam perkembangan beberapa penyakit degeneratif seperti kanker, osteoporosis, diabetes melitus dan penyakit kardiovaskuler (Fenech, Michael et al., 2011).Perkembangan teknologi saat ini mampu memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara nutrisi dan genetik yang selajutnya disebut dengan nutrigenomik dan nutrigenetik (Berna, Genoeveva et al., 2014).

Nutrigenomik mempelajari bagaimana gen berinteraksi dengan nutrisi. Ilmu ini juga menjelaskan bagaimana DNA dan kode genetik yang ada pada manusia mempengaruhi kebutuhannya terhadap jumlah dan jenis nutrisi tertentu. Nutrigenetik menjelaskan perbedaan individu yang satu dengan yang lainnya pada level genetik dalam memengaruhi responnya terhadap diet (Garg, Rohin et al., 2014).

Percobaan terkait nutrigenomik dan nutrigenetik dilakukan dengan mengukur ekspresi gen pada saat dilakukan perubahan pola diet. Ketika gen diekspresikan, kode genetik DNA akan ditranskripsi menjadi mRNA setelah melalui proses saat mRNA digunakan untuk mentranslasi kode genetik menjadi asam amino. Pada prinsipnya, ekspresi gen dapat diukur dengan menghitung banyaknya jumlah protein atau mRNA (Mariman, Edwin CM 2012).

Contoh penyakit yang berkaitan dnegan nutrigenetik adalah intoleransi laktosa, di mana terdapat adanya gangguan gen laktosa

(25)

sehingga menyebabkan defisiensi enzim laktase. Berdasarkan hal tersebut, menghindari makanan yang mengandung laktosa menjadi cara untuk mencegah gangguan pencernaan (Thunders, Michelle et al., 2013).

Pada tingkat selular, nutrisi dapat memengaruhi genetik melalui beberapa cara. Pertama, nutrisi berperan langsung sebagai ligan untuk reseptor faktor transkripsi.Kedua, nutrisi memengaruhi ekspresi gen memlalui substrat yang dihasilkan pada saat metabolism.Ketiga, nutrisi memengaruhi jalur sinyal traskripsi (Garg, Rohin et al., 2014).

2.2.7 Komposisi Diet

Komposisi dalam diet dapat memengaruhi banyak hal, yang dimana dalam penelitian ini dapat mengaruhi proses terbentuknya ROS maupun kadar IL-6 serum. Beberapa di antaranya adalah :

a) Glukosa

Konsumsi glukosa berlebih menyebabkan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar lemak bebas, menyebabkan aktivasi leukosit, sel T dan meningkatkan pembentukan ROS. Aktivasi leukosit dan sel T akan menyebabkan peningkatan sintesis sitokin proinflamasi (Kitabchi, Abbas E et al., 2013).

b) Protein

Konsumsi protein dalam jumlah yang tinggi dapat menekan rasa lapar dan memberikan rasa kenyang yang lebih dibanding dengan nutrisi lain dengan jumlah kalori yang sama. Protein

(26)

juga memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan dengan glukosa dalam beberapa hal, diantaranya adalah fungsi sel B, stress oksidatif, faktor resiko kardiovaskuler dan peroksidasi lipid (Kitabchi, Abbas E et al., 2013).

c) Vitamin

Vitamin D mengatur respon imun pada manusia melalui modulasi pada sel dendritik dalam menghasilkan sitokin proinflamasi.Vitamin D juga dapat mengatur sekresi TNF- alfa, IL-6 dan IL-23 yang dihasilkan dari monosit (Sommer, Andrea & Mario Fabri 2015).Vitamin C dan vitamin E dapat berperan sebagai antioksidan eksogen yang mampu mencegah terjadinya stress oksidatif (Poljsak, Borut et al., 2013).

d) Mineral

Mineral berperan dalam tubuh untuk metabolisme sel dan memiliki peran penting dalam sintesis DNA dan respirasi sel.

Besi merupakan salah satu contoh mineral yang sangat dibutuhkan tubuh, namun besi dapat menyebabkan terbentuknya ROS melalui reaksi Fenton dan menyebabkan kerusakan dan kematian sel apabila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan (Bystrom, Laura M et al., 2012).

2.3 Hewan Coba

Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Diketahui bahwa tikus (Rattus norvegicus) memiliki sifat mudah

(27)

dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian

Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm. Terdapat tiga galur atau varietas tikus dengan ciri tertentu yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Akbar, 2010). Penggunaan tikus sebagai hewan coba juga dikarenakan tikus memiliki kesamaan dengan manusia pada penyakit dan metabolismenya (Lee and Min, 2013).

2.4 Hubungan Variasi Asupan Kalori dan Interleukin-6

Asupan kalori berlebih dapat menyebabkan stress oksidatif yang diakibatkan oleh peningkatan pembentukan ROS (Reactive Oxygen Species).

ROS dihasilkan dari transport elektron di mitokondria yang menghasilkan

(28)

anion superoksida(O2) melalu reduksi molekul oksigen. Superoksida kemudian dikatalis oleh superoxide dismutase (SOD) menjadi produk hidrogen peroksida (H2O2) yang kurang reaktif.Ketika hidrogen peroksida bertemu dengan molekul besi terbentuklah ROS yang paling reaktif, yaitu hidroksil radikal (OH-) (Noori, Shafaq 2012).Dalam patogenesis aterosklerosis, ROS berperan dalam kerusakan membran sel, kematian sel dan inflamasi yang ditandai dengan disekresinya interleukin-6 (Lin, Yu-Hsuan et al., 2017).ROS menyebabkan inflamasi melalui aktivasinecrosis factor kB(NF-kB)yang menyebabkan peningkatan sekresi protein bioaktif sebagai bahan pembentuk IL-6 (Naik, Edwina dan Vishva M.Dixit, 2011). Inflamasi juga dapat menyebabkan meningkatnya produksi ROS melalui peningkatan jumlah sel PMN pada saat terjadi inflamasi (Mittal, Manish et al.,2014).

