PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN URIN PADA PEMERIKSAAN PROTEIN METODE CARIK CELUP DAN BANG
Rahma Vildhya Aeni
1, Neni Anggraeni
2, Sri Sugiatmini
3
1,2,3 Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih, Jl. Padasuka Atas No. 233 Bandung 40192, Indonesia
Abstrak
Keberadaan protein dalam urin secara sederhana dapat di deteksi menggunakan metode Bang dan metode Dipstick. Hasil pengujian menggunakan larutan bang ini akan menunjukkan secara jelas keberadaan dan kadar protein urin secara kualitatif, sedangkan metode Dipstick merupakan salah satu metode pemeriksaan proteinuria semi kuantitatif. Pemeriksaan protein positif dan negatif merupakan yang tidak hanya memberikan fakta tentang ginjal dan saluran kemih saja, tetapi juga mengenai faal berbagai penelitian Dipstick dan metode bang yang telah dilakukan di laboratorium kimia Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih pada bulan september. Objek penelitian yang digunakan dengan memodifikasi urine yang negatif protein dengan penambahan serum dengan berbagai konsentrasi yaitu, 30 mg/dl, 100 mg/dl, 300 mg/dl, 2000 mg/dl. Dari alasan tersebut penulis berusaha menganalisa perbandingan hasil pemeriksaan protein dengan metode Bang dan metode Dipstick menggunakan sampel urine segar dan sampel simpan, serta penundaan waktu. Dari tabel hasil yang didapat tidak terjadi perubahan pada kedua metode Dipstick dan bang dengan berbagai varian konsentrasi dan perbedaan suhu serta waktu penyimpanan.
Kata kunci : Proteinuria, suhu, waktu penyimpanan, bang, carik celup.
Abstract
The presence of protein in the urine can be detected simply by the Bang Dipstick method. The test results using this bang solution will show clearly the presence and levels of urine protein qualitatively, while the Dipstick method is one of the semi-quantitative proteinuria examination methods. Positive and negative protein tests are not only giving facts about the kidneys and urinary tract, but also regarding physiology various studies on the effect of urine storage time at 27 ° C and 6 ° C on the urine protein Dipstick method and the bang method that have been carried out in the chemical laboratory of the Bakti Asih Analyst School in September. The object of research used by modifying protein-negative urine with the addition of serum with various concentrations namely, 30 mg / dl, 100 mg / dl, 300 mg / dl, 2000 mg / dl. From this reason the author tries to analyze the comparison of protein examination results with the Bang method and the Dipstick method using fresh urine samples and stored samples, as well as time delays. From the results table, there were no changes in both the Dipstick and Bang methods with various variants of concentration and differences in temperature and storage time.
Keywords : Proteinuria, Temperature, storage time, Bang methode, Dipstick.
1. Pendahuluan
Protein dalam urin termasuk pemeriksaan kimiawi.
Keberadaan protein dalam urin menandakan ada kebocoran pada glomerulus. Spesimen urin yang baik untuk diperiksa adalah urin segar yang langsung diperiksa. Padahal yang sering terjadi adalah penundaan pengiriman sampel. Penundaan pemeriksaan spesimen pada protein urin harus dihindari karena dapat mengurangi validitas hasil. Dampak dari penundaan pemeriksaan urin (Gandasoebrata, 2007).
Sampel harus segera dikerjakan kurang dari 2 jam setelah penampungan dengan penyimpanan ditempat suhu ruang dan jika tidak segera dikerjakan simpan pada suhu 2-
pada suhu kamar sebelum dilakukan pemeriksaan (Labkesda Bogor,2016).
Hasil penelitian (Inna, 2017), ini terdapat sampel protein urin yang sebagian besar mengalami peningkatan pada waktu pemeriksaan penundaan 2 jam dibandingkan dengan pemeriksaan secara langsung. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein urin seperti mikroorganisme yang akan menyebabkan peningkatan pada protein urin yang ditunda 2 jam karena bakteri dapat mengurai protein urin untuk dijadikan sebagai sumber energi atau makanan untuk tetap bertahan dan berkembang biak dalam urin.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas akan dilakukan penelitian perbandingan pemeriksaan protein urine dengan metode reagen Bang dan metode carik celup dengan penundaan waktu dan suhu yang berbeda, yakni suhu 60C dengan suhu 270C. Dari alasan tersebut penulis berusaha menganalisa perbandingan hasil pemeriksaan protein dengan metode Bangdan metode Carik Celup menggunakan sampel urine segar dan sampel simpan, serta penundaan waktu.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Urinalisa
Merupakan bagian dari pemeriksaan kimia klinik yang khusus membahas tentang urin mulai dari proses pembentukan urin, komposisi yang normal sampai pembahasan yang terjadi pada kelainan organ tubuh.
