MODUL PERKULIAHAN 2
Corporate Reputation Management
Pengelolaan Citra,
Persepsi dan Reputasi
Fakultas Program Studi Online Kode MK Disusun Oleh
Fakultas Ilmu
Komunikasi Public Relations
02
PO51720017 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.Abstract Kompetensi
a) Definisi dan pengertian dasar tentang citra, persepsi, dan reputasi sekaligus konvergensi atas ketiganya; b) signifikansi reputasi terhadap individu, produk, dan kelembagaan.
Memahami dan mengidentifikasi konsep dasar citra, persepsi dan reputasi baik untuk konteks personal (personal reputation), produk (branding/product- service reputation) dan organisasi (corporate reputation) dalam bentuk Draft Proposal Communication Plan.
Pengelolaan Citra, Persepsi dan Reputasi
1. PENGERTIAN CITRA, PERSEPSI, dan REPUTASI
Gambar 1. Tahapan Menuju Reputasi Organisasi
A. Citra
Proyeksi menurut KBBI merupakan perkiraan tentang keadaan masa yang akan datang dengan menggunakan data yang ada (sekarang). Proyeksi mengandung unsur perkiraan yang akan terjadi yang sudah diarahkan sebelumnya. Dalam konteks berkomunikasi maka proyeksi dapat dilakukan dengan memperbaiki atau menyesuaikan citra diri atau individu yang ada sekarang menjadi lebih baik, sehingga dimasa mendatang mencapai tujuan citra yang lebih positif. Misalnya cara berbicara atau cara berpakaian yang sekarang kurang baik perlu ditingkatkan agar dimasa mendatang lebih baik dari yang ada sekarang.
Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.
Nilai-nilai Pusat Nilai-nilai
Identitas Proyeksi
Citra
Reputasi
Bill Canton mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.
Menurut Philip Henslowe, citra adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk atau situasi).
Kemudian Rhenald Kasali juga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi.
Sedangkan Frank Jefkins mengartikan citra sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personel, produk, atau jasa-jasa suatu organisasi atau perusahaan
Jenis Citra
Ada beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins yaitu:
1. Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota- anggota organisasi – biasanya adalah pemimpinnya – mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.
2. Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
3. Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.
4. Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan). Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
B. Persepsi
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan nya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Seperti yang dikatakan oleh David Krech.
The cognitive map of the individual is not, then, a photograpic representation of the physical world; it is, rather, a partial, personal constructionin which certain objects, selected out by the individual manner. Every perceiver is, as it were, to somedegres a nonrepresentational artist, painting a picture of the world that expresses his individual view of reality.1
(Peta kognitif individu itu bukanlah penyajian potografik dari suatu kenyataan fisik, melainkan agak bersifat konstruksi pribadi yang kurang sempurnamengenai obyek tertentu, diseleksi sesuai dengan kepentingan utamanya dan dipahami menurut kebiasaannya. Setiap pemahaman (perceiver) adalah pada tingkat tertentu bukanlah seniman yang representatif, karena lukisan gambar tentang kenyataan itu hanya menyatakan pandangan relaitas individunya).
Menurut Duncan, persepsi itu dapat dirumuskan dengan pelbagai cara, tetapi dalam ilmu perilaku khususnya psikologi, istilah ini dipergunakan untuk mengartikan perbuatan yang lebih dari sekedar mendengarkan, melihat atau merasakan sesuatu. Menurut Guru Besar University of Alabama ini, persepsi yang signifikan itu ialah jika diperluas di luar jangkauan lima indera dan merupakan suatu unsur yang penting di dalam penyesuaian perilaku manusia.
