• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN TAWASUL

N/A
N/A
MOH. Alif Fikri

Academic year: 2024

Membagikan "PENGERTIAN TAWASUL"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN

Kata   Tawassul

berasal dari bahasa Arab “

لسوتلا

” artinya memakai perantara. Jadi Doa dengan cara tawassul adalah memohon kepada Allah  dengan perantaraan

sesuatu. Sedangkan  sesuatu yang dipakai perantara itu disebut dengan Wasilah.

RAHASIA DAN LATAR BELAKANG TAWASSUL

Syaikh Abu Saif Al-Hammamiy, salah seorang Ulama Al-Azhar, menyatakan bahwa terdapat sekelompok orang yang mengatakan bahwa tawassul itu hukumnya musyrik (membawa kekafiran), dan karenanya maka orang yang bertawassul dengan Nabi dan para wali Allah telah menjadi halal darahnya.

Lebih lanjut Abu Saif Al-Hammamiy mengatakan bahwa orang yang bertawassul itu sama sekali tidak beri’tiqad, bahkan terlintas dalam hatinya bahwa Nabi dan para Wali yang ditawassuli itu tempat tujuan akhir  memohon, melainkan mereka yakin bahwa hanya Allah belaka yang mengabulkan permohonan. Demikianlah sesungguhnya keyakinan yang ada dalam benak hati orang-orang yang tawassul. Siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Jika kita mau membaca diri sendiri, maka akan mengetahui bahwa diri kita ini penuh dosa, maksiat, dan kelaliman. Dan ini semua mengakibatkan terhalangnya pengabulan pengabdian kita. Dan karena doa itu termasuk pengabdian (ibadah), maka doapun akan tidak terkabulkan karena Allah berfirman :

...

3نَ5يْ7قِ9ت:مُ5لا 3نَ7مِ :هُ9لَّلا :ل9بَّ3قِ3ت3يَ ا3مُ9نَّ7إِ

 

“ …… sesungguhnya Allah hanya menerima (pengabdian) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al- Maidah : 27)

Oleh Karena itu, maka selayaknya jika dalam mengajukan suatu permohonan perlu memakai perantara orang-orang yang dekat kepada Allah, yaitu para Nabi, Waliyullah, Ulama, dan Orang-orang yang Sholih.

Sebab merekalah orang-orang yang paling berhak memperoleh kenikmatan dari Allah dan permohonannya selalu dikabulkan.

Dengan begitu, maka Tawassul itu sesungguhnya adalah salah satu cara yang lebih etis/sopan serta luwes dalam mengajukan suatu permohonan kepada Allah, Zat yang Maha Suci dan Maha Agung.

Allah adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Mengabulkan permohonan. Sedangkan manusia sebagai makhluk sudah pasti mempunyai aturan, sopan santun dan tata krama sendiri dalam upaya mendapatkan kemurahan tersebut. Memanglah kesopanan dan tata krama hanya dilakukan oleh orang yang mau sopan, tahu adab dan tidak sombong.

Dalam kenyataannya hampir seluruh anugerah Allah yang dicurahkan kepada makhlukNya itu pasti dengan perantaraan sesuatu. Obat menjadi perantara datangnya kesembuhan. Ulama / guru menjadi wasilah datangnya ilmu. Orang kaya menjadi wasilah datangnya rezeki Allah. Dan lain-lain.

Semua itu sebagai wasilah. Sedangkan sumber pertama adalah Allah.

Demikian pula dalam masalah doa, anugerah Allah yang wujudnya keterkabulan itu datangnya dengan wasilah para Nabi, Ulama dan Sholihin.

BENTUK TAWASSUL.

Tawassul itu bentuknya ada 2 ( dua ) macam :

(2)

1. Tawassul dengan orang lain. Tawassul bentuk ini ada 2 ( dua ) macam, yaitu ;

a). Meminta tolong kepada orang lain agar orang itu     memohonkan     sesuatu yang kita kehendaki kepada Allah. Hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat :

“ ……Dan kalaulah mereka telah berbuat lalim atas diri mereka, lalu datang kepadamu (Muhammad) untuk memohon ampunan kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun buat mereka, niscaya akan mereka dapati Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang “. (QS. An-Nisa : 64 )

Ayat ini dengan jelas mengajarkan kita untuk bertawassul. Dalam hal ini meminta tolong kepada Rasul agar beliau memohonkan ampun buat kita kepada Allah.