Sistem urinari : 1. Ginjal 2. Urether
3. Kandung kemih/vesika urinaria 4. Urethra
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang terletak dikedua sisi columna vertebralis. Ginjal yang sebelah kanan sedikit lebih rendah dari ginjal sebelah kiri karena tertekan oleh hati yang terletak diatasnya.
Urether merupakan saluran dengan panjang sekitar 10 – 12 cm, terbentang dari ginjal sampai kandung kemih yang fungsinya adalah mengalirkan air kemih
yang diproduksi dinefron ginjal. Ginjal terdiri 1 – 1 ½ nefron. Vesika urinaria merupakan suatu kantong yang dapat mengempis. Kandung kemih ini mempunyai 3 muara yaitu 2 muara urether dan 1 muara urethra.
Fungsi dari kandung kemih, yaitu :
1. Sebagai tempat penyimpanan limbah cairan sebelum meninggalkan tubuh.
2. Dibantu urethra kandung kemih mendorong urin keluar dari tubuh.
Urethra merupakan saluran kecil yang dapat mengenbang mulai dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Pada wanita panjangnya ± 1½ inchi atau 0,9 cm.
Pada pria bisa sampai 8 inchi. Muara terakhir dari urethra disebut meatus urinarius.
(Syafe’i, 2013).
2.2 Tinjauan Umum Protein Urin
Pemeriksaan adanya protein dalam urin juga termasuk pemeriksaan kimiawi urin. Adanya protein dalam urin menandakan adanya gangguan dalam tubuh terutama adanya kesusakan atau gangguan dalam saluran uretra dan ginjal misalnya sindrom nefrotik.
(Ani Riyani, 2018).
Terdapatnya protein dalam urin juga dapat mengetahui adanya gangguan selama masa kehamilan trismester dua atau tiga. Adanya protein urin pada wanita hamil dapat ditandai juga dengan terjadinya pembengkakan (oedema) terutama pada kaki. (Ani Riyani, 2018).
Adanya protein didalam urin disebabkan karena : - Adanya kerusakan glomerulus
- Penyakit – penyakit yang kronik - Infeksi kuman
Protein urin pada orang normal didalam urinnya sebenarnya ada sejumlah protein yang lolos filtrasi oleh glomerulus karena memiliki BM yang rendah. Dalam 24 jam jumlahnya tidak lebih dari 40mg/24 jam sehingga tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
(Syafe’i, 2013).
Jumlah protein normal dalam urin adalah <150 mg/hari. Sebagian besar protein merupakan hasil dari glikoprotein kental yang disekresikan secara fisiologis oleh sel tubulus, yang dinamakan protein Tamm- Horsfall. Protein dalam jumlah yang banyak diindikasikan adanya penyakit ginjal yang signifikan.
(Davey, 2005).
Menurut Bawazier (2006) proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya protein dalam urin manusia yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari 150 mg/hari atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya melebihi 200 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit dari atas nilai normal.
Diantara pemeriksaan kimia rutin yang dilakukan pada urin, tanda penyakit ginjal yang paling jelas adalah
penentuan protein. Proteinuria sering kali dikaitkan dengan penyakit ginjal awal yang menjadikan pemeriksaan protein urin sebagai bagian penting dari semua pemeriksaan fisik.
Urin normal mengandung sangat sedikit protein : biasannya, kurang dari 10 mg/dl atau 100 mg per 24 jam setelah dieksresikan. Protein tersebut terdiri, terutama atas protein serum berat molekul-rendah yang telah disaring oleh glomerulus dan protein yang dihasilkan di saluran kemih-kelamin (Strasinger, Di Lorenzo, 2017).
2.3 Pemeriksaan Metode Bang
Pemeriksaan protein dalam urin juga termasuk pemeriksaan kimiawi urin. adanya protein dalam urin menandakan adanya kerusakan atau gangguan dalam saluran uretra dan ginjal missalnya sindrom nefrotik.