Peningkatan volume sel adiposit akibat asupan kalori berlebih dapat menghasilkan 25% interleukin-6 sistemik dan menghasilkan senyawa biokimia yaitu adipokin yang dapat menginduksi produksi ROS.Peningkatan kadarROS dapat menyebabkan stress oksidatif apabila tidak diimbangi dengan adanya enzim antioksidan seperti katalase (CAT), superoksida dismutase (SOD) dan glutation peroksidase (GPx).Stress oksidatif juga dapat dicegah melalui antioksidan non-enzimatik seperti vitamin E, vitamin C, karotenoid, flavonoid dan lain-lain (Andresscu dan Hepel, 2011).Peningkatan kadar interleukin-6 juga dapat mempengaruhi toleransi glukosa melalui pengaturan pada visfatin (Rahmawati, Ana 2014).

(29)

2.5 Kerangka Teori

- Kadar protein - Jumlah sel T helper - Kadar TNF-alfa

Kadar lemak

Jumlah sel adiposa

Jumlah Asupan Kalori

Kadar IL-6 Kadar ROS

NF-kB

Kadar protein bioaktif - Usia

- Jenis Kelamin - Faktor

Lingkungan

Status inflamasi

Jumlah antioksidan Komposisi diet

(30)

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah variasi asupan kalori berpengaruh terhadap kadar interleukin-6 serum tikus jantan galur Sprague Dawley.

Variasi Asupan Kalori

Kadar Interleukin-6

(31)

6 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan penelitian post test only control group design.

3.2 Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel

3.2.1.1. Variabel bebas Variasi asupan kalori 3.2.1.2. Variabel tergantung

Kadar interleukin-6 3.2.2 Definisi Operasional

3.2.2.1. Variasi Asupan Kalori

Variasi asupan kalori adalah asupan kalori dengan jumlah kalori yang dikonsumsi sebesar 6 gram, 8 gram, 10 gram, 12 gram dan 14 gramyang diberikan melalui sonde.

Skala:ordinal 3.2.2.2. Kadar Interleukin-6

Kadar interleukin-6 adalah jumlah interleukin-6 dalam serum sebagai sitokin pro-inflamasi yang kadarnya diukur dengan metode ELISA menggunakan sampel berupa serumdan hasilnya dinyatakan dalam pg/mL.

(32)

Skala: rasio

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus jantan galur Sprague dawleyyang dipelihara diLaboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjah Mada.

3.3.2 Sampel penelitian

Menurut WHO, besar sampel untuk penelitian eksperimental menggunakan hewan coba minimal 5 ekor tiap kelompok perlakuan untuk menghindari lost of followtiap kelompok ditambah 1 ekor tikus sehingga dalam setiap kelompok terdapat 6 ekor tikus sebagai sampel.

Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus jantan Sprague dawley.Sampel diambil secara random sesuai dengan kriteria inklusi.

3.3.2.1 Kriteria Inklusi Hewan Coba a. Tikus berumur 3 bulan b. Berat badan ±200 gram.

c. Bergerak aktif

d. Tidak terlihat abnormalitas anatomi 3.3.2.2 Kriteria Drop Out

a. Tikus mati b. Tikus sakit

(33)

3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1 Alat

3.4.1.1 Tiga puluh kandang tikus individu 3.4.1.2 Sonde

3.4.1.3 Tempat minum

3.4.1.4 Timbangan berat badan 3.4.1.5 Timbangan makanan

3.4.1.6 Spuit untuk pengambilan sampel darah 3.4.1.7 ELISA kit

3.4.2 Bahan

3.4.2.1 Makanan Hewan Coba

a. Makanan tikus menggunakan formulasi pakan tikus AIN- 93M dengan komposisi sebagai berikut (g/kg diet) Tabel 3.1.Komposisi Pangan AIN 93-M

BAHAN (g/kg diet)

Cornstarch

Casein (>85% protein)

Dextrinized cornstrarch (90-94%

tetrasaccharides) Sucrose

Soybean oil (no additives) Fiber

Mineral mix (AIN-93G-MX) Vitamin mix (AIN-93-VX) L-cystine

Choline bitartrate

Tert-Butylhydroquinone (TBHQ)

465.992 140.000 155.000 100.000 40.000 50.000 35.000 10.000 1.800 2.500 0.008 (Reeves, Philip G et al., 1993)

(34)

b. Kalori yang diperlukan manusia dengan berat 70 kg dalam sehari adalah 2000 kkal/hari untuk yang beraktivitas sedang. Jumlah kalori manusia dewasa ini kemudian dikonversi untuk tikus dengan berat 200 gram, menghasilkan 0,018 (Laurence dan Bacharach, 1964).