b.) Memohon kepada Allah dengan perantara / tawassul keagungan derajat  orang lain di sisi Allah. Misalnya membaca Shalawat Badar ; adalah memohonkan rahmat Nabi dengan perantaraan keagungan sahabat pahlawan Badar (Bi ahli Badri Ya Allah). Dalam suatu Hadits Nabi mengajarkan kepada seseorang yang buta dan ingin memohon agar sembuh dari butanya. Doa tersebut adalah memakai tawassul,  yaitu :

يWنَّ7إِ :دُ9مُ3حَمِا3يَ ،7ةِ3مُ5حْ9رَّلا Wي7بَّ3نَّ ^دُ9مُ3حَ:مِ 3كَWيْ7بَّ3نَ7بِ 3كَ5يْ3ل7إِ :هُ9جَّ3و3تَ3أَ3وَ 3كَ:ل 3أَ5س3أَ يWنَّ7إِ 9مَّ:هُلَّiل3ا 9ي7فِ :هُ5عْWفِّ 3شَ3فِ 9مَّ:هُلَّiل3ا ،3ي7ضِ5قِ3ت7ل 7هِ7دُ3هَ ي7ت3جَ3حْ ى7فِ ىWبِ3رَ ى3ل7إِ 3كَ7بِ :تُ5هُ9جَّ3و3تَ

.  ( هِاوَرَ  

هِرَّيْغوَ ىذمِرَّتلا )

 

“ Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan perantaraan NabiMu, Muhammad Nabi Rahmah, Ya Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku dengan perantaraan engkau dalam hajatku ini agar engkau penuhi, Ya Allah Syafa’atkanlah dia buatku “. ( Riwayat At-Turmudzi, An-Nasa’i, Baihaqi, dan Thabarani).

Setelah selesai berdoa, maka sembuhlah penyakitnya dan bisa melihat seperti sedia kala. Demikian ajaran Nabi untuk tawassul.

2.    Tawassul dengan amal kebaikani. Hal ini berdasarkan sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Haditsnya terlalu panjang untuk kita kutip di sini. Inti ceritanya sebagai berikut : “ Ada tiga ( 3 ) orang tertidur di dalam gua. Gua tersebut lalu pintunya tertutup. Dengan Tawassul amal kebaikan orang bertiga tersebut, ternyata dalam waktu singkat doanya terkabul dan pintu gua pun terbuka. ( Hadts ini termaktub juga dalam kitab syarah Hadits Dalilul Falihin Juz I, hal. 71 – 77 )

PRAKTEK PELAKSANAAN TAWASSUL

Pada dasarnya tawassul itu dilaksanakan dalam rangka mencari / menempuh jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya :

ا5و:غُ3ت5بِا3وَ 3هُ9لَّلا ا5و:قِ9تَا ا5و:نَ3مِآ 3نَ5يَ7ذ9لا ا3هُ•يَ3أَ ا3يَ

3ةِ3لَّ5يْ7س3و5لا 7هُ5يْ3ل7إِ   

  ....

“ Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan carilah wasilah ( = jalan untuk mendekatkan ) kepada Allah …..”. ( QS. Al Maidah : 35 )

Ayat ini memerintahkan agar kita bertakwa dan mencari wasilah kepadaNya.

Dalam sejarah perjalanan Islam, tawassul selalu dilakukan oleh para Ulama, bahkan oleh Nabi dan sahabat beliau.

(3)

1. Rasulullah pernah tawassul dengan hak Sa-iliin (pemohon kepada Allah) dan hak perjalanan beliau sendiri. Yaitu beliau berdoa :

3كَ5يْ3ل7إِ ا3ذ3هَ 3يَا 3شَ5مُ3مِ Wقِّ3حَ7بِ 3كَ:ل3أَ5س3أَ 3كَ3ل 3نَ5يْ7لَّ7ئِ ا9سَّلا Wقِّ3حَ7بِ 3كَ:ل3أَ5س3أَ يWنَّ7إِ 9مَّ:هُلَّiل3ا

   

دُمُحْأَ هِاوَرَ(

هِرَّيْغوَ

)           

“ Ya Allah kami memohon kepadaMu dengan tawassul pada hak para pemohon kepadaMu dan hak perjalanan kami ini…..”. (HR. Ahmad, Baihaqi, Thabrani ).

