PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS MENGGUNAKAN MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING
Lili Nurfatin Nabilah1*, Nana2
1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Univesitas Siliwangi
2 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, Univesitas Siliwangi
*email korespondensi: [email protected]
Abstract: The purpose of this paper is to describe the development of 21st century skills in learning physics in high schools using creative problem solving models. This writing is motivated by the demands of the 21st century that education should be able to produce human resources capable of mastering 21st century skills including, critical thinking, communicative, creative and collaborative. The development of 21st century skills can be done by all disciplines, one of them is in learning physics. To develop 21st century skills in learning physics, educators can use creative problem solving models. The method used in this paper is to study literature by studying some literature to be analyzed and made conclusions. The results of this paper conclude that the creative problem solving learning model can be a solution in improving 21st century skills and motivating students to be more active and motivated in their learning success. The creative problem solving model is applied to students in high schools with several steps including clarifying the problem, expressing opinions, evaluating and selecting and implementing.
Keywords: 21st Century Skills, Creative Problem Solving
Abstrak: Tujuan penulisan ini untuk mendeskripsikan pengembangan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas menggunakan model creative problem solving. Penulisan ini dilatar belakangi oleh tuntutan di abad 21 bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang mampu menguasai keterampilan abad 21 meliputi, berpikir kritis, komunikatif, kreatif dan kolaboratif. Pengembangan keterampilan abad 21 ini dapat dilakukan semua disiplin ilmu, salah satunya dalam pembelajaran fisika. Untuk mengembangkan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran fisika, pendidik dapat menggunakan model creative problem solving. Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu dengan studi pustaka dengan mengkaji beberapa literatur untuk dianalisis dan dibuat kesimpulan. Hasil dari penulisan ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran creative problem solving dapat menjadi solusi dalam meningkatkan keterampilan abad 21 dan memotivasi siswa agar lebih aktif dan terpacu dalam keberhasilan belajarnya. Model creative problem solving diterapkan kepada siswa di Sekolah Menengah Atas dengan beberapa langkah antara lain klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan pemilihan serta implementasi.
Kata Kunci: Keterampilan Abad 21, Creative Problem Solving
1. PENDAHULUAN
Berbicara tentang proses pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, sedangkan manusia yang berkualitas itu, dilihat dari segi pendidikan, telah terkandung secara jelas dalam tujuan pendidikan nasional (Hamalik, 2010:1).
Langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu dengan memaksimalkan penyampaian materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Salah satu caranya yaitu dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, dan ini merupakan salah satu strategi yang harus diterapkan oleh pendidik selama proses pembelajaran.
Sebagaimana dikemukakan oleh Redhana (2019, 2242) bahwa penguasaan mata pelajaran utama dan tema abad ke-21 sangat penting bagi semua peseta didik di abad ke-21. Mata pelajaran utama ini meliputi (1) bahasa Inggris, (2) seni, (3) matematika, (4) ekonomi, (5) sain, (6) geografi, (7) sejarah, (8) kewarganegaraan, dan (9) pemerintahan. Peserta didik tidak hanya menguasai mata pelajaran utama, tetapi juga harus memahami konten akademik pada level yang lebih tinggi dengan mencapai tema interdisipliner abad ke-21.
Pentingnya penguasaan terhadap keterampilan abad 21 dikarenakan pada masa ini peserta didik dituntuk untuk dapat mengembangkan life skill dan soft skills, diantaranya meliputi kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, kreativitas, berkomunikasi, serta berkolaborasi., disamping penguasaan terhadapt materi dan konsep pembelajaran di sekolah. Sehingga pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin siswa memiliki keterampilan- keterampilan tersebut.
Pengembangan keterampilan abad 21 ini dapat dilakukan semua disiplin ilmu, salah satunya dalam pembelajaran fisika yang merupakan mata pelajaran pada rumpun sains.
Adapun model pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan kualitas dan sekaligus dapat mengembangkan keterampilan abad 21 adalah model pembelajaran creative problem solving.