Menurut Luthans persepsi itu meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyususnan, dan penafsiran. Walaupun persepsi sangat tergantung pada penginderaan data, proses kognitif barangkali bisa menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sembpurna data tersebut. Satu contoh, cobalah dilihat suatu obyek yang diam dan tidak bergerak seperti gedung atau patung. Lihatlah obyek tersebut dari satu sisi, kemudian putarlah pelan-pelan pandangan ke sisi lain, maka yang nampak seakan-akan obyek tersebut bergerak. Contoh ini menunjukkan bahwa seseorang memahami (perseive) obyek tersebut diam tidak bergerak, tetapi penginderaannya mengatakan bahwa obyek tersebut
1 David Krech, Richard S. Cruthfield; dan Egerton L. Ballachy, Individual in Society, New York, McGraw-Hill Book Company , 1962, hal 20
bergerak. Dengan demikian proses persepsi akan dapat mengatasi proses penginderaan.
Dengan kata lain proses persepsi dapat menambah, dan mengurangi kejadian senyatanya yang tangkap pancaindera seseorang.2
Persepsi dan Citra
Menurut Nimoeno citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi- sikap:“....proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus.
Empat komponen tersebut dapat diartikan sebagai:
1. Persepsi. Diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra.
2. Kognisi. Yaitu suatu keyakinan diri individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat memengaruhi perkembangan informasinya.
3. Motif. Adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
4. Sikap. Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu
C. Reputasi
Pengertian Reputasi:
Kata “reputasi” berasal dari kata Latin “reputatio” yang artinya
“menilai”/ “mengevaluasi”. Dalam kamus Oxford, “reputation” didefinisikan sebagai
“the general opinion about a person or a thing” (opini umum tentang seseorang atau sesuatu).
Reputasi perusahaan merupakan resultan dari pemenuhan terhadap ekspektasi rasional dan ekspektasi emosional masing-masing stakeholder terhadap perusahaan dalam setiap
2 Fred Luthans, Organizational Behavior, 3rd.ed., New york, McGraw Hill, 1981, hal 84.
momen interaksinya. Ekspektasi rasional lebih didasarkan atas kinerja atau kualitas dari produk yang dikonsumsi sedangkan ekspektasi emosional lebih didasarkan atas perilaku dan perspsi stakeholder.
Bicara masalah ekspektasi rasional ini menyangkut masalah produk dan layanan (persepsi kualitas produk, inovasi, nilai, keandalan produk atau jasa) dan kinerja finansial (persepsi atas profitabilitas, prospek, dan resiko perusahaan) serta Visi dan Kepemimpinan (seberapa jauh perusahaan menunjukkan visi yang jelas dan kepemimpinan yang kokoh), sedangkan berbicara masalah ekspektasi emosional lebih menyangkut masalah imbauan emosional (sejauhmana perusahaan disukai,diminati dan dihormati), lingkungan kerja (sejauhmana persepsi atas seberapa baik perusahaan dikelola bagaimana bekerjanya dan bagaimana kualitas karyawannya) serta tanggungjawab sosial, (sejauhmana persepsi atas perusahaan sebagai warga negara yang baik yang berkaitan dengan komunitas, karyawan dan lingkungannya).
Reputasi merupakan akumulasi dari corporate image secara lintas kelompok antar stakeholders maupun dalam lintasan waktu (over the time).
Reputasi menurut Basya dan Sati adalah suatu nilai yang diberikan kepada individu, institusi atau negara. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena harus dibangun bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dinilai oleh publik. Reputasi juga baru bertahan dan sustainable apabila konsistennya perkataan dan perbuatan
Menurut John Doorley3 :
Reputation = Sum of Image = Performance (P) and Behavior (B)+ Communication (C)
Citra dan Reputasi
Dibawah ini adalah perbedaan dari Citra dan Reputasi. Citra merupakan proses yang mendahului terbentuknya Reputasi. Akumulasi Citra yang berlangsung konsisten bertahun- tahun itulah yang akhirnya menjadi rekam jejak dalam mebangun reputasi.
