• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Kerugian Keuangan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengertian Kerugian Keuangan Negara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kerugian Keuangan Negara.

Pengertian kerugian sebagai “hilang, kekurangan, berkurangnya”, selanjutnya di implementasikan kedalam rumusan keuangan negara Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 maka rumusan “ kerugian keuangan negara” akan menjadi rumusan sebagai berikut : hilang atau berkurang hak dan kewajiban negara yang nyata dan pasti dapat dinlai dengan uang, akibat perbuatan sengaja melawan hukum dalam bentuk :1

a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.

b. Kewajiban negara untuk menyelengarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga

c. Penerimaan negara dan pengeluran negara.

d. Penerimaan daerah dan pengeluran daerah;

e. Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelolah sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meliputi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Pengertian kerugian negara menurut Pasal 1 ayat (22) Undang- undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendarahaan Negara yang dimaksud dengan

1 Hernold Ferry Makawimbang, Memahami Menghindari Perbuatan Merugikan Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang,Thafa Media, Yogyakarta 2015, hlm 43-44.

(2)

kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Dua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis kerugian negara yaitu kerugian negara yang bersifat nyata atau tangible atau pasti jumlahnya serta kerugian negara yang bersifat dapat merugikan negara atau keuangan negara. Kata dapat merugikan keuangan negara memiliki arti bahwa suatu tindakan yang berpotensi dapat merugikan keuangan negara sudah termasuk ke dalam tindakan korupsi. Hal ini berarti segala tindakan persiapan yang dapat merugikan keuangan negara nantinya sudah termasuk ke dalam tindak pidana korupsi. Meskipun belum ada kerugian keuangan negara yang ril terjadi, akan tetapi telah terdapat potensi kerugian negara yang akan timbul.

Kemudian penjelasan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan

“ secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

Menurut Wirdjono Prodjodikoro kerugian harus diartikan dalam arti yang luas yaitu tidak hanya mengenai harta kekayaan saja melainkan juga mengenai kepentingan-kepentingan lain dari seorang manusia, yaitu tubuh, jiwa dan kehormatan seseorang.2

2Wirjono Prodjodikoro,Perbuatan Melanggar Hukum,Vorkink-Von Hoeve.Bandung hlm 20-21

(3)

Kerugian dalam praktik undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dalam petunjuk pelaksanaan pemeriksaan khusus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara yang diterbitkan BPKP menjelaskan :3

1. Pengertian Pemeriksaan Khusus yang dimaksud dalam buku petunjuk ini,adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap kasus penyimpangan yang menimbulkan kerugian/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara, sehigga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya indikasi Tindak Pidana Korupsi ataupun perdata yang bersangkutan.

2. Sedangkan pengertian kerugian keuangan/kekayaan negara yang dimaksud dalam buku petunjuk ini adalah suatu kerugian negara yang tidak hanya bersifat rill yaitu yang benar-benar terjadi, namun juga yang bersifat potensial yang belum terjadi seperti adanya pendapatan negara yang akan diterima dan lainya.

B. Unsur- Unsur Kerugian Negara.

Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara: “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”

Berdasarkan ketentuan Pasal di atas sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa konsep yang dianut adalah konsep kerugian negara dalam arti

3BPKP, PSP :Petunjuk Pelaksaan Pemeriksaan Khusus atas Kasus Penyimpangan yang Berindikasikan Merugikan Keuangan/Kekayaan Negara dan/atau Perekonomian Negara, Juni 1996, hlm 3

(4)

delik materil. Suatu perbuatan dapat dikatakan merugikan keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian negara yang benar-benar nyata.

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugiakan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana.”

Pasal ini menjelaskan bahwa kerugian negara dalam konsep delik formil dikatakan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Penjelasan dalam Pasal 2 ayat (1) menerangkan: “Dalam ketentuan ini kata

“dapat” sebelum frasa “ merugikan keuangan negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil yaitu adanya tindak pidana korupsi, cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat”.

Ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1) memang merupakan delik formil. Juga ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menerangkan: “Dalam Undang-undang ini, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.”

(5)

Dirumuskannya tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai delik formil, maka adanya kerugian negara atau perekonomian negara tidak harus terjadi. Karena yang diaksud dengan delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman undang-undang4.