Dipilihnya model creative problem solving karena model ini dapat diterapkan disemua disiplin ilmu dan dapat diterapkan bagi peserta didik dengan kemampuan intelektual yang beragam. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayogo, menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Poblem Solving secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode literasi (studi pustaka) dengan cara mengkaji berbagai literatur yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan abad 21 dan penerapan model creative problem solving. Data dikumpulkan untuk dianalisis dan disajikan dalam hasil dan pembahasan agar dapat dibuat kesimpulan.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Keterampilan Abad 21
Sebagaimana dikemukakan oleh Mukhadis (2013: 115) bahwa Abad 21 dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age), dalam era ini, semua alternatif upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan. Upaya pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang industripun berbasis pengetahuan (knowledge based industry).
Pada abad ke-21 Bangsa Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat banyak.
Tuntutan tersebut diantaranya adalah peserta didik membutuhkan pikiran, komunikasi verbal dan tulis, teamwork, kreativitas, keterampilan meneliti, dan problem solving untuk bersaing dan tumbuh dengan baik di masa depan. Selain itu, peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, untuk menyelesaikan masalah, akan tetapi lingkungan pendidikan tidak memposisikan untuk mengajarkan kemampuan tersebut kepada peserta didik. Peserta didik sering berhasil memecahkan masalah tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah (Daryanto dan Karim, 2017).
Arifin (dalam Ariyansyah, 2018:2-3) mengemukakan bahwa Abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin siswa memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills).
Dalam keterampilan abad 21 ini ada beberapa hal yang perlu dikembangkan, sebagaimana yang tedapat dalam Permendikbud nomor 21 tahun 2016 menyatakan bawa Standar Kompetensi Lulusan dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis pada kompetensi Abad 21, kompetensi tersebut mengandung kompetensi soft skill. Famewok partnership of 21st Century Skills, merumuskannya sebagai “The 4C Skills.” Yaitu Critical Thinking, Communicaion, Collaboration, dan Ceativity. Artinya, kebutuhan- kebutuhan dalam kehidupan di abad 21 dalam dunia pendidikan menuntut adanya pergeseran tujuan pendidikan
dengan menyiapkan peserta didik menghadapai dunia yang semakin ketat dalam pergulata pemikiran dan kreatifitas. Dalam hal ini, penguasaan soft skills sebagaimana yang tersebut di atas akan lebih bermanfaat dibanding dengan hanya menguasai hard skill saja (Maulidah, 2018: 141-142).
Menurut Zubaidah (dalam Mulidah, 2019: 141) keterampilan abad ke-21 ini relevan dengan empat pilar pindidikan yang mencangkup learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Learning to Know berarti, pendidikan sudah semestinya mengarahkan peserta didik agar memiliki pengetahuan yang luas. Penguasaan terhadap materi menjadi hal yang sangat penting yang harus diupayakan oleh peserta didik. Oleh sebab itu peserta didik harus memiliki motivasi yang besar untuk senantiasa belajar memperdalam pengetahuan yang selalu berkembang dari masa ke masa. Learning to do yaitu pendidikan semestinya dapat mendorong peserta didik untuk terus berkarya. Pendidikan tidak cukup dengan memberikan pengetahuan yang luas, namun pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik harus diaktualisasikan kedala sebuah karya yang dapat mencerminkan sesuatu yang bermakna dalam kehidupannya. Leaning to be yaitu, melalui pendidikan, peserta didik seharusnya mampu mengenal jati dirinya dengan berbekal penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia peroleh. Mengenal jati diri artinya mengetahui kebutuhan pribadinya sebagai individu ataupun sebagai bagian dari masyarakat, yakni mampu berperilaku sesuai norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat. Learnig to live together, peserta didik sebaiknya dibiasakan untuk hidup secara kooperatif dalam lingkungan belajar.
Hal ini akan membentuk paradigma dan karakter peserta didik untuk dapat berkolaborasi dengan orang-orng disekitarnya dalam mencapai sebuah tujuan bersama.
Sehingga muncul sikap-sikap toleran dan menghargai keanekaragaman serta partisipatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. (Maulidah, 2019: 141).
