PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DOMESTIK BERBASIS WASTE TO ENERGY
MUHAMMAD ISRA ANAVHALIS J0313211039
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN SEKOLAH VOKASI
IPB UNIVERSITY
2023
PEMBAHASAN
Perdebatan mengenai sampah domestik memang tidak ada habisnya. Implementasi program kegiatan apa pun di suatu komunitas sangat bergantung pada keterlibatan komunitas.
Karena penanganan yang rumit diperlukan untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah, ini adalah salah satu metode yang dapat membantu pemerintah dalam mengurangi keluaran sampah. Ada lima faktor yang berkontribusi terhadap kompleksitas pengelolaan sampah:
kelembagaan, hukum, keuangan, sosial budaya, dan teknis. Pemilahan sampah berdasarkan jenis dan bahannya, pengumpulan sampah rumah tangga, penimbunan sampah pasar dan hotel, pemindahan sampah dari tempat penampungan sampah ke tempat pembuangan sementara pasar dan hotel, pemindahan sampah dari TPS ke TPA, daur ulang, pengomposan, produksi biogas, insinerator, dan sistem pembuangan TPA merupakan bagian dari proses pengelolaan sampah kota.
Teknologi alternatif, seperti pemrosesan termal, yang memulihkan energi dari limbah dengan menghasilkan panas, dapat mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan. Penurunan produksi limbah olahan secara signifikan baik dari segi massa maupun volume merupakan salah satu manfaat pengolahan termal. Selain itu, pengolahan panas dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari penguraian sampah secara anaerobik. Untuk mengubah pemrosesan termal menjadi pembangkit listrik berbasis waste to energy, hal ini juga dapat menghilangkan polutan organik, menurunkan jumlah keseluruhan senyawa organik, dan memulihkan kandungan energi dari limbah padat. Waste to energy mencakup sejumlah metode pengelolaan sampah, termasuk pencernaan anaerobik, penimbunan sampah, pirolisis/gasifikasi, hidrotermal, dan insinerator. Waste to energy adalah teknologi yang mengubah sampah organik menjadi sampah non-organik yang dapat didaur ulang kembali dan dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga dan panas yang dapat digunakan sebagai media oleh pihak lain.
Gambar 1. Skema Waste To Energy
Proses penguraian bahan organik di lingkungan bebas oksigen dikenal sebagai pencernaan anaerobik. Sampah organik rumah tangga berpotensi untuk diubah menjadi biomassa yang diolah dalam reaktor yang disebut biodigester. Hal ini karena sampah mengandung substrat yang mudah diurai oleh mikroba. Pencernaan anaerobik adalah metode pengolahan sampah organik yang berkelanjutan dan berpotensi menguntungkan karena, selain mengurangi sampah organik, metode ini juga menghasilkan biogas dan pencernaan berenergi tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah. Gas yang dihasilkan selama fermentasi bahan organik, termasuk kotoran domestik (rumah tangga), pertanian, perkebunan, dan manusia, dikenal sebagai gas TPA. Metana (CH4) dan karbon dioksida merupakan komponen utama gas TPA (CO2). Gas yang dihasilkan dari sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah dikenal sebagai gas landfill. Sampah ditumpuk secara mekanis dan dikompres menjadi satu lokasi berdasarkan berat lapisan sampah di atasnya. Bahan organik terurai dan gas TPA tercipta akibat lingkungan menjadi anaerobik; gas ini kemudian terakumulasi dan mulai dilepaskan ke atmosfer. Kehadiran gas metana pada situasi ini membuatnya berbahaya karena berpotensi meledak.
Sistem pengumpulan, sistem pengolahan, produksi energi, dan penguapan lindi merupakan sistem PLTSa yang menggunakan pendekatan Landfill System. Proses pengumpulan gas TPA dari sampah kota (MSW) yang terurai dalam lingkungan anaerobik di TPA dikenal sebagai sistem pengumpulan. Gas yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar sumber energi.
Sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Meski demikian, PLTSa belum bisa dibandingkan dengan pembangkit listrik terbarukan lainnya dalam hal kemampuannya menghasilkan listrik. PLTSa merupakan sistem pengolahan sampah yang menawarkan barang-barang listrik sebagai bonus, semua berkat teknologi termal. Limbah padat dapat dikurangi dengan cepat dan drastis dengan teknologi termal PLTSa, khususnya teknologi insinerasi. Membangun pembangkit listrik tenaga panas dapat bermanfaat di wilayah yang produksi sampahnya tinggi lebih dari 1.000 ton per hari dan terdapat permasalahan dalam pembuangan sampah.
