2.1 Video 360
2.1.1 Pengertian Video 360
Xenna Rambing dkk (2017:2) menyatakan video 360 merupakan video yang dibuat oleh systemkamera yang secara bersamaan merekam arah secara keseluruhan dengan rotasi 360 derajat, userdapat menggeser dan memutar sudut pandang 360 video untuk menonton dari sudut yang berbeda. Dikutip dari Facebook Help Center, definisi video 360 adalah video yang dibuat dengan sebuah sistem kamera dengan merekam semua sudut. Audiens dapat memutar video 360 untuk melihat sudut yang berbeda.
Resolusi Video 360 menggunakan resolusi pixel perdegree. Alex Faaborg Tim Google Designer VR memaparkan dalam persentasinya di Google Developer1/02015, bahwa mata kita dapat melihat 60 pixel perdegree dengan FOV210 dan dengan menggunakan video 360 derajat peserta didik dapat merasakan sesuatu hal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya dan sesuatu yang ingin mereka lihat dari belahan dunia lainnya tanpa harus datang ketempat tersebut, serta memberikan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan.
II - 1
Jadi dapat disimpulkan bahwa video 360 derajat adalah kecanggihan komputer yang dapat merekam setiap sisi secara 360 derajat dari atas, bawah dan setiap sisi yang ingin dilihat, serta memiliki kemampuan untuk melibatkan keseluruhan persepsi inderawi manusia : penglihatan, suara, penciuman, sentuhan dan rasa. Pengguna video ini mendapatkan kemampuan untuk masuk ke dalam bingkai video dan mengontrol tampilan pengalaman yang mereka dapatkan.
2.1.2 Karakteristik Video 360 Derajat
Menurut Sujan Ghimire (2016:9) Video 360 diciptakan dengan maksud agar pengguna dapat berinteraksi dengan konten dan mengalami konten, tidak hanya duduk dan menonton. Video ini menawarkan tampilan imersif yang memungkinkan setiap orang memilih akan melihat ke mana. Video 360 derajat dibuat menggunakan kamera yang merekam dalam sudut pandang 360 derajat secara menyeluruh. Berbeda dengan video Normal yang hanya menyorot satu sisi saja.
Untuk menonton video 360 derajat, yang dibutuhkan adalah perangkat seluler ataukomputer desktop, dapat juga memakai headset VR (Virtual Reality), dengan headset VR pengguna dapat menjelajahi video di semua arah dengan beberapa gerakan mudah. Pada desktop, pengguna dapat mengeklik dan menyeret dengan mouse atau mengeklik anak panah di sudut kiri atas layar. Pada perangkat seluler, pengguna dapat menyeret jari pengguna di layar atau menggerakkannya ke berbagai arah. (Walaupun video 360 derajat tidak memerlukan perangkat tambahan untuk menonton, pengguna dapat menonton dengan aksesori seperti
Google Cardboard.) Layar bersifat monoskopik karena hanya ada satu set gambar yang ditampilkan.
2.2 Virtual Reality
Virtual reality (VR) atau Virtual Environment (VE) merupakan ruang digital dimana seluruh gerakan pengguna dapat diketahui atau dilacak dan mengetahui gambaran sekitarnya. Hasil yang didapat disusun dan ditampilkan ke indra manusia sesuai dengan gerakan-gerakan yang dilakukan. Augmented Reality (AR) adalah suatu teknologi yang dapat menggambarkan dan menggabungkan dunia nyata dan dunia virtual yg dibuat melalui komputer sehingga batas antara keduanya menjadi sangat tipis. Augmented Reality (AR) adalah variasi dari Virtual Environment (VE) atau yang sering disebut Virtual Reality (VR). Augmented Reality dikenalkan pada tahun 1990 oleh Thomas Caudell, seorang karyawan perusahaan Boeing pada saat itu (Azuma,1997).