3? John Doorley, Helio Fred Garcia, Reputation Management (2015) hal 32
CITRA REPUTASI
* Idea held by the public * General opinion about a person or a thing (ide yang ada di benak publik) (opini umum tentang seseorang / sesuatu)
* Mental picture (gambaran mental) * Track record (rekam jejak)
* Dapat diciptakan * Sesuatu yang diperoleh
Dari hasil seminar reputasi dan peran PR = Reputasi + Merek” (Henny S. Widyaningsih):
Citra adalah apa yang diinginkan oleh sebagian besar masyarakat terhadap suatu subyek berdasarkan atas apa yang telah dipelajari oleh perusahaan/organisasi, atau konsultan PR dari hasil diskusi, komentar, iklan, penilaian kata-kata dan sumber lain.
Meski citra identik dengan reputasi, citra lebih berkonotasi superfisial, bahkan mungkin ilusi.
Penampilan sesaat dapat menciptakan citra, tetapi reputasi membutuhkan konsistensi dan pemahaman tentang sikap / tingkah laku.
2. SIGNIFIKANSI REPUTASI TERHADAP INDIVIDU, PRODUK/JASA, KELEMBAGAAN
Merk dan reputasi merupakan aset yang sangat berharga mesikpun tidak nyata (intangible asset) baik bagi organisasi profit maupun organisasi non profit → reputasi yang baik dari suatu perusahaan akan menaikkan reputasi merk produk/jasa yang dihasilkannya.
Contoh pada organisasi profit: Sunkist menerima $ 10,3 juta dalam bentuk royalti atas pemberian merk lisensi kepada:
Fruit Gems → permen dari Ben Myerson
Soda jeruk Sunkist → Cadbury Schweppes
Minuman jus Sunkist & snack buah Sunkist → Lipton
Sunkist Vitamin C → Ciba-Geigy
Contoh pada organisasi non profit: boneka binatang (replika binatang yg tengah dilindungi dari kepunahan) yang dijual WWF untuk menambah dana bagi aktivitasnya.
Pakar pemasaran, Philip Kotler, mengatakan bahwa seni pemasaran sebagian besar terletak pada seni membangun merk. Produk tanpa merk akan menjadi suatu komoditi belaka sehingga hanya harga yang berperan, dan yang menjadi pemenang adalah yang
biaya produksinya paling rendah. Padahal banyak bukti menunjukkan bahwa peran merk sangat besar, meskipun yang dijual hanya air dalam kemasan → mengapa memilih Aqua untuk air minum kemasan?
Citra merk bukan apa yang diciptakan oleh pemasar tapi apa yang terbentuk di benak konsumen atas usaha-usaha pemasar dalam mengomunikasikan merknya → mengubah citra sebuah merk berarti mengubah apa yang dipikirkan (dan juga diharapkan) oleh konsumen.
Pengertian reputasi dalam konteks organisasi :
Apa yang diingat masyarakat tentang suatu organisasi,
Apa yang diidentifikasi masyarakat terhadap organisasi tersebut,
Seringkali disebut juga “Corporate Brand” (Merk Korporat).
Reputasi merupakan sebuah jembatan antara suatu organisasi dengan para stakeholder-nya → reputasi menterjemahkan tindakan di masa lalu, saat ini serta masa depan ke dalam suatu sinyal informasi yang dimengerti oleh setiap stakeholder.
Dalam soal merk, terkandung pula soal reputasi / kredibilitas perusahaan → contohnya adalah Toyota, J&J, Acer, dll.
Citra sebuah merk terutama terbentuk oleh pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan suatu organisasi, yang diwakili oleh merk → bukan iklan yang membentuk citra, melainkan pengalaman konsumen selama berhubungan dengan merk (baik produk/jasa).
Contoh perusahaan jasa: Singapore Airlines
Jika suatu merk dapat membangun citra yang lebih baik dari saingannya, merk itu akan menikmati suatu tingkat perlindungan → suatu produk yang baik namun citranya rendah akan sulit mendapatkan konsumen bahkan terancam gagal di pasaran.
Bila reputasi organisasi tinggi, penggunaan merk pada produk/jasa yang dihasilkan dengan mengaitkan nama organisasi akan menambah nilai pada produk/jasa tersebut.