Beliau mendoakan pada jenazah Ummu Fathimah dan tawassul dengan para Nabi sebelum beliau :

3نَ5يَ7ذ3لiا 7ءِا3يْ7بَّ5نَّ7 لأِ5ا3وَ 3كَWيْ7بَّ3نَّ Wقِّ3حَ7بِ ا3هُ3لَّ3خَ5دُ3مِ ا3هُ5يْ3لَّ3عَ 5عْWس3وَ3وَ ^دُ3س 3أَ 7تُ5نَ7بِ 7ةِ3مُط7ا3فِ 9مَّ:لأِ ِ5رَّ7فِّ5غ7إِ

ي7لَّ5بَّ3قَ 5نَ7مِ

  ( ناiبَّحْ نَبِإِ هُحَحَصوَ ينَّارَّبَّطلا هِاوَرَ 

)

“ Ampunilah (dosa) Ummu Fathimah binti Asad dan luaskanlah tempatnya, dengan tawassul pada Nabi-Mu dan para Nabi sebelum aku “. ( Riwayat Ath- Thabrani, dan dinyatakan Shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dari Anas bin Malik )

2.  Sahabat Umar pernah tawassul dengan Sayidina Abbas. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari :

،ب7لَّ9ط:مُلا 7دُبَّعَ نَبِ 7سِا9بَّ3عْل5ا7بِ ى3قِ5سَّ3ت5س7إِ ا3و5ط3حَقَ ا3ذَ7إِ 3نا3كَ با9ط3خَ5لا 3نَبِ5ا3رَّ3مُ:عَ 9ن7إِ

3لَا3قِ3فِ

 : – ا3نَ7قِ5سا3فِ ا3نَWيْ7بَّ3نَ7بِ Wمَّ3عْ7بِ 3كَ5يْ3ل7إِ :ل9س3و3ت3نَّ ا3نَّإِوَ ا3نَWيْ7بَّ3نَ7بِ 3كَ5يْ3ل7إِ :ل9س3و3ت3نَّ 9انَ:كَ 9مَّ:هُلَّiل3ا

3ن5و3قِ5سَّ3يْ3فِ

يَرَاخَبَّلا هِاوَرَ( )

 

Sesungguhnya Umar bin Khathab bila terjadi kemarau panjang memohon hujan dengan tawassul pada Saiyidina Abbas bin Abdul Mutholib dan

doanya : Ya Allah, kami memohon kepadaMu dengan tawassul pada Nabi kami maka turunkanlah hujan dan tawassul dengan paman Nabi kami maka, turunkanlah hujan. Maka hujanpun turun dengan deras “. (HR. Bukhari ).

3.   Imam Syafi’i suka berziarah ke makam Imam Hanafi dan tawassul dengannya.

4.    Imam Hambali berziarah ke makam Imam Syafi’i  dan tawassul dengannya.

5.   Imam Abu Hasan Asy-Syazili menganjurkan agar tawassul dengan Imam Al- Ghozali bila  mempunyai hajat.

6.   Syaikh Al-Bakri bin Muhammad Syatha’ –penyusun kitab ‘I’anatuth thalibin- bertawassul dengan Rasulullah.

7.    Imam Abdul Rauf Al-Manawi, pengarang Faidhul Qadir kitab syarah hadts Al- Jamiush Shaghir, bertawassul dengan Rasulullah.

8.   Syaikh Tharabulusi, pengarang kitab Tauhid Al-Husunul Hamidiyah, bertawassul dengan Zat Allahsifat Allah, dan Asma Allah serta Ruhaniyyah Rasulullah.

9.   Para Ulama dan Kyai di Indonesia semuanya hampir ahli ziarah kubur dan bertawassul dengan Rasulullah, waliyullah, dan para Ulama yang telah meninggal dunia.

10. Shalawat Badar yang biasa di baca oleh kaum Muslimin Indonesia adalah merupakan tawassul dengan para Syuhada’ Badar (Bi Ahlil Badri Ya Allah).

Melihat data tersebut, jika benar bahwa tawassul itu hukumnya musyrik sebagaimana yang didakwahkan oleh sekelompok orang, maka berarti Rasulullah, para sahabat, dan para Ulama tersebut

(4)

semuanya masuk neraka. Sebab musyrik itu merupakan dosa besar yang tidak bisa diampuni. Lalu, siapa gerangan yang akan masuk sorga?. Adakah surga yang seluas langit dan bumi itu hanya disediakan untuk beberapa gelintir manusia yang memusyrikkan tawassul ?

TAWASSUL DENGAN ORANG MATI

Melihat uraian di atas, maka diketahui bahwa tawassul dapat dilakukan dengan orang-orang yang dekat pada Allah, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.