Lingkungan yang ditirukan dapat menjadi mirip dengan dunia nyata, sebagai contoh, simulasi untuk pilot atau pelatihan pertempuran, atau dapat sangat berbeda dengan kenyataan, seperti di VR game. Dalam praktik, sekarang ini sangat sukar untuk menciptakan pengalaman Realitas maya dengan kejernihan tinggi, karena keterbatasan teknis atas daya proses, resolusi citra dan lebar pita komunikasi. Bagaimanapun, pembatasan itu diharapkan untuk secepatnya diatasai dengan berkembangnya pengolah, pencitraan dan teknologi komunikasi data yang menjadi lebih hemat biaya dan lebih kuat dari waktu ke waktu.
Perbedaan mendasar pada Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) yaitu dari proses input terhadap konsol yang digunakan. Pada Virtual Reality (VR) semua data input sudah diprogram sebelumnya, sedangkan pada Augmented Reality (AR) input yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar pada konsol tersebut.
2.2.1 Perangkat Keras Virtual Reality
Virtual reality umumnya menyajikan pengalaman visual, yang ditampilkan pada sebuah layar komputer atau melalui sebuah penampil stereokopik, tapi beberapa simulasi mengikutsertakan tambahan informasi hasil pengindraan, seperti suara melalui speaker atau headphone. Para pemakai dapat saling berhubungan dengan suatu lingkungan sebetulnya atau sebuah artifak maya baik melalui penggunaan alat masukan standar seperti keyboard, atau perangkat tambahan seperti (Paolis, 2014) :
1. Headset
Headset adalah peranti yang berfungsi untuk memonitor gerakan kepala.
Selain itu, peranti inilah yang memberikan pandangan lingkungan yang semu kepada pemakai sehingga seolah-olah pemakai melihat dunia nyata.
2. Glove
Glove adalah perangkat input yang dapat menangkap gerakan tangan dan mengirimkan informasi gerakan ke sistem virtual reality.
3. Walker
Walker adalah peralatan yang dimaksudkan untuk memantau gerakan kaki.
Peralatan ini dapat digunakan untuk mengatur kaki pemakai agar
merasakan beban seperti kalau melangkah dalam dunia nyata. Sebagai contoh, kaki akan terasa berat untuk melangkah ketika pemakai sedang menghadapi dunia semu berupa rawa atau medan berlumpur.
Suatu aplikasi virtual reality bisa saja hanya membutuhkan perangkat headset sebagai perangkat input dasar dan output kepada user. Penggunaan perangkat tambahan seperti glove dan walker juga tidak dibatasi, tergantung dari kebutuhan gameplay dari aplikasi tersebut. Salah satu headset virtual reality yang dijual dan dikenal secara luas oleh masyarakat luas adalah Google Cardboard.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 kaca mata Google Cardboard 2.2.2 Perangkat Lunak Virtual Reality
Selain membutuhkan perangkat keras untuk menjalankan virtual reality, diperlukan juga perangkat lunak yang berfungsi menghubungkan perangkat keras tersebut agar dapat saling berinteraksi dan menjalankan aplikasi virtual reality secara utuh serta mengakses API yang dibutuhkan dari platform sistem operasi terkait. Dalam suatu pengembangan aplikasi virtual reality Google Cardboard,
minimal diperlukan dua perangkat lunak, yaitu game engine dan Cardboard SDK (Paolis, 2014). :
1. Game Engine
Game engine adalah aplikasi yang dikembangkan sebagai Intregated Development Environment (IDE) yang berfokus pada pengembangan game.
Terdapat banyak produk game engine yang dikembangkan oleh komunitas open source maupun vendor dengan tujuan komersial. Salah satu game engine yang memiliki komunitas serta penggunaan yang luas adalah Unity Engine.
2. Cardboard SDK
Cardboard SDK merupakan salah satu system development kit yang digunakan untuk pengembangan perangkat lunak yang memungkinkan untuk pembuatan aplikasi untuk software tertentu, kerangka kerja perangkat lunak tertentu, platform perangkat keras, sistem komputer, video game console, sistem operasi, seperti halnya platform. Cardboard SDK memungkinkan aplikasi virtual reality untuk mengakses API yang ada di dalam platform tertentu dan menghubungkan perangkat keras dari device tersebut dengan aplikasi virtual reality.
2.3 Android
Menurut Safaat (2011), Android adalah sistem operasi perangkat mobileberbasis linux yang mencakup sistem operasi, middleware, dan aplikasi.