Protein dapat diendapkan dalam suasana asam dan panas dengan menggunakan pereaksi BANG yang mengandung asam asetat dengan pH 2,5 - 6 dan natrium asetat (buffer asetat) dengan pH 8, protein dalam suasana panas dapat diendapkan, banyaknya endapan yang terbentuk menandakan banyaknya protein yang terdapat dalam urin. selain metode Bang ada juga metode lain misalnya metode asam asetat, metode asam sulfosalisilat dan metode asam nitrat pekat yang berdasarkan pada pengendapan protein dalam suasana asam dan metode yang paling praktis adalah metode carik celup. (Pramita, 2015).
2.4 Pemeriksaan Metode carik celup
Banyak pemeriksaan penyaring sekarang dilakukan dengan menggunakan carik celup. Pemeriksaan yang memakai carik celup biasanya sangat cepat dan mudah.
Carik celup berupa secarik kertas plastik yang pada sebelah sisinya dilekati dengan satu sampai sembilan kertas isap atau bahan penyerap lain yang masing- masing mengandung reagen-reagen spesifik terhadap salah satu zat yang mungkin ada dalam urin. Adanya dan banyaknya zat yang dicari ditandai oleh perubahan warna tertentu pada bagian yang mengandung reagen spesifik. Pemeriksaan protein urin dengan carik celup ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor suhu dan cahaya matahari maka carik celup harus disimpan dengan baik (Gandasoebrata, 2007).
Gambar 2. Metode Carik Celup (Riyani Ani, 2018)
Banyak jenis pemeriksaan penyaring sekarang dilakukan dengan menggunakan metode carik celup
(dipstik, strip reagen, striptes urin). Sebuah carik celup atau dipstik merupakan alat diagnostik dasar yang digunakan untuk menentukan perubahan patologis dalam urine pada urinalisis standar. Carik celup berupa carik plastik tipis kaku yang pada sebelah sisisnya dilekati dengan satu sampai sembilan kertas isap atau bahan penyerap lain (kertas seluloid) yang, masing – masing mengandung reagen – reagen spesifik terhadap salah satu zat yang dicari ditandai perubahan warna tertentu pada bagian yang mengandung reagen spesifik, skala warna yang menyertai carik celup memungkinkan penilaian semikuantitatif. Tes carik celup dapat terdiri dari hingga 10 bantalan kimia yang berbeda atau reagen yang bereaksi (berubah warna) ketika direndam, dan kemudian dihapus dari sebuah sampel urin.
Pemeriksaan yang memakai carik celup biasanya sangat cepat, mudah, dan spesifik (Pramita, 2015).
3. Metode Penelitian
3.1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksperimen. Artinya adalah peneliti melakukan eksperimen untuk mengetahui perbedaan yang di dapat dari hasil perbandingan metode bang den
gan carik celup.
3.2 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain ekperimen dilakukan perbandingan metode carik celup dengan metode Bang dengan prinsip yang berbeda serta perbedaan suhu kulkas dengan suhu ruang dan penundaan sampel yaitu, 0 jam, 1 jam, 3 jam, 6 jam.
Jumlah treatment pada penelitian ini adalah 70 kelompok sehingga dengan rumus gomez didapatkan pengulangan minimal sebanyak 1 kali.
3.3 Waktu dan tempat penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah pada bulan September 2019 dan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung.
3.4 Alat dan Bahan
Clinipette 20 ul & 1.000 ul, Bulp Pipet, Tip Biru dan Kuning, Fotometer, Mikropipet 1000 ul, Pipet Ukur, Penjepit Kayu, Rak Tabung, Tabung reaksi, Tissue, Spirtus, Carik Celup, Serum, Larutan Standar Protein Total, Reagen Bang dan Pereaksi Biuret.
3.5. Cara Kerja
3.5.1. Pembuatan reagen bang
Ditimbang Natrium asetat 11,8 gram.
dimasukan ke dalam gelas ukur. Ditambahkan Asam asetat glasial 5,65 ml. Kemudia ditambahkan 100 ml
aquades lalu dihomogenkan dan diukur pH nya untuk mendapatkan pH 4,7. (pramita, 2015)
3.5.2 Pembuatan Serum
Diambil darah vena, darah yang telah diambil segera dimasukan kedalam tabung serologi kering, tanpa penambahan antikoagulan. Kemudian biarkan sampai membeku, selama 15 menit. Disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Serum yang ada dibagian atasnya dipindahkan kedalam aliquot yang bersih dan kering, setelah itu diberi label identitas.
