ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
Volume 02. Nomor 01. Juni 2021
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
58
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL INQUIRY LEARNINGPADA
SISWA KELAS VII SMP BUNDA KASIH SUDIANG
Improving Mathematics Problem Solving Ability Through Inquiry Learning Model In Class Vii Students Of Smp Bunda Kasih Sudiang
Neli Kurnia,1 Nurfaida Tasni,2 Mulyati3 Pendidikan Matematika
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Yayasan Pendidikan Ujung Pandang (YPUP)
Email1 :[email protected] Email2: [email protected]
Email3: [email protected]
Abstrak
This research aims at improving students’ ability in Math solving problrm through inquiry learning at SMP Bunda Kasih Sudiang, Makassar. This research is an action research.
The total sample is 17 students. The data was collected through testing solving math problem and observation sheet for students’ activity in every cycle. There were two cycles.
Technique of data analysis is qualitative and quantitative analysis. The result indicated that the use of inquiry learning can improve students’ ability in Math solving problem.
The average score in cycle I was 63.82 with deviation standard 10.513 with the completion was 29.41. In cycle II the improvement became 88.24% with average score was 78.88 with deviation standard was 10.319. Based on the score category, in cycle I it was categorized completed that consisted of five students and cycle II it became 15 students. It can be concluded that inquiry learning model can improve students’ ability in Math solving problem for the students of SMP Bunda Kasih Sudiang Makassar.
Keywords: Solving problem ability, Math, inquiry learning model.
Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail dalam Undang- undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1: “Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 (2012 : 191)”.
(Received: 03-04-2021; Reviewed: 15-04-2021; Revised: 23-04-2021; Accepted: 07-05-2021; Published: 03-06-2021)
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
59 Pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengajar dalam kondisi
tertentu, sehingga kognitif, afektif dan psikomotor siswa berubah kearah yang lebih baik.
Kurikulum adalah suatu rencana yang dijadikan sebagai pedoman atau pegangan dalam kegiatan proses belajar mengajar Sukmadinata (2019). Kemudian pandemic Covid-19 ini mengakibatkan perubahan yang luar biasa, termasuk dalam bidang pendidikan.Seolah seluruh jenjang pendidikan
‘dipaksa’ bertransformasi untuk beradaptasi secara tiba-tiba untuk melakukan pembelajaran dari rumah melalui media daring (online).Ini tentunya bukanlah hal yang mudah, karena sepenuhnya siap.Berbagai aplikasi media pembelajaran pun sudah tersedia, baik pemerintah maupun swasta.
Pemerintah mengeluarkan surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Nomor 9/2018 tentang pemanfaatan Rumah Belajar. Pihak swasta pun menyuguhkan bimbingan belajar online seperti ruang guru dan lainnya.Akses-akses tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan. Anak Sekolah Dasar (SD) juga menggunakan media-media tersebut yang ditambah dengan penggunaan aplikasi zoom. Bukanlah hal yang mudah, karena anak belum bisa mengoperasikannya secara mandiri.Jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Pendidikan Tingkat Tinggi, ini membutuhkan inovasi dari pendidik agar siswa tidak jenuh, tanpa menghilangkan poin capaian pembelajaran.Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menginisasi program Belajar dari Rumah yang ditayangkan di TVRI. Program Belajar dari Rumah mulai tayang di TVRI sejak 13 April 2020, dimulai pukul 08.00. Pelaksanaan program ini merupakan kelanjutan dari langkah Kemdikbud menyediakan sarana yang bisa dipakai oleh para siswa/i untuk melaksanakan “Belajar dari Rumah”
selama pandemic Covid-19 Atsani (2020 : 82-84).
Berdasarkan wawancara yang saya lakukan melalui guru matematika di SMP Bunda Kasih Sudiang pada senin 26 Juli 2021, ada kendala yang dihadapi guru dimana kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa disebabkan siswa terbiasa pada proses belajar mengajar dimana hanya guru saja yang aktif, dan guru menjelaskan materi lalu siswa hanya mendengarkan saja penjelaskan materi tersebut.
Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia telah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum. Berdasarkan observasi yang saya lakukan di SMP Bunda Kasih Sudiang melalui wawancara kepada guru matematika, dijelaskan kendala yang dihadapi guru saat proses pembelajaran.
