• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kontraktor di Palangka Raya Tentang Penerapan Building Information Modelling pada Proyek Konstruksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penilaian Kontraktor di Palangka Raya Tentang Penerapan Building Information Modelling pada Proyek Konstruksi "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Penilaian Kontraktor di Palangka Raya Tentang Penerapan Building Information Modelling pada Proyek Konstruksi

Apriani1*, Subrata Aditama K. A. Uda2, Waluyo Nuswantoro3

1,2,3Jurusan Teknik Sipil, Universitas Palangka Raya

*Koresponden email: apriani281999@gmail.com

Diterima: 9 Mei 2022 Disetujui: 19 Mei 2022

Abstract

One of the most promising digital solutions in the construction sector is Building Information Modeling (BIM). By implementing BIM in the construction world, it will be able to save processing time, costs incurred and the labor required for both developers, consultants and contractors. In 2018 the Indonesian government began to mandate BIM as a construction implementation method in several categories.

However, after several years of BIM being applied in Indonesia, its use has not been maximized. Where it is necessary to know the obstacles to its implementation from the perspective of construction service entrepreneurs, especially contractors. The data analysis in this research is descriptive analysis in order to determine the obstacle factors from the contractor's perspective on the implementation of BIM on construction projects in Palangka Raya City. The results of the descriptive analysis showed that the obstacle factors in order of rank were (1) technical and technological, (2) organizational, (3) human resources (HR), (4) stakeholders and regulations, (5) management. From the assessment of Palangka Raya City Contractors, they generally agree that the obstacles to implementing BIM adoption from the results of the research analysis carried out, it is concluded that contractors who have or have never implemented BIM experience obstacles in adopting BIM from the influence of various factors to be applied in the city of Palangka Raya.

Where the majority of obstacles experienced by respondents who have never implemented BIM.

Keywords: Building Information Modeling (BIM), barrier factor, contractors, construction projects, Palangka Raya

Abstrak

Salah satu solusi digital yang paling menjanjikan di sektor konstruksi adalah Building Information Modeling (BIM). BIM akan mampu menghemat waktu pengerjaan, biaya yang dikeluarkan serta tenaga kerja yang dibutuhkan baik bagi developer, konsultan maupun kontraktor. Pada tahun 2018 pemerintah Indonesia mulai mewajibkan BIM sebagai metode pelaksanaan konstruksi dalam beberapa kategori. Namun setelah beberapa tahun BIM diaplikasikan di Indonesia, penggunaannya dirasakan belum maksimal.

Dimana perlu diketahui penghambat penerapannya dari pandangan pengusaha jasa konstruksi terutama kontraktor. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif guna mengetahui faktor hambatan dari pandangan kontraktor terhadap penerapan BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya. Hasil analisis deskriptif didapatkan faktor hambatan sesuai urutan peringkat adalah (1) teknis dan teknologi, (2) organisasi, (3) sumber daya manusia (SDM), (4) stakeholder dan regulasi, (5) Manajemen. Dari penilaian kontraktor Kota Palangka Raya bahwa hambatan penerapan adopsi BIM sesuai analisis penelitian, disimpulkan bahwa para kontraktor yang pernah maupun tidak pernah menerapkan BIM mengalami hambatan mengadopsi BIM karena pengaruh berbagai faktor untuk diterapkan di kota Palangka Raya.

Dimana hambatan mayoritas dialami responden yang belum pernah menerapkan BIM.

Kata Kunci: Building Information Modelling (BIM), faktor hambatan, kontraktor, proyek konstruksi, Palangka Raya.

1. Pendahuluan

Sekarang digitalisasi dan teknologi modern tumbuh sangat pesat sehingga menyebabkan perubahan gaya hidup manusia setiap tahunnya, terlihat dari industri digital 4.0 yang berkembang dengan pesat di berbagai negara yang membuktikan bahwa manusia memerlukan teknologi yang lebih tepat guna dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Revolusi industri 4.0 atau dikenal dengan istilah “cyber physical system

yaitu sebuah kejadian dimana terjadinya kerja sama antara teknologi otomatisasi dengan teknologi siber.

Karena adanya revolusi 4.0 membawa sejumlah besar perubahan diberbagai sektor terutama dibidang konstruksi [1]. Salah satu solusi digital yang paling menjanjikan di sektor konstruksi ialah Building Information Modeling (BIM) [2].