3.5.3 Pemeriksaan Kadar Protein Total Metode Biuret Prinsip : Ikatan peptida yang terdepat dalam protein dalam suasana basa akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu dengan pereaksi Biuret, intensitas warna yang terjadi setara dengan kadar protein Total dalam sampel dan diukur dengan menggunakan Fotometer dengan panjang gelombang 546 nm.
Dicampur sampai homogen. Diinkubasi selama 5 menit pada suhu 370C. diukur Kadar protein total pada fotometer dengan panjang gelombang 564 nm.
3.5.4 Pembuatan Urin Positif Protein
Disiapkan urin sewaktu. Disiapkan serum yang sudah diketahui kadar proteinnya, kemudian ditambahkan serum kedalam urin sesuai rumus V1 x N1
= V2 x N2. Masukan masing – masing 5 ml kedalam tabung reaksi.
3.5.5 Prosedur kerja Pemeriksaan Urin Metode Bang Prinsip : Protein urin dalam suasana asam akan membentuk endapan atau gumpalan bila dipanaskan.
Dimasukan 5 ml urin kedalam tabung reaksi.
Ditambah 0,5 ml reagen Bang. Kemudian dipanaskan selama 5 menit/20 detik. Dilihat kekeruhan yang terbentuk. (Ani riyani, 2018)
Interpretasi hasil :
( - ) Tidak ada kekeruhan (<10 mg/dl) ( + ) Kekeruhan sedikit(tanpa butir – butir)
(10 – 50 mg/dL)
( ++ ) Kekeruhan jelas (berbutir) (50 – 200 mg/dL)
( +++ ) Kekeruhan hebat dan (berkeping – keping) (200 – 500 mg/dL)
(++++) Menggumpal dan padat
(>500 mg/dL) (Gandasoebrata, 2007)
3.5.6 Prosedur kerja Pemeriksaan Urin Metode Carik Celup
Prinsip :Protein Error of Indicators” ketika pH menjadi konstan oleh adanya buffer, indikator melepaskan ion H+ karena adanya protein dan mengubah warna dari kuning menjadi biru kehijauan.
Prosedur : dimasukan 5 ml urin kedalam tabung reaksi. Celupkan Strip kedalam urin selama 1 detik.
Keluarkan dan tiriskan. Kelebihan urin di lab dengan tisu/kertas saring. Dibaca terjadinya perubahan warna dalam 60 detik. Dibandingkan dengan warna standar pada tabung/baca dengan alat khusus.
Interpretasi hasil :
( - ) : Tetep kuning (<5 mg/dl)
(+1) : Kuning kehijau – hijauan (30 mg/dl) (+2) : Hijau kekuning-kuningan (100 mg/dl) (+3) : Hijau muda (300 mg/dl)
(+4) : Hijau tua (>2000 mg/dl)
4. Hasil dan Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian protein urin dapat diketahui dengan Carik Celup berdasarkan pH karena adanya protein. Indikator tertentu dapat menunjukan larutan protein memeliki pH tertentu. Derajat perubahan warna tertentu oleh kadar protein dalam cairan, sehingga perubahan warna itu menjadi ukuran semi kuantitatif pada protein urin. Daerah ini berubah kuning jika protein negatif tetapi akan berubah menjadi hijau tergantung pada konsentrasi protein yang ada.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan urin modifikasi yakni dengan konsentrasi 30 mg/dl, 100 mg/dl, 300 mg/dl, dan 2000 mg/dl. Dengan cara memasukan rumus V1 . N1 = V2 . N2 dan perbandingan urin dengan serum yang telah diketahui konstentrasinya, konsetrasi serum yang didapatkan yaitu 5900 mg/dl kemudian barulah dicampur dengan urin.
