• Tidak ada hasil yang ditemukan

peningkatan kemampuan interaksi sosial melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "peningkatan kemampuan interaksi sosial melalui"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan pada jurusan Pendidikan guru pendidikan anak usia dini

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

NARCE 105451103117

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PG-PAUD 2022

(2)

ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO:

Apapun yang menjadi takdirmu akan mencari jalannya untuk menemukanmu

( Ali bin Abi Thalib)

PERSEMBAHAN:

Karya ini saya persembahkan kepada :

1. Kedua Orangtuaku, Bapak La Juna dan Ibu Wa Ruwiani yang Senantiasa Memberikan Semangat, Dukungan, Ilmu Ketegaran dan Do‟a Sepanjang Waktu

2. Almaterku Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberiku kemampuan dalam belajar.

(3)
(4)

ii

(5)

Liwulompona Kabupaten Buton Tengah. Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Andi Adam dan Pembimbing II Fadhilah Latief.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan interaksi sosial anak melalui permainan tradisional kabente. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) Subjek penelitian ini anak usia 5-6 tahun yang berjumlah 13 yang terdiri dari 8 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Objek penelitian ini Peningkatan Interkasi sosial anak dengan menerapkan permainan tradisional kabente. Metode Pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa permainan tradisional kabente dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak.

Kemampuan awal sebelum tindakan anak memperoleh hasil rata-rata persentase 28% dengan kriteria belum berkembang( BB). Setelah dilakukan tindakan pada siklus I mengalami peningkatan dengan hasil rata-rata persentase 41% dengan kriteria mulai berkembang( MB). Setelah dilakukan tindakan pada siklus II mangalami peningkatan dengan hasil rata-rata persentase 75% dengan kriteria berkembang sesuai harapan (BSH). Perolehan persentase tersebut menunjukan bahwa interaksi sosial anak usia 5-6 tahun tk purnama dengan kriteria cukup yang telah mencapai indikator keberhasilan 70%.

Kata kunci: Interaksi Sosial Anak, Permainan tradisional kabente. Anak Usia 5-6 Tahun TK Purnama

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Allah maha penyyang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugrah pada detik waktu denyut jantung, gerak langkah, serta rasa rasio pada-mu sang khalik.

Skripsi ini adalah setitik dari sedetan berkah-mu.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari sempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan ini terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati.

Demikian juga dengan tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kearahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, Universitas Muhammdiyah Makassar.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasi kepada kedua orangtua La Juna dan Wa Ruwiani yang telah berjuang, berdo‟a, mengasuh, membesarkan,mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu.

Demikian pula, penulis mengucapkan kepada para keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi dan yang selalu menemaniku dengan candanya. Kepada bapak Andi Adam,S.Pd.,M.Pd dan ibu Fadhilah Latief, S.Psi.,M.Pd pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesai skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Prof. Dr.

H. Ambo Asse, M.Ag selaku rektor Universitas Muhammdiyah Makassar, Erwin Akib,M.Pd., Ph.D, bapak dekan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhammdiyah Makassar, bapak Tasrif Akib, S.Pd.,M.Pd, ketua

(7)

iii

program studi pendidikan guru pendidikan anak usia dini serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan rangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada kepala sekolah, guru, staf TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah, dan ibu Nurhuda selaku guru kelas kelompok B disekolah tersebut yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman seperjuangan angkatan 2017 atas segala kebersamaan, motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis yang telah memberikan pelangi dalam hidupku.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berhenti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberikan manfaat bagi para pembeca, terutama bagi diri pribadi penulis.

Aamiin.

Makassar, 3 Januari 2022

NARCE

(8)

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii SURAT PERJANJIAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Teori Interaksi Sosial ... 9

B. Permainan Tradisional ... 15

C. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Permainan tradisional ... 26

D. Penelitian yang Relevan ... 27

E. Kerangka Berfikir ... 29

F. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Faktor yang Di Teliti ... 33

E. Prosedur Penelitian ... 34

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 37

I. Indikator Keberhasilan ... 39

(9)

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 40 B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 40 C. Pembahasan ... 78 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 82 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTSKA ... 84

(10)

A. Latar Belakang

Dunia anak adalah dunia bermain, dengan bermain Anak bisa menyerap unsur-unsur pembelajaran yang terkandung dalam bentuk permainan. Tingkat kreatifitas anak akan terpacu melalui daya khayalnya. Hal ini akan membuat Anak mampu melihat gambaran dan wawasan baru didunianya. Selain itu, Vygotsky dalam Tedjasaputra, (2001:10) memandang bermain sebagai self help tool.

Dimana dalam bermain anak mendapatkan scaffolding baik untuk kontrol diri, penggunaan bahasa, daya ingat dan kerjasama dengan teman bermain. Selain itu, bermain dapat memberikan anak kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berekreasi, dan belajar secara menyenangkan.

Permainan bagi anak juga telah dikaji sejak lama oleh para ahli pendidikan, baik sejak munculnya perilaku permainan tersebut bagi anak. Karl Gross dalam Muthiah (2010:97), mengatakan bahwa bermain dapat memperkuat insting yang dibutuhkan anak untuk kelangsungan hidupnya di masa depan.

Bermain dianggap mengembangkan fungsi-fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang dan sebagai sarana latihan untuk mengelaborasi keterampilan yang ada dalam diri anak.

Pentingnya interaksi sosial bagi anak yakni melalui pendidikan, maka anak lebih mudah mencapai dengan lingkungan disekitarnya. Anakpun diharapkan dapat mengontrol dorongan, tingkah laku, dan dapat bekerjasama dalam suatu kelompok agar memasuki tatanan kehidupan sosial yang lebih luas. Anak yang

(11)

kurang berinteraksi sosial akan kesulitan dalam melakukan tugasnya. Selain itu, anak juga akan mengalami kesulitan dan ketakutan saat berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi sosial menurut Walgito (Lisdian, 2013:286) menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, Jadi terhadap adanya hubungan yang saling timbal balik.

Perkembangan sosial perlu distimulasi kepada anak sejak dini agar kelak anak dapat memiliki perilaku sosial yang baik. Menurut Loore (dalam Susanto, 2011:45) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses dimana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap ransangan- ransangan sosial terutama tekanan- tekanan dan tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya), belajar bergaul dan tingkah laku seperti orang lain dan bertingkah laku sosiokulturalnya.

Menurut Hurlock (2000:251), perkembangan sosial berarti “perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sosialized) memerlukan tiga proses, diantaranya adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sifat sosial.” Sedangkan menurut Ahmad Susanto(2011:156), perkembangan sosial merupakan “pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi.

Meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan berkerja sama.”