Android merupakan platform terbuka bagi para pengembang. Awalnya, Google.Inc membeli Android.Inc, pendatang baru yang membuat piranti lunak
untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan Android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34 perusahaan piranti keras, peranti lunak dan telekomunikasi, termasuk Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile dan Nvidia.
Android merupakan sistem operasi yang berisi middlewareserta aplikasi- aplikasi dasar. Basis sistem operasi Android yaitu kernel linux 2.6 yang telah diperbaharui untuk mobile device. Pengembangan aplikasi Android menggunakan bahasa pemrograman Java. Yang mana konsep-konsep pemrograman Java berhubungan dengan Pemrograman Berbasis objek (OOp). Selain itu pula dalam pengembangan aplikasi Android membutuhkan Software Development Kit (SDK) yang disediakan Android, SDK ini memberi jalan bagi programmeruntuk mengakses Application Programming Interface (API) pada Android.
2.4 Unity 3D
Menurut Creighton (2008) Unity adalah sebuah bentuk teknologi terbaru yang meringankan dan memudahkan game developer membuat game. Unity adalah sebuah game engine / game authoring tool yang mendukung orang kreatif untuk membangun video game, arsitektur bangunan dan simulasi. Unity dapat digunakan untuk membuat sebuah game yang bisa digunakan pada peragkat komputer, ponsel pintar Android, iPhone, PS3, dan bahkan X-BOX. Unity juga bisa digunakan untuk games PC dan games Online. Untuk games Online diperlukan sebuah plugin, yaitu Unity Web Player, sama halnya dengan Flash Player pada Browser.
Unity tidak dapat digunakan untuk proses desain atau modelling, dikarenakan unity bukan tool untuk mendesain. Fitur scripting yang disediakan, mendukung 3 bahasa pemrograman, Java Script, C#, dan Boo. Flexible and EasyMoving, rotating, dan scaling objects hanya perlu sebaris kode. Begitu juga dengan Duplicating, removing, dan changing properties. Visual Properties Variables yang di definisikan dengan scripts ditampilkan pada Editor. Bisa digeser, di drag dan drop, bisa memilih warna dengan color picker.
Berbasis .NET.Artinya penjalan program dilakukan dengan Open Source .NET platform, Mono.
2.5 Museum
Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan. Museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi Kebudayaan dan llmu Pengetahuan.
2.6 Multimedia Development Life Cycle (MDLC)
Multimedia Development Life Cycle (MDLC) merupakan salah satu metodologi pengembangan perangkat lunak. Menurut Luther dalam bukunya Binanto yang berjudul “Multimedia Digital Dasar Teori dan Pengembangannya”, bahwa metodologi pengembangan multimedia sendiri memiliki enam tahap, yaitu concept (pengonsepan), design (pendesainan), material collecting (pengumpulan materi), assembly (pembuatan), testing (pengujian), dan distribution (pendistribusian).
Gambar 2.2. Alur Metodologi MDLC Menurut Arch C. Luther
Keenam tahap ini tidak harus berurutan dalam praktiknya, tahap-tahap tersebut dapat saling bertukar posisi. Meskipun begitu, tahap concept memang harus menjadi hal yang pertama kali dikerjakan. Berikut ini adalah penjelasan dari enam tahap diatas.
1. Concept
Tahap concept (pengonsepan) adalah tahap untuk menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikas audien). Tujuan dan pengguna akhir program berpengaruh pada karakteristik pengguna termasuk kemampuan
pengguna juga perlu dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi pembuatan desain.
Selain itu, tahap ini juga akan menentukan tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran,dan lain-lain). Dasar aturan untuk perancangan juga ditentukan pada tahap ini, misalnya ukuran aplikasi, target, dan lain-lain.
Output dari tahap ini biasanya berupa dokumen yang bersifat naratif untuk mengungkapkan tujuan proyek yang ingindicapai.
