• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguasaan konsep Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan suatu keharusan dan bersifat objektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penguasaan konsep Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan suatu keharusan dan bersifat objektif"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari pendidikan, dengan kata lain Bimbingan Konseling (BK) merupakan sub sistem dari sistem pendidikan yang ada di sekolah (Nurihsan, 2011). Penguasaan konsep Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan suatu keharusan dan bersifat objektif.

Penguasaan konsep BK merupakan suatu keharusan dikarenakan pelaksanaan layanan BK sudah diatur dalam perundang undangan, pelaksanaan BK harus objektif dimana layanan BK dibutuhkan stakeholder di sekolah terkhusus peserta didik yang ada di sekolah.

Layanan BK pada setting sekolah adalah usaha untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya.

Sejalan dengan hal tersebut, Komariyah & Nuryanto (2020) menyatakan bahwa Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan usaha untuk membantu peserta didik dalam pengembangan hidup pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. BK memberikan

(2)

2

fasilitas bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya baik secara individual, kelompok maupun klasikal. BK memiliki fungsi untuk memberikan bantuan dalam rangka mengatasi kelemahan serta hambatan dan masalah yang peserta didik hadapi. BK sebagai suatu profesi diharuskan memiliki visi dan misi yang jelas dalam pelayanannya. Visi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

Dalam rangka pewujudan tiga misi profesi BK yang terkait dengan konteks dalam pendidikan, maka komitmen merupakan hal yang menjadi tuntutan dalam setiap aspek dari keseluruhan profesi BK yaitu keseluruhan stakeholder yang ada di sekolah.

Manajemen BK yang dilaksanakan secara terpola dan terencana serta perlu untuk ditingkatkan dengan baik pada setiap prinsipnya yaitu pada Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Zamroni

& Rahardjo (2015) menyatakan bahwa BK memiliki prinsip prinsip dalam manajemen pelayanannya yaitu Planning,

(3)

3

Organizing, Staffing, Leading dan Controlling. Guru BK sebagai pelaksana layanan BK di sekolah perlu untuk menguasai kompetensi mengenai manajemen BK tersebut.

Program BK merupakan gambaran dari perencanaan layanan BK di sekolah. Program bimbingan konseling merupakan serangkaian rencana yang didalamnya terkandung seluruh aktivitas dalam layanan BK di sekolah yang kemudian menjadi pedoman bagi guru BK dalam keseluruhan pelaksanaan layanan BK berikut pertanggungjawabannya. Program BK yang komprehensif di dalamnya akan tergambarkan visi, misi, tujuan, fungsi, sasaran layanan, kegiatan, strategi, personel, fasilitas dan rencana evaluasinya. Program BK yang komprehensif disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar penyusunan program, pelaksanaan program, sistem manajemen, dan sistem pertanggungjawabannya (Suherman, 2011).

Program BK merupakan satuan rencana keseluruhan kegiatan pelayanan BK yang akan dilaksanakan pada periode waktu tertentu seperti periode bulanan, semester atau tahunan.

Program BK disusun dengan tujuan agar guru BK memiliki

(4)

4

pedoman yang pasti dan jelas sehingga kegiatan pelayanan BK di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif dan efisien serta hasilnya dapat diukur. Program BK merupakan bagian dari perencanaan layanan BK. Layanan BK tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak memiliki perencanaan yang tepat.

Pelaksanaan layanan BK diharapkan dilaksanakan berdasarkan dengan program yang telah disusun, dimana program BK itu sendiri merupakan gambaran dari skenario pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (Permendikbud, 2014).

Implementasi Program BK yang baik adalah yang dilaksanakan sesuai dengan alur program, memiliki efektivitas dan efisiensi yang baik dan dapat diukur secara tingkat keterlaksanaan dan keberhasilan program BK tersebut. sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan evaluasi yang tepat. Evaluasi yang baik tidak hanya dilakukan pada akhir keseluruhan kegiatan namun dapat diukur dan dilakukan pada setiap bagiannya. Evaluasi memiliki manfaat bagi guru BK yaitu sebagai umpan balik dalam rangka perbaikan dari program yang telah disusun. Evaluasi memiliki peran penting dalam program karena dengan

(5)

5

ketidakadaan evaluasi, guru BK tidak akan mengetahui kondisi dari proram yang telah disusunnya dan bagaimana implementasi serta hasil dari implementasi tersebut. Mursih (2018) menyatakan bahwa evaluasi bertujuan untuk mengukur serta menilai sejauhmana aktivitas program dapat berhasil ataukah belum berhasil. Dengan evaluasi yang dilaksanakan, guru BK dapat mengatur atau memperbaiki kembali program agar menjadi lebih baik lagi berdasarkan dari umpan balik dari hasil evaluasi yang telah dilaksankan.