(12)

Menurut Masitoh dkk (2011:250) menjelaskan bahwa perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam penyesuaian diri dengan aturan- atuaran masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon. Dapat disimpulkan berbagai pendapat diatas, perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang merupakan pencapaian kematangan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan di TK Purnama pada tanggal 7 - 10 Juni 2021 ditemukan permasalahan kemampuan anak dalam hal interaksi sosial pada saat itu guru melakukan kegiatan pembelajaran berkelompok sebagian besar anak menunjukan sikap kurang peduli terhadap teman kelompoknya. Hal tersebut terlihat pada saat kegiatan pembelajaran kelompok menyusun puzzle disetiap kelompok terdiri dari 3 dan 4 anak untuk saling bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi pada saat proses kegiatan pembelajaran sebagian besar anak menunjukan sikap kurang peduli terhadap tugas yang diberikan, anak hanya duduk diam dimeja kelompok dan ada juga anak kurang ceria saat bermain dengan teman-temannya.

Dari 13 siswa terbagi 4 kelompok setiap kelompok terdiri dari 3 dan 4 orang anak, hanya 2 kelompok yang mampu menyelesaikan tugas menyusun puzzle yaitu kelompok 1 dan kelompok 3, sedangkan kelompok lainnya tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru yang berinisial NH, beliau menjelaskan bahwa dari dari

(13)

13 anak yang terdiri dari 8 anak laki-laki dan 5 anak perempuan, hanya sekitar 3 anak yang sudah mampu berinteraksi sosial maupun teman sebayanya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa kemampuan interaksi sosial anak masih cenderung rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti guru jarang menggunakan pembelajaran sistem berkelompok, selain itu proses dan hasil pembelajaran lebih menekankan kemampuan individu dibandingkan kemampuan kelompok, Sehingga proses perkembangan interaksi sosial anak belum berkembang secara optimal.

Interaksi sosial anak sangat perlu dikembangkan dengan melalui permainan tradisional agar anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Di sekolah tersebut belum menerapkan kegiatan permainan tradisional. Melalui permainan tradisional anak akan mampu melatih konsentrasi, pengetahuan, sikap, keterampilan dan ketangkasan yang secara murni dilakukan oleh otak dan tubuh manusia. Selain itu, permainan tradisional juga mampu mengembangkan aspek pengembangan moral, nilai agama, sosial, bahasa, dan fungsi motorik. Terkhusus pada perkembangan sosial anak, permainan tradisonal efektif dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosial anak, Adapun permainan tradisional yang akan diterapkan yaitu permainan tradisional Kabente.

Permainan tradisional kabente mempunyai kemampuan untuk melibatkan anak dalam hal interaksi sosial secara aktif. Permainan kabente dapat menjadi media anak untuk bersosialisasi karena permainan ini dapat dilakukan secara bersama-sama (Danarti,2010). Melalui layanan bimbingan kelompok dengan

(14)

tertarik pada permainan tradisional Kabente ini setiap individu diberikan kesempatan untuk berinteraksi antar pribadi yang khas.

Kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik permainan tradisional Kabente memungkinkan setiap anggotanya untuk saling belajar mengungkapkan dan mendengarkan dengan baik, seperti pendapat ide, saran, tanggapan, serta tanggung jawab terhadap pendapat yang telah dikemukakan saat melakukan permainan. Kemudian anak juga belajar menghargai pendapat teman-temannya, mampu menahan dan mengendalikan emosi yang bersifat negatif, belajar bertenggang rasa, dan menjadi akrab satu sama lain. Anak yang mengikuti bimbingan kelompok dengan teknik permainan tradisional Kabente dapat secara langsung berlatih menciptakan dinamika kelompok, yakni berlatih bekerja sama, berbicara, menanggapi, mendengarkan dan bertenggang rasa dalam suasana kelompok. (Yuniati,Setyowani dan Saraswati, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian di atas yang dikutip dari jurnal Ela Susilawati Dkk (2017) yang berjudul Pengaruh Permainan Tradisional Bentengan Terhadap Peningkatan Interaksi Sosial khususnya tentang permainan tradisonal Kabente yang diterapkan pada anak mampu memperlihatkan kerja sama antara satu sama lain dan terlihat lebih sering berdiskusi. Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa setelah anak mengikuti permainan tradisional kabente ini terlihat bahwa anak sudah mulai aktif untuk berinteraksi dengan taman-teman yang lain, bukan hanya dengan teman dekatnya saja. Hal ini terlihat pada saat melakukan permainan kabente, anak mampu bekerja sama dengan anggota lainnya dalam

(15)

bermain dimana anggota mengikuti perintah ketua kelompok serta memberi usulan strategi kepada kelompoknya.

Berdasarkan permasalahan ini, peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung proses interaksi sosial yang ada di TK Purnama sebagai salah satu cara meningkatkan interaksi sosial dan dapat memperbaiki kondisi interaksi sosial yang terjadi di TK Purnama dengan judul : Peningkatan Interaksi Sosial Melalui Permainan Tradisional kabente Pada anak usia 5-6 tahun di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana proses meningkatan interaksi sosial anak melalui permainan tradisional kabente pada anak usia 5-6 tahun di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan interaksi sosial anak melalui permainan tradisional Kabente pada anak usia 5-6 tahun di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah.

(16)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

Secara Teoretis peneliti ini diharapkan bermanfaat yakni:

a. Dapat memberikan sumbangsi pemikiran kepada para instansi di Taman kanak- kanak dalam menyusun kurikulum yang sepadan dengan perkembangan zaman.

b. Dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan interaksi sosial anak dengan menerapkan permainan tradisional kabente

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa yaitu hasil penelitian ini diharapkan agar anak dapat berinteraksi atau bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya terutama dengan teman sebayanya agar anak tidak merasa kesepian jika berada di lingkungannya.

Melalui permainan tradisional inilah anak mendapatkan stimulasi untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya tanpa m erasa takut.

b. Bagi guru yaitu agar dapat mengetahui perkembangan interaksi sosial anak melalui permainan tradisional yang dapat terjalin dengan baik dan dapat memberikan gambaran dalam merancang suatu pembelajaran menggunakan permainan tradisional. Selain itu, sebagai bahan ajar yang dapat dikembangkan dan dipakai kegiatan belajar terutama dalam meningkatkan interaksi sosial anak usia dini

c. Bagi sekolah yaitu agar dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam meningkatkan interaksi sosial melalui permainan tradisional

(17)

d. Bagi peneliti yaitu agar dapat menambah pengalaman dan wawasan dalam mengembangkan program pembelajaran khususnya dalam meningkatkan interaksi sosial melalui permainan tradisional.

e. Bagi pembaca yaitu untuk sebagai referensi dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai peningkatan interkasi sosial. Selain itu, juga dapat memberikan motivasi dan gambaran kepada pembaca dalam menentutkan topik penelitian.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Teori Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Kata interaksi dalam Kamus Bahasa Indonesia (2007 :438) memiliki arti

“hal saling melakukan aksi, berhubungan, atau mempengaruhi”. Sedangkan kata sosial memiliki arti “hubungan sosial yang dinamis antara perseorangan dengan perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, antara kelompok dan kelompok.

Menurut Gillin dan Gillin dalam Padil dan Supriyatno (2010:97) menyatakan bahwa “interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, mencakup hubungan antara orang per orang, antara kelompok manusia, maupun antara orang per orang dengan kelompok manusia.” Sedangkan menurut Abu Ahmadi dalam Padil dan Supriyatno (2010:97) menjelaskan bahwa “interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik antara individu dengan golongan dalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan dalam usaha untuk mencapai tujuan.” Menurut Robert M.Z. Lawang dalam Soyomukti (2010:315), menjelaskan bahwa “interaksi sosial adalah proses ketika orang-orang yang berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan.”