2. Design
Design (perancangan) adalah tahap pembuatan spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan, dan kebutuhan material/bahan untuk program. Spesifikasi dibuat serinci mungkin sehingga pada tahap berikutnya, yaitu material collecting dan assembly, pengambilan keputusan barutidak perlu dilakukan lagi, cukup menggunakan keputusan yang sudah ditentukan pada tahap ini. Meskipun demikian, pada praktiknya, pengerjaan proyek pada tahap awal masih akan sering mengalami penambahan bahan atau pengurangan bagian aplikasi, atau perubahan-perubahan lain. Tahap ini biasanya menggunakan story board untuk menggambarkan deskripsi setiap scene, dengan mencantumkan semua objek multimedia dan tautan ke scene lain dan bagan alir (flowchart) untuk menggambarkan aliran dari satu scene ke scene lain. Pembuatan story board dapat menggunakan cara pembuatan story board film/animasi, atau dapat menggunakan cara pembuatan story board di multimedia yang hanya menggunakan teks saja.
3. Material Collecting
Material Collecting adalah tahap penggumpulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan yang dikerjakan. Bahan-bahan tersebut antara lain foto, animasi, video, audio, dan lain-lain yang dapat diperoleh secara gratis atau dengan pemesanan kepada pihak lain sesuai dengan rancangannya. Tahap ini dapat dikerjakan secara parallel dengan tahap Assembly. Namun, pada beberapa kasus, tahap Material Collecting dan tahap Assembly akan dikerjakan secara linear dan tidak paralel.
4. Assembly
Tahap Assembly adalah tahap pembuatan semua objek atau bahan multimedia. Pembuatan aplikasi di dasarkan pada tahap design, seperti story board, baganalir (flowchart), dan/atau stuktur navigasi.
5. Testing
Tahap testing (pengujian) dilakukan setelah menyelesaikan tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi program dan melihatnya apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap pertama pada tahap ini disebut tahap pengujian alpha (alpha test) yang pengujiannya dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnyasen diri. Setelah lolos dari pengujian alpha, pengujian beta yang melihatkan pengguna akhir akan dilakukan.
6. Distribution
Pada tahap ini, aplikasi akan disimpan dalam suatu media penyimpanan.
Jika media penyimpanan tidak cukup untuk menampung aplikasinya, kompresi terhadap aplikasi akan dilakukan. Tahap ini juga dapat disebut
tahap evaluasi untuk mengembangkan produk yang sudah jadi supaya menjadi lebih baik. Hasil evaluasi ini dapat digunakan sebagai masukan untuk tahap concept pada produk selanjutnya.
2.7 PenelitianTerkait
Ulasan penelitian terkait, dilakukan dengan maksud untuk menganalisis penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai pemutakhiran bahwa penelitian yang dilakukan merupakan pembaruan dari penelitian sebelumnya.
Adapun penelitian tersebut yaitu sebagaiberikut:
1. Penelitia n
: Dandles Banjarnahor, Muhammad Furqon Ginting, Irma Widyaningrum, Hetti Hidayati, S.Kom., M.T., Alfian Akbar Gozali, S.T., M.T. (Universitas Telkom, 2016)
Judul : Museum Berbasis Virtual Reality Untuk Mempromosikan Kebudayaan Sumatra Utara
Deskripsi : Aplikasi ini dibuat untuk menarik minat masyarakat dalam mempelajari kebudayaan. Seluruh objek/asset pada aplikasi ini dibuat menggunakan Blender dan kemudian diolah kembali menggunakan Unity. Dengan pengembangan aplikasi android dan Virtual Reality.
2. Penelitia n
: Sulistyowati, Andi Rachman (Institut Adhi Tama Surabaya, 2017)
Judul : Pemanfaatan Teknologi Virtual 3D Virtual Reality Pada Pembelajaran Matematika Tingkat Sekolah Dasar Deskripsi : Aplikasi ini dibua tuntuk membangun lingkungan
pembelajaran BerbasisVirtual Reality dimana dalam
pengembangannya menggunakan Oculus sebagai salah satu
perangkat dalam dunia Virtual Reality dan berfokus pada pengembangan materi matematika untuk Sekolah Dasar.