(2)

Building Information Modeling (BIM) adalah salah satu teknologi di bidang AEC (Arsitektur, Engineering dan Construction) yang mampu mensimulasikan seluruh informasi di dalam proyek pembangunan ke dalam model 3 dimensi [3]. Dengan menggunakan BIM dalam dunia konstruksi tentu akan bisa menghemat waktu pengerjaan, biaya yang dikeluarkan dan tenaga kerja yang dibutuhkan baik bagi kontraktor, konsultan serta developer. Penerapan Building Information Modeling (BIM) di Indonesia telah di implementasikan oleh sejumlah tokoh besar sektor industri konstruksi seperti perusahaan BUMN PT. Pembangunan Perumahan (PT PP) dan perusahaan swasta PT. Total Bangun Persada [3].

Akan tetapi setelah beberapa tahun BIM terapkan di Indonesia, pemerintah merasa pengaplikasian BIM masih belum maksimal. Dimana pemerintah mengeluarkan Peraturan Nomor 22 Tahun 2018 [4] yang di dalamnya terdapat aturan implementasi BIM yang mengatur penggunaan BIM dalam pelaksanaan proyek pembangunan Gedung Negara. Peraturan ini meyebutkan Penggunaan BIM (Building Information Modeling) wajib diaplikasikan pada Bangunan Gedung Negara tidak sederhana dengan kriteria luas diatas 2000 m2 dan di atas 2 lantai . Pengaturan mengenai BIM juga diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 [5] disebutkan bahwa implementasi BIM pada proyek konstruksi sudah menjadi mandatori atau kewajiban sebagai metode pelaksanaan konstruksi bangunan untuk pekerjaan padat teknologi dan padat modal.

Bersumber dari data terbaru dari badan pusat statistik yang teregistrasi secara nasional tahun 2018 menerangkan bahwa perusahaan kontraktor dengan kualifikasi 1% (1.551) besar, 17,6% (28.254) menengah, dan 81,4% (130.771) kecil [6]. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualifikasi tersebut adalah dengan inovasi teknologi melalui pengaplikasian Building Information Modeling (BIM) pada kegiatan konstruksi diamana BIM adalah suatu metode atau sistem yang mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pekerjaan konstruksi [7].

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pandangan kontraktor terhadap pelaksanaan BIM pada proyek konstruksi terutama faktor yang menghambat penerapan BIM khususnya di Kota Palangka Raya. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukkan bagi Pemerintah dan Lembaga Konstruksi Provinsi Kalimantan Tengah dalam rangka meningkatkan SDM Kontraktor di Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Metode Penelitian

Penelitian laksanakan pada perusahaan kontraktor atau perorangan yang merupakan anggota Gapensi dan berlokasi di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2021 sampai dengan Maret 2022. Data dalam penelitian ini didapat dengan cara membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan kemudian disebarkan kepada responden yaitu, kontraktor yang berasal dari Kota Palangka Raya dengan syarat Perusahaan memiliki sertifikat SBU (Sertifikat Badan Usaha), dan memiliki sertifikat SKK (Sertifikat Kompetensi Kerja) jasa konstruksi. Kuesioner disebarkan dengan cara memberikan kuisioner secara langsung ke perusahaan tempat responden bekerja. Penelitian dilakukan dengan 3 tahapan sebagai berikut.

2.1. Tahap Pertama

Tahap pertama penelitian adalah melakukan kajian penelitian terdahulu dan studi pustaka dari berbagai sumber terkait untuk mencari faktor atau indikator dan teori-teori penghambat penerapan BIM serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Hasil kajian penelitian terdahulu dan studi pustaka bisa dilihat pada Tabel 1, Faktor-faktor Hambatan dikategorikan menjadi faktor hambatan Sumber Daya Manusia (SDM), Stakeholder dan Regulasi, Manajemen, Teknis dan Teknologi, dan Faktor Penghambat Organisasi.

Tabel 1. Hasil kajian studi pustaka dan penelitian tentang BIM

Faktor Indikator

Sumber Daya Manusia

(SDM)

Kurangnya pendidikan dan pelatihan (training) BIM bagi tenaga teknis [8,9,10,11].

Belum adanya pengembangan kemampuan (skill) terhadap BIM dari perusahaan [12,10,13,11].

Lemahnya pemahaman di bidang komputerisasi dan perangkat BIM sehingga dapat menurunkan produktivitas dalam melaksanakan pekerjaan [14,15,16].

BIM dianggap kurang ramah pengguna, kurang bermanfaat, tidak menarik, dan kurang terjangkau untuk proyek tertentu [17,12,9,13,11].

Para teknisi/engineer mengalami kesulitan dalam merubah pola kerja berbasis system, khususnya penggunaan aplikasi BIM [8,17,10,11, 15].