Untuk itu, melalui bimbingan online seperti ruang guru dan sumber belajar lainnya siswa dapat belajar tidak hanya disekolah saja tetapi juga dapat belajar dari rumah dengan memanfaatkan penyedian sumber belajar tersebut.
Salah satu aspek yang dikaji dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Kurlik, dkk (2017 : 4) menyatakan bahwa “pemecahan masalah matematika merupakan proses dimana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang belum dikenalnya”. Upaya dalam memecahkan masalah matematika salah satunya yaitu melalui model inquiry learning. Pembelajaran inkuirimenekankan kepada proses mencari dan menemukan. Proses menemukan itulah yang paling penting dalam pembelajaran. Ketika kita menemukan sesuatu yang kita cari, daya ingat kita akan lebih melekat dibandingkan dengan orang lain yang menemukannya. Demikian pula dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar, pikiran, perasaan, dan gerak motorik kita akan secara terpadu dan seimbang dalam merespon sesuatu yang diperoleh dari ikhtiar belajar melalui proses menemukan. Pembelajaran inqury menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
Beberapa variasi pembelajaran inkuiri telah dikembangkan menjadi model, misalnya model latihan inkuiri dan model inkuiri ilmiah. Fase-fase pembelajaran dalam model pembelajaran inkuiri tersebut mencakup proses inkuiri yang harus dilakukan oleh siswa. Secara umum inkuiri merupakan sebuah model yang dapat dipadukan dengan model lainnya dalam sebuah pembelajaran. Model inkuiri menekankan pada proses penyelidikan berbasis pada upaya menjawab pertanyaan. Inkuiri adalah
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
60 investigasi tentang ide, pertanyaan, atau permasalahan.Investigasi yang dilakukan dapat berupa
kegiatan laboratorium atau aktivitas lainnya yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi.
Proses yang dilakukan mencakup pengumpulan informasi, membangun pengetahuan, dan mengembangan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu yang diselidiki.
Siswa dapat belajar secara mendalam atau belajar dangkal dengan mengingat informasi yang disampaikan oleh guru.Pada umumnya pembelajaran yang dilakukan dengan metode ceramah dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang banyak, namun tidak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.Tidak semua informasi dapat diingat oleh siswa dan kemungkinan mereka juga tidak memahami secara mendalam tentang informasi yang disampaikan.Jadi pada umumnya pembelajaran dengan metode ceramah tidak membuat siswa belajar secara mendalam. Pembelajaran berbasis inkuiri (IBL) merupakan pembelajaran mendalam, di mana siswa belajar secara aktif dan memahami materi pelajaran secara signifikan.Belajar secara inkuiri tidak hanya merupakan kegiatan menjawab pertanyaan saja, namun mencakup kegiatan penyelidikan (investigasi), eksplorasi, menanyakan, mencari, meneliti, dan belajar. Kegiatan utama dalam pembelajaran inkuiri adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan, melakukan observasi, dan mengemukakan ide.
Ciri-ciri pembelajaran inkuiri Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan pendidik secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
Dengan demikian pembelajaran inkuiri menempatkan pendidik bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai fasilitator dan mativator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan pendidik dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Keunggulan pembelajaran inkuiri sebagai berikut: Pembelajaran inkuiri menekan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran inkuiri ini dianggap lebih bermakna, Pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada peserta siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, Inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman, dan Pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan belajar di atas rata-rata. Artinya, peserta didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar.
Di samping itu memiliki keunggulan, pembelajaran inkuiri juga memiliki kelemahan, diantaranya sebagai berikut: Jika strategi ini digunakan sebagai pembelajaran , maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, Pembelajaran inkuiri sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar, Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering pendidik sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan, dan Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
61 menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran inkuiri ini sulit diimplementasikan oleh setiap
pendidik.
Prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual, Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar, juga berorientasi pada proses belajar. Prinsip Interaksi, Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Prinsip Bertanya, Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru sebagai penanya, sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Prinsip Belajar untuk Berpikir, Belajar bukan hanya mengingat jumlah fakta, melainkan belajar adalah proses berpikir (Learning To Think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. dan Prinsip Keterbukaan, Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.Tugas pendidik adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Pembelajaran berbasis inkuiri akan lebih mudah diterapkan pada siswa yang memiliki keingintahuan (curiosity) yang tinggi. Pada umumnya seorang anak memiliki rasa ingin tahu tentang sesuatu, namun sering terjadi kesalahan dalam meningkatkan minatnya untuk belajar.Para pendidik juga sering melakukan kesalahan dengan mematikan rasa ingin tahu seorang siswa karena tidak dapat menjawab pertanyaan siswa tersebut.jadi model inquiry learning merupakan proses mencari dan menemukan atau proses secara mandiri untuk menyelesaikan suatu masalah.