Evaluasi program dapat dimaknai sebagai rangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan untuk melihat keberhasilan dari suatu program. Evaluasi program bertujuan untuk melihat sejauhmana target program tersebut dapat dicapai. Untuk menentukan seberapa jauh target dari program telah tercapai, maka yang menjadi titik tumpu ialah tujuan yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan. Badrujaman et al. (2015) menyatakan bahwa pada program bimbingan dan konseling komponen evaluasi menjadi komponen yang paling lemah dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah. Hal tersebut nampak

(6)

6

dari minimnya guru BK yang melakukan evaluasi terhadap program bimbingan dan konseling di sekolah. Evaluasi program dilaksanakan untuk menentukan kebijakan lanjutan bagi pengambil kebijakan. Evaluasi program dilaksanakan dengan sistematis, rinci, dan menggunakan prosedur teruji secara cermat dan juga tidak dilakukan dengan serampangan saja. Penggunaan metode yang tepat akan dapat membantu perolehan data yang andal dan memiliki tingkat kepercayaan yang baik. Pengambilan suatu kebijakan akan tepat sasaran apabila menggunakan data yang benar, tepat, lengkap dan akurat sebagai dasar pertimbangannya (Arikunto, 2012) Model evaluasi muncul karena adanya usaha eksplanasi secara kontinu yang diturunkan dari perkembangan dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak termasuk pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni (Siregar, 2017).

Gysbers & Henderson (2012) menyatakan dalam program BK terdapat tiga hal yang menjadi elemen penting, yaitu perencanaan, pelaksanaan program dan hasil program, yang mana terdapat keterkaitan dari ketiga hal tersebut. hasil program akan

(7)

7

dapat terlihat secara jelas apabila proses evaluasinya dapat berjalan dengan baik. Evaluasi program adalah evaluasi yang dilaksanakan secara menyeluruh dari evaluasi perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi hasil dari program yang ada. Evaluasi terhadap program yang telah disusun menjadi penting karena akan dapat dilihat sejauhmana program dapat terlaksana dan seberapa bermanfaat terhadap kebutuhan peserta didik. Ini seperti yang disampaikan oleh Gumilang (2019) yang menyatakan bahwa evaluasi program dapat memberikan informasi yang berarti untuk kelanjutan pelaksanaan program pada periode berikutnya, dikarenakan bahwa hasil evaluasi dapat menjadi pendorong bagi semua pihak untuk dapat memberikan saran, masukan yang dapat digunakan untuk perencanaan langkah perbaikan serta peningkatan untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, evaluasi menjadi bagian yang penting dan harus dilaksanakan sebagai dasar dalam penyusunan dan pengembangan program bimbingan dan konseling

Evaluasi memiliki peran penting dalam pelaksanaan program BK di sekolah. evaluasi program BK memiliki tujuan

(8)

8

Untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan layanan BK serta Untuk mengetahui ketercapaian program sesuai dengan jabaran program/butir-butir kegiatan program pelayanan yang telah disusun dalam program layanan BK. Loesch dalam (Astramovich

& Coker, 2007) menyatakan bahwa evaluasi program konseling membantu praktisi memaksimalkan efisiensi dan efektivitas layanan penyampaian melalui pemeriksaan program yang cermat dan sistematis komponen, metodologi, dan hasil. Astramovich &

Coker (2007) menyatakan bahwa evaluasi program konseling memiliki nilai yang melekat dalam membantu praktisi merencanakan, menerapkan, dan memperbaiki praktik konseling terlepas dari kebutuhan untuk menunjukkan akuntabilitas. Namun ketika diminta untuk memberikan bukti efektivitas program dan dampaknya, konselor dapat secara efektif memanfaatkan informasi tersebut. Lebih lanjut Musyofah et al. (2021) meyatakan evaluasi program bimbingan dan konseling belum sepenuhnya diterapkan oleh konselor di lapangan. Berbagai macam masalah muncul dalam hal pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang

(9)

9

seharusnya dilaksanakan secara profesional untuk meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.