“Interaksi sosial merupakan proses sosial yang terjalin dalam kelompok- kelompok sosial seperti interaksi antara orang perorangan dalam satu kelompok, antara orang perorang dengan kelompok dan antara kelompok manusia yang satu dengan kelompok manusia yang lain” (Widyasusanto 1996:15).

(19)

Berdasarkaan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis yang tercipta antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh, karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama sehingga interaksi dikatakan juga kunci dari semua kehidupan sosial.

2. Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial hanya berlangsung jika terjadi aksi dan reaksi kedua belah pihak, baik antar individu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok.

Soekanto dalam Soyomukti (2010:321-324) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yakni :

a. Kontak Sosial

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum yang artinya bersama- sama, atau tango yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik. Orang bisa melakukan kontak sosial dengan melakukan telepon, radio, atau surat. Oleh karena itu hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial. Kontak sosial memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1) Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada suatu kerjasama, sedangkan negatif mengarah pada suatu pertentangan atau konflik.

(20)

2) Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Primer terjadi apabila orang-orang yang berhubungan langsung bertemu muka misalnya, kontak antara guru/murid dalam kelas. Kontak sekunder terjadi apabila yang berhubungan membutuhkan suatu perantara. Misalnya percakapan melalui telepon.

b. Komunikasi

Arti penting komunikasi adalah seseorang memberi tafsiran terhadap perilaku orang lain (dapat berbentuk pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang ingin disampaikan orang lain kepada orang lain tersebut. Terdapat lima unsur pokok dalam komunikasi, yaitu sebagai berikut

1) Komunikator adalah seseorang yang membawa dan menyampaikan suatu pesan, informasi, perasaan, pemikiran kepada orang lain yang kemudian disebut dengan komunikan.

2) Komunikan adalah seseorang yang menerima informasi, pesan, pemikiran dari orang lain.

3) Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator dan disampaikan kepada komunikan.

4) Media yaitu alat untuk menyampaikan pesan

5) Efek atau feed back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada seseorang yang menerima informasi.

(21)

3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang terjadi antara orang perorangan atau orang dengan kelompok mempunyai hubungan timbal balik dan dapat tercipta oleh adanya kontak sosial dan komunikasi yang menimbulkan berbagai bentuk interaksi sosial.

Soekanto dalam Padil dan Supriyatno (2010: 99) membagi interaksi sosial menjadi dua yaitu interaksi asosiatif dan interaksi disosiatif.

1) Interaksi Asosiatif

Interaksi sosial asosiatif adalah bentuk interaksi sosial positif, yang mengarah pada kesatuan dan kerjasama. Interaksi Asosiatif mencakup:

(a) Kerjasama (cooperation)

Cooley mengatakan bahwa kerjasama timbul apabila orang atau individu menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama pada saat bersama yang mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan melalui kerjasama.

(b) Akomodasi (accommodation)

Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses terjadinya suatu kegiatan. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam suatu kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

(22)

(c) Asimilasi

Asimilasi merupakan usaha untuk mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang per orang atau kelompok-kelompok manusia. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha unttuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.

2) Interaksi Disosiatif

Interaksi Disosiatif merupakan interaksi sosial yang mengarah kebentuk perpecahan atau merenggangkan solidaritas. Interaksi Disosiatif mencakup:

(a) Competition (persaingan)

Competition (persaingan) adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing pada suatu masa tertentu untuk menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.

(b) Kontravensi

Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial dengan adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.

(23)

(c) Conflict (pertikaian)

Pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak dengan ancaman atau kekerasan.

Kimbal Young (dalam Soyomukti 2010: 338) mengemukakan bentuk- bentuk interaksi sosial, antara lain :

1) Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertikaian (conflict).

2) Kerjasama (co-operation) yang menghasilkan akomodasi (accommodation) 3) Differentiation yang merupakan proses ketika individu-individu di dalam

masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Diferensiasi tersebut menghasilkan sistem sosial berlapis-lapis.

B. Permainan Tradisional

1. Pengertian Permainan Tradisional

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Mulyani (2016: 46), bahwa

„main” adalah berbuat yang menyenangkan hati (dengan menggunakan alat peraga). Parmainan adalah sesuatu yang dipergunakan untuk bermain, atau sesuatu yang dipermainkan. Sedangkan tradisional memiliki arti “tradisi” yaitu segala sesuatu yang dianggap kebiasaan, adat istiadat turun temurun.

Menurut Ahmad Yunus dalam Mulyani (2016: 46) Permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat yang berasal dari zaman dahulu yang tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan masyarakat pendukungnya yang terdiri atas tua, muda, kaya, dan miskin.

(24)

Sedangkan menurut Ismail dikutip oleh Izatil dan Pratiwi (2016:105), Permainan tradisional adalah jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya yang hakikatnya merupakan warisan leluhur. Permainan tradisional tidak hanya diartikan sebagai permainan yang menyenangkan dan aktif. Namun, segala kebiasaan yang dilakukan oleh anak-anak zaman dulu baik itu lelucon dan nyayian pun juga bisa dikatakan sebagai permainan tradisional sepanjang memiliki sejarah dan masih diturunkann kepada generasi.

Permainan tradisional merupakan sarana untuk mengenalkan anak-anak pada nilai budaya dan norma-norma sosial yang diperlukan untuk mengadakan hubungan atau kontak sosial dan memainkan peran yang sesuai dengan kedudukan sosial dalam masyarakat, yang dijelaskan oleh Siagawati (2007:56) dikutip oleh Hidayati. Didalam permainan tradisional, seluruh aspek kemanusiaan anak ditumbuhkembangkan kreativitas dan semangat inovasi diwujudkan.

Permainan tradisional menjadi wahana atau media bagi ekspresi diri anak, keterlibatan langsung dalam permainan tradisional akan mengasah otak anak, menajamkan, menumbuh kembangkan otak anak, melahirkan empati, mengembangkan kesadaran sosial, serta menegaskan mengenai individualitas (Subagiyo dalam Mulyani 2016: 47).

Dapat disimpulkan bahwa permainan tradisonal adalah permainan yang wajib di lestarikan karena merupakan warisan dari nenek moyang kita serta mengandung nilai-nilai kebudayan. Dan dengan melalui permainan tradisional kita dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang kita miliki.

2. Manfaat Permainan Tradisional

Budi Santoso dalam Arikunto (1996:56) menyatakan bahwa permainan tradisional merupakan wahana tumbuh kembang anak yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan kemampuan fisik, moral, mental, dan pikiran karena

(25)

merupakan panduan antara olah raga, olah seni, dan olah pikiran. Selanjutnya menurut Dharmamulya (2008:78) bahwa permainan tradisional dapat menjadi sarana untuk mengenalkan nilai budaya dan norma-norma sosial yang diperlukan untuk hubungan sosial dan berperan sesuai dengan kedudukan sosial dalam masyarakat pada anak.