3. Penelitia n
Judul Deskripsi
:
: :
Edson Yahuda Putra, Andria Wahyudi, Andre Tumilaar (Teknik InformatikaUniversitas KlabatAirmadidi, 2018) Virtual Reality 360 Interaktif Wisata Digital Kota Tomohon dengan Tampilan Stereoscopic
Aplikasi ini dibuat untuk memberikan informasi objek- objek wisata yang ada di Kota Tomohon yang dalam bentuk Foto Panoramic 360o. Dengan adanya gambar tampilan 360 o, digabung dengan suara beserta teks informasi dapat menyediakan sistem multi modal, yaitu sistem dapat di akses menggunakan lebih dari satu indera. Tampilan 360 o memberikan keleluasaan pada pengguna untuk melihat segala sisi dengan tak terbatas. Aplikasi ini bisa dibuat di platform yang berbeda pada Smartphone & Computer.
4. Penelitia n
Judul Deskripsi
:
: :
Xenna Rambing, Virginia Tulenan, XaveriusNajoan (Teknik InformatikaUniversitas Sam Ratulangi Manado, 2017)
Virtual Reality Berbasis Video 360 Derajat pada Tari-Tarian Adat Suku Minahasa
Aplikasi Maengket 360 sebagai media Dokumentasi nilai Budaya berbasis virtual reality telah berhasil dibangun dengan menggunakan metode Multimedia System of Design and Development (IMSDD). Aplikasi Maengket 360 dapat
menampilkan video 360 beserta informasi didalamnya.
Aplikasi Maengket 360 dapat membantu melestarikan nilai budaya yang berada di Sulawesi Utara.
5. Penelitia n
Judul
Deskripsi : :
:
Abu Nizar Zulmi (InformatikaUniversitas Muhammadiyah Surakarta, 2010)
Aplikasi pengenalan Fakultas Komunikasi Dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta menggunakan Virtual Reality 360 derajat
Berdasarkan dari kedua aplikasi dapat disimpulkan bahwa aplikasi 1 memiliki fitur yang lebih banyak, selain itu implementasi aplikasi dapat dijalankan secara online maupun offline. Kemudian untuk spot tempat juga lebih banyak dibandingkan aplikasi 2. Sedangkan kelebihan aplikasi 2 yaitu lebih menarik dengan adanya animasi 3D.
Untuk persamaannya yaitu sama-sama menampilkan tempat yang berisikan informasi baik teks maupun suara.
6. Penelitia n
Judul
Deskripsi :
:
:
Sumayku P. F. Waraney, Virginia Tulenan, Alicia A. E.
Sinsuw (Teknik Informatika Universitas Sam Ratulangi Manado, 2017)
Pengembangan Virtual Tour Potensi Wisata Baru Di Sulawesi Utara Menggunakan Teknologi Video 360 Derajat Aplikasi Virtual tour Potensi Wisata Alam Baru di Sulawesi Utara dengan menggunakan teknologi video 360 derajat telah berhasil dibangun dengan menggunakan metode Multimedia Development Life Cycle (MDLC)
7. Penelitia
n : Robithoh Akbar Irzain, Irfansyah, Hilwadi Hindersah (InstitutTeknologi Bandung)
Judul : Analisis Virtual Guide Monument Kapal Selam Surabaya (Monkasel) Melalui Penggabungan “Google Cardboard”
Dan Augmented Reality
Deskripsi : Aplikasi ini juga menggabungkan teknologi Virtual Reality (VR) dengan Augmented Reality (AR) untuk mengoptimalkan pengalaman interaksi pengunjung dengan berbagai perangkat di Monkasel. Hingga saat ini, penggabungan teknologi output display VR Google Cardboard dengan teknologi AR belum pernah dilakukan sebagai alat bantu penyampaian informasi pada museum yang dapat memberikan immersive pada pengunjung museum. Analisis Penggunaan Perangkat Mobile Dan Google Cardboard Sebagai Virtual Guide Pada Monkasel.