(3)

Sumber: Data penelitian (2022) 2.2. Tahap Kedua

Tahap kedua dilakukan survey dengan menyebarkan kuisioner untuk 40 responden pada beberapa Perusahaan Kontraktor atau Perorangan. Kriteria sampel adalah responden yang memiliki kemauan dan kemampuan merespon pertanyaan kuisioner/wawancara dari peneliti dalam masalah hambatan penerapan BIM berdasarkan dengan jabatannya di perusahaan dan akan dibedakan sesuai jabatan, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pengalaman kerja dibidang konstruksi dan kualifikasi perusahaan. Skala yang dipakai adalah skala likert seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Skor tingkat pengaruh dalam skala likert Tingkat Pengaruh Skor

Tidak Berpengaruh 1

Kurang Berpengaruh 2

Cukup Berpengaruh 3

Berpengaruh 4

Sangat Berpengaruh 5

Sumber: Data penelitian (2022)

Penilaian disusun menjadi pertanyaan pada kuisioner dalam skala likert dan responden akan mejawab pertanyaan dengan memilih salah satu pilihan skor persetujuan atau pengaruh untuk mendapatkan tingkat persetujuan responden terhadap isi pernyataan atau pertanyaan kuisioner. Setelah selesai melakukan survey kuisioner akan diperoleh data penelitian yang akan dianalisa pada tahap penelitian selanjutnya.

Faktor Indikator

Stakeholder dan Regulasi

Belum adanya regulasi yang tetap untuk memasukkan penggunaan BIM dalam dokumen kontrak [8,18,17,12,10,11].

Kurangnya kesesuaian BIM untuk semua jenis proyek pembangunan sehingga menurunkan kepercayaan Stakeholder [10,13].

Pemilik pekerjaan (Owner) tidak meminta penggunaan BIM, sehingga tidak ada motivasi untuk berpikir tentang adopsi BIM pada pekerjaan [18,17,12,13,11].

Minimnya sosialisasi dari pemerintah dalam mengimplementasikan BIM pada setiap pekerjaan konstruksi [18,17,12,13,11].

Manajemen Biaya mahal untuk implementasi BIM terutama kebutuhan perekrutan staff dan pelaksanaan pelatihan [10,11].

Keraguan pengembalian investasi (Return of Invesment) dan jaminan Investasi yang tidak jelas dikarenakan tidak semua proyek mensyaratkan penggunaan aplikasi BIM [18,11].

Kurangnya informasi tentang proses perubahan bisnis dan kesulitan dalam merubah alur kerja dan model bisnis yang sudah ada [12,10].

Adanya anggapan bahwa implementasi teknologi BIM belum matang sehingga hanya memboroskan anggaran [12,10,13].

Teknis dan Teknologi

Kurangnya tenaga ahli teknis (expert) dalam mengoperasionalkan aplikasi BIM [18,17,11].

Kesulitan dalam sinergi desain (Kurang memenuhi kebutuhan pengguna/user), Terbatasnya transfer data karena ketidakcocokan sistem antar pelaku proyek [15,18].

Tidak ada system dan panduan yang jelas dari penggunaan aplikasi BIM secara teknis [18,12,10,11].

Teknologi dan perangkat lunak yang dimiliki saat ini sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional proyek [19].

Infrastruktur teknologi kurang memadai dan masalah transfer data serta maintenance software yang sulit [14,20,21,15].

Organisasi Kurangnya dukungan manajemen senior/pimpinan dalam mengimplementasikan penggunaan BIM pada kegiatan proyek. (Boya et al.,2014; Sun et al., 2017) [15,10].

Keengganan untuk berubah baik pola pikir maupun sistem dari sebagian besar pengurus organisasi perusahaan terhadap penggunaan model BIM [8,17,10,11,19].

Kurangnya partisipasi manajemen dalam memberikan motivasi, pelatihan, dan pengawasan [15,22].

Kompleksitas pekerjaan dan Prosedur operasional BIM yang kompleks menjadi beban bagi organisasi [22].

Tidak konsistennya pimpinan dalam menerapkan model BIM [14,15,22].

(4)

2.3. Tahap Ketiga

Data hasil survey penelitian ditabulasi kemudian di input ke dalam program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk dilakukan analisis sebagai berikut:

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Data

Validitas adalah ukuran yang membuktikan tingkat ke validasi atau keabsahan suatu instrumen.

Validitas merupakan akurasi antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti [23]. Untuk mengetahui tingkat kevalidan instrument penelitian menggunakan uji statistic Pearson product moment. Metode Cronbach’s Alpha () digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha () lebih besar dari rtabel (r11 > rtabel).