Dari perhitungan ini, didapatkan jumlah kalori yang dikonsumsi tikus dengan berat 200 gram adalah 36 kkal/hari. Untuk pakan AIN-93M, 1 gram nya menghasilkan 3,6 kkal, sehingg jumlah pakan tikus (100%) sebesar 10 gram (Reeves, Philip G et al., 1993).

c. Makanan pada kelompok 1 dengan jumlah kalori 60%, yaitu sebanyak 6 gram per hari diberikan melalui sonde.

d. Makanan pada kelompok 2 dengan jumlah kalori 80%, yaitu sebanyak 8 gram per hari diberikan melalui sonde.

e. Makanan pada kelompok 3 dengan jumlah kalori 100%, yaitu sebanyak 10 gram per hari diberikan melalui sonde.

f. Makanan pada kelompok 4 dengan jumlah kalori 120%, yaitu sebanyak 12 gram per hari diberikan melalui sonde.

g. Makanan pada kelompok 5 dengan jumlah kalori 140%, yaitu sebanyak 14 gram per hari diberikan melalui sonde.

h. Air minum diberi ad libitum 24 jam pada kelompok 1-5.

(35)

3.5 Cara Penelitian

3.5.1 Adaptasi Hewan Coba

3.5.1.1 Tikus jantan Sprague dawley sebanyak 30 ekor diseleksi sesuai kriteria inklusi penelitian.

3.5.1.2 Tikus terpilih diadaptasi dalam kandang individual selama 1 minggu.

3.5.1.3 Tiga puluh tikus yang memenuhi kriteria inklusidirandomisasi dan dialokasi sesuai kelompok secara individual.

3.5.2 Randomisasi dan Pembagian Kelompok

3.5.2.1 Tikus yang memenuh kriteria inklusi dan sudah melalui proses adaptasi dibagi ke dalam 5 kelompok.

3.5.2.2 Kelompok 1 yaitu kelompok tikus dengan diet AIN-93M sebesar 60% (6 gram) per hari.

3.5.2.3 Kelompok 2 yaitu kelompok tikus dengan diet AIN-93M sebesar 80% (8 gram) per hari.

3.5.2.4 Kelompok 3 yaitu kelompok tikus dengan diet AIN-93M sebesar 100% (10 gram) per hari.

3.5.2.5 Kelompok 4 yaitu kelompok tikus dengan diet AIN-93M sebesar 120% (12 gram) per hari.

3.5.2.6 Kelompok 5 yaitu kelompok tikus dengan diet AIN-93M sebesar 140 % (14 gram) per hari.

(36)

3.5.3 Pemberian Pakan

3.5.3.1 Semua kelompok diberi pakan AIN-93M dengan jumlah masing-masing 6 gram, 8 gram, 10 gram, 12 gram dan 14 gram per hari melalui sonde.

3.5.3.2 Perlakuan dilakukan selama 14 hari.

3.5.4 Pengambilan Sampel Darah

3.5.4.1 Pada hari ke 15, semua tikus ditimbang berat badannya.

3.5.4.2 Sampel serum untuk pemeriksaan dengan metode ELISA diambil melalui sinus orbitalis.

3.5.5 Pemeriksaan IL-6 dengan Metode ELISA Rat IL-6 Immunoassay 3.5.5.1 Sampel diperiksa dengan metode ELISA Rat IL-6

Immunoassay

3.5.5.2 Pembacaan kadar IL-6 dilakukan dengan panjang gelombang 450nm.

3.6 Tempat dan Waktu

3.6.1 Tempat : Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjah Mada

3.6.2 Waktu : 30 Oktober 2017 sampai dengan 20 November 2017

(37)

3.7 Alur Penelitian

3.8 Analisis Data

Data dari hasil pengukuran kadarIL-6 masing-masing tikus dimasukkan dalam tabel kemudian dilakukan analisa statistik menggunakan uji analisa deskriptif.Data yang terkumpul dari hasil penelitian dianalisis menggunakan komputer program SPSS 20 for windows. Uji yang pertama kali dilakukan adalah uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk karena skala data rasio dan jumlah subjek <50 selanjutnya dilakukan Levene’s test. Hasil kedua uji tersebut menunjukkan data berdistribusi normal dan homogen sehingga dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dan Post hocBonferroni. Tingkat

30 ekor tikus jantan Sprague dawley(12

minggu)

Adaptasi selama 1 minggu

K1. 6 ekor Tikus diet 60% kalori

melalui sonde

K2. 6 ekor Tikus diet 80% kalori

melalui sonde

K3. 6 ekor Tikus diet

100%

melalui sonde

K4. 6 ekor Tikus diet

120%

melalui sonde

Diperiksa kadar IL-6 hari ke-15

K5. 6 ekor Tikus diet

140%

melalui sonde Randomisasi

(38)

kemaknaan yang digunakan untuk uji hipotesis adalah 5% (p < 0,05) (Dahlan, 2014).

(39)

34 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Studi Gizi dan Pangan Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjah Mada pada tanggal 30 Oktober 2017 sampai dengan 20 November 2017. Penelitian ini memiliki rancangan post- test only control group design. Perlakuan dilakukan terhadap 30 ekor tikus jantan galur Sprague dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan secara random sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.

Adaptasi sebelum perlakuan dilakukan selama seminggu

Kelompok kalori 60% diberi asupan kalori sejumlah 6 gram melalui sonde, kelompok kalori 80% diberi asupan kalori sejumlah 8 gram melalui sonde, Kelompok kalori 100% diberi asupan kalori sejumlah 10 gram melalui sonde, kelompok kalori 120% diberi asupan kalori sejumlah 12 gram melalui sonde dan kelompok kalori 140% diberi asupan kalori sejumlah 14 gram melalui sonde. Perlakuan dan pemberian pakan sesuai dosis masing-masing kelompok dilakukan selama 14 hari, kemudian di hari ke-15 dilakukan pengambilan sampel darah melalui sinus orbitalis dan dilakukan pengukuran kadar IL-6 serum dengan metode ELISA. Hasil pengukuran kadar IL-6 dengan ELISA dapat dilihat pada tabel 4.1.

