Pengulangan Tindak Pidana Dosen Pengampuh:
Patar Mangimbur Permahadi,SH.,MH.
• Recidive atau pengulangan
terjadi apabila seseorang
yang melakukan suatu tindak
pidana dan telah dijatuhi
pidana dengan putusan
hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
atau in kracht van gewijsde,
kemudian yang bersangkutan
melakukan lagi tindak pidana
yang sama.
recidive atau pengulangan berbeda dengan concursus realis, hal
mana pada recidive sudah ada
putusan pengadilan berupa
pemidanaan yang telah memiliki
keputusan hukum yang tetap
sedangkan pada concursus
realis terdakwa melakukan
beberapa perbuatan pidana dan
antara perbuatan yang satu
dengan perbuatan yang lain
belum memiliki keputusan
hukum yang tetap.
Recidiv e
Tindak Pidana I
Putusan In Kracht Tindak Pidana II
concursus realis
Tindak Pidana I
Tindak Pidana II
Putusan In Kracht
ilmu hukum pidana dikenal ada 2 (dua) sistem recidive atau pengulangan sebagaimana penjelasan di bawah ini :
1. Sistim Recidive Umum Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam pengulangannya.
2. Sistem Recidive Khusus Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana.
Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang
dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang
dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula.
Dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana
(KUHP) ketentuan mengenai recidive atau
pengulangan tidak diatur secara umum dalam
Buku I, akan tetapi diatur secara khusus untuk
kelompok tindak pidana tertentu baik berupa
kejahatan dalam Buku II Kitab Undang - undang
Hukum Pidana (KUHP) maupun pelanggaran
dalam Buku III Kitab Undang - undang Hukum
Pidana (KUHP).
Jenis-Jenis
Pengulangan
1. Pengulangan Kejahatan
• pengulangan atau recidive terhadap kejahatan - kejahatan tertentu ini, Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan 2 (dua) perbedaan, yakni sebagai berikut :
Pengulangan terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang sejenis; dan
Pengulangan terhadap kejahatan - kejahatan
tertentu yang termasuk dalam kelompok sejenis.
Pengulangan terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang sejenis
• Adapun pengulangan atau recidive terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang sejenis dimuat dan diatur secara tersebar dalam Buku II Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yakni :
1. Pasal 137 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
2. Pasal 144 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
3. Pasal 155 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
4. Pasal 157 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
5. Pasal 161 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
6. Pasal 163 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
7. Pasal 208 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
8. Pasal 216 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
9. Pasal 303 bis (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
10. Pasal 321 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP); dan
11. Pasal 393 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
•
Pada umumnya pengulangan atau recidive terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang sejenis yang termuat dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) disyaratkan sebagai berikut :
1.Kejahatan yang harus diulangi harus sama atau sejenis dengan kejahatan yang terdahulu;
2.Antara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus sudah ada keputusan hakim berupa pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
3.Si pelaku melakukan kejahatan yang bersangkutan pada waktu menjalankan pencahariannya, hal mana pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 216, 303 bis dan 393 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) syarat ini tidak ada;
4.Pengulangannya dilakukan dalam tenggang waktu tertentu yang disebut dalam pasal - pasal di bawah ini yang terdiri dari :
• Untuk delik - delik yang termuat dalam ketentuan Pasal 137, 144, 208, 216, 303 bis dan Pasal 321 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), yakni 2 (dua) tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap;
• Untuk delik - delik yang termuat dalam ketentuan Pasal 155, 157, 161, 163, dan 393 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), yakni 5 (lima) tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap.
• Dengan adanya syarat keputusan hakim yang berupa pemidanaan dan mempunyai kekuatan tetap, maka dapat dikatakan tidak ada pengulangan atau recidive dalam hal :
1.Keputusan hakim tersebut tidak merupakan pemidanaan, misalnya seperti keputusan yang berupa pembebasan dari segala tuduhan (vrisprajk) dan yang berupa pelepasan dari segala tuntutan (ontslag) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 191 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
2.Keputusan hakim tersebut masih dapat diubah dengan upaya - upaya hukum yang berlaku seperti upaya hukum banding dan upaya hukum kasasi;
3.Keputusan hakim tersebut berupa penetapan (beschikking) seperti :
• Keputusan yang menyatakan tidak berwenangnya hakim untuk memeriksa perkara yang bersangkutan;
• Keputusan tentang tidak diterimanya tuntutan jaksa karena terdakwa tidak melakukan kejahatan; dan
• Tidak diterimanya perkara karena penuntutannya sudah daluwarsa.
• Mengenai pemberatan pidana dalam sistem recidive kejahatan yang sejenis ini berbeda - beda, yaitu :
1.Untuk delik yang pengulangannya dilakukan pada waktu menjalankan mata pencahariannya dapat diberikan pidana tambahan berupa pelarangan atau pencabutan hak untuk menjalankan mata pencahariannya;
2.Untuk delik dalam Pasal 216 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga), hal mana pada ketentua Pasal 216 ayat (3) hanya menyebutkan pidana saja yang berarti ancaman pidana penjara atau denda yang disebut dalam Pasal 216 ayat (1) dapat ditambah 1/3 (sepertiga); dan
3.Untuk delik dalam Pasal 393 Kitab Undang - undang Hukum Pidana
(KUHP), pidana penjaranya dapat dilipatkan dua kali, yaitu dari 4
(empat) bulan 2 (dua) minggu menjadi 9 (sembilan) bulan penjara.
• Pengulangan terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang termasuk dalam kelompok sejenis
• Adapun pengulangan atau recidive terhadap kejahatan - kejahatan tertentu yang termasuk dalam kelompok sejenis dimuat dan diatur dalam :
1.Pasal 486 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
2.Pasal 487 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP); dan 3.Pasal 488 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun persyaratan pengulangan atau recidive menurut ketentuan yang diatur dalam pasal - pasal tersebut di atas adalah sebagai berikut :
• Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu.
• dapun persyaratan pengulangan atau recidive menurut ketentuan yang diatur dalam pasal - pasal tersebut di atas adalah sebagai berikut :
• Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu.
• Pidana yang dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana penjara.
• Ketika melakukan pengulangan, tenggang waktunya adalah : Belum lewat 5 (lima) tahun.
• Pengulangan Pelanggaran
• Dengan dianutnya Sistem Recidive Khusus, maka
pengulangan atau recidive pelanggaran menurut Kitab
Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) juga
merupakan pengulangan atau recidive terhadap
pelanggaran - pelanggaran tertentu saja sebagaimana
yang disebut dalam Buku III Kitab Undang - undang
Hukum Pidana (KUHP). Terdapat 14 (empat belas) jenis
pelanggaran di dalam Buku III Kitab Undang - undang
Hukum Pidana (KUHP) yang apabila diulangi dapat
merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana.
Adapun pengulangan atau recidive pelanggaran terhadap pelanggaran - pelanggaran tertentu yang dimuat dan diatur secara tersebar dalam Buku III Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) disyaratkan sebagai berikut :
1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu, jadi baru dapat dikatakan pengulangan atau recidive pelanggaran apabila yang bersangkutan melanggar pasal yang sama;
2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu;
3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 (satu) atau 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap.
• Berdasarkan syarat ketiga ini maka perhitungan tenggang waktu
pengulangannya tidak tidak tergantung pada jenis pidana yang pernah
dijatuhkan terdahulu dan apakah pidana tersebut sduah dijalankan atau
belum (seluruh atau sebagian).