Gambar 2. Skema Produksi Biogas
Jumlah sampah yang dihasilkan tidak sebanding dengan kemampuan pengolahannya sehingga mencemari lingkungan dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Saat sampah organik membusuk, gas dilepaskan dan menimbulkan bau ini. Gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) tercipta selama reaksi kimia ini. Bahan bakar dibatasi pada CH4. Gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) merupakan mayoritas gas yang ditemukan dalam biogas.
Gas lain yang terdapat dalam jumlah kecil termasuk hidrogen (H2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), dan sangat sedikit nitrogen (N). Jumlah metana (CH4) dalam biogas menentukan seberapa besar energi yang dikandungnya (Damayanti AA et al 2021).
Kandungan energi (nilai kalor) biogas meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan metana, dan menurun dengan menurunnya kandungan metana (CH4).
Biogas yang dihasilkan dari sampah organik diperkirakan akan meringankan beban rumah tangga dan berkembang menjadi sumber energi terbarukan baru yang, jika dibandingkan, tidak terlalu membahayakan lingkungan. Untuk mencapai kemandirian energi, teknik ini juga dapat diterapkan di pemukiman yang jauh dari infrastruktur utama. Bahan bakar tradisional yang umum digunakan seperti minyak tanah atau kayu bakar dapat diganti dengan biogas, yang tidak hanya mencegah polusi namun juga mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.
(Damayanti AA et al 2021). Karena gas metana merupakan kandungan biogas, maka pemanfaatannya menjadi sangat penting dalam menghadapi pemanasan global saat ini. Ciri utama biogas adalah menghasilkan gas rumah kaca, yang 21 kali lebih mencemari dibandingkan CO2.
Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan produk akhir dari proses sederhana pemisahan sampah padat dari fraksi sampah yang terbakar namun tidak mudah terbakar seperti RDF.
Bahan seperti kaca dan logam dapat digunakan untuk mengurangi limbah dan mengubahnya menjadi pembakaran bersama, bahan bakar sekunder untuk pembangkit listrik di industri semen dan industri. Biasanya, ukurannya diperkecil dan kemudian dikeringkan untuk menghasilkan RDF, atau fraksi limbah yang mudah terbakar, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar produk. RDF adalah sebuah kemajuan. Produk berkembang dengan cepat. RDF ditawarkan dalam bentuk bubuk dan padat dalam ukuran besar dan kecil. Limbah padat dapat ditangani di setiap kategori dengan menggunakan berbagai desain proses, yang masing- masing menghasilkan RDF dengan tingkat kemurnian tinggi. Potensi perbedaan kualitas RDF tergantung pada limbah atau asupan material. Komposisi padatan bersifat heterogen dan bervariasi menurut lingkungan dan kedalaman tempat pembuangan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar AR, Kamil M, Romadhan A. 2020. Inovasi pengelolaan sampah berbasis teknologi waste to energy di Kota Malang. JMKP. 5(1): 45-56.
Damayanti AA, Fuadina ZN, Azizah NN, Karinta Y, Mahardika IK. 2021. Pemanfaatan sampah organik dalam pembuatan biogas sebagai sumber energi kebutuhan hidup sehari-hari.
EKSERGI. 17(3): 182-190.
Qodriyatun SN. 2021. Pembangkit listrik tenaga sampah: antara permasalahan lingkungan dan percepatan pembangunan energi terbarukan. Jurnal Masalah-masalah Sosial. 12(1): 63–
84.
Rania MF, Lesmana IG, Maulana E. 2019. Analisis potensi refuse derived fuel (rdf) dari sampah pada tempat pembuangan akhir (TPA) di Kabupaten Tegal sebagai bahan bakar incinerator pirolisis. SINTEK. 13(1): 51-58.
Riandis JA, Setyawati AR, Sanjaya AS. 2021. Pengolahan sampah plastik dengan metode pirolisis menjadi bahan bakar minyak. Jurnal Chemurgy. 5(1): 8–14.
Yendi E, Gabintang Sabrin I. 2021. Analisis pembangkit listrik tenaga sampah dengan metode sanitary landfill di bantargebang. Jurnal Sains & Teknologi Fakultas Teknik. 11(2): 70–80.