Contoh: Nestlé dengan Kitkat, merk coklat yg dibeli dari perusahaan Rowntrees.
Reputasi yang baik dari suatu organisasi juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam mencoba produk/jasa yang ditawarkan. Dalam konteks organisasi non profit, reputasi yang baik tersebut akan mendorong para donatur menyumbangkan dana bagi aktivitas organisasi tersebut.
Overview Manajemen Reputasi
Reputasi merupakan akumulasi dari (corporate) image, secara lintas kelompok antar stakeholders, maupun dalam lintasan waktu. Stakeholders seperti karyawan, pemegang saham, pelanggan, komunitas seringkali digolongkan sebagai primary groups, serta media, pemerintah, pemasok sebagai secondary group. Meskipun penggolongan tersebut dapat saja berbeda karena setiap perusahaan/organisasi memiliki nature of business yang berbeda sehingga pengelompokannya pun dapat berbeda pula.
Kelompok-kelompok stakeholder ini masing-masing memiliki penilaian image tertentu terhadap perusahaan/organisasi. Kumpulan dari corporate image masing-masing kelompok dalam rentang waktu yang panjang akan membentuk reputasi perusahaan.
Manajemen reputasi mempunyai tugas utama untuk mengelola image sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan (wished image). Walaupun demikian manajemen reputasi harus bergerak di ‘dua dunia’ agar tidak timpang: dunia realitas dan dunia image. Bergerak di dunia realitas dalam arti perusahaan harus benar-benar mempunyai organizational behaviour yang dapat mendukung kinerja perusahaan dan menunjang reputasi perusahaan.
Kemudian langkah-langkah manajemen reputasi dalam dunia realitas ini harus didukung oleh kegiatan corporate communication yang efektif agar persepsi konstituens tidak salah, dan terbentuklah image – dan dalam jangka panjang reputasi – yang diharapkan.
Tidak heran jika reputasi perusahaan merupakan asset strategis, karena reputasi dapat meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan. Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal. Akibatnya, perusahaan terjebak dalam perspektif menyesatkan. Lantas, bagaimana cara untuk mengetahui seberapa kuat reputasi perusahaan?
Dalam hal ini yang dapat dilakukan mengukurnya melalui penelitian pasar. Proses ini dapat menunjukkan di posisi apa reputasi perusahaan jika dibandingkan dengan reputasi para pesaing.
Selain itu pengukuran reputasi perusahaan juga dapat menunjukkan sektor mana saja yang perlu diprioritaskan dan secara umum berlaku sebagai road map bagi perjalanan proses pengelolaan itu sendiri.
Beberapa perusahaan melakukan pengukuran reputasi dengan pendekatan media coverage untuk kemudian menterjemahkan isinya ke dalam reputation score cards. Memang opsi ini lebih baik daripada tidak ada action evaluasi sama sekali, walaupun opsi ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama akan tampak betapa pendekatan ini lebih fokus pada merekam outcome dari aktivitas humas di media, sedangkan pengaruhnya terhadap khalayak sasaran luput dari pengukuran.
Secara sepintas, ada empat indikator yang dapat dipakai untuk menaksir seberapa kuat reputasi suatu perusahaan:
1. Daya saing perusahaan dalam menjual produk/jasa dengan harga premium pada kurun waktu yang tidak sebentar.
2. Kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang berkualitas
3. Konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan words of mouth berupa rekomendasi positif baik dari sisi pasokan maupun pemasaran.
4. Keberpihakan publik ketika terjadi masalah, tidak saja dalam kemampuan perusahaan untuk berkelit dari media ataupun kritikan publik.
Jika diamati, terutama saat keadaan memaksa perusahaan untuk berubah, tidak sedikit perusahaan dalam mengelola reputasinya hanya dengan perubahan yang sifatnya sekedar menyentuh kulit (kosmetik). Perubahan kosmetis seperti penggantian logo semata tidak akan berarti banyak. Pengelolaan reputasi, apalagi bagi perusahaan yang baru saja mengalami krisis, membutuhkan perubahan yang fundamental dalam satu proses yang terintegrasi. Tidak lain, karena reputasi bukanlah sekedar masalah kepercayaan diri tetapi menyangkut jalinan yang didasarkan atas kepercayaan (trust) dan integritas.
Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact), misalnya influencer yang dapat mengubah opini. Untuk menjembatani perusahaan dengan khalayaknya baik dalam masa krisis maupun masa
‘damai’ tentu saja dibutuhkan komunikasi yang proaktif dan terencana dengan baik.
Pesan yang sesuai dengan budaya komunitas yang disasar harus dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dari sekedar dapat diterima tetapi betul-betul menarik, menggugah, dan dapat menjadi ‘mantra’. Untuk itu pesan harus dikemas secara unik dan disampaikan secara konsisten kepada khalayak yang tepat. Outreach yang baik dengan melibatkan media berpengaruh jelas sangat penting artinya untuk penyampaian pesan. Demikian halnya dengan program-program yang berkenaan dengan corporate social responsibility atau sponsorship yang sifatnya strategis. Pembentukan citra yang positif melalui advertising juga akan mampu meningkatkan reputasi perusahaan.
Pengelolaan reputasi merupakan tanggungjawab bersama, tidak cukup hanya dibebankan pada bagian PR atau bahkan pimpinan perusahaan semata. Sebaliknya, tanpa dukungan dari manajemen puncak, pengelolaan reputasi cenderung akan berjalan di tempat. Masing- masing pihak dituntut untuk tidak hanya sadar atau percaya terhadap proses pengelolaan reputasi, tetapi juga berkomitmen untuk secara konsisten mewujudkannya. Untuk itu harus ada konsensus antara manajemen dan karyawan dalam tata nilai utama (core values) dan tujuan perusahaan. Meskipun demikian, perlu diorganisasikan dengan jelas antara pengelolaan reputasi perusahaan dan pengelolaan reputasi produk baik internal maupun eksternal. Masing-masing mempunyai porsi dan penanggungjawab sendiri-sendiri dan diatur sedemikian rupa agar tidak saling berbenturan sehingga tidak kontra produktif.
Pengelolaan reputasi yang efektif tidak bisa dilepaskan dari peran bisnis perusahaan dalam menangkap peluang (ofensif) dan menanggulangi ancaman (defensif). Strategi ofensif bisa diterapkan saat launching produk baru, re-launching, melakukan akuisisi, merger, atau mengubah model bisnis. Dengan demikian reputasi menjadi bagian dari karakter, budaya, dan DNA perusahaan, yang perlu ditekankan kembali: harus direfleksikan dalam kegiatan operasional sehari-hari.
Faktor yang harus diperhatikan dalam Manajemen Reputasi :
Berubahnya situasi dan kondisi lingkungan → contoh: merger / akuisisi.
Kuncinya adalah bahwa reputasi terdiri dari persepsi, bagaimana pihak lain melihat kita. Oleh karena reputasi tidak dikontrol langsung oleh siapapun juga, maka sulit untuk dimanipulasi.
Beberapa isu penting dalam M anajemen Reputasi :
obyektif utama dalam mengelola reputasi;
andangan masyarakat tentang reputasi;
bagaimana pendekatan suatu organisasi dalam mempertahankan reputasi;
cara mengukur reputasi.
The Three M’s of Reputation Management ( Dr. Cees B.M. van Riel ) :
Reputations Matter (reputasi itu penting);
Reputation can be Measured (reputasi dapat diukur);
Reputation has to be Managed (reputasi harus dikelola).
Tugas khusus praktisi PR dalam suatu organisasi/perusahaan (Frank Jefkins):
1) Menciptakan dan memelihara suatu citra yang baik dan tepat atas perusahaan/
organisasinya, baik yang berkaitan dng kebijakankebijakan, produk, jasa maupun dengan para personelnya.