Evaluasi program BK merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru BK, apabila program yang telah disusun tersebut tidak dilakukan evaluasi maka tidak akan diketahui kelemahan, kelebihan, ketercapaian program dan bagian mana yang belum dapat terlaksana. Putri (2019) menyatakan Evaluasi program Bimbingan dan Konseling dilaksanakan berdasarkan empat tahapan, yaitu; 1) tahap persiapan, 2) tahap persiapan alat atau instrumen evaluasi, 3) tahap menganalisis hasil evaluasi, 4) tahap penafsiran atau interpretasi dan pelaporan hasil evaluasi. Evaluasi dapat terlaksana serta memberikan manfaat bagi pelaksanaan program BK selanjutnya apabila pada setiap fase dapat dilaksanakan dengan baik dan terencana.

Basith (2016) menyatakan pelaksanaan evaluasi program bimbingan dan konseling yang baik akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang lebih baik terutama bagi guru bimbingan dan konseling untuk dapat meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Lebih lanjut Musyofah et al.

(10)

10

(2021) menyatakan bahwa Evaluasi bimbingan dan konseling dilaksanakan sebagai upaya dalam menentukan derajat dari kualitas layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dimaknai bahwa kualitas layanan bimbingan dan konseling akan berada pada derajat yang baik apabila dilakukan evaluasi secara periodik dengan langkah serta dilakukan dengan cara yang baik dan benar terhadap keseluruhan aktivitas dalam program bimbingan dan konseling. Evaluasi terhadap program juga mempengaruhi pengambilan keputusan pada tingkatan lokal, lebih lanjut pada dasarnya evaluasi merupakan cara untuk menunjukan pertanggung jawaban dari hasil kerja pada layanan bimbingan dan konseling di sekolah (Dimmitt, 2009)

Kemendiknas (2008) menyatakan bahwa setiap guru BK dituntut untuk menguasai teori dan pelaksanaan program BK.

Lebih lanjut pada Kemendikbud (2014) yang mengatur tentang pelaksanaan BK pada pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa guru BK selaku pengelola dan pelaksana layanan BK di satuan pendidikan harus melakukan analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut

(11)

11

pengembangan program. peningkatan kualitas layanan BK harus dilaksakana secara dinamis dan berkesinambungan. Instrumen dalam pelaksanaan evaluasi program adalah sebagai pendukung dan memudahkan guru BK untuk melakukan evaluasi, sehingga guru BK tidak harus benar benar melangkah dari awal dalam melaksanakan evaluasi.

Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap 8 orang dan studi dokumentasi terhadap 12 orang guru BKdi Kabupaten Semarang didapatkan hasil bahwa selama ini guru BK tidak pernah melakukan evaluasi program dan hanya melakukan evaluasi layanan (evaluasi proses dan hasil) yang dilakukan setelah layanan selesai dilaksanakan. Guru BK tidak melakukan evaluasi terhadap program BK yang ada karena tidak mengerti bagaimana langkah dalam melaksanakan evaluasi program. Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa guru BK tidak mengetahui aspek apa saja yang harus dievaluasi dan tidak adanya instrumen yang dapat digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan evaluasi program BK. Dalam buku panduan operasional pelaksanaan bimbingan dan konseling (POP-BK) sebagai dasar pelaksanaan

(12)

12

layanan BK pada masing-masing jenjang tidak menampilkan model evaluasi program BK, instrumen dan aspek-aspek yang harus dievaluasi, serta format evaluasi yang ada pada POP-BK hanya menampilkan evaluasi layanan saja sehingga guru BK hanya mengikuti petunjuk yang ada pada panduan operasional tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut dimana selama ini guru BK hanya melaksanakan evaluasi layanan saja, dan dengan tidak adanya instrumen dan aspek apa saja yang harus dievaluasi kemudian dapat disimpulkan diperlukan model, panduan serta instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi program BK Fenomena tersebut senada dengan pernyataan Gysbers &