Secara umum, proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
Tabel 1. Sintaks Model Inquiry Learning
No Langkah-Langkah pembelajaran Indikator
1 Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau pembelajaran yang dapat memberikan tanggapan. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan model pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemampuan siswa untuk berkreativitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
1. Memahami masalah 2. Merencanakan
pemecahan
2 Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada sesuatu persoalan yang mengandung teka teki. Dikatakan teka teki dalam rumusan masalah yang dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannyaatau setiap persoalan ada solusinya.Siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri.
2. Merencanakan pemecahan
3 Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
2. Merencanakan pemecahan
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
62 kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukanguru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak dengan mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan. Dalam model pembelajarn inkuiri, mengumpulkan data mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
2. Merencanakan pemecahan
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikannya. Kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
(Jumanta, 2015).Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Metode
Jenis penilitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) empiris. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk siklus yang meliputi tahapan-tahapan pelaksanaan, yakni: perencanaan, tindakan, pengamatan (observasi) dan refleksi.
Waktu penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Bunda Kasih Sudiang pada semester ganjil tahun ajaran 2020/2021.Wawancara dilakukan pada hari Senin, 26 Juli 2021.
Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang yang berjumlah 17 siswa, dimana laki-laki berjumlah 5 orang dan perempuan berjumlah 12 orang yang terdiri dari 1 kelas.
Sedangkan objek penelitian ini adalah pemecahkan masalah matematika dan penerapan Model Inquiry Learning.
Hasil Dan Pembahasan Hasil
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada siklus 1
Tabel 2. Presentase Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika untuk Setiap Indikator Siklus I
Indikator Presentase pada Siklus I
Memahami masalah, 70,14
Merencanakan permasalahan 72,38
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
63
Menyelesaikan masalah sesuai rencana 68,65
Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
48,13
Tabel 3. Statistik Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus I
Statistik Nilai Statistik
Subjek 17
Skor ideal 100
Skor rata-rata 63,82
Skor tertinggi 78
Skor terendah 41
Rentang skor 37
Median 64
Modus 56
Standar daviasi 10,513
Variansi 110,529
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada tes akhir siklus I yang dapat dilihat pada tabel 4.5 dimana 17 siswa yang mengikuti tes tersebut menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 63,82 dengan standar daviasi 10,513. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor minimum 41 dan skor maksimum 78.Rentang skor atau selisih antara skor tertinggi dan skor terendah adalah 37. Median sebesar 64 yang artinya 50% siswa yang memperoleh nilai dibawah 64 dan 50% siswa memperoleh nilai diatas 64. Variansi atau penyebaran data berpusat di 110,529.Modus atau nilai yang paling banyak diperoleh siswa yaitu 56.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Presentase Skor Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus I
Interval nilai Kategori Frekuensi Presentase(%)
90-100 Sangat baik 0 0
80-89 Baik 0 0
70-79 Cukup 7 41,18
60-69 Kurang 4 23,52
<60 Sangat Kurang 6 35,30
Jumlah 17 100
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel 4 maka dapat disimpulkan bahwa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah menggunakan model Inquiry Learningpada siklus I berada dalam kategori cukup.
Jika dikelompokkan kedalam kategori nilai ketuntasan, maka deskripsi ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada tabel frekuensi dan presentase ketuntasan dibawah ini
Tabel 5. Deskripsi Ketuntasan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus I
Skor Kriteria Frekuensi Presentase (%)
< 73 Tidak tuntas 12 70,59
(73-100) Tuntas 5 29,41
Jumlah 17 100
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
64 Sumber: data diolah
Tabel 5 menunjukkan bahwa 17 siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang, dapat disimpulkan bahwa banyaknya siswa yang masuk pada kategori tuntas yaitu 5 orang siswa dengan presentase 29,41%, sedangkan yang masuk pada kategori tidak tuntas yaitu 12 orang siswa dengan presentase 70,59%.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembebelajaran dengan menggunakan model inquiry learning pada siklus I belum tercapai atau belum dikatakan berhasil karena belum mencapai standar ketuntasan secara klasikal 85% dari 17 siswa.