(40)

Tabel 4.1. Rerata Kadar IL-6, hasil uji Shapiro-wilk, Levene’s test dan uji one-way ANOVA

Kalori 60% Kalori80% Kalori 100% Kalori120% Kalori 140%

Rerata kadar

IL-6 (pg/ml) 93,61±8,51 68,91±7,56 53,83±5,42 126,70±15,46 151,40±7,74 Uji Shapiro-

wilk 0,868 0,868 0,868 0,868 0,868

Levene’s test 0,063

Uji ANOVA 0,000

Gambar 4.1 menunjukkan rerata kadar IL-6 serum terendah (53,83 pg/ml) pada kelompok kalori 100%, diikuti kelompok kalori 80% (68,91 pg/ml) , kelompok kalori 60% (93,61 pg/ml), kelompok kalori 120% (126,70 pg/ml) dan rerata kadar IL-6 tertinggi (151,40 pg/ml) pada kelompok kalori 140%.

Gambar 4.1. Rerata kadar IL-6 93,61±8,51

68,91±7,56

53,83±5,42

126,7±15,46

151,4±7,74

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Kalori 60% Kalori 80% Kalori 100% Kalori 120% Kalori 140%

Rerata kadar IL-6 (pg/ml)

(41)

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 signifikan atau tidak. Sebelum dilakukan uji analisa statistik, perlu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dengan hasil dapat dilihat pada tabel 4.1.

Uji normalitas dilakukan dengan Shapiro-wilk karena jumlah sampel < 50 dan uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s test (Dahlan, 2014).

Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p=0,868 untuk kelompok kalori 60%, p=0,463 untuk kelompok kalori 80% p=0,963 untuk kelompok kalori 100%, p=0,415 untuk kelompok kalori 120%, p=0,755 untuk kelompok kalori 140% sehingga data untuk semua kelompok terdistribusi normal (Shapiro-Wilk p>0,05). Uji homogenitas menunjukkan nilai p=0,063 yang menunjukkan bahwa data homogen (Levene’s test p>0,05). Berdasarkan hasil uji Shapiro-Wilk dan Levene’s test ,maka syarat uji parametrik terpenuhi. Selanjutnya dilakukan uji One-way ANOVAdan didapatkan hasil p=0,000yang berarti terdapat perbedaan kadar IL-6 secara signifikan antar kelompok (p<0,05), maka hipotesis kerja penelitian ini dapat diterima. Nilai p<0,05menunjukkan ada pengaruh variasi asupan kalori terhadap kadar IL-6 setidaknya antara dua kelompok. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang berbeda secara signifikan dilakukan uji post- hoc Bonferroni (Dahlan, 2014).Hasil uji post-hoc Bonferroni tertera pada tabel 4.2.

(42)

Tabel 4. 2. Hasil Uji post-Hoc Bonferroni Kalori

60% Kalori

80% Kalori

100% Kalori

120% Kalori 140%

Kalori 60% - 0,010 0,000 0,000 0,0000

Kalori 80% 0,010 - 0,115 0,000 0,000

Kalori 100% 0,000 0,115 - 0,000 0,000

Kalori 120% 0,000 0,000 0,000 - 0,001

Kalori 140% 0,000 0,000 0,000 0,001 -

Kadar IL-6 pada kelompok kalori 60% jika dibandingkan dengan kelompok kalori 80% lebih tinggi secara signifikan (p=0,001), begitu juga jika dibandingkan dengan kelompok kalori 100% lebih tinggi secara signifikan (p=0,000). Jika kelompok kalori 60% dibandingkan dengan kelompok kalori 120%, lebih rendah secara signifikan (p=0,000) dan secara secara statistik kelompok kalori 60% juga lebih rendah secara signifikan (p=0,000) jika dibandingkan dengan kelompok kalori 140%.

Kadar IL-6 pada kelompok kalori 80% lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 120% (p=0,000) juga lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 140% (p=0,000).

Namun, kadar IL-6 pada kelompok kalori 80% tidak berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 100% (p=0,115).

Kadar IL-6 pada kelompok kalori 100% lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 120% (p=0,000) juga lebih rendah scara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 140% (p=0,000).

(43)

Jika dibandingkan dengan kelompok kalori 140%, kadar IL-6 kelompok kalori 120% lebih rendah secara signifikan (p=0,001).

Dari uraian di atas, terdapat perbedaan kadar IL-6 yang signifikan antar semua kelompok perlakuan kecuali antara kelompok kalori 80% dan kelompok kalori 100%.

4.2. Pembahasan

Kadar IL-6 tertinggi terdapat pada kelompok kalori 140% dengan rerata 151,40±7,74 pg/ml diikuti kelompok kalori 120% dengan rerata 126,70±15,46pg/ml. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Johannsen et al (2014) yang menyatakan peningkatan asupan kalori sejumlah 40% selama 8 minggu menyebabkan peningkatan ukuran sel adiposa dan kadar IL-6. Penelitian lain menyatakan asupan kalori di atas kebutuhan normal, sebesar 2,5 kali di atas normal, dapat menyebabkan peningkatan kadar IL-6 di hari ke dua pemberian perlakuan (Boden et al., 2015).

Peningkatan asupan kalori di atas kebutuhan normal dapat menyebabkan peningkatan ukuran sel adiposa (Skurk,Tet al.,2007).

Hipertrofi sel adiposa dapat menimbulkan respon inflamasi melalui beberapa cara. Pertama, hipertrofi sel adiposa dapat menyebabkan peningkatan sekresi sitokin pro inflamasi seperti IL-6.Kedua, hipertrofi sel adiposa dapat menyebabkan terjadinya hipoksia sel oleh karena defisiensi vasculature di jaringan. Hipoksia selanjutnya akan menimbulkan respon inflamasi melalui sekresi beberapa sitokin pro inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1 dan IL-6 (Choe et al., 2016). Adanya IL-6 sebagai penanda respon inflamasi dapat

(44)

menyebabkan hilangnya sifat protektif NO pada endotel vaskular sehingga dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Setiati, Alwi, & Sudoyo, 2014)

Asupan kalori berlebih dapat meningkatkan produksi ROS sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar IL-6. ROS dihasilkan dari transport elektron di mitokondria yang menghasilkan anion superoksida(O2) melalu reduksi molekul oksigen. Superoksida kemudian dikatalis oleh superoxide dismutase (SOD) menjadi produk hidrogen peroksida (H2O2) yang kurang reaktif.Ketika hidrogen peroksida bertemu dengan molekul besi terbentuklah ROS yang paling reaktif, yaitu hidroksil radikal (OH-). Produk ROS yang dihasilkan dapat berupa superoksida, hidrogen peroksida dan hidroksil radikal (Mittal et al., 2014). ROS menyebabkan inflamasi melalui aktivasi necrosis factor kB (NF-kB) yang menyebabkan peningkatan sekresi protein bioaktif sebagai bahan pembentuk IL-6 (Naik, Edwina dan Vishva M.Dixit, 2011).

Kadar IL-6 pada kelompok kalori 60% dengan rerata 93,61±8,51 pg/ml lebih tinggi dibandingkan dengan kelmpok kalori 80% yang memiliki rerata 68,91±8,51 pg/ml. Kadar IL-6 pada kedua kelompok tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kalori 120% dan kelompok kalori 140%.

Rerata kadar IL-6 serum pada kelompok kalori 60% dan kelompok kalori 80%lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan You et al., (2007) yang menyatakan bahwa kadar IL-6 pada kelompok restriksi kalori 40%

berbeda dengan kelompok yang diberi makan dengan jumlah kalori normal.

(45)

Hal ini dikarenakan durasi restriksi kalori yang dilakukan oleh You et al., (2007) disertai juga oleh peningkatan aktivitas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian restriksi kalori lain yang menyatakan terdapat penurunan kadar IL-6 setelah dilakukan restriksi kalori selama 2 minggu (Ling, Pei-Ra

& Bruce R. Bistrian, 2009). Berdasarkan penelitian Tomiyama et al. (2010), yang menyatakan bahwa asupan kalori kurang dari 100% meningkatkan kadar kortisol. Peningkatan kadar kortisol akan mengaktivasi reseptor glukortikoid di hepar sehingga menyebabkan glukoneogenesis yang berakibat pada peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia (Broderick, Tom L. 2017).

Asupan kalori kurang dari 100% menyebabkan ketidakseimbangan homeostasis, merangsang aksis hypothalamic pituitary adrenal (HPA) yang meningkatkan kadar hormon kortisol sehingga meningkatkan sekresi dari sitokin proinflamasi(Mileva et al., 2017 ; Levay et al., 2010). Restriksi kalori berlebih juga dapat menyebabkan kerusakan hepatosit akibat radikal bebas dan meningkatnya peroksidasi lipid di hepar yang mengakibatkan peningkatan kadar MDA (Stankovic et al., 2015). Peningkatan kadar radikal bebas ini nantinya akan mengaktifkan NF-kB dan menginduksi sekresi IL-6 (Endang & Sukma, 2016).

Pada uji post-Hoc tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara kadar IL-6 pada kelompok kalori 80% dan kelompok kalori 100%. Hal ini dapat diakibatkan oleh karena tikus pada kelompok kalori 80% masih dapat mentoleransi dosis restriksi kalori yang diberikan sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil perhitungan interleukin-6.

(46)

Keterbatasan pada penelitian ini yaitu tidak dilakukan perhitungan persentase lemak tubuh sehingga tidak diketahui dengan pasti penyebab peningkatan IL-6 pada kelompok asupan kalori di bawah kebutuhan normal.

(47)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Variasi asupan kalori berpengaruh terhadap kadar interleukin-6 5.1.2 Rerata kadar interleukin-6 serum pada kelompok tikus jantan galur

Sprague dawley yang diberi asupan kalori 60% adalah 93,61 pg/ml.

5.1.3 Rerata kadar interleukin-6serum pada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan kalori 80% adalah 68,91 pg/ml.

5.1.4 Rerata kadar interleukin-6serum pada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan kalori 100%adalah 53,83 pg/ml.

5.1.5 Rerata kadar interleukin-6serum pada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan kalori 120% adalah 126,70 pg/ml.

5.1.6 Rerata kadar IL-6 serum pada kelompok tikus jantan galur Sprague dawley yang diberi asupan kalori 140% adalah 151,40 pg/ml.

5.1.7 Terdapat perbedaan kadar IL-6 serum yang signifikan antar semua kelompok kecuali antar kelompok kalori 80% dan kelompok kalori 100%

5.2 Saran

5.2.1 Melakukan pengukuran persentase lemak tubuh untuk mengetahui korelasinya dengan kadar IL-6 pada perlakuan dengan variasi asupan kalori.

(48)

5.2.2 Melakukan pengukuran kadar hormon kortisol untuk mengetahui respon stress.

(49)

44

DAFTAR PUSTAKA

Abbas K A., Licthman A H.,Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology Sixth Edition.Philadelphia : W.B.Saunders Company, 43-46.

Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. 1st edn. Jakarta: Adabia Press, 4-5

Aksungar FB, Topkaya AE, Akyildiz M. 2007. Interleukin-6, C-reactive protein and biochemicalparameters during prolongedintermittent fasting.Ann NutrMetab. ;51:188–95.

Anwar, M. A., Tayyab, M. A., Kashib, M., & Afzal, N. 2016. Paper Based Vs Conventional Enzyme Linked Immuno- Sorbent Assay : A Review of Literature. International Clinical Pathology Journal, 3(4), 79–81.

https://doi.org/10.15406/icpjl.2016.03.00079

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.

Bales, C. W., & Kraus, W. E. 2014. Caloric Restriction : Implications for Human Cardiometabolic Health. National Institute of Health, 33(4), 201–208.

https://doi.org/10.1097/HCR.0b013e318295019e.Caloric

Boden, G., Homko, C., Barrero, C. A., Stein, P., Chen, X., Cheung, P., … Merali, S. 2015. Excessive Caloric Intake Acutely Causes Oxidative Stress, GLUT4 carbonylation, and Insulin Resistance in Healthy Men. Sci Transl Med, 25(4), 368–379. https://doi.org/10.1016/j.cogdev.2010.08.003.

Bosutti, A., & Grazia Malaponte, M. Z. 2008. Calorie Restriction Modulates Inactivity-Induced Changes in the Inflammatory Markers C-Reactive Protein and Pentraxin-3. J Clin Endocrinol Metab , 93(8).

Brower, M., Grace, M., Kotz, C. M., & Koya, V. 2015. Comparative analysis of growth characteristics of Sprague Dawley rats obtained from different sources. Laboratory Animal Research, 31(4), 166–73.

https://doi.org/10.5625/lar.2015.31.4.166

Colman, R. J., Beasley, T. M., Kemnitz, J. W., Johnson, S. C., Weindruch, R., &

Anderson, R. M. 2014. Caloric Restriction Reduces Age-related and All- cause Mortality in Rhesus Monkeys. Nature Communications, 5, 1–5.

https://doi.org/10.1038/ncomms4557

Dahlan, M. 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan ; Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat dengan SPSS. Jakarta: Epidemiologi Indonesia .

(50)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2013 . Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia . Jakarta

Faris, A. E., Kacimi, S., & Al-kurd, R. A. 2012. Intermittent fasting during Ramadan attenuates proinflammatory cytokines and immune cells in healthy subjects. Nutrition Research, 32(12), 947–955.

https://doi.org/10.1016/j.nutres.2012.06.021

Fimognari, C. 2015. Role of Oxidative RNA Damage in Chronic-Degeneratif Diseases. Oxidative Medicine and Cellular Longevity Open Access Journal , Volume 2015. http://dx.doi.org/10.1155/2015/358713

Hartman, J., & Frishman, W. H. 2014. Inflammation and Atherosclerosis.

Cardiology in Review, 22(3), 147–151.

https://doi.org/10.1097/CRD.0000000000000021

Holloszy, J. O., & Fontana, L. 2007. Caloric Restriction in Humans. National Institute of Health, 42(8), 709–712.

Jayachandran, C., A, S., Mundinamane, D. B., M., A. S., Bhat, D., & Lalwani, M.

2016. Acute Phase Proteins. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 8(2), 365–370.

Johannsen, D. L., Tchoukalova, Y., Tam, C. S., & Covington, J. D. 2014. Effect of 8 Weeks of Overfeeding on Ectopic Fat Deposition and Insulin Sensitivity : Testing the “ Adipose Tissue Expandability ” Hypothesis.

Diabetes Care, 37(October), 2789–2798. https://doi.org/10.2337/dc14- 0761

Johnson, J. B., Summer, W., Cutler, R. G., Martin, B., Hyun, D. H., Dixit, V.

D.,Mattson, M. P. 2007. Alternate day calorie restriction improves clinical findings and reduces markers of oxidative stress and inflammation in overweight adults with moderate asthma. Free Radical Biology and

Medicine, 42(5), 665–

674.https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2006.12.005

Kreatsoulas, C., & Anand, S. S. 2010. The impact of social determinants on cardiovascular disease. The Canadian Journal of Cardiology, 26 Suppl C(Suppl C), 8C–13C. https://doi.org/10.1016/S0828-282X(10)71075-8 Kroeger, C. M., Klempel, M. C., Bhutani, S., Trepanowski, J. F., Tangney, C. C.,

& Varady, K. A. 2012. Improvement in coronary heart disease risk factors during an intermittent fasting/calorie restriction regimen: Relationship to adipokine modulations. Nutrition & Metabolism, 9(1), 98.

https://doi.org/10.1186/1743-7075-9-98

Laugerette, F., Alligier, M., Bastard, J.-P., Drai, J., Chanséaume, E., Lambert- Porcheron, S., Laville, M., Morio, B., Vidal, H. and Michalski, M.-C.

(51)

2014, Overfeeding increases postprandial endotoxemia in men:

Inflammatory outcome may depend on LPS transporters LBP and sCD14.

Mol. Nutr. Food Res., 58: 1513–1518. doi:10.1002/mnfr.201400044 Laurence, D. R., & Bacharach, A. L. 1964. Evaluation of drug activities:

Pharmacometrics. London: Academic Press Inc.

Lee, S. H. and Min, K. J. 2013. ‘Caloric restriction and its mimetics’, BMB Reports, 46(4), pp. 181–187.

Levay, E. A. et al., 2010, ‘Calorie restriction at increasing levels leads to augmented concentrations of corticosterone and decreasing concentrations of testosterone in rats’, Nutrition Research, Elsevier Inc,366–373.