Unsur dapat merugikan keuangan negara merupakan bestandel delict sebuah tindak pidana korupsi dan untuk membuktikan bestandel delict tersebut diukur melalui serangkaian mekanisme prosedural (audit) guna menentukan unsur nyata dan pasti sebuah kerugian keuangan negara.

C. Menghitung Kerugian Keuangan Negara

Dipastikannya kerugian keuangan negara telah terjadi, maka salah satu unsur atau delik korupsi dan atau perdata telah terpenuhi, sedangkan dengan adanya tujuan dilakukan perhitungan kerugian negara antara lain adalah5:

1. Untuk menentukan jumlah uang pengganti/tuntutan ganti rugi yang harus diselesaikan oleh pihak yang terbukti bersalah bila kepada terpidana dikenakan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam pasal 17 dan 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.

2. Sebagai salah satu patokan/ acuan bagi jaksa untuk melakukan penuntutan mengenai berat/ringannya hukuman yang perlu dijatuhkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan bagi hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan keputusannya.

a. Langkah-langkah dalam menghitung kerugian keuangan negara.

Dalam menghitung kerugian negara tidaklah sama, hal ini disebabkan sangat beragamnya modus operandi kasus-kasus penyimpangan/tindak pidana korupsi yang terjadi. Namun dalam

4R. Wiyono,Pembahasan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua. Sinar Grafika, 2008, hlm 27-28.

5 https;//pusdiklatwas.bpkp.go.id/konten/show/1000, akses 11 Ferbuari 2020, pukul 22:00 WIT

(6)

menghitung kerugian negara atas kasus penyimpangan yang diaudit, auditor dapat menempuh hal-hal sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi.

a. Dalam tahap ini auditor mengidentifikasi jenis penyimpangan yang terjadi misalnya kontrak/pembayaran fiktif, mark up/ kemahalan harga, volume barang lebih kecil dari yang seharusnya, kualitas barang lebih rendah, harga jual terlalu rendah dan sebagainya.

b. Melemahnya dasar hukum kegiatan yang diaudit (undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, standar akuntansi keuangan, dan peraturan perundang-undangan lainya).

c. Meneliti apakah kasus yang diaudit masuk katagori keuangan negara.

d. Menentukan penyebab kerugiannya (unsur melawan hukum, penyalahgunaan jabatan, kelalaian dan sebagainya, apakah memenuhi unsur-unsur pidana korupsi tau tidak).

e. Mengidentifikasi waktu dan lokasi terjadinya penyimpangan dan atau perbuatan melawan hukum.

2. Mengidentifikasi transaksi.

a. Mengidentifiasi jenis transaksi, misalnya: pengadaan barang/jasa, tanah,ruislag, penyaluran kridit, dan sebagainya.

b. Menentukan jasa kerugiannya (misalnya hilang/kurang diterimanya suatu hak, timbul/bertambahnya kewajiban, pengeluaran lebih

(7)

besar, penerimaan diterima lebih kecil/tidak diterima dan sebagainya).

3. Mengidentifikasi, Mengumpulkan, Verifikasi, dan Analisa Bukti.

Mengidentifikasi, mendapatkan, menverifikasi dan menganalisa bukti-bukti yang berhubungan dengan perhitungan kerugian keuangan negara atas kasus penyimpangan yang diaudit.

4. Menghitung Jumlah Kerugian Keuangan Negara.

Berdasarkan bukti-bukti yang telah diidentifikasi, dikumpulkan, diverifikasi, dan dianalisis, kemudian dihitung jmlah kerugian keuangan yang terjadi.

b. Permasalahan Yang Terkait Dengan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara.

1. Bukti-bukti audit.

Dalam praktek audit, bukti-bukti asli yang diperlukan untuk menghitung jumlah kerugian negara tidaklah lengkap, sebagian hanya berupa fotokopy dan atau sama sekali tidak ditemukan. Hal ini tentunya menjadi masalah khususnya dalam hasil perhitungan kerugian negara yang dimana hasil tersebut akan disamapaikan kepada penyidik.

Yang dimana penyidik tidak hanya dapat menerima bukti yang berupa fotokopy saja namun harus dilegalisir sesuai dengan aslinya dan diyakini kebenaranya dapat menjadi alat bukti.