Permainan tradisional dapat menstimulasi anak dalam mengembangkan kerja sama, membantu anak menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak dalam mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman, menaati aturan, serta menghargai orang lain, (Kurniati dalam Mulyani 2016: 48). Manfaat lain yaitu melatih anak-anak dalam bermasyarakat, melatih keterampilan, mengajarkan sikap sopan santun,dan melatih ketangkasan.

Menurut Subagiyo dalam Mulyani (2016: 49), menjelaskan permainan tradisional mempunyai manfaat, antara lain sebagai berikut :

a. Anak menjadi lebih kreatif b. Sebagai terapi bagi anak

c. Mengembangkan kecerdasan intelektual anak

d. Mengembangkan kecerdasan emosi antarpersonal anak e. Mengembangkan kecerdasan logika anak

f. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak g. Mengembangkan kecerdasan natural anak h. Mengembangkan kecerdasan spasial anak i. Mengembangkan kecerdasan musikal j. Mengembangkan kecerdasan spiritual anak

(26)

Cahyono dalam Mulyani (2016: 48) juga mengemukakan sejumlah karakter yang dimiliki permainan tradisional yang dapat menumbuhkan karakter positif pada anak antara lain sebagai berikut :

a. Permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan tanpa harus membeli sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi.

b. Permainan tradisional melibatkan pemain yang relatif banyak.

c. Permainan tradisional memiliki nilai-nilai dan pesan-pesan moral tertentu, seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada (jika kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan.

d. Permainan tradisional menjadi pendorong yang kuat bagi perkembangan anak.

Menurut Khasanah, Presetyo dan Rakhmawati (2011: 101-102) menjelaskan manfaat permainan tradisonal terhadap perkembangan jiwa anak antara lain:

mengembangkan kecerdasan intelektual ( kognitif) anak, kecerdasan naturalis anak, kecerdasan spasial anak, kecerdasan musikal anak, kecerdasan spiritual anak, kecerdasan intrapersonal anak dan interpersonal anak, mengembangkan sportivitas dalam pribadi anak dan berdampak positif pada perkembangan anak.

Permainan tradisional akan memberikan pengalaman dalam mengekplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya, hal ini penting sebagai media stimulasi perkembangan anak. Permainan tradisional sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial.

Permainan tradisional bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan fisik motorik, kemampuan berbahasa, kognitif serta sosialisasi dengan lingkungan. Selain itu juga bermanfaat bagi aspek perkembangan secara keseluruhan.

(27)

3. Aspek-Aspek yang Terkandung dalam Permainan Tradisional

Misbach dalam Mulyani (2016: 53) menunjukan bahwa penelitian permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak yang meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Aspek motorik dengan melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, dan motorik halus.

b. Aspek kognitif dengan mengembangkan imajinasi, kreativitas, problem solving, strategi, kemampuan antisipasi, dan pemahaman kontekstual.

c. Aspek emosi dengan menjadi media katarsis emosional, dapat mengasah empati, dan pengendalian diri.

d. Aspek bahasa berupa pemahaman konsep-konsep nilai

e. Aspek sosial dengan mengkondisikan anak agar dapat menjalin relasi, bekerja sama, melatih kematangan, sosial dengan teman sebaya, dan meletakan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi dengan berlatih peran dengan orang lebih dewasa serta masyarakat secara umum.

f. Aspek spiritual, permainan tradisional dapat membawa anak untuk menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung.

g. Aspek ekologis dengan menfasilitasi anak untuk dapat memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana

h. Aspek nilai-nilai moral dengan menfasilitasi anak untuk dapat menghayati nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.

(28)

Menurut beberapa para ahli dalam Izatil dan Hardiyanti (2016: 35) juga menyatakan aspek perkembangan yang dapat di kembangkan melalui permainan tradisional, yaitu.

1) Aspek fisik motorik anak, dengan melakukan berbagai kegiatan fisik, anak- anak akan mengoptimalkan fungsi-fungsi dari otot-otot besar dan kecil mereka sehingga dapat berfungsi secara maksimal.

2) Aspek bahasa, anak belajar berkomunikasi, belajar menyampaikan dan memahami apa yang disampaikan oleh temannya.

3) Aspek sosial, anak diajarkan untuk tidak selalu bergantung kepada orang tua, berbagi, bersosialisasi dengan orang baru.

4) Aspek emosional, membentuk emosi kearah yang positif, mengalami secara langsung perbuatan yang menyenangkan dan menyedihkan.

5) Aspek moral, diajarkan tentang berbagai konsep moral terkait baik-buruk, pantas-keliru, benar-salah, dan lainnya.

6) Aspek kognitif, mengenal warna, bentuk, arah, huruf, dan angka, konsep- konsep dasar.

7) Perkembangan kreativitas anak, anak akan merasa senang, puas dan merasa berbeda jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya secara bebas tanpa dibatasi oleh orang-orang di sekitarnya.

8) Perkembangan pengetahuan dan wawasan anak.

9) Mengasah ketajaman pengindraan anak, berbagai kegiatan seperti mendengarkan cerita, mengajak bicara, menyanyi, mengamati berbagai warna dan meraba berbagai tekstur benda.

(29)

Permainan tradisional menjadi pendorong yang kuat bagi perkembangan anak. Menurut Khasanah, Presetyo & Rakhmawati (2011: 101- 102) manfaat permainan tradisional terhadap perkembangan jiwa anak antara lain:

mengembangkan kecerdasan intelektual (kognitif) anak, kecerdasan naturalis anak, kecerdasan spasial anak, kecerdasan musikal anak, kecerdasan spiritual anak, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal anak, mengembangkan sportivitas dalam pribadi anak dan berdampak positif pada perkembangan anak.

Permainan tradisional akan memberikan pengalaman dalam mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Hal ini penting sebagai media stimulasi perkembangan anak. Permainan tradisional sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial.

Permainan tradisional bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan fisik motorik, kemampuan berbahasa, kognitif serta sosialisasi dengan lingkungan. Selain itu juga bermanfaat bagi aspek perkembangan secara keseluruhan.

4. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan Tradisional

Dalam permainan tradisional banyak mengandung beberapa nilai yang dapat ditanamkan. Seperti senang, bebas, rasa berteman, demokrasi, penuh tanggung jawab, rasa patuh, dan rasa saling membantu. Semuanya merupakan nilai-nilai yang sangat baik dan berguna dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Nugroho dalam Mulyani (2016: 54-57) ada banyak nilai pendidikan yang terkandung dalam permainan tradisional. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam gerak permainan atau dalam tembang maupun syair lagunya. Nilai- nilai yang terkandung dalam permainan tradisional sebagai berikut.