2. Analisis Deskriprif (Mean dan Standar Deviasi)

Analisis deskriptif ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor hambatan BIM yang dominan dari pandangan kontraktor terhadap penghambat penerapan BIM di Kota Palangka Raya, yang dianalisis dengan program SPSS deskriptif berdasarkan nilai mean dan standar deviasi data. Ranking akan diurutkan berdasarkan tingkat nilai mean paling tinggi, bilamana jika nilai mean ada yang sama maka dipilih angka standar deviasi yang lebih kecil dan jika nilai mean dan standar deviasi dengan nilai sama maka dirata-ratakan [24].

3. Analisis Persepsi Kontraktor

Analisis persepsi atau pandangan kontraktor ini untuk mengetahui penilaian, tanggapan dan memvalidasi jawaban dari pada kontraktor terhadap faktor-faktor hambatan BIM yang dominan di kota Palangka Raya berdasarkan hasil analisis kuesioner penelitian sebelumnya yang dianalisis berdasarkan jawaban melalui pertanyaan kuesioner/wawancara penelitian.

3. Hasil dan Pembahasaan

3.1. Hasil uji validitas dan reabilitas

Instrumen penelitian dinyatakan valid dan reliabel jika nilai r hitung > r tabel dengan dengan taraf signifikan (α) sebesar 5% atau 0,05.

Tabel 3. Rangkuman hasil uji validitas dan uji reliabilitas

Variabel Kode Validitas Reliabilitas rtabel Kesimpulan Sumber Daya Manusia

(SDM) (A)

A1 0,750

0,707

> 0,320 Valid dan Reliabel

A2 0,751 > 0,320 Valid dan Reliabel

A3 0,685 > 0,320 Valid dan Reliabel

A4 0,662 > 0,320 Valid dan Reliabel

A5 0,558 > 0,320 Valid dan Reliabel

Stakeholder dan Regulasi (B)

B1 0,527

0,630

> 0,320 Valid dan Reliabel

B2 0,688 > 0,320 Valid dan Reliabel

B3 0,769 > 0,320 Valid dan Reliabel

B4 0,757 > 0,320 Valid dan Reliabel

Manajemen (C) C1 0,663

0,706

> 0,320 Valid dan Reliabel

C2 0,701 > 0,320 Valid dan Reliabel

C3 0,749 > 0,320 Valid dan Reliabel

C4 0,803 > 0,320 Valid dan Reliabel

Teknis dan Teknologi (D)

D1 0,572

0,663

> 0,320 Valid dan Reliabel

D2 0,768 > 0,320 Valid dan Reliabel

D3 0,623 > 0,320 Valid dan Reliabel

D4 0,480 > 0,320 Valid dan Reliabel

D5 0,726 > 0,320 Valid dan Reliabel

Organisasi (E) E1 0,759

0,516

> 0,320 Valid dan Reliabel

E2 0,513 > 0,320 Valid dan Reliabel

E3 0,576 > 0,320 Valid dan Reliabel

E4 0,613 > 0,320 Valid dan Reliabel

E5 0,447 > 0,320 Valid dan Reliabel

Sumber: Data penelitian (2022) 3.2. Hasil analisis mean dan standar deviasi

Berdasarkan hasil analisis deskriptif (mean dan standar deviasi) diperoleh pengelompokan atas Ranking teratas sampai terbawah dari variabel Faktor-faktor Hambatan BIM yang dominan menurut

(5)

Tabel 4. Peringkat faktor-faktor hambatan BIM

Faktor-Faktor Hambatan BIM Hasil Analisis

Mean Standar Deviasi Peringkat/Ranking

Sumber Daya Manusia (SDM) 15,76 2,614 3

Stakeholder dan Regulasi 13,13 2,429 4

Manajemen 11,68 2,642 5

Teknis dan Teknologi 16,21 2,933 1

Organisasi 16,00 2,578 2

Sumber: Data penelitian (2022)

Berdasarkan hasil analisis deskriptif (mean dan standar deviasi) pada Tabel 4, di atas diperoleh peringkat teratas sampai terendah dari faktor-faktor hambatan dominan dalam adopsi penerapan BIM dalam proyek konstruksi di Kota Palangka Raya, dimana faktor dominan di urutkan berdasarkan peringkat, yaitu (1) Teknis dan Teknologi, (2) Organisasi, (3) Sumber Daya Manusia (SDM), (4) Stakeholder dan Regulasi, (5) Manajemen.