Lin, Y.-H., Glei, D., & Weinstein, M. 2017. Additive value of interleukin-6 and C-reactive protein in risk prediction for all-cause and cardiovascular mortality among a representative adult cohort in Taiwan. Journal of the Formosan Medical Association , 18(3), 277.

Ling, P.-R., & Bistrian, B. R. 2009. Comparison of the effects of food versus protein restriction on selected nutritional and inflammatory markers in rat.

National Institute of Health, 58(6), 835–842.

https://doi.org/10.1016/j.metabol.2009.03.002.

Longo, V. D., & Fontana, L. 2010. Calorie restriction and cancer prevention:

metabolic and molecular mechanisms. National Institute of Health , 31(2), 89-98

Matthews, V. B., Allen, T. L., Risis, S., Chan, M. H. S., Henstridge, D. C., Watson, N.,Febbraio, M. A. 2010. Interleukin-6-deficient mice develop hepatic inflammation and systemic insulin resistance. Diabetologia, 53(11), 2431–2441. https://doi.org/10.1007/s00125-010-1865-y

Mileva, G. R. et al., 2017, ‘Corticosterone and immune cytokine characterization following environmental manipulation in female WKY rats’, Behavioural Brain Research, Elsevier B.V., 197–204.

Mohammadi, M., Ghaznavi, R., Keyhanmanesh, R., Sadeghipour, H. R., Naderi, R., & Mohammadi, H. 2014. Caloric restriction prevents lead-induced oxidative stress and inflammation in rat liver. The Scientific World Journal, 2014, 1. https://doi.org/10.1155/2014/821524

Mohammadzade, F., Vakili, M. A., Seyediniaki, A., & Amirkhanloo, S. 2017.

Original Research Article Effect of Prolonged Intermittent Fasting in Ramadan on Biochemical and Inflammatory Parameters of Healthy Men.

Journal of Clinical and Basic Research, 1(1), 38–46.

Naik, E., & Dixit, V. M. 2011. Mitochondrial reactive oxygen species drive proinflammatory cytokine production: Figure 1. The Journal of

(52)

Experimental Medicine, 208(3), 417–420.

https://doi.org/10.1084/jem.20110367

Noori, S. 2012. An Overview of Oxidative Stress and Antioxidant Defensive

System. Scientific Reports, 1(8), 1–9.

https://doi.org/10.4172/scientificreports.

Northcott, S., Moss, B., Harrison, K., & Hilari, K. 2016. A systematic review of the impact of stroke on social support and social networks: associated factors and patterns of change. Clinical Rehabilitation, 30(8), 811–831.

https://doi.org/10.1177/0269215515602136

Paul, A. I. 2015. Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices.

Switzerland: Springer International Publishing, 269-270.

Park, C. Y., Min, S. P., Hye-Kyeong, S. K., & Hanac, K. S. 2017. Effects of mild calorie restriction on lipid metabolism and inflammation in liver and adipose tissue. Elsevier , 490 (3), 636-642.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013. 2013.

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Prasastyoga, B., R.Basri, A., & Pohan, L. D. 2013. “Hubungan antara Caregiver Strain dan Caregiver Reciprocity pada Anak yang Berada Pada Tahap Dewasa dalam Merawat Orang Tua Menderita Kanker”.Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015- 09/S44928-Bramesada%20Prasastyoga

Rahmawati, A. 2014. Mekanisme Terjadinya Inflamasi dan Stres Oksidatif pada Obesitas. El-Hayah Biology Journal of UIN Indonesia, 5(1), 1–

8.https://doi.org/http://dx.doi.org/10.18860/elha.v5i1.3034

Reeves, Nielsen, F. H., & Fahey, G. C. 1993. AIN-93 Purified Diets for Laboratory Rodents: Final Report of the American Institute of Nutrition Ad Hoc Writing Committee on the Reformulation of the AIN-76A Rodent Diet. The Journal of Nutrition, 123(11), 1939–1951.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Scheller, J., Chalaris, A., Schmidt-arras, D., & Rose-john, S. 2011. Biochimica et Biophysica Acta The pro- and anti-in fl ammatory properties of the cytokine interleukin-6,Elsevier, 1813, 878–888.

https://doi.org/10.1016/j.bbamcr.2011.01.034

Setiati, S., Alwi, I., & Sudoyo, A. W. (Editor). 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.

Sharma, S. K., & Naidu, G. 2016. The role of danger-associated molecular patterns (DAMPs) in trauma and infections. Journal of Thoracic Disease,

(53)

8(7), 1406–1409. https://doi.org/10.21037/jtd.2016.05.22

Skurk, T., Alberti-Huber, C, H., & H, H. 2007. Relationship between Adipocyte Size and Adipokine Expression and Secretion. J Clin Endocrinol Metabolism , 92(3), 1023-1033

Slaats, J., ten Oever, J., van de Veerdonk, F. L., & Netea, M. G. 2016. IL-1β/IL- 6/CRP and IL-18/ferritin: Distinct Inflammatory Programs in Infections.

PLoS Pathogens, 12(12), 1–13.

https://doi.org/10.1371/journal.ppat.1005973

Stoner, G. D., & Seeram, N. P. 2010. Berries and Cancer Prevention. London:

Springer Science and Business Media, 180-181.

Stote, K. S., Baer, D. J., & Spears, K. 2007. A Controlled Trial of Reduced Meal Frequency without Caloric in Healthy , Normal Weight, Middle-aged Adults.Am J Clinical Nutrition, 85(4), 981-988.

Takasaki, M., Honma, T., Yanaka, M., Sato, K., Shinohara, N., Ito, J., … Ikeda, I.

2012. Continuous intake of a high-fat diet beyond one generation promotes lipid accumulation in liver and white adipose tissue of female mice.

Journal of Nutritional Biochemistry, 23(6), 640–645.

https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2011.03.008

Tanaka, T., Narazaki, M., & Kishimoto, T. 2014. IL-6 in Inflammation, Immunity, and Disease. Cold Spring Harbor Perspectives in Biology, 6(Kishimoto 1989).

Tortora, G. J., & Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy and Physiology (14th ed.). United States of America: Wiley.

Trabelsi, K., Abed, K. e., F.Trepanowski, J., & R.Stannard, S. 2011. Effects of Ramadhan Fasting on Bichemical and Anthropometric Parameters in Physically Active Men. Asian Journal of Sports Medicine,2(3), 134–144.

Trepanowski, J. F., Canale, R. E., Marshall, K. E., Kabir, M. M., & Bloomer, R. J.

2011. Impact of caloric and dietary restriction regimens on markers of health and longevity in humans and animals: a summary of available findings. Nutrition Journal, 10(1), 107. https://doi.org/10.1186/1475-2891- 10-107

Tyagita, N., Nasihun, T., & Sumarawati, T. 2016. Good fasting Practice on Malondialdehyde and 8-Hydroxydeoxyguanosine . Journal of Fasting and Health, 4(3), 102–107. https://doi.org/10.22038/jfh.2016.7788

U.S Department of Health and Human Services and U.S Department of Agriculture. 2015. Dietary Guidelines for Americans (6th ed.).

Washington, DC: U.S Government Printing Office

(54)

Wallace, D. C. 2010. A Mitochondrial Paradigm of Metabolic and Degeneratif Diseases, Aging, and Cancer: A Dawn for Evolutionary Medicine.National Institute of Health , 19(17), 3343–3353.

Wilcox, D., & DC, W. 2009. Caloric Restriction, The Traditional Okinawan Diet and Healthy Aging : The Diet of THe World's Longest-Lived People and Its Potential Impact on Morbidity and Lifespan. Journal of American College of Nutririon, 28(4), 1.

You, T., Sonntag, W. E., Leng, X., & Carter, C. S. 2007. Lifelong Caloric Restriction and Interleukin-6 Secretion From Adipose Tissue: Effects on Physical Performance Decline in Aged Rats.The Journal of Gerontology, 62(10),1082-1087.

(55)

50 LAMPIRAN

No Nama NID

N

Bidang Ilmu

Alokasi Waktu (Jam/

Minggu)

Uraian Tugas

1. Dr. Sampurna, M.Kes 0615 0863 01

Patologi Klinik

20 jam Mengkoordinir

pelaksanaan penelitian, pembuatan laporan, dan publikasi ilmiah

2. Dr. Danis Pertiwi, M.Si.Med, Sp.PK

0615 0269 01

Patologi Klinik

20 jam Pelaksana penelitian, pembuatan laporan, dan publikasi ilmiah

3 Dr. Dimar Puspaningrum

Patologi Klinik

20 jam Pelaksana penelitian, pembuatan laporan, dan publikasi ilmiah

4 Dr. Andina Putri Aulia, M.Si

0623 0587 02

Patologi Klinik

20 jam Pelaksana penelitian, pembuatan laporan, dan publikasi ilmiah

Biodata ketua dan Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap dr. Sampurna, M.Kes 2 Jabatan Fungsional Lektor

3 Jabatan Struktural

4 NIP/NIK/Identitas Lain 210195038

5 NIDN 0615086301

6 Tempat dan Tanggal Lahir

Lamongan, 15 Agustus 1963

7 Alamat Rumah Jl.Muria No.10 Betengan Rt.10 Rw.01 Kel.Bintoro Kec. Demak . Kab. Demak

(56)

8 Nomor

Telepon/Faks/HP

(0291)681040 / 08122937640

9 Alamat Kantor Jl.Raya Kaligawe KM 4 PO BOX 1054 Semarang 50112

10 Nomor Telepon/Faks ( 024 ) 6583564 / (024)6582455 11 Alamat e-mail [email protected] 12 Lulusan yang Telah

Dihasilkan 13 Mata Kuliah yang

Diampu

Patologi Klinik

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2

Nama Perguruan Tinggi Unissula Program Pascasarjana Undip Semarang

Bidang Ilmu Kedokteran Biomedik

Tahun Masuk-Lulus 1994 2003

Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Nama Pembimbing/Promotor

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jumlah (Juta Rp) 1 2009 Pengaruh pemberian perasan daun

sirih terhadap masa perdarahan ( studi eksperimental pada Tikus Galur Wistar dengan Luka Tusuk )

UNISSULA

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian kepada Pendanaan

Gambar

Gambar 2. 1Peran Interleukin-6 dalam inflamasi, imunitas dan  penyakit (Tanaka et al., 2014)
Gambar 2. 2Respon inflamasi akut yang diperantarai produksi sitokin  pro inflamasi dan protein fase akut (Slaats, J et al., 2016)
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi
Tabel  4.1.  Rerata  Kadar  IL-6,  hasil  uji  Shapiro-wilk,  Levene’s  test  dan  uji  one-way ANOVA
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pemeriksaan pajak dan pencairan tunggakan pajak, serta penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying masih belum berjalan

Pengukuran Target Strength dan Stok Ikan di Perairan Pulau Pari Menggunakan Metode Single Echo Dettector Measurement of Tsrget Strength and Fish Stok In Pari Islands Seawaters Using