(30)

a. Nilai Demokrasi

Melalui permainan tradisional nilai demokrasi mulai terbentuk terbukti dengan cara memilih dan menentukan jenis permainan, mengikuti tata cara dan tata tertib serta aturan yang disepakati. Semua dilakukan secara musyawarah secara sukarela.

b. Nilai Pendidikan

Permainan tradisional baik untuk pendidikan aspek kejasmanian maupun kerohanian. Misalnya sifat sosial, disiplin, etika, kejujuran, kemandirian, dan percaya diri.

c. Nilai Kepribadian

Aktivitas bermain merupakan media yang sangat tepat bagi anak untuk mengembangkan dan mengungkapkan jati dirinya.

d. Nilai Keberanian

Setiap permainan tradisional dituntut sikap keberanian bagi semua pesertanya. Misalnya, berani mengambil keputusan dengan memperhitungkan strategi-strategi tertentu, sehinga dapat memenangkan permainan.

e. Nilai Kesehatan

Aktivitas bermain yang dilakukan oleh anak merupakan suatu kegiatan yang banyak menggunakan unsur berlari, melompat, berkejar-kejaran sehingga otot-otot tubuh dapat bergerak.

f. Nilai Persatuan

(31)

Permainan kelompok dapat dikatakan sebagai permainan yang sangat positif karena masing-masing anggota kelompok harus mempunyai jiwa persatuan dan kesatuan untuk mencapai suatu tujuan.

g. Nilai Moral

Dengan permainan tradisional, anak dapat memahami dan mengenal kultur atau budaya bangsa serta pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya.

5. Jenis-Jenis Permainan Tradisional

Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya. Setiap daerah mempunyai karakteristik, adat, budaya, yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, permainan tradisional sangat banyak dan bervariasi. Menurut Seriati dan Hayati dalam Mulyani (2016: 57-58), permainan tradisional terdapat kurang lebih 57 macam permainan. Hasil ini berdasarkan penelitian yang dilakukan kajian ilmiah dan diskusi dengan narasumber. Adapun 57 permainan tradisional yang telah teridentifikasi tersebut dapat mengembangkan berbagai aspek, seperti perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan khususnya aspek-aspek keterampilan sosial, dan dikelompokan menjadi 3, yaitu.

a. Permainan yang melibatkan lagu b. Permainan yang melibatkan gerak atau c. Permainan yang melibatkan gerak dan lagu

(32)

6. Klasifikasi Permainan Tradisional Berdasarkan Jumlah Pemainnya

Menurut Izatil dan Pratiwi (2016:15-16) mengemukakan tentang klasifikasi permainan tradisional berdasarkan jumlah permainannya yaitu:

1) Permainan individu

Permainan individu adalah permainan yang dilakukan secara perorangan.

Artinya ketika anak bermain anak hanya perlu menyediakan alat-alat permainan alat-alat permainan untuk di mainkannya. Seperti bermain engrang, gasing, layangan.

2) Permainan Berpasangan

Permainan berpasangan adalah permainan yang dilakukan secara berpasangan.

Artinya untuk memainkan permainan tersebut, anak harus memainkannya bersama temannya. Seperti bermain congklak, engklek.

3) Permainan berkelompok Permainan kelompok merupakan permainan yang dilakukan oleh dua kelompok atau regu yang terdiri dari beberapa orang anak. Seperti permainan benteng, kasti, gobak sodor.

4) Permainan secara klasikal

Permainan secara klasikal yaitu permainan yang dilakukan oleh sejumlah anak tanpa harus berpasangan dan kelompok, anak-anak akan bermain bersama- sama akan tetapi biasanya anak yang kalah akan melanjutkan permainan sesuai aturan yang sudah disepakati. Seperti permainan buta-butaan, petak umpet, ular naga dan bermain kelereng.

(33)

7. Permainan Kabente (Benteng)

Permainan kabente (benteng) adalah salah satu jenis permainan tradisional yang banyak dimainkan oleh anak-anak diindonesia. Permainan ini berasal dari jawa barat. Dijawa barat permainan ini disebut sebagai “ Rerembonan” Permainan kabente (benteng) permainan tradisional yang memerlukan ketangkasan, kecepatan berlari, dan strategi yang jitu. Permainan ini dimainkan oleh dua grup yang terdiri dari beberapa orang untuk merebut dan mempertahankan benteng agar bisa memenangkan permainan. Masing-masing grup memiliki suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar yang disebut “benteng”.

Sesuai dengan namanya, maka sebuah benteng dalam permainan ini merupakan tujuan atau inti dari permainan ini. Jika permainan ini tidak ada yang namanya benteng, maka tidak akan bisa memainkan permainan ini. Selanjutnya Mulyani (2016: 86-90) menjelaskan langkah-langkah dalam melakukan permainan benteng harus memenuhi beberapa hal, yaitu:

a. Persiapan

Awal mula permainan Kabente (benteng) ini ialah anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul dilapangan atau tanah kosong yang cukup luas.

Kemudian anak-anak dibagi menjadi dua kelompok yang sama rata, biasanya pemain terdiri dari 4 sampai 8 orang. Biasanya pembagian kelompok dilakukan dengan cara suit atau hom pim pah.

b. Peralatan

Pada permainan Kabente (benteng) para pemain tidak menggunakan alat- alat khusus, cukup lahan kosong untuk menjadi pijakan dan batas antara kedua

(34)

kubu kelompok masing-masing. Kedua kelompok membuat markas bentengnya saling berjauhan biasanya disudut lapangan.

c. Peraturan

Permainan Kabente (benteng) memiliki beberapa peraturan dimana setiap personil pada kedua kubu harus menyentuh benteng. Hal ini menandakan bahwa status personil tersebut adalah baru. Kalau sudah lama tidak menyentuh benteng, maka status personil tersebut akan disebut lama. Personil yang berstatus lama dapat dikejar, diburu, dan ditawan oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru. Personil yang menjadi tawanan akan berdiri di dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan dapat dibebaskan oleh teman kelompoknya dengan cara menyentuh temannya yang menjadi tawanan.

d. Permainan

Awal mula permainan ini dimulai dengan majunya atau menyerangnya dari salah satu personil tiap kubu salah satu benteng untuk menantang musuhnya.

Personil dari lawannya kemudian balik menyerang dari sana para pemain yang maju saling mengejar dan menghindar satu sama lain. Jika seseorang yang maju kemudian ditangkap atau disentuh oleh lawan mainnya maka dia menjadi tawanan musuhnya. Jika seseorang berusaha mengejar dan menghindar dari lawan mainnya supaya tidak menjadi tawanan musuhnya dan para personil yang berada dalam markas bentengnya dapat bergantian secara bergiliran untuk maju menyerang musuhnya. Demikian seterusnya sehingga terjadi saling kejar mengejar antar personil kedua benteng. Pada sela-sela permainan sering terjadi kehabisan personil karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawannya. Lawan

(35)

pengepung ini dapat membebaskan temannya yang menjadi tawanan dan dijaga oleh personil di benteng lawan. Setelah dibebaskan para mantan tawanan ini dapat turut mengepung benteng lawan..

e. Akhir Permainan

Satu kelompok dapat memenangkan permainan jika salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan bentengnya. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan dapat dimulai kembali permainan benteng tersebut dari awal.

C. Hubungan Interaksi Sosial dengan Permainan Tradisional Permainan tidak dapat dipisahkan dari dunia anak, hal ini karena permainan adalah aktivitas yang selalu dilakukan dan digemari oleh anak-anak.