3.3. Hasil analisis pandangan kontraktor

Berdasarkan hasil analisis Penilaian kontraktor diperoleh tingkat pengaruh faktor-faktor hambatan penerapan BIM di Kota Palangka Raya, yaitu sebagai berikut:

Tabel 5. Peringkat faktor-faktor hambatan BIM

Sumber: Data penelitian (2022) Keterangan:

1 = Tidak Berpengaruh (TB) 2 = Kurang Berpengaruh (KB) 3 = Cukup Berpengaruh (CB) 4 = Berpengaruh (B)

5 = Sangat Berpengaruh (SB)

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa pada faktor pertama responden setuju bahwa faktor Sumber Daya Manusia (SDM) cukup berpengaruh sebanyak 52,11%, berpengaruh 27,89% dan 3,16%

menjawab sangat berpengaruh. Sedangkan sebanyak 14,74% responden menjawab kurang berpengaruh dan sisanya sebanyak 2,11% menyatakan tidak berpengaruh, jadi sebanyak 83,15% di ketahui bahwa Faktor hambatan Sumber Daya Manusia (SDM) berpengaruh terhadap adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Dari data tersebut diperoleh bahwa responden yang banyak setuju dengan pengaruh faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hambatan penerapan BIM di kota Palangka Raya adalah responden yang belum pernah menerapkan BIM yaitu sebanyak 44,78%.

(6)

Selanjutnya berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa faktor Stakeholder dan Regulasi dalam hambatan penerapan BIM cukup berpengaruh sebanyak 46,71%, berpengaruh 26,32% dan 9,87% menjawab sangat berpengaruh. Sedangkan sebanyak 16,45% responden menjawab kurang berpengaruh dan sisanya sebanyak 0,66% menyatakan tidak berpengaruh, jadi sebanyak 82,89% diketahui bahwa faktor hambatan Stakeholder dan Regulasi berpengaruh terhadap adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Dari data tersebut diperoleh bahwa responden yang banyak setuju dengan Pengaruh faktor Stakeholder dan Regulasi dalam hambatan penerapan BIM di kota Palangka Raya adalah responden yang belum pernah menerapkan BIM yaitu sebanyak 43,42%.

Kemudian pada faktor ketiga, dari Tabel 5 diketahui bahwa faktor Manajemen dalam hambatan penerapan BIM cukup berpengaruh sebanyak 46,05%, cukup berpengaruh 20,39% dan sangat berpengaruh 3,95%. Dimana sebanyak 23,03% responden menjawab kurang berpengaruh dan sisanya sebanyak 6,58%

menjawab tidak berpengaruh, jadi sebanyak 70,39% diketahui bahwa faktor hambatan Manajemen berpengaruh terhadap adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Dari data tersebut diperoleh bahwa responden yang banyak setuju dengan Pengaruh faktor Manajemen dalam hambatan penerapan BIM di kota Palangka Raya adalah responden yang belum pernah menerapkan BIM yaitu sebanyak 42,11%.

Sedangkan pada faktor keempat, berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pengaruh faktor Teknis dan Teknologi dalam hambatan penerapan BIM cukup bepengaruh sebanyak 51,58%, berpengaruh 21,05% dan sangat berpengaruh 11,05%. Dimana sebanyak 13,68% responden menjawab kurang berpengaruh dan sisanya sebanyak 2,63% menjawab tidak berpengaruh, jadi sebanyak 83,68% diketahui bahwa faktor hambatan Teknis dan Teknologi berpengaruh terhadap adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Dari data tersebut diperoleh bahwa responden yang banyak setuju dengan pengaruh faktor Teknis dan Teknologi dalam hambatan penerapan BIM di kota Palangka Raya adalah responden yang belum pernah menerapkan BIM yaitu sebanyak 42,11%.

Kemudian pada faktor kelima, berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pengaruh faktor Organisasi dalam hambatan penerapan BIM berpengaruh sebanyak 53,68%, cukup berpengaruh 24,21% dan sangat berpengaruh 7,37%. Dimana sebanyak 10,53% responden menjawab kurang berpengaruh dan sisanya sebanyak 4,21% menjawab tidak berpengaruh, jadi sebanyak 85,26% diketahui bahwa faktor hambatan Organisasi berpengaruh terhadap adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Dari data tersebut diperoleh bahwa responden yang banyak setuju dengan Pengaruh faktor Organisasi dalam hambatan penerapan BIM di kota Palangka Raya adalah responden yang belum pernah menerapkan BIM yaitu sebanyak 44,74%.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa para kontraktor yang pernah maupun tidak pernah menerapkan BIM mengalami hambatan mengadopsi BIM dari pengaruh berbagai faktor untuk diterapkan di kota Palangka Raya. Dimana hambatan mayoritas dialami responden yang belum pernah menerapkan BIM.