Maka dari itu auditor harus mengupayahkan untuk mendapatkan bukti asli, namun jika yang ada hanyalah fotocopy haruslah auditor

(8)

berusahan mendapatkan yang telah dilegalisir oleh pejabat yang menandatangani nukti tersebut atau pimpinan instansi dan diperkuat oleh bukti-bukti lain yang mendukung.

2. Nilai yang digunakan.

Bahwa auditor BPK dalam persidangan biasanya diminta pendapatnya tentang besarnya kerugian keuangan negara dan apa saja yang diutarakan dalam persidangan tersebut harus dapat dijelasakan juga metode dan dasar yang digunakan serta alasan mengapa metode tersebut dipakai.

Auditor BPK juga harus mempunyai keahlian dalam bidang akutansi, auditing, mengenal penilaian (accounting measurement) berdasarkan berbagai macam nilai.

c. Metode Perhitungan Kerugian Keuangan Negara.

Metode dalam menghitung kerugian keuangan negara sangatlah beragam tergantung dengan modus operending kasus tindak pidana korupsi. Theodorus M Tuanakotta menyatakan ada beberapa pola perhitungan kerugian keuangan negara yaitu6:

1. Kerugian Total (Total Loss).

Dalam metode ini seluruh jumlah yang dibayakarkan dinyatakan sebagai kerugian keuangan negara. Misalnya pejabat tinggi disuatu Kementrian menyetujui pembelian komponen (suku cadang) mesin atau alat berat dari negara lain. Mesin dan alat berat tersebut, baik

6 Theodorus M Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi,Jakarta, Salemba empat, 2009, hal 164

(9)

dalam keadaan terpasang (buit up) maupun dalam keadaan terurai, tidak lagi diproduksi di negara pengekspor, tidak ada pabrik lain di dunia yang memproduksi mesin dan alat berat maupun suku cadangnya yang dapat digunakan sebagai pengganti komponen yang diimpor.

Metode ini juga diterapkan dalam penerimaan negara yang tidak disetorkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Bagian yang tidak disetorkan ini merupakan kerugian total.

2. Kerugian Total dengan Penyesuaian.

Metode ini merupakan gabungan dari metode Total Loss dan Penyesuaian. Penyesuian ini diperlukan apabila barang yang dibeli harus dimusahkan dan pemusnahanya memerlukan bahan kimia yang dimana harus mengeluarkan biaya yang mahal. Kerugian keuangan negara ini bukan saja berupa pengeluaran biaya untuk pengadaan barang tersebut namun juga untuk memusnahkan barang tersebut.

3. Kerugian Bersih (Net Loss).

Metode perhitungan kerugian keuangan negara ini, seperti metode Kerugian Total dengan penyesuaian kebawah. Contohnya barang rongsokan yang masih mempunyai nilai pakai atau nilai jual, dimana kerugian total dikurangi nilai bersih barang rongsokan tersebut. Nilai ini merupakan selisih yang bisa diperoleh (harga barang rongsokan) dikurangisalvaging cost,salvaging costdapat ditaksir oleh ahli.

4. Nilai Wajar.

(10)

Negara seringkali dirugikan karena transaksi dibuat tidak dengan harga wajar, baik dalam transaksi pembelian (pengadaan barang) maupun transaksi pelepasan dan pemanfaatan barang. Harga wajar menjadi pembandingan untuk “harga realisasi”. Kerugian keuangan negara dimana transaksinya tidak wajar berupa selisi antara harga wajar dengan harga realisasi. Hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut :

a. Dalam pengadaan barang, kerugian ini merupakan selisih antara harga yang dibayarkan dengan harga yang wajar.

b. Dalam pelepasan aset berupa penjualan tunai, kerugian ini merupakan selisih antara harga wajar dengan harga yang diterima.

c. Dalam pelepasan aset berupa tukar guling (ruilslag), kerugian ini merupakan selisih antara harga wajar dengan harga pertukaran (exchange value). Metode ini juga digunakan untuk semua pertukaran barang dengan barang lain atau pertukaran barang dengan jasa.