Henderson (2014) yang menyatakan 15% sampai 31% guru bimbingan dan konseling pada tingkatan sekolah dasar, menengah dan pendidikan khusus melakukan tugas yang bersifat non- bimbingan. Lebih lanjut fenomena yang terjadi pada guru BK tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Boitt (2016) yang menyatakan dalam hasil penelitiannya yang menunjukan bahwa kurangnya waktu dan dana, fasilitas yang tidak mendukung, kurang kooperatifnya stakeholder yang dievaluasi

(13)

13

dan kurangnya personel yang berkualitas merupakan beberapa tantangan yang dihadapi pelaksanaan evaluasi program bimbingan dan konseling. Sejalan dengan penelitian tersebut sejalan dengan peneilitian yang dilakukan Azizah et al. (2017) yang mengemukakan bahwa konselor tidak melakukan evaluasi program layanan dikarenakan kurangnya kompetensi guru BK dalam melakukan evaluasi, kurangnya kemauan pada guru BK untuk belajar melakukan evaluasi program layanan bimbingan konseling, dan minimnya pelatihan yang diberikan kepada konselor untuk mengevaluasi program layanan BK.

Basith (2016) melakukan penelitian Analisis Pelaksanaan Evaluasi Program BK di SMA Negeri Singkawang, yang hasilnya adalah evaluasi program BK di SMA Negeri Singkawang masih memiliki banyak kelemahan, yang pertama dari tahap penentuan komponen program yang akan dinilai, memilih model evaluasi yang akan digunakan, memilih instrumen penilaian, menentukan teknik pengumpulan data, membuat sistem untuk memantau pelaksanaan program, menyajikan data, analisis dan evaluasi laporan, dan yang kedua adalah beberapa hal yang menghambat

(14)

14

pelaksanaan evaluasi program adalah pengetahuan yang kurang dan pemahaman yang rendah oleh guru BK, kurangnya kemauan dalam pengembangan kompetensi profesional, dan masih minimnya bimbingan dalam pelaksanaan evaluasi program BK.

Badrujaman et al. (2015) bahwa kepercayaan warga sekolah yang masih rendah merupakan dampak dari keterbatasan pada model evaluasi program bimbingan dan konseling yang digunakan.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagai wadah dalam pengembangan BK serta pada POP BK sebagai rambu rambu penyelenggaraan BK di sekolah itu sendiri masih belum memiliki model evaluasi program yang pakem.

Three dimensional cube merupakan model evaluasi yang disusun oleh Hammond (1967). Astramovich & Coker (2007) menyatakan model evaluasi program three dimensional cube merupakan evaluasi program yang dapat digunakan untuk membantu konselor sekolah untuk melakukan evaluasi program bimbingan dan konseling. Lebih lanjut Yusoff & Abdullah (2021) menyatakan bahwa model evaluasi ini menyediakan menyediakan kerangka kerja yang dapat digunakan oleh konselor sekolah dalam

(15)

15

mengevaluasi program bimbingan dan konseling dan selanjutnya menilai efektivitas dan dampak program bimbingan dan konseling.

Siklus evaluasi program konseling melibatkan perencanaan dan pelaksanaan praktik konseling dan berpuncak pada penilaian pada konseling individu dan kelompok, layanan bimbingan, dan program konseling.

Titik berat pada model evaluasi ini adalah pada penggunaan tiga dimensi untuk mengukur tingkat keberhasilan dari program yang telah dilaksanakan yaitu dimensi dimensi instructional (pembelajaran), Institutional (Lembaga), dan behavior (tingkah laku). Dimensi instruksional memberikan gambaran mengenai organisasi, konten, metodologi, fasilitas dan biaya. Dimensi Institusional memberikan gambaran perihal peserta didik, guru, administrator, sedangkan pada dimensi behavior memberikan gambaran mengenai evaluasi proses dan hasil yang menyentuh pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan ulasan mengenai masalah pada latar belakang tersebut yang kemudian menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian pengembangan dengan tema pengembangan

(16)

16

model evaluasi program bimbingan dan konseling berbasis three dimensional cube untuk meningkatkan kualitas layanan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ruang lingkp permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini:

a. Guru tidak melakukan evaluasi program karena kurangnya pengetahuan guru BK

b. Belum adanya instrumen yang dapat digunakan guru BK dalam melakukan evaluasi program BK

c. Evaluasi program BK belum memiliki model yang pasti sehingga guru BK kurang optimal dalam melaksanakan layanan BK secara menyeluruh.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, ada tiga rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini;

a. Bagaiamana Pelaksanaan Evaluasi Program BK di sekolah saat ini?