Tabel 6. Hasil Angket Respon Siswa Siklus I No.
Siklus I
Ya Tidak
∑ % ∑ %
1. 6 35,29% 11 64,70%
2. 8 47,05% 9 52,94%
3. 12 70,58% 5 29,41%
4. 7 41,17% 10 58,82%
5. 9 52,94% 8 47,05%
6. 9 52,94% 8 47,05%
7. 10 58,82% 7 41,17%
8. 10 58,82% 7 42,17%
Jumlah 52,20% 47,78%
Sumber:data diolah
Tabel 7. Presentase Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika untuk Setiap Indikator Siklus II
Indikator Presentase pada Siklus I
Memahami masalah, 97,61
Merencanakan permasalahan 99,60
Menyelesaikan masalah sesuai rencana 90,47 Memeriksa kembali hasil yang diperoleh. 55,56 Sumber:data diolah
Untuk mengetahui hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diperoleh melalui pemberian tes akhir siklus. Adapun deskriptif secara kuantitatif skor dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Statistik Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus II
Statistik Nilai Statistik
Subjek 17
Skor ideal 100
Skor rata-rata 78,882
Skor tertinggi 92
Skor terendah 52
Rentang skor 40
Median 80
Modus 78
Standar daviasi 10,319
Variansi 106,485
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
65 Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada tes akhir siklus II yang dapat dilihat pada tabel 4.10 dimana 17 siswa yang mengikuti tes tersebut menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 78,882 dengan standar daviasi 10,319. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor minimum 52 dan skor maksimum 92.Rentang skor atau selisih antara skor tertinggi dan skor terendah adalah 40. Median sebesar 80 yang artinya 50% siswa yang memperoleh nilai dibawah 80 dan 50% siswa memperoleh nilai diatas 80. Variansi atau penyebaran data berpusat di 106,485.Modus atau nilai yang paling banyak diperoleh siswa yaitu 78.
Apabila skor hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika dikelompokkan kedalam kategori penilaian, berdasarkan pengkategorian maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 9
Tabel 9. Distribusi Frekuensi dan Presentase Skor Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus II
Interval nilai Kategori Frekuensi Presentase(%)
90-100 Sangat baik 1 5,89
80-89 Baik 9 52,94
70-79 Cukup 5 29,41
60-69 Kurang 0 0
<60 Sangat Kurang 2 11,76
Jumlah 17 100
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel 9 maka dapat disimpulkan bahwa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah menggunakan model Inquiry Learning pada siklus II berada dalam kategori baik.
Jika dikelompokkan kedalam kategori nilai ketuntasan, maka deskripsi ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada tabel frekuensi dan presentase ketuntasan dibawah ini
Tabel 10. Deskripsi Ketuntasan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Siklus II
Skor Kriteria Frekuensi Presentase (%)
< 73 Tidak tuntas 2 11,76
(73-100) Tuntas 15 88,24
Jumlah 17 100
Sumber: data diolah
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembebelajaran dengan menggunakan model inquiry learning pada siklus II tercapai atau dikatakan berhasil karena mencapai standar ketuntasan secara klasikal 85% dari 17 siswa. Karena presentase ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika berhasil yaitu 88,24 yang berada pada kategori tuntas maka penelitian ini terhenti disiklus II.
Tabel 11. Hasil Angket Respon Siswa Siklus II No.
Siklus II
Ya Tidak
∑ % ∑ %
1. 10 58,82% 7 41,17%
2. 12 70,58% 5 29,41%
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
66
3. 13 76,47% 4 23,52%
4. 10 58,82% 7 41,17%
5. 10 58,82% 7 41,17%
6. 11 64,70% 6 35,29%
7. 11 64,70% 6 35,29%
8. 14 82,35% 3 17,64%
jumlah 66,90% 33,08%
Sumber: data diolah Pembahasan
Dalam penelitian ini diterapkan model Inquiry Learning. Dimana fase pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Siklus I. Berdasarkan tahap perencanaan peneliti telah menyusun bahan ajar sebelum memulai pembelajaran dengan RPP yang telah disusun menggunakan model Inquiry Learning, dimana Inquiry Learning merupakan proses mencari dan menemukan atau proses secara mandiri untuk menyelesaikan suatu masalah.
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan empat kali pertemuan dimana tiga kali pertemