• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawetan Daging dengan Cara Curing

N/A
N/A
Mkdln

Academic year: 2024

Membagikan "Pengawetan Daging dengan Cara Curing"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya D : 2 : 2017 (Curing)

CURING

Jane Nathania, Sicilia Sishi Liem, Lia Anagustina, Ivan William, Thomas Indarto Putut Suseno

Abstrak

Daging adalah makanan sumber protein yang utama. Sebagai makanan yang kaya nutrisi, daging segar mudah mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk mengawetkan daging adalah dengan curing. Tujuan dilakukannya curing adalah untuk emdapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang diharapkan dan mengurangi pengerutan selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan daging. Curing dapat dilakukan dengan penambahan bahan seperti garam, Na-nitrit, atau Na-nitrat dan gula, serta bumbu-bumbu. Perlakuan pada penelitian yang kami gunakan adalah suhu penyimpanan dan konsentrasi NaCl, gula, Na-nitrit dan asam askorbat yang berbeda-beda selama 1 jam.

Kata kunci: Daging, curing

Latar Belakang

Daging sapi adalah salah satu jenis daging yang sering diolah menjadi suatu produk makanan oleh masyarakat Indonesia. Self life dari daging yang rendah seringkali menyebabkan daging menjadi terbuang. Kesalahan dalam pengolahan daging sapi seringkali menyebabkan tekstur dan warna dari daging sapi menjadi keras, tidak disukai, dan tidak menarik. Mioglobin merupakan pigmen utama penyusun 80% dari pigmen daging dan berwarna merah keunguan. Kadar mioglobin daging akan mempengaruhi derajat warna merah daging. Kadar mioglobin bervariasi dengan spesies, umur, jenis kelamin, jenis otot dan aktivitas fisik (Setiani, dkk, 2014)

Salah satu cara untuk meningkatkan Self life dan kualitas dari daging adalah dengan cara curing. Curing merupakan suatu cara pengolahan dan pengawetan untuk menarik air atau mengurangi kadar air dari ikan dengan cara penggaraman (pengasinan), pengeringan, pengasapan, pemindangan (boiling in salt), pengasaman dan fermentasi (Ilyas, 1980). Ada tiga metode curing yang biasa dilakukan, yaitu curing basah, curing kering dan kombinasi dari kedua metode tersebut. Curing kering adalah cara curing tanpa penambahan air, dimana air hanya berasal dari daging. Curing basah adalah cara curing dengan penambahan air untuk merendam daging dan bahan-bahan. Pada metode kombinasi, mula- mula dilakukan cara basah kemudian bahan-

bahan curing ditambahkan lagi untuk meningkatkan penetrasinya ke dalam daging (Sumbaga, 2006).

Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui pengaruh dari penambahan bahan curing yang berbeda terhadap daging sapi.

Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam melakukan praktikum ini adalah timbangan analitis, timbangan digital metler, alat penggiling daging, pisau (stainless steel), refrigerator (suhu ± -3ºC), beaker glass, gelas ukur, termometer, piring, plastik, telenan, kompor, dandang, spatula dan aluminium foil. Aluminium foil ini digunakan untuk menutup beaker glass pada saat dilakukan pendiaman selama 1 jam.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah garam dapur, asam askorbat, gula pasir, na-nitrit, aquades, dan daging sapi. Daging sapi yang digunakan adalah bagian lulur dalam yang masih dalam keaadaan segar.

Metodologi

Proses curing pada daging

Proses curing pada daging sapi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir proses curing pada daging sapi

1

(2)

Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya D : 2 : 2017 (Curing)

Perlakuan penyimpanan pada proses curing

Perlakuan penyimpanan pada proses curing pada daging sapi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan penyimpanan pada proses curing pada daging sapi

Sampel Suhu pemeraman dan lama pemeraman

Bahan curing / 100 gr berat daging

Na Cl

Gul a

Na- nitrit

Asam Askor bat 1 3ºC (freezer),

1 jam 0,2 0,1 0 0

2 Suhu kamar,

1 jam 0,2 0,1 0 0

3 3ºC (freezer),

1 jam 0,2 0,1 0,01

5 0

4 Suhu kamar,

1 jam 0,2 0,1 0,01

5 0

5 3ºC (freezer),

1 jam 0,2 0,1 0,01

5 0,045

6 Suhu kamar,

1 jam 0,2 0,1 0,01

5 0,045

Kontrol 3ºC (freezer),

1 jam 0 0 0 0

Kontrol Suhu kamar,

1 jam 0 0 0 0

Uji warna

Pengujian warna ini dilakukan pada saat awal daging digiling, setelah dilakukan pendiaman berdasarkan perlakuan dan setelah dilakukan pemanasan/steam. Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan oleh mata. Pengujian warna dilakukan dengan membandingkan warna antar tiap perlakuan dengan pemberian intensitas warna.