Tabel 6. Validasi jawaban kontraktor terhadap hasil analisis faktor-faktor hambatan BIM yang dominan

Sumber: Data penelitian (2022)

(7)

Analisis Pandangan Kontraktor ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan dan memvalidasi jawaban dari pada kontraktor terhadap faktor-faktor hambatan BIM yang dominan di kota Palangka Raya berdasarkan hasil analisis kuesioner penelitian sebelumnya yang dianalisis berdasarkan jawaban melalui pertanyaan kuesioner/wawancara penelitian.

Validasi dilakukan pada 15 responden terpilih yang dipilih untuk mewakili responden dari penelitian sebelumnya dimana pertanyaan kuesioner atau wawancara diambil dari hasil analisis penelitian sebelumnya yaitu hambatan dominan adopsi penerapan BIM di kota Palangka Raya. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa jawaban dari ke-15 responden setuju dengan hasil analisis penelitian yang di lakukan, dengan berbagai pandangan atau tanggapan.

Tabel 7. Pandangan kontraktor terhadap hasil analisis faktor-faktor hambatan BIM yang dominan di Kota Palangka Raya

No. Pandangan/Tanggapan

1. Minimnya pengetahuan dan pendidikan tentang BIM.

2. Susahnya mencari ahli teknis BIM.

3. BIM sebagian besar digunakan untuk proyek skala besar sedangkan pada proyek kecil atau perusahaan kecil masih di anggap belum diperlukan.

4. Tergantung kebijakan pemerintah dan owner.

5. Minimnya sosialisasi dari pemerintah maupaun asosiasi dan manajemen.

6. Mahal untuk biaya aplikasi, pelatihan dan perekrutan staff.

7. Pemborosan biaya untuk perusahaan kecil atau proyek kecil yang tidak perlu memakai BIM.

8. Tidak adanya pelatihan BIM dari pemerintah maupun asosiasi untuk perusahaan kontraktor swasta.

9. Masalah maintenance software BIM yang sulit.

10. Kurangnya motivasi dan pelatihan dari pemerintah, asosiasi dan manajemen.

Sumber: Data penelitian (2022)

Berdasarkan pada Tabel 7 menunjukan hambatan terbesar menurut pandangan responden bahwa susahnya mencari tenaga teknis BIM karena pengetahuan dan pendidikan tentang BIM masih belum dimiliki oleh sebagian besar responden dan tidak adanya pelatihan BIM dari pemerintah maupun asosiasi untuk perusahaan kontraktor swasta dimana hal ini sesuai dengan hasil analisis dimana sebanyak 83,15%

(Tabel 5.) menyatakan bahwa hambatan sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap implementasi BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya. Untuk itu diperlukan kerja sama antara lembaga jasa konstruksi atau asosiasi untuk melakukan pelatihan tentang implementasi BIM bagi setiap anggotanya (kontraktor).

Selanjutnya berdasarkan Tabel 7 menunjukan hambatan terbesar menurut pandangan responden bahwa minimnya sosialisasi dari pemerintah maupaun asosiasi untuk mendorong penggunaan BIM yang penggunaannya tergantung kebijakan pemerintah dan owner seperti yang kita ketahui bahwa BIM belum wajib untuk semua proyek konstruksi dimana hal ini sesuai dengan hasil analisis sebanyak 82,89% (Tabel 5) menyatakan bahwa faktor hambatan Stakeholder dan Regulasi sangat berpengaruh terhadap implementasi BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya. Untuk itu diperlukan kerja sama dengan pemerintah atau asosiasi agar melakukan sosialisasi bagi setiap anggotanya terutama kontraktor untuk mendorong penggunaan BIM Khususnya di Kota Palangka Raya.

Kemudian berdasarkan pada Tabel 7 menurut pandangan responden (kontraktor) menunjukan bahwa manajemen beberapa perusahaan besar sudah mendukung staff-staffnya agar lebih berlatih untuk masa yang akan datang namun berbeda untuk perusahaan kecil yang beranggapan untuk proyek kecil merasa tidak perlu memakai BIM karna hanya pemborosan biaya anggaran dan maintenance software BIM yang sulit dan butuh biaya besar dimana hal ini sesuai dengan hasil analisis dimana sebanyak 70,39% (Tabel 5) menyatakan bahwa faktor hambatan manajemen berpengaruh terhadap implementasi BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya. Untuk itu diperlukan sosialisasi dan standar serta panduan yang jelas dari penggunaan BIM secara teknis dari pemerintah atau lembaga jasa konstruksi.