Apabila penyidik dapat membuktikan bahwa harga yang terjadi bukanlah harga wajar, maka akuntan forensik akan menyelidiki berapa harga wajarnya. Pendekatan yang digunakan adalah mencari harga atau harga-harga yang dapat dijadikan sebagai pembanding. Harga pembanding ini harus sama atau mendekati harga wajar tersebut (is a proxy to the fair price).

(11)

Untuk itu, harga-harga yang dijadikan perbandingan harus memenuhi kriteria arm’s length transactions untuk barang yang serupa dengan kondisi-kondisi lain yang serupa.

5. Harga Pokok.

Penggunaan Harga Pokok sebagai harga perbandingan sering dikritik karena tidak sama dengan harga jual. Harga pokok harus disesuaikan (ke atas atau ke bawah) untuk mencerminkan harga jual.

Harga pasar ke atas atau ke bawah tergantung kondisi pasar pada saat terjadinya transaksi yang diinvestigasi. Harga pasar pada saat itu bisa melebihi harga pokok, yang berarti harga pokok harus ditambah dengan margin keuntungan. Sebaliknya harga pasar pada saat dibawah harga pokok, yang berarti harga pokok harus dikurangi dengan margin kerugian.

6. Opportunity Cost.

Metode ini juga digunakan oleh para ekonom, bila ada kesempatan atau peluang untuk memperoleh yang terbaik, tetapi justru peluang ini yang dikorbankan, maka pengorbanan ini merupakan kerugian, dalam artiopportunity cost.

Kandala yang dihadapi dengan menggunakan metode opportunity cost. Ini hanyalah tantangan yang harus dijawab akuntan forensik dan ahli ekonomi yang memberikan keterangan ahli di persidangan. Bagi pengadilan, tindak pidana korupsi ini suatu proses pembelajaran.

Sesudah melampauilearning curveini, kita akan mempunyai wawasan

(12)

yang lebih luas mengenai perhitungan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.

7. Bunga Sebagai Unsur Kerugian Keuangan Negara.

Dalam praktiknya, bunga tidak ditetapkan unsur kerugian keuangann negara dalam tindak pidana korupsi. Pidana denda bukanlah bertujuan untuk pemulihan kerugian akibat tipikor. Sebagai wacana, bunga perlu dimasukan dalam perhitungan kerugian keuangan negara. Pada sengketa perdata, kerugian bunga dihitung berdasarkan jangka waktu (periode) dan tingkat bunga yang berlaku.

d. Sumber dan Besarnya Kerugian Keuangan Negara.

Bagian ini memadukan sumber-sumber kerugian keuangan negara dengan metode perhitungan kerugian keuangan negara, sebagaimana dapat dilihat di tabel berikut :7

Sumber dan Pola Perhitungan Kerugian Keuangan Negara.

NO Sumber Kerugian KeuanganNegara Pola Perhitungan Kerugian

A Receipt(Penerimaan)

1 Wajib bayar tidak setor Pokok dan bunga 2 Wajib pungut tidak disetor Pokok dan bunga 3 Potongan penerimaan ditinggikan Pokok dan bunga B Expenditure (Pengeluaran)

4 Kegiatan fiktif Pokok dan bunga

5 Perundangan tidak berlaku lagi Pokok dan bunga 6 Pengeluaran lebih cepat Bunga

C Asset(aset)

7Ibid, hlm 172

(13)

7

Pengadaan Barang dan Jasa

Kerugian Total (Total Loss) Kerugian Total dengan Penyesuian

Kerugian Bersih (Net Loss) Harga Realisasi dikurangi Harga Wajar

Bunga Untuk Kerugian waktu

8

Pelepasan Aset

Harga Realisasi dikurangi Harga Wajar

Opportunity Cost

Kerugian Total (Total Loss) Bunga untuk kerugian waktu 9

Pemanfaatan Aset

Opportunity Cost

Kerugian Total (Total Loss) Bunga untuk kerugian waktu.

10 Penetapan Aset Pokok dan Bunga

11 Kredit Macet Pokok dan Bunga

D Liability(Kewajiban)

12 Kewajiban Nyata Pokok dan Bunga

13 Kewajiban bersyarat menjadi nyata Pokok dan Bunga 14 Kewajiban Tersembunyi Pokok dan Bunga

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi, dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu : Pasal 2 Ayat 1 :