Pengujian aroma

Pengujian aroma juga dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan indera penciuman atau hidung. Uji aroma ini juga hampir sama dengan pengujian warna karena adanya pembandingan tiap perlakuan dengan memberikan intensitas.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Curing Sampel

Warna Sebelum Sesudah

aging

Sesudah kukus

1 + +++ -

2 + ++ -

3 + +++ -

4 + ++ -

5 + +++ -

6 + ++ -

7 + ++ -

8 + ++ -

Ket: + (warna semakin merah cerah)

Curing merupakan cara pengolahan daging dengan penambahan beberapa bahan baku sepergi NaCl, Na-nitrit atau Na-nitrat, dan gula (dekstroksa atau sukrosa atau pati hidrolisis) serta bumbu-bumbu (Soeparno, 1998). Tujuan dilakukannya adalah untuk mendapatkan warna stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang umur simpan produk daging.

Berdasarkan data pengamatan pada tabel 1, dapat dilihat bahwa proses curing yang

2

(3)

Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya D : 2 : 2017 (Curing)

dilakukan masih kurang maksimal, ditandai dengan warna daging setelah dimasak (kukus) tidak berwarna merah akan tetapi berubah menjadi abu-abu seperti warna daging yang telah dimasak pada umumnya. Ada beberapa hal yang menjadi faktor keberhasilan proses curing.

Konsentrasi dari bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan proporsi daging yang digunakan.

Jika konsentrasi bahan curing terlalu kecil, maka besar kemungkinan proses curing tidak berhasil.

Suhu dan waktu pada proses aging juga mempengaruhi keberhasilan dari proses curing.

Terlihat pada tabel, warna daging setelah proses aging yang paling merah adalah pada sampel 1, 3, dan 5 yang disimpan pada suhu 3°C (freezer). Hal ini dikarenakan secara umum curing dilakukan pada suhu sekitar 1-3°C. Pada rentang suhu yang rendah ini cukup untuk menghambat sebagian bakteri sampai penetrasi garam selesai, tetapi mikroba pereduksi nitrat masih tumbuh dengan lambat (Naruki, 1991). Faktor lain yang mempengaruhi proses curing adalah homogenisasi bahan terhadap daging yang digunakan. Ketika proses pencampuran, jika pengadukan yang dilakukan tidak homogen, maka kemungkinan besar warna yang dihasilkan tidak merata sehingga mengurangi kualitas produk curing.

Bahan yang paling efektif untuk proses curing adalah Na-nitrit. Seperti terlihat pada tabel 1, sampel 3 dan 5 yang diberi Na-nitrit dan disimpan pada suhu freezer dapat mempertahankan warna merah cerah setelah proses aging. Hal ini dikarenakan adanya senyawa nitrit pada daging akan mampu mereduksi feri menjadi ferro dalam mioglobin sehingga warna merah daging dapat dipertahankan. Sampel 5 yang ditambahkan asam askorbat juga menghasilkan warna merah yang cerah. Asam askorbat berfungsi untuk mempertahankan warna daging selama proses pengolahan. Penambahan asam askorbat ke dalam larutan curing mempercepat reduksi metmioglobin dan mengubah nitrit menjadi nitrir oksida (Soeparno, 1998). Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan sampel 5 paling efektif pada percobaan curing ini.

Kesimpulan

Perbedaan proporsi bahan curing yang digunakan dan suhu pemeraman yang dilakukan mempengaruhi warna dari hasil akhir produk cured meat.

Daftar Pustaka

Ilyas, S. 1980. Teknologi Pengolahan dan

Pengawetan Ikan. Laporan Loka-karya.

Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Naruki, S. 1991. Kimia dan Teknologi

Pengolahan Daging. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi, UGM.

Setiani,Bhakti E.,dkk.2014. Determinasi Warna Daging Curing Pada Daging Dan Produk Olahan Daging.Semarang : Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Sumbaga, Dadik Satria.2006. “Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Selama Penyimpanan”.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 1998. Teknologi Daging (Cetakan Ke-tiga). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

3

(4)

Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya D : 2 : 2017 (Curing)

LAPIRAN FOTO Sebelum

Setelah aging

Setelah pemasakan

4

Referensi

Dokumen terkait

Asam askorbat mempercepat pembentukkan nitrit oksida dari nitrit sehingga diperoleh warna merah yang diharapkan dan residu nitrit yang tertinggal pada produk daging

Rata-rata nilai skor kualitas organoleptik (rasa, aroma, warna, tekstur, dan keempukan) daging ayam kampung yang diberi pasta jahe dapat dilihat pada Tabel

Penilaian aroma, rasa, warna dan tekstur memiliki fungsi dan cara penilaian yang berbeda, antara lain :1)Penilaian aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan

Mutu organoleptik pengaruh lama perendaman dengan asap cair terhadap sifat organoleptik sosis daging ayam yang diamati dalam penelitian yakni warna, aroma, tekstur, cita

Hasil uji hedonik sosis daging sapi dengan penambahan persentase pasta buah merah yang berbeda meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa, dapat dilihat pada Tabel 2..

Pelaksanaan iradiasi daging dan unggas segar dengan tujuan semata- mata untuk memperpanjang masa simpan dianggap kurang tepat, karena hal tersebut dapat dicapai

Berdasarkan uji organoleptik terhadap daging paha ayam pedaging yang diberi ransum mengandung cacing tanah, karakteristiknya adalah tekstur sedang, warna kuning, aroma tidak

• Metode pengawetan makanan di antaranya: – menghilangkan mikroorganisme dengan penyaringan – menyimpan dalam suhu dingin – pengalengan – pasteurisasi – mengurangi ketersedian air