Selanjutnya berdasarkan Tabel 7 menunjukan hambatan terbesar menurut pandangan responden bahwa kurangnya tenaga ahli teknis (expert) dalam mengoperasionalkan aplikasi BIM terutama karena mahalnya untuk biaya aplikasi, pelatihan dan perekrutan staff dimana hal ini sesuai dengan hasil analisis penelitian dimana sebanyak 83,68% (Tabel 5) menyatakan bahwa faktor hambatan teknis dan teknologi sangat berpengaruh terhadap implementasi BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya. Untuk itu diperlukan kerja sama dengan lembaga jasa konstruksi atau asosiasi agar melakukan pelatihan tentang

(8)

implementasi BIM untuk mendapatkan tenaga ahli yang mumpuni dan mengurangi pemborosan biaya untuk pelatihan dan perekrutan staff.

Selanjutnya berdasarkan Tabel 7 menunjukan hambatan terbesar menurut pandangan responden bahwa minimnya sosialisasi, kurangnya motivasi dan pelatihan dari lembaga jasa konstruksi maupaun asosiasi dan manajemen perusahaan dimana hal ini sesuai dengan hasil analisis penelitian dimana sebanyak 85,26% (Tabel 5) menyatakan bahwa faktor Organisasi sangat berpengaruh menghambat adopsi implementasi BIM pada proyek konstruksi di Kota Palangka Raya.

4. Kesimpulan

Hasil analisis deskriptif (mean dan standar deviasi) diperoleh faktor-faktor dominan hambatan penerapan BIM di Kota Palangka Raya sesuai Rangking yaitu (1) Teknis dan Teknologi (mean 16,21 dan standar deviasi 2,933), (2) Organisasi (mean 16,00 dan standar deviasi 2,578), (3) Sumber Daya Manusia (SDM) (mean 15,76 dan standar deviasi 2,614), (4) Stakeholder dan Regulasi (mean 13,13 dan standar deviasi 2,429), (5) Manajemen (mean 11,68 dan standar deviasi 2,642).

Pandangan Kontraktor Kota Palangka Raya pada umumnya setuju bahwa hambatan penerapan adopsi BIM dari hasil analisis penelitian yang di lakukan, disimpulkan bahwa para kontraktor yang pernah maupun tidak pernah menerapkan BIM mengalami hambatan mengadopsi BIM dari pengaruh berbagai faktor untuk diterapkan di kota Palangka Raya. Dimana hambatan mayoritas dialami responden yang belum pernah menerapkan BIM. Berbagai tanggapan atau pandangan kontraktor Palangka Raya di urutkan sebagai berikut : (1) minimnya pengetahuan dan pendidikan tentang BIM, (2) susahnya mencari ahli teknis BIM, (3) BIM sebagian besar digunakan untuk proyek skala besar sedangkan pada proyek kecil atau perusahaan kecil masih di anggap belum diperlukan, (4) tergantung kebijakan pemerintah dan owner, (5) minimnya sosialisasi dari pemerintah maupaun asosiasi dan manajemen, (6) mahal untuk biaya aplikasi, pelatihan dan perekrutan staff, (7) pemborosan biaya untuk perusahaan kecil atau proyek kecil yang tidak perlu memakai BIM, (8) tidak adanya pelatihan BIM dari pemerintah maupun asosiasi untuk perusahaan kontraktor swasta, (9) masalah maintenance software BIM yang sulit, (10) kurangnya motivasi dan pelatihan dari pemerintah, asosiasi dan manajemen.

5. Daftar Pustaka

[1] Andrew, “Pengertian Revolusi Industri 4.0: Jenis, Dampak dan Contoh Penerapannya,’’

https://www.gramedia.com/best-seller/revolusi-industri-4-0/ ,diakses pada 30 November pukul 08.20, 2021.

[2] S. Azhar, Building Information Modeling (BIM): trends, benefits, risks, and challenges for the AEC industry. Leadership and Management in Engineering 11, 2011.

[3] A. K. D. Wong, F. K. W. Wong, and A. Nadeem, “Attributes of Building Information Modelling Implementations in Various Countries,” Architectural Engineering and Design Management, Vol. 6, No. 4, pp. 288-302, 2010.

[4] Kementerian Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 22/PRT/M/2018 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018.

[5] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Jakarta, Indonesia, 2021.