Apabila berwasilah itu dengan Rasulullah, maka ada sebuah Hadits yang menyatakan bahwa para Nabi itu masih tetap hidup setelah dikubur, bahkan melakukan shalat. Bunyi Haditsnya :

3ن5و•لَّ3صَ:يَ 5مَّ7هَ7رَ5و:بَّ:قَ ى7فِ žءِا3يْ5حْ 3أَ :ءِا3يْ7بَّ5نَّ3لأِ5ا  

ىقِهُيْبَّلا هِاوَرَ( )

“ Para Nabi adalah masih tetap hidup di kubur mereka dan melakukan shalat

“. (Riwayat Al-Baihaqi)

Apabila berwasilah itu dengan para Ulama dan Shalihin, maka dinyatakan suatu ayat bahwa mereka tetap hidup setelah matinya dan mendapat kenikmatan dari Allah :

اŸتَا3و5مِ3أَ 7هُ9لَّلا 7ل5يْ7بَّ3س ي7فِ ا5و:لَّ7ت:قَ 3نَ5يَ7ذ9لا 9نَ3بَّ3سَّ5حَ3تَ3 لاَ3وَ

,  5مَّ7هُWبِ3رَ 3دُ5نَ7عَ žءِا3يْ5حْ 3أَ 5ل3بِ  

3ن5و:قَ3زَ5رَّ:يَ

  

Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang mati di jalan Allah itu mati, melainkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan memperoleh rezeki “.

(QS. Ali Imran : 169 )

Ayat ini menyatakan bahwa orang mati di jalan Allah, atau orang mati dalam keadaan Shalih pada hakekatnya tetap hidup. Sudah barang tentu hidupnya bukan di alam dunia lagi tetapi di alam Barzah. Mereka mendapat kenikmatan dan keutamaan di sana termasuk keutamaan mereka adalah mampu digunakan sebagai wasilah

Disamping itu, Mazhab empat telah sepakat memperbolehkan tawassul dengan orang-orang Sholih, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bahkan menganjurkan untuk melakukannya.

UlamaSalaf dan Khalaf dari Ahlilmadzhab empat,  Madzahibil Arba’ah mensunnahkan bagi penziarah ke makam Nabi agar memohon syafa’at dan tawassul dengan Nabi. sebagai berikut :

ىWبِ3رَ ى3ل7إِ 3كَ7بِ اŸعْWفِّ 3شَ3ت:مِ ى7بَّ5نَّ3ذَ 5نَ7مِاŸرَّ7فِّ5غُ3ت5سَّ:مِ 3كَ3ت5ئْ7جَّ 5دُ3قَ يWنَّ7إِ 7هُلَّلا 3لَ5و:س3رَا3يَ

Ya Rasulullah sesungguhnya aku datang menghadap engkau seraya memohon syafa’atmu guna memohon ampun kepada Tuhanku dari dosaku”.

Referensi

Dokumen terkait

a. Sayyid Ulama Hijjaz, Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani karya Samsul Munir Amin. Terjemah Maroqil ‘Ubudiyah karya Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi yang diterjemahkan

Jika lafal mutlaq dan muqayyad terdapat pada dua nash yang sama sebab dan hukumnya, maka semua ulama sepakat bahwa lafal mutlaq dibawa pada makna muqayyad... Diharamkan

Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani dikenal sebagai ulama yang memiliki hasil- hasil karya pemikiran berupa kitab-kitab dalam jumlah yang begitu banyak.Subjek kajiannya

Di antara ulama – ulama yang berasal dari indonesia yang kitab karangan banyak digunakan sebagai referensi di pesantren adalah Syaikh Nawawi Al Bantani hal ini

Adapun hadits yang digunakan oleh Ulama‟ yang mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sunnah berupa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-sholat

Madrasah al-Bashriyah. Al-Harra’ belajar kepada Abu Amr, sedang al-Ruwasi selain belajar kepada Abu Amr juga kekpada Isa ibn Umar dan Abu Amr al-Ala. Ketiganya ulama

Para ulama penerima beasiswa Kesultanan Palembang,diantaranya adalah Syaikh Abdussomad al Palembani, Syaikh Muhammad Muhyiddin dan Kemas Ahmad bin Abdullah.Ariyani & Joko, 2020 Begitu

Dalam kitab Kifayah al-Akhyar menerangkan beberapa permasalahan hukum12 yang hukumnya telah disepakati para ulama-ulama fiqh beserta alasannya, disamping itu juga dikemukakan