Permainan tidak hanya bersifat menyenangkan tetapi juga mengandung unsur mendidik didalamnya. Pembelajaran melalui permainan tradisional sangat bermanfaat dalam mendukung perkembangan sosial anak khususnya dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.

Sesuai dengan hasil penelitian Kurniati dalam Maryanti (2011: 123), menyebutkan bahwa permainan tradisional mampu mengembangkan keterampilan sosial anak, yaitu keterampilan bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, empati, menaati aturan serta menghargai orang lain. Permainan tradisional juga memberikan kesempatan pralatihan pada anak untuk mengenal aturan-aturan, norma-norma dan larangan-larangan, berlaku jujur, setia. Sehingga anak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik. Dalam setiap permainan

(36)

ada yang menang dan kalah, hal ini menuntut anak untuk bersifat sportif dalam mengakui kemenangan lawan bermainnya. Serta melalui permainan tradisional, anak dapat dengan mudah bergaul dengan teman-temannya.

Dengan demikian permainan tradisional dapat meningkatkan hubungan interaksi sosial anak karena dalam permainan tradisional terdapat beberapa aspek perkembangan sosial anak, dengan bermain juga anak banyak menggunakan kontak sosial dan komunikasi.

D. Penelitian yang Relevan

1. Sri Endarwati (2014) Jurusan Pendidikan Guru-Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dengan judul “Peningkatan Kemampuan Sosial Melalui Permainan Tradisional Pada Kelompok B di Tk Aisyiyah 1 Sambirejo Sragen Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan anak dalam bersosialisasi ditandai dengan banyaknya anak yang memperoleh nilai BSH dan BSB dengan presentase rata-rata jumlah anak, yakni kondisi awal 48%, pada siklus I meningkat sebesar 75,1% dan pada siklus II meningkat sebesar 83,6%.

2. Masrianti (2017) Jurusan Pendidikan Guru-Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo Kendari.

Dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Sosial Emosional Anak Melalui Permainan Tradisional di TK Islam Kemaraya Kota Kendari”. Dalam penelitian tersebut terjadi peningkatan kemapuan sosial emosional anak yang ditandai dengan presentase pada kondisi awal 40%, pada siklus I meningkat sebesar 66.67% dan pada siklus II meningkat sebesar 86,67%.

(37)

3. Esti Kurniawati Mahardika (2014) Jurusan PAUD pps, Universitas Negeri Jakarta.penerapan permainan tradisional dalam meningkatkan perilaku sosial anak dikelompok A TK DWP Putra Harapan Bojonegoro terdiri dari beberapa permainan yaitu cublak-cublak suweng, ular naga, balon jepit, jamuran, boi- boian, pasaran dan balap bakiak. Pada siklus 1 terdapat 7 permainan yang dilakukan yang terdiri dari 4 permainan yang dilakukan didalam kelas dan 3 permainan yang dilakukan diluar kelas. Sedangkan dalam siklus II terdapat 5 permainan yang dilakukan semua permainan tersebut dilakukan diluar kelas.

Permainan tradisional jawa dapat meningkatkan perilaku sosial anak kelompok A TK DWP putra harapan bojonegoro. Peningkatan dapat dilihat dari hasil sebelum dilakukan tindakan atau para intervensi, siklus I dan siklus II. Hal ini dapat dilihat dari hasil pra intervensi dimana sebelum dilakukan tindakan prilaku sosial yang dimiliki anak kelompok A adalah sebesar 139 dengan rerata 41,3%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 279 dengan rerata kelas 83,01% dan pada siklus II sebesar 335 dengan rerata sebesar 99,7% berdasarkan data tersebut menjelaskan bahwa permainan tradisional jawa dapat meningkatkan prilaku sosial anak kelompok A TK DWP putra harapan bojonegoro.

Relevansi penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah sama-sama penelitian yang akan meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada anak usia dini. Adapun perbedaannya pada metode yang digunakan beberapa permainan tradisional. Sedangkan dalam penelitian ini penulis lebih focus pada satu permainan saja. Dari beberapa penelitian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa kemampuan interaksi sosial anak dapat meningkatkan kemampuan anak.

(38)

E. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori di dalam penelitian yang sudah dideskripsikan tersebut. Selanjutnya dianalisa secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel yang telah diteliti (Sugiyono,2010:91).

Permainan tradisional kabente merupakan salah satu cara untuk membantu anak mengembangkan kemampuan anak dalam hal berinteraksi sosial maupun dengan teman sebayanya. Perencanaan penerapan permainan tradisonal kabente yang akan dilakukan oleh guru hasil akan memberikan manfaat apabila guru dapat menyiapkan dan memilih tepat yang sesuai dengan anak agar tujuan penerapan pemainan tradisonal kabente hendak dicapai. Dalam hal ini penerapan permainan tradisional kabente akan lebih menarik untuk meningkatkan kemampuan anak dalam hal berinteraksi, karena dengan penerapan permainan tradisional kabente anak dapat berinteraksi dengan lingkungan maupun teman sebayanya.

Adapun langkah- langkah yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan anak dalam hal berinteraksi meliputi: guru menyampaikan tujuan dan peraturan permainan kabente secara jelas, guru melaksanakan kegiatan pembukaan, inti, dan penutup. Guru menciptakan suasana akrab dan menyenangkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:

(39)

Berikut skema kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan 2.1

Bagan 2.1 Kerangka berpikir.

PEMBELAJARAN DI TK GURU

Kemampuan Interaksi sosial Anak masih rendah

Ditingkatkan melalui permainan tradisional

kabente

Langkah-Langkah Melakukan Permainan Kabente

a. Persiapan awal mula permainan kabente ini ialah anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul dilapangan atau tanah kosong yang cukup luas.

b. Peralatan para pemain tidak

menggunakan alat-alat khusus, cukup lahan kosong untuk menjadi pijakan dan batas antara kedua kubu kelompok masing-masing.

c. Peraturan dimana setiap personil pada kedua kubu harus menyentuh

benteng.hal ini menandakan bahwa status personil tersebut adalah baru.

d. Permainan ini dimulai dengan majunya atau menyerangnya dari satu personil tiap kubu salah satu benteng untuk menantang musuhnya

e. Akhir permainan satu kelompok dapat memenangkan permainan jika salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan main.

Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial

(40)

F. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah jika menerapkan permainan tradisional Kabente maka kemampuan interaksi sosial anak dapat meningkat di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu proses pengkajian masalah dalam kelas melalui refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaborasi antara guru, siswa dan peneliti dalam satu kelas dengan cara merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan proses pembelajaran dikelas.(Sanjaya 2013:160)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini Rencana dilakukan pada usia 5-6 tahun di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah

2. Waktu

Adapun waktu penelitian ini direncanakan berlangsung pada bulan Oktober

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa usia 5-6 tahun di TK purnama. Dengan jumlah 13 orang anak yang terdiri dari 8 anak laki-laki dan 5 anak perempuan.