[6] J. U. D. Hatmoko, M.A. Wibowo, F. Kristiani, R. R. Khasani, R. Fatmawati, and G. D. Sihaloho,

“Edukasi Building Information Modeling (BIM) pada Kontraktor Kecil, J. Pasopati, Vol. 2 No. 3, Hal. 198-202, 2020.

[7] Y. K. Juan, W. Lai, and S. G. Shih, “Building information modeling acceptance and readiness assessment in Taiwanese architectural firms,” Journal of Civil Engineering and Management, Vol. 23, No. 3, pp. 1-12, 2016.

[8] Y. Arayici, P. Coates, L. Koskela, M. Kagioglou, C. Usher C., and K. O'Reilly, “Technology adoption in the BIM implementation for lean architectural practice,” Automation in Construction, Vol. 20, No.

2, pp. 189-195, 2011.

[9] A. Elmualim, & J. Gilder, “BIM: innovation in design management, influence and challenges of implementation,” Jurnal of Architectural Engineering and Design Management, Vol. 10, No. 3-4,pp.

183-199, 2014.

(9)

[10] C. Sun, S. Jiang, M.J. Skibniewski, Q. Qingpeng Man & L. Shen, “A literature review of the factors limiting the application of bim in the construction industry” Technological and Economic Development of Economy, Vol. 23, No. 5, pp. 764–779, 2017.

[11] W.A. Hatem, , A.M. Abd & N.N. Abbas, “Barriers of Adoption Building Information Modeling (BIM) in Construction Projects of Iraq” Engineering Journal, Vol. 22, No. 2, 2018.

[12] A. Aibinu & S. Venkatesh, “Status of BIM Adoption and the BIM Experienceof Cost Consultants in Australia” Journal of Professional Issue Engineering Education & Practice, Vol. 140, No.3, pp.

4013021, 2013.

[13] M.R. Hosseini, E.A. Pärn, D.J. Edwards, P. Papadonikolaki, & M. Oraee, “Roadmap to Mature BIM Use in Australian SMEs: Competitive Dynamics Perspective,” Journalof Management in Engineering, Vol. 34, No. 5, 2018.

[14] Prio Budiono, “Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Manajemen dan Standar Operasional Prosedur terhadap Kinerja Manajerial Proyek Bandar Udara Medan Baru,” Tesis Magester Manajemen Teknologi, Institusi Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013.

[15] Ji Boya, Qi Zhenqiang, & Jin I Zhanyong,“The Obstacles and Strategy of Building Information Modeling Application in Chinese Construction Industry” International Journal of Computer Theory and Engineering, Vol. 6, No. 6, 2014.

[16] Tonny Dwihanata Prayogo,“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhambatnya Implementasi Sistem Informasi Berbasis Komputer Pada PT. Wijaya Kusuma Contractors Di Jakarta,” Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2000.

[17] R. Eadie, H. Odeyinka, M. Browne, C. McKeown & M. Yohanis,“An analysis of the drivers for adopting building information modelling,”Journal of Information Technology in Construction, Vol.

18,pp. 338-352. 2013.

[18] K. Ku & M. Taiebat, “BIM experiences and expectations: the constructors' perspective,” International Journal of Construction Education and Research, Vol. 7, No. 3, pp. 175-197, 2011.

[19] Faizal Restu Utomo, “Klasifikasi Faktor-Faktor Penghambat Dan Pendorong Adopsi Building Information Modelling (Bim) Di Indonesia” Tesis Magester Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2019.

[20] Darius Migilinskas, Popov Vladimir, Juocevicius Virgaudas & Ustinovichius Leonas,“ The Benefits, Obstacles and Problems of Practical BIM Implementation,” Vilnius Gediminas Technical University , Civil Engineering Faculty, 2013.

[21] Reza Mohandesa Saeed, Rahim Abdul , Hamidb Abdul & Sadeghic Haleh, Exploiting Building Information Modeling Throughout the Whole Lifecycle of Construction Projects, 2014.

[22] Handika Rizky Hutama & Jane Sekarsari,“Analisa Faktor Penghambat Penerapan Building Information Modeling Dalam Proyek Konstruksi” Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Trisakti, Jakarta, 2018.

[23] Sugiyono, Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008.

[24] Asih Triandini,“Konsep Penerapan Waste Management pada Kontraktor di Kota Palangka Raya

Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, Palangka Raya, 2019.

Referensi

Dokumen terkait

TABLE OF CONTENTS INTRODUCTION Concept of Noise Performance Definitions of Noise Performance Optimum Noise Performance • The Optimization Problem Explicit Parameter Dependence Effect