2) Memantau pendapat eksternal mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan citra, kegiatan, reputasi maupun kepentingan-kepentingan organisasi/perusahaan dan menyampaikan setiap informasi yang penting langsung kepada pihak manajemen atau pimpinan puncak untuk segera ditanggapi / ditindaklanjuti.
3) Memberi nasihat atau masukan kepada pihak manajemen mengenai berbagai masalah komunikasi yang penting, berikut teknik-teknik untuk mengatasinya.
4) Menyediakan berbagai informasi kepada khalayak perihal kebijakan organisasi, kegiatan, produk, jasa dan personalia selengkap mungkin demi menciptakan pengetahuan yang maksimal dalam rangka menjangkau pengertian khalayak.
1970an: MANAJEMEN KRISIS
1980an: MANAJEMEN ISSUE 1990an: MANAJEMEN REPUTASI
Proaktif Reaktif
REPUTASI & ORGANISASI
Reputasi yang baik membangkitkan harapan tentang jenis produk/layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan; di samping itu, kualitas dari produk/ layanan juga akan meningkatkan reputasi → contoh: IBM dan The Body Shop yang sangat hati- hati menjaga reputasi mereka sehingga mereka mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena realita dari apa yang mereka ucapkan tercermin dalam produk dan layanan yang mereka sediakan.
Lingkaran yg berkelanjutan tercipta selama reputasi yg baik membangkitkan harapan-harapan tentang jenis produk/layanan yg disediakan oleh suatu organisasi/perusahaan; di samping itu, kualitas dari produk/layanan juga akan meningkatkan reputasi.
Daftar Pustaka
Afdhal, Ahmad Fuad. Tips & Trik Public Relations. Jakarta: PT. Grasindo, 2004.
Anggoro, M. Linggar. Teori & Profesi Kehumasan, serta Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002.
Beard, Mike. Manajemen Departemen Public Relations. Edisi Kedua. Terjemahan Drs. Haris Munandar, M.A. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Bhavani, K. “Singapore Reputation Building: Global Issues to Understanding Countries Reputation” (The Dynamics Of PR & Communications Towards a Global Understanding). Jakarta: International PR & Communications Conference 2004, 14 Desember 2004.
Doorley, John & Helio Fred Garcia (2015); Reputation Management-3rd Ed, New York, Routledge
Greener, Tony. Kiat Sukses Public Relations dan Pembentukan Citranya. Alih bahasa: Drs. Nuraki Azis. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Gregory, Anne. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations.
Terjemahan Dewi Damayanti, S.S., M.Sc. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Jefkins, Frank. Essentials of Public Relations. Singapore: Heinemann Asia, 1988.
Jefkins, Frank disempurnakan oleh Daniel Yadin. Public Relations. Edisi Kelima.
Terjemahan Haris Munandar, M.A. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.
Thoha, Miftah (2001), Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta, Rajawali Grafindo Perkasa
Noeradi, Wisaksono. “Reputation Management: An Overview” (The Dynamics Of PR
& Communications Towards a Global Understanding). Jakarta: International PR &
Communications Conference 2004, 14 Desember 2004.
Putra, I Gusti Ngurah. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999.
Susanto, A.B; A Stategic Management Approach, Corporate Social Responsibility, TJCG, Jakarta, 2007
Van Riel, Cees B. M. “Reputation Building: Why Reputations Matter and What are Reputations Worth” (The Dynamics Of PR & Communications Towards a Global Understanding). Jakarta: International PR & Communications Conference 2004, 13 Desember 2004.
White, John, Laura Mazur. Strategic Communications Management: Making Public Relations Work. Great Britain: Addison-Wesley Publishers Ltd., 1995.
Widyaningsih, Henny S. “Strategi Mengelola Reputasi” (Seminar Sehari Mercu Buana Public Relations Student Association Forum 2005: “PR = Reputasi + Merek”). Jakarta: 2 Juni 2005.
Wongsonagoro, Maria. “Dasar Public Relations” (The Basics of Public Relations).
Jakarta: IPM Public Relations, 13 Mei 1995.