Pada larutan Bang adanya protein dalam urin dapat diketahui berdasarkan timbulnya kekeruhan. Derajat kekeruhan ini menjadi satu ukuran jumlah protein yang ada. Prinsip dari metode ini adalah protein dalam suasana asam lemah apabila dipanaskan akan mengalami denaturasi dan terjadi endapan.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan protein urine metode bang
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa tidak adanya perubahan hasil protein total metode bang selam sampel urin ditunda baik pada suhu 270C dan 60C. Hasil ini
Blanko Standar Sampel
Standar - 20 ul -
Serum - - 20 ul
Larutan kerja
1.000 ul 1.000 ul 1.0000 ul
relatif stabil dalam penundaan selama 6 jam. Begitupula pemeriksaan protein urin metode cari celup, tidak adanya perubahan hasil protein urin yang di tunda selama 6 jam seperti yang tertera pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan protein urine metode carik celup
Pada pelaksaan dilapangan untuk pemeriksaan proteinuria metode carik celup dapat digunakan karena metode ini relatif mudah cepat dan tidak memerlukan urin yang banyak dan metode bang digunakan sebagai konfirmasi untuk hasil – hasil yang meragukan, karena pada metode carik celup menggunakan cara kerja enzimatik yang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan diantaranya perubahan suhu. Karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi, apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria (kencing berdarah), pengaruh obat, urin yang sangat basa (pH > 8)
2. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urin yang sangat encer, urine sangat asam (pH dibawah Sedangkan pada metode Bang cara kerja atau perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia yang bersifat tetap baik ditunda dan disimpan pada suhu 27C atau suhu 6C.
Pada pemeriksaan carik celup tidak terjadi perubahan hasil dengan adanya pengaruh waktu penyimpanan dan suhu pada pemeriksaan, karena suhu yang di pilih tidak berpengaruh pada pemeriksaan protein serta pH pada urin tetap stabil yaitu 5,0. Karena pH pun berpengaruh pada protein urin metode carik celup. Stabilitas pH pada protein urin yaitu 4,5 – 8,0.
5.Kesimpulan
Berdasaran penelitian tentang pemeriksaan protein urin metode Bang dan metode Carik celup didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada urin dengan variasi suhu 27°C dan suhu 6°C dengan penundaan 0 jam, 1 jam, 3 jam, dan 6 jam hasil masih tetap stabil pada metode bang maupun metode carik celup.
Daftar Pustaka
DR. Ani Riyani, M.Kes, 2018. Penuntun Praktikum Kimia Klinik I. Untuk Mahasiswa Analis Kesehatan.Bandung.
DR. Ani Riyani, M.Kes, 2018. Penuntun Praktikum Kimia Klinik II. Untuk Mahasiswa Analis Kesehatan.Bandung.
Bandiyah, 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gennoritik. Nuha Medika. Gejala dan tanda gagal ginjal akut. Yogyakarta.
Baron.D.N., 1990.Kapita Selekta Patologi Klinik. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Bawazier LA.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed).
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Siti S, editors. Jakarta: Interna Publishing, 2009; p.
956-61.
Bawazier, LA., 2006, Proteinuria dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, edisi ke-4 jilid 1 : 519, Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Berhrman, dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Volume 3. EGC : Jakarta.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga.
Davey, Pacrick, 2005, Medicine at a Glance, Erlangga ISBN 979-741-994-0 : Jakarta.
Froom, P dkk. 2000. Stabilitiy Of Common Analytes in Urine Refrigerated for24 h Before Auotomated Analysis by Tes Strip. Clinical chemistry.
Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2007.
Hardjoeno, H., & Fitriani. 2007. Substansi dan cairan tubuh. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin (LEPHAS).
Hawab HM. 2007. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.
Kus Irianto, 2005. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis, Yrama Widya, Bandung.
Mulyati, 2009. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Proteinuria Menggunakan Tes Strip dan Presipitasi Asam Sulfosalisilat 20% di Laboratorium Puskesmas. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Mutma Inna, 2017 “Perbedaann Pemeriksaan Protein Urin Positif dan Berat Jenis Urin Yang Diperiksa Secara Langsung dan Tunda 2 jam”, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Pramitha Galuh Ajeng Pradana, 2015. Alat Pemeriksaan Carik Celup Urine (Reflactan). Politeknik Kesehatan Surabaya.
Purnomo, B.B. 2007. Dasardasar Urologi. Cetakan ketiga, Informedika, Jakarta.
RI Kesehatan. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI: Penyebab Kematian Ibu, 2014.
Syafe’i Amd.Ak, 2013, Kimia Klinik. Untuk Analis Kesehatan. Tangerang.
Sibai BM. Preeclampsia and Hypertensive Disorders (7th ed). Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. Elsevier Inc, 2016; p. 661-705.e3.
Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Salemba Medika : Jakarta.Susan King Strasinger, Marjorie Schaub Di Lorenzo, 2017.Urinalisis dan Cairan Tubuh. Edisi 6. EGC : Jakarta.