Empat prinsip tersebut masing- masing mengandung keterampilan khusus yang perlu diberdayakan dalam kegiatan pembelajaran, seperti keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, meta kognisi, keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi, inovasi dan kreasi, literasi informasi, dan berbagai keterampilan lainnya ( Ariyansyah, 2018: 3).
Menurut Zubaidah (dalam Ariyansyah, 2018: 3) pencapaian keterampilan abad ke-21 tersebut dilakukan dengan memperbaharui kualitas pembelajaran,
membantu siswa mengembangkan partisispasi, menyesuaikan personalisasi belajar, menekankan pada pembelajaran berbasis proyek/masalah, medorong kerjasana dan komunikasi, meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa, membudayakan kreativitas dan
inovasi dalam belajar, menggunakan sarana belajar yang tepat, mendesain aktivitas belajar yang relevan dengan dunia nyata, memberdayakan metakognisi dan mengembangkan pembelajaran student centered.
Masalahnya, kebanyakan pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada pendidik (teacher-centerd). Akibatnya, peserta didik tidak dapat menguasai keterampilan abad ke-21 secara optimal (Redhana, 2019: 2241). Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan jawaban dari upaya untuk mengembangkan keterampilan adan 21 pada peserta didik.
3.2 Model Creative Problem Solving
Menurut Litbang Kemdikbud (dalam Wijaya, dkk, 2016: 266) merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerja sama seta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Swartz, dkk (dalam Rizal, 2019: 293-293) gagasan menemukan cara berpikir yaitu teknik penyelesaian masalah, mengembangkan kemampuan berpikir membahas banyak masalah yang kompleks dalam proses belajar mengajar. Keterampilan berpikir tidak hanya meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dan belajar dibidang konten, tetapi juga sangat meningkatkan kualitas hidup mereka dan pekerjaan profesinal mereka setelah mereka meninggalkan sekolah. Hal ini juga meningkatkan citra diri dan motivasi mereka untuk belajar.
Berdasarkan pendapat Isaksen dan Treffinger (dalam Indrasari, 2016:105) bahwa model CPS awalnya dirumuskan oleh Alex Osborn dan Sidney Parnes tahun 1940- an. Osborn menekankan pengembangan bakat kreatif yang disengaja, khususnya dalam bidang pendidikan. Dia percaya bahwa setiap orang bisa menjadi kreatif melalui proses-proses belajar mengajar.
Menurut Beetlestones (dalam Indrasari, 2016: 106) Kreativitas merupakan sebuah komponen penting dan memang perlu. Tanpa kreativitas, peserta didik hanya akan bekerja pada sebuah tingkat kognitif yang sempit. Aspek kreatif otak dapat menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep abstrak, sehingga memungkinkan anak untuk mencapai penguasaan lebih besar, khususnya dalam mata pelajaran matematika dan sains yang seringkali sulit dipahami.
Pengembangan keterampilan siswa dapat melalui berbagai inovasi dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan model yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa. Salah satu model yang sesuai dengan daya kreatif siswa yaitu dengan Creative Poblem Solving (Nana,
2018: 193).
Sejalan dengan hal tersebut Pepkin (dalam Indrasari, 2016: 105) berpendapat bahwa creative problem solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, peserta didik dapat melakukan keterampilan memecahkan suatu masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghapal, keterampilan memecahkan masalah dapat juga memperluas proses berpikir.
Berdasarkan pendapat Puccio (dalam Prayogo, 2011) dapat diketahui bahwa Creative Poblem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada kemampuan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif maupun kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajarannya.
Alasan yang mendasari pemilihan dan penerapan model pembelajaran creative problem solving yaitu : 1) Model pembelajaran Creative Poblem Solving termasuk ke dalam mdel dengan pendekatan konstruktivistik, di mana yang menjadi pusat pembelajaran adalah peserta didik (student centered) sehingga model ini dianggap mampu mengaktifkan peserta didik. Sebagaimana yang diketahui bahwa belajar aktif merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum dalam pembelajaran.