(42)

D. Faktor yang Diteliti

1. Faktor anak, mengamati aktivitas anak dalam kemampuan berinteraksi dengan teman sebayanya maupun dengan lingkungan disekitarnya serta mampu bersosialisasi dengan baik melalui permainan tradisional yaitu kabente (benteng).

2. Faktor Guru, mengamati aktivitas guru dalam proses meningkatkan interaksi sosial melalui permaian tradisional, serta memberikan penilaian pada anak.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini rencana dilakukan dalam dua siklus dimana kedua siklus tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Model dari kedua siklus tersebut adalah :

Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Gambar 3.1 Diagram Alur PTK Model Krul Lewin Perencanaan

SIKLUS I Refleksi I

Refleksi II

Pengamatan

SIKLUS II

Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan Pengamatan

Perencanaan

(43)

Beberapa para ahli menjelaskan bahwa prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) dimulai dengan siklus pertama yang terdiri dari empat kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (refkecting). Kegiatan pada siklus kedua merupakan kelanjutan dari keberhasilan pada siklus pertama, namun kegiatan pada siklus kedua mempunyai berbagai hambatan untuk perbaikan dari hambatan dan kesulitan yang ditemukan dalam tindakan pada siklus pertama. Arikunto ( 2006: 16-20). Menjelaskan tentang rincian prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan yaitu : 1. Perencanaan

Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini meliputi :

a) Membuat lembar observasi untuk anak dan melihat bagaimana kondisi dan proses interaksi anak di kelas khususnya anak usia 5-6 tahun di TK Purnama b) Memperkenalkan permainan tradisional pada anak.

c) Mendesain RPPH untuk melihat apakah proses interaksi sosial melalui permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan anak.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilakukan pada tahap ini melalui pelaksanaan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat.

3. Observasi

Pada tahap ini dilaksanakan dengan pelaksanaan tindakan yaitu berkolaborasi atau bekerja sama dengan guru TK Purnama

4. Refleksi

Hal-hal yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis untuk mengetahui kelemahan atau keterangan yang terjadi pada setiap pertemuan

(44)

dalam satu siklus yang akan diperbaiki pada pertemuan siklus berikutnya. Pada siklus kedua, perencanaan dilakukan dengan melihat hasil refleksi pada siklus pertama. Kemudian merencanakan kembali pembelajaran untuk siklus kedua dan memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam siklus pertama.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar observasi ( Checklist)

Lembar observasi (Checklist) digunakan agar peneliti lebih terarah dalam melakukan observasi sehingga hasil data yang didapatkan mudah diolah. Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan interaksi anak melalui permainan tradisonal kabente.

2. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2010) menjelaskan Dokumentasi merupakan barang- barang yang tertulis. Peneliti menggunakan checklist dokumentasi sebagai alat dalam mengkaji dokumen yang digunakan untuk mendukung data penilai.”

Dokumen merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumen- dokumen dengan menggunakan buku yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus dari karangan/tulisan, buku,undang- undang dan sebagainya.

(45)

Berikut kisi-kisi lembar observasi anak dan guru ( Cheklist) Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi Anak( Cheklist)

No Aspek yang diamati Indikator kemampuan

Interaksi Sosial 1 Bermain dengan teman sebaya Anak mampu bermain dan

berinteraksi bersama teman sebayanya

2 Mentaati aturan kelas( kegiatan, aturan) Anak dapat mentaati peraturan saat berlangsung kegiatan bermain

3 Anak mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi

Anak mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk

menyesuaikan dengan situasi pada saat kegiatan bermain

Tabel 3.2 kisi-kisi lembar observasi guru ( Cheklist)

No Langkah –Langkah Kegiatan

1 Guru menyiapkan persiapan dan menentukan lokasi kegiatan permainan 2 Guru menyampaikan syarat dan ketentuan dalam permainan

3 Guru mempraktekan atau mencontohkan kegiatan yang akan dilaksanakan 4 Selama kegiatan berlangsung, guru membimbing anak dan memberi motivasi

kepada anak agar mampu memenangkan permainan

5 Guru menghargai kerja sama masing-masing kelompok dengan memberikan hadiah( reward) sehingga anak akan lebih bersemangat

(46)

G. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

1. Observasi

Teknik observasi adalah cara pengumpulan data untuk mendapatkan informasi melalui pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku anak.

Pengamatan ini dapat dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokemen penilian terkait hasil pembelajaran yang meyangkut kemampuan sosial emosional anak. Selain itu, peneliti juga akan mengambil data berupa foto dan video yang menggambarkan secara nyata ketika anak melakukan kegiatan interaksi sosial melalui permainan tradisional. Selain itu, foto yang diperoleh dapat menjadi pelengkap data, guna menyempurnakan penelitian yang dilakukan.

H. Teknik Analisis Data

Data adalah catatan penilaian, baik yang berupa fakta maupun angka – angka. Data yang diperoleh dan dikumpulkan dianalisis terlebih dahulu dengan maksud untuk membuktikan ada tidaknya perbaikan yang dihasilkan setelah dilakukan tindakan. Dengan adanya analisis data ini, maka dapat diketahui seberapa besar peningkatan kemampuan interaksi setelah diberikan tindakan melalui permainan kabente. Dalam penelitian tindakan kelas, ada dua jenis data yang dapat digunakan yaitu:

(47)

1. Data kualitatif

Data kulitatif yaitu informasi yang terbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang tingkat pemahaman terhadap sesuatu, pandangan atau sikap anak terhadap metode belajar yang baru dapat dianalisis secara kualitatif.

2. Data kuantitatif

Data kuantitatif yaitu data yang dapat dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis statistic deskriptif ( menghitung rata-rata perkembangan anak berdasarkan skor yang diperoleh dari lembar observasi). Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu mencoba menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan dideskriptifkan dalam bentuk narasi sesuai hasil pengamatan. Data juga dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dari perlakuan guru.

Tujuannya yaitu untuk mengetahui peningkatan interaksi sosial setelah diberikan tindakan melalui permainan tradisional kabente. Rumus yang digunakan dalam analisis data deskriptif kuantitatif sederhana untuk mencari presentase, mengacu pada pendapat Sujianto(2006:43), yaitu sebagai berikut:

P =

P= Angka presentase

F= Frekuensi yang sedang dicari presentasenya n= Jumlah presentase/ banyak individu /indikator.

(48)

Menurut Arikunto (2010:192) data tersebut akan diinterpretasikan kedalam empat tingkatan, yaitu:

a) Kesesuaian kriteria (0%) : 0-25% : Belum berkembang b) Kesesuaian kriteria (0%) : 26-50 :Mulai berkembang

c) Kesesuaian kriteria (0%) : 51-75 : Berkembang sesuai harapan d) Kesesuaian kriteria (0%) : 76-100 : Berkembang sangat baik

I. Indikator Keberhasilan

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas, dalam penelitian ini dinyatakan berhasil apabila ada perubahan atau peningkatan terhadap kegiatan yang telah diperoleh anak setelah melakukan permainan kabente. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila 70% anak berada pada tingkat kemampuan berkembang sesuai harapan.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Purnama beralamat di Desa Liwulompona, Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah. Lembaga ini memiliki 5 tenaga pendidik yang terdiri kepala sekolah, 2 guru kelompok A dan 2 guru keleompok B. Program kegiatannya mengacu pada kurikulum 2013 yang dipadukan dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak usia dini. Adapun peroses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran mingguan ( RPPM) dan pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) yang mengacuh pada tema-tema yang terlaksana di Tk Purnama. Kondisi ruangan di TK Purnama cukup memadai yakni terdiri dari 3 ruangan yaitu, 1 ruangan kepala sekolah dan guru, 2 ruangan kelas belajar yakni kelompok A dan B. Lokasi anak untuk bermain diluar dilengkapi dengan beberapa alat permainan yakni ayunan, panjatan, seluncuran.