(17)

17

b. Bagaimana Kelemahan pelaksanaan evaluasi program BK yang dilakukan oleh guru BK di sekolah saat ini?

c. Bagaimana mengembangkan model evaluasi program BK dengan berbasis Three dimensional cube untuk meningkatkan kualitas layanan?

1.4 Tujuan Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan pengembangan ini:

a. Mendeskripsikan pelaksanaan evaluasi program BK di sekolah pada saat ini

b. Mendeskripsikan kelemahan pelaksanaan evaluasi program BK yang dilakukan oleh guru BK di sekolah saat ini

c. Mengembangkan dan mendeskripsikan model evaluasi program BK berbasis three dimensional cube untuk meningkatkan kualitas layanan.

(18)

18 1.5 Manfaat Pengembangan

Tercapainya tujuan dari penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca, baik secara teoritis maupun praktis:

1.5.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian yang dilaksanakan adalah agar dapat memberi manfaat yaitu:

1. Memperkaya pengetahuan terkait dengan evaluasi program BK

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pengembangan dalam model evaluasi program BK di sekolah, pengembangan instrumen serta pemanfaatannya dengan teknologi informasi

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis, yaitu:

1. Bagi dinas pendidikan, sebagai dasar untuk pengembangan kompetensi guru BK terhadap kualitas

(19)

19

layanan BK terutama pada pelaksanaan evaluasi program BK

2. Bagi guru BK, penelitian ini memberi manfaat untuk membantu dalam pelaksanaan evaluasi program BK dengan menggunakan teknologi informasi

1.6 Spesifikasi Produk Yang Dikembangkan

Spesifikasi model yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

a. Model Evaluasi Program Bimbingan dan konseling berbasis three dimensional cube yang terdiri dari 3 dimensi Instruksional, institusional, behavior

b. Model Evaluasi Program Bimbingan dan konseling berbasis three dimensional cube yang dikembangkan berupa bagan model evaluasi program BK dan deskripsi langkah evaluasi program BK

c. Model Evaluasi Program Bimbingan dan konseling berbasis three dimensional cube yang dikembangkan

(20)

20

dilengkapi dengan panduan bagi guru, Instrumen manual, instrumen berupa aplikasi komputer

d. Penggunaan aplikasi program evaluasi ini membutuhkan sarana berupa komputer/ Notebook untuk proses instalasi tanpa harus terhubung dengan jaringan internet (offline)

1.7 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

a. Asumsi dalam penelitian dan pengembangan ini adalah:

1. Guru BK mampu mengoperasikan komputer 2. Penggunaan Aplikasi program evaluasi ini

membutuhkan sarana berupa komputer/ Notebook untuk proses instalasi tanpa harus terhubung dengan jaringan internet (offline)

3. Kepala sekolah memberikan dukungan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas layanan guru BK dalam melaksanakan evaluasi pada program BK

b. Keterbatasan dalam penelitian dan pengembangan ini meliputi:

(21)

21

1. Langkah penelitian pengembangan berdasarkan Borg and Gall sampai pada langkah 5 dimana tidak mengakomodasi uji coba secara meluas.

2. Model hanya diujikan pada tingkat SMP di lingkup Kabupaten Semarang

3. Produk dari penelitian ini adalah panduan evaluasi Program BK, buku panduan dan aplikasi komputer dimana harus terintegrasi dengan komputer atau notebook

4. Aplikasi ini tidak dapat digunakan di komputer/

notebook yang memiliki RAM dibawah 1 GB 5. Guru BK sebagai pengguna tidak dapat

memodifikasi aplikasi ini sesuai dengan kehendak guru BK.

6. Aplikasi ini dijalankan secara offline

Referensi

Dokumen terkait

The article selection strategy refers to the PECOT component, where the Population is adolescents aged 12-21 years, Exposure to factors related to achievement, namely

Apa saja yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru pembimbing untuk memberikan kemudahan demi terlaksananya program bimbingan dan konseling di sekolah ini?dan sudah