8. Penelitia
n : Lintang Yuniar Banowosari,AjiWidhi Wibowo, Fatra Firdaus S. Syafril (UniversitasGunadarma)
Judul : Pembuatan Museum Virtual Budaya Dan Sejarah
Deskripsi : Untuk kembali mendapatkan tempat kembali di hati masyarakat, kesenian budaya dapat dikemas dalam bentuk yang mengikuti perkembangan teknologi yang diminati masyarakat saat ini. Dengan cara itulah sosialisasi kesenian budaya dan juga sejarah dapat kembali disosialisasikan kepada masyarakat. Program aplikasi yang ingin dibuat di sini adalah aplikasi simulasi tiga dimensi mengenai museum virtual yang berisi benda peninggalan kebudayaan. Alur langkah secara umum mengenai pembuatan aplikasi Museum Virtual Budaya dan Sejarah mulai dari pembuatan obyek tiga dimensi (3D), pemberian tekstur material, penyisipan informasi obyek, pembuatan control interaksi, hingga evaluasi terhadap aplikasi Museum Virtual Budaya dan Sejarah yang telah jadi.
9. Penelitia n
: Servasius Vidiardi (Universitas Negeri Semarang, 2015) Judul : Pengembangan Museum Virtual Interaktif Menggunakan
Teknologi Desktop Virtual Reality Pada Museum Ranggawarsita
Deskripsi : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui desain, uji pakar dan respon tanggapan dari berbagai sumber dari Pengembangan Museum Virtual Interaktif Ranggawarsita.
Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development, dengan tahapan-tahapan dari potensi dan masalah sampai menghasilkan produk akhir. Hasil penelitian berupa museum virtual yang dibuat dengan menggunakan game engine yaitu Unity 3D. Media ini dikembangkan menggunakan Third Person Controller.
Karakter dibuat menggunakan program Blender, dengan beberapa animasi 3D Fitur yang ada adalah interaksi pengguna terhadap objek yang dapat menampilkan informasi terhadap objek museum yang ditemui. Media divalidasi oleh ahli dari dosen elektro dan sejarah. Media
juga di uji kelayakan pada pihak museum Ranggawarsita dan pengunjung museum.
1 0.
Penelitia n
: Firman Setiawan Riyadi, A.Sumarudin, dan Munengsih Sari Bunga (PoliteknikIndramayu, 2017)
Judul : Aplikasi 3d Virtual Reality Sebagai Media Pengenalan Kampus Politeknik Negeri Indramayu Berbasis Mobile Deskripsi : Politeknik Negeri Indramayu sendiri masih menggunakan
brosur atau spanduk sebagai media pengenalan kampus, dan hal tersebut dianggap sudah cukup. Akan tetapi media tersebut pada umumnya sudah banyak digunakan oleh instansi Sekolah, Perguruan Tinggi dan Universitas untuk melakukan pengenalan kampus sehingga dengan menggunakan media yang berbeda dengan yang lain dalam melakukan pengenalan kampus, yaitu dengan menggunakan teknologi Virtual Reality, dengan tujuan agar media promosi lebih menarik dari media sebelumnya dimana para pengguna dan calon mahasiswa dapat mengetahui dan mengenal informasi tentang lingkungan kampus melalui aplikasi dengan menggunakan objek tiga dimensi (3D).
Secara teknisnya, virtual reality digunakan untuk menggambarkan lingkungan tiga dimensi yang dihasilkan oleh komputer dan dapat berinteraksi dengan seseorang.
Contoh teknologi virtual reality yang cukup sederhana adalah Google Cardboard karena dibuat menggunakan kertas. Google Cardboard ini belum begitu mempunyai banyak fungsi, tetapi denganmenggunakan Google Cardboard pengguna akan merasakan pengalaman virtual reality dengan cara menggabungkan smartphone yang memiliki sensor gyroscope dengan Google Cardboard.
Teknologi virtual reality ini biasanya digunakan pada bidang medis, properti, arsitektur, penerbangan, hiburan, dan lain-lain. Contoh virtual reality banyak sekali, salah satunya seperti game FPS (First Peson Shooter) yang akan membuat pengguna merasa berada di dalam game tersebut.
Selain itu, virtual reality digunakan pada foto dan video 360 derajat yang membuat pengguna merasa berada di tempat tersebut
Berdasarkan hasil ulasan penelitian terkait diatas bahwa diantara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya memiliki persamaan yaitu konsep yang diusulkan pada umumnya menerapkan teknologi virtual reality sebagai visualisasi sebuah objek .