B. Deskripsi hasil penelituan

1. Data Hasil Pra Tindakan Peningkatan Interaksi anak dengan menerapkan permainan tradisional kabente

Untuk mengetahui kondisi awal untuk menigkatkan kemampuan interaksi dengan menerapkan permainan tradisional kabente dilakukan penelitian. Peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap kemampuan interaksi sosial anak pada kelompok B anak usia 5-6 tahun di TK Purnama desa liwulompona

(50)

kabupaten buton tengah. untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak dengan menerapkan permainan tradisional kabente. Yang diamati dari 3 kemampuan yakni anak mampu bermain dan berinteraksi bersama teman sebaya, anak dapat menaati peraturan saat berlangsung kegiatan bermain, anak mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi.

Proses pembelajaran meningkatkan kemampuan interaksi anak dikelompok B anak usia 5-6 tahun di TK Purnama Desa Liwulompona Kabupaten Buton Tengah.pembelajaran tersebut disusun oleh guru kelompok B dengan alokasi waktu 120 menit. Langkah pertama anak-anak berbaris didepan kelas setelah bel berbunyi, dilanjutkan dengan kegiatan bernyanyi (lagu berbunyi dan ayo berbaris) pada tahap awal pelaksanaan kegiatan pembelajaran didahului dengan mencucapkan salam terlebih dahulu dan berdoa bersama (berdoa sebelum belajar), kemudian guru mengajak mengajak peserta didik menbaca surah-suarah pendek (surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, An-Naas). Selanjutnya guru mengajak peserta didik untuk bernyanyi lagu, guru mengomunikasikan tema yaitu”

lingkungan”

Guru melakukan proses tanya jawab tentang “lingkungan” pada sub tema keluargaku kemudian guru menjelaskan atau bercakap-cakap tentang keluarga.

Langkah kedua guru menjelaskan kembali dan membagi anak beberapa kelompok untuk mewarnai anggota keluarga dan setiap kelompok menyebutkan nama-nama anggota keluarga yang telah diwarnai, langkah ketiga guru membimbing masing- masing kelompok pelaksanaan kegiatan menyebutkan nama-nama anggota keluarga dan mewarnai gambar anggota keluarga, proses pembelajaran kurang

(51)

konduktif, karena salah satu penyebab kondisi tersebut adalah pada proses pembelajaran, anak masih kurang menarik dan monoton. selain itu tidak dalam melakukan pendekatan pembelajaran sehingga kemampuan interaksi sosial anak belum berkembang secara maksimal. Langkah keempat anak istrahat dan bermain pada kegiatan penutup guru mengajak anak untuk berdiskusi tentang pembelajaran hari ini dan menanyakan bagaimana perasaannya saat melakukan kegiatan. Selanjutnya guru mengajak anak bernyanyi membaca doa sebelum pulang, salam dan pulang.

Hasil observasi dan evaluasi anak didik peningkatan kemampuan interaksi sosial anak pada pra tindakan disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Observasi dan Evaluasi Aktivitas Anak Didik Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial Anak Pada Pra Tindakan.

No Nama anak didik

Indikator Kemampuan Interaksi Sosial

Skor Presentase Kriteria

Anak mampu bermain dan

berinteraksi bersam teman sebaya

Anak dapat menaati peraturan saat kegiatan bermain

Anak mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi

1

2

3

4

1 2 3 4

1

2

3

4

1 MF 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

2 EL 2 1 2 5 42% Mulai

berkembang(MB)

3 AA 1 1 1 3 25% Belum

(52)

berkembang ( BB)

4 AM 1 1 1 3 25% Belum

berkembang (BB)

5 FL 2 1 2 5 42% Mulai

berkembang(MB)

6 MH 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

7 HN 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

8 SN 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

9 NA 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

10 NI 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

11 AN 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

12 ML 1 1 1 3 25% Belum

berkembang(BB)

13 MN 2 1 2 5 42% Belum

berkembang(BB) Rata-Rata Presentase Aktivitas anak didik peningkatan

kemampuan interaksi social

28% Belum

berkembang (BB)

Keterangan :

1. Anak mampu bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya

1= BB (Anak belum mampu bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya dan lingkungan sekitar)

2= MB (Anak mulai mampu bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya)

3=BSH (Anak sudah mampu bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya)

(53)

4= BSB (Anak sudah mampu mengajak temannya untuk bermain dengan teman sebayanya tanpa diarahkan oleh gurunya)

2. Menaati aturan kelas kegiatan, aturan anak dapat menaati peraturan saat berlangsung kegiatan

1= BB (Anak belum mampu manaati aturan kegiatan yang telah ditentukan oleh guru)

2= MB (Anak mulai menaati aturan yang ditentukan oleh guru)

3=BSH (Anak mampu menaati aturan kelas dan kegiatan bermain yang telah ditentukan guru)

4= BSB (Anak sudah mampu menaati aturan kelas dan kegiatan bermain yang telah ditentukan tanpa diingatkan oleh guru)

3. Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi.

1= BB (anak belum mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi lingkungan sekolah)

2=MB (Anak mulai memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi lingkungan sekolah dan sekitar)

3= BSH (Anak sudah mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi lingkungan sekolah dan sekitar)

4= BSB (Anak sudah mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan situasi lingkungan sekolah dan sekitar).

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa pencapaian peningkatan kemampuan interaksi sosial belum berkembang karena dilihat dari hasil Rata- ratanya yaitu 28% dengan menunjukan kriteria tidak baik. Dari 13 anak didik 3

Gambar

Tabel 3.2 kisi-kisi lembar observasi guru ( Cheklist)
Tabel  4.1  Hasil  Observasi  dan    Evaluasi  Aktivitas  Anak  Didik  Peningkatan Kemampuan  Interaksi Sosial Anak Pada Pra Tindakan
Tabel  hasil  aktivitas  anak  didik  peningkatan  kemampuan  interaksi  sosial  anak  pada  pratindakan  diatas  dapat  disajikan  melalui  tabel  rekapitulasi  dibawah  ini:
Tabel  4.3  Hasil  Observasi  dan  Evaluasi  Aktifitas  Anak  Didik  Peningkatan  Kemampuan Interaksi Sosial Pada Siklus 1 Pertemuan Pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mempunyai perbedaan (baik dari aspek mental, kemampuan sensorik, fisik, perilaku sosial dan emosional, kemampuan