(Indrasari, 2016: 90), 2) Model pembelajaran Creative Poblem Solving dapat digunakan pada siswa dengan kemampuan intelektual beragam, sehingga tidak perlu memisahkan antara anak yang cerdas dan anak yang memiliki kemampuan intelektual menengah ke bawah. Sehingga mereka tidak merasa “terpinggirkan”, menurut Daties (dalam Mayasari dkk, 2013:58). 3) Gamze Sezgin Sel uk, ҫ dkk (dalam Mayasari dkk, 2013: 59) mengungkapkan bahwa pembelajaran
dengan Creative Poblem Solving secara efektif dapat meningkatkan pestasi belajar fisika, kemampuan pemecahan masalah dan strategi penggunaanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayogo, menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Poblem Solving secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.
Menurut Basadur dkk (dalam Nana, 2018: 192) Langkah-langkah dalam model creative problem solving antara lain sebagai berikut: proses pemecahan masalah dengan kreatif dengan menyeleksi informasi baru, masalah yang telah diidentifikasi kemudian di konsep secara komperhensif, proses masalah yang telah dikonsep untuk menemukan solusi dari masalah yang
nyata.
Sedangkan menurut Pehkonen (dalam Putri, 2019:150 ) pada pembelajaran creative problem solving terdapat enam proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahmi konsep-konsep fisika yaitu mengenali masalah, konfirmasi masalah, penemuan masalah, penemuan solusi, pemilihan solusi, dan penerimaan dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan (mengonstruksi masalah) karena tujuan masalah tersebut tidak secara jelas diberikan.
Model ini memiliki beberapa kelebihan menurut Treffinger (dalam Putri, 2019: 15) diantaranya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep fisika dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan, membuat sisiwa aktif dalam suatu pembelajaran, mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya, mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan msalah, mengumpulkan data, menganaliss data, dan membangun hipotesis da pecobaan, dan membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
3.3 Pengembangan Inovasi Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas Menggunakan Model Creative Problem Solving
Menurut Andriani (dalam Rizal, 2017:392) Guru dan dosen dituntut melakukan adaptasi terhadap tuntutan model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan abad 21. Tuntutan model pendidikan tersebut hanya akan dapat terwujud jika terjadi perubahan paradigmatik dan pola tindak dalam berbagai konteks penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran. Secara
paradigmatik perubahan tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat mahasiswa/peserta didik menimba ilmu. Peubahan itu meliputi proses pembelajaran: 1) dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. 2) dari satu arah menuju interaktif, 3) dari isolasi menuju lingkungan jejaring, 4) dari pasif menuju aktif menyelidiki, 5) dari maya/abstak menuju konsep dunia nyata, 6) dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, 7) dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah kterikatan, 8) dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru, 9) dari alat tunggal menuju alat multimedia, 10) dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif, 11) dari poduksi massa menuju kebutuhan pelanggan, 12) dari usaha sadar tunggal menuju jamak, 14) dari control terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, 15) dari pemikiran factual menuju kritis dan 16) dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Dalam upaya mengembangkan keterampilan abad 21 pada peserta didik, selain
dilakukannya perubahan dalan proses pembelajaran, ada empat hal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran, adapun keempat hal tersebut yakni kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi dan kreativitas.
Sebagaimana yang tedapat dalam Pemendikbud nomor 21 tahun 2016 menyatakan bawa Standar Kompetensi lulusan dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis pada kompetensi Abad XXI, kompetensi tersebut mengandung kompetensi soft skill. Famewok partnership of 21st Century Skills, merumuskannya sebagai “The 4C Skills.” Yaitu Critical Thinking, Communicaion, Collaboration, dan Ceativity.
Adapun penjelasan dari kompetensi atau keterampilan tersebut menurut Trilling dan Fadel (dalam Dewi, 2015:3-4 ) adalah sebagai berikut: 1) berpikir kritis dan memecahkan masalah, dalam pembelajaran abad 21 pada setia subjek dan pada setiap tingkatan pendidikan, proses pembelajaran dan intruksi perlu menginterasikan pembelajaran content knowledge,dengan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, 2) berkomunikasi dan kolaborasi, keterampilan ini dapat diperoleh melalui berbagai jenis metode, namun cara yang
paling efektif adalah melalui komunikasi soasial dengan berkomunikasi dan berkolaborasi langsung dengan tatap muka maupun melalui media virtual, 3) kreativitas dan inovasi, kebutuhan akan kreativitas dan inivasi yang tinggi menjad bagian dari keterampilan utama di abad 21. Hal ini berkaitan dengan tuntutan abad 21 akan produk-produk yang lebih inovatif dan membutuhkan tingkat kreativitas yang lebih tinggi. Saat ini, pengetahuan saja dianggap tidak cukup untuk mengimbangi percepatan inovasi yang sangat menghargai kemampuan memecahkan masalah dengan cara baru, menemukan dan mengadaptasi teknologi baru, atau bahkan menemukan cabang ilmu baru dan industi yang benar-benar baru.
Sejalan dengan hal tersebut Aris Shoimin dalam ( Setiani, 2018:16-17 ) menuliskan langkah-langkah model pembelajaran CPS sebagai breikut: 1) Klarifikasai Masalah, meliputi penjelasan kepada peseta didik tentang masalah yang diajukan, agar peserta didik dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan, 2) pengungkapan pendapat, pada tahap ini peseta didik dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah, 3) evaluasi dan pemilihan, pada tahap ini setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah, dan 4) implementasi, pada tahap ini peserta didik menentukan mana yang dapat diambil untuk menyelesainkan masalah, kemudia menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
4. PENUTUP
Dari berbagai pembahasan yang telah dijabarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran yang berbasis creative problem solving dapat menjadi solusi dalam meningkatkan keterampilan abad 21 dan memotivasi siswa agar lebih aktif dan terpacu dalam keberhasilan belajarnya.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada bapak Dr. Nana. M.Pd. selaku dosen pengampu Fisika Sekolah 2 dan semua pihak yang telah membantu demi tersusunnya tulisan ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyansyah, A. (2018). Penerapan Beberapa Keterampilan Abad 21 Melalui Metode Kuliah Lapangan (Field Trip) untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. ORYZA Jurnal Pendidikan Biologi, 7(1), 1-9.
Daryanto dan Syaiful Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media Dewi, F. (2015). Proyek Buku Digital: Upaya Peningkatan Keterampilan Abad 21 Calon Guru
Sekolah Dasar Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek. Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-An, 9(2).
INDRASARI, S. Z. (2016). Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving pada Peserta Didik Kelas XI-IPA1 di SMA Negeri 2 Masamba.(dibimbing oleh Kaharuddin Arafah dan Helmi) (Doctoral dissertation, Pascasarjana).
Hamalik, Oemar. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Maulidah, E. (2019, April). CHARACTER BUILDING DAN KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM PEMBELAJARAN DI ERA REVOLUSI INDUTRI 4.0. In Prosiding Seminar Nasional PGSD UST (Vol. 1)
Mayasari, P., Halim, A., & Ilyas, S. (2013). Model Pembelajaran Creative Problem Solving Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education), 1(1), 58-67.
Mukhadis, A. (2013). Sosok Manusia Indonesia Unggul dan Berkarakter dalam Bidang Teknologi Sebagai Tuntutan Hidup di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Karakter, 2(2).
Nana, N. PENERAPAN MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS BLOG SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA. In Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya) (Vol. 3, pp. 190-195).
Prayogo, K. (2011). Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep Fluida Statis Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).
Putri, C. S. (2019). PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA SISWA SMA.
Redhana, I. W. (2019). Mengembangkan keterampilan abad ke-21 dalam pembelajaran Kimia.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 13(1).
Rizal, R. (2017). Mengajar Cara Berpikir, Meraih Ketrampilan Abad 21.
Setiani, A. (2018). Pengaruh Metode Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis ditinjau dari Kemandirian Belajar Peserta Didik Kelas XI IPA SMA Negeri 4 Luwu Timur (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di era global. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Vol. 1, No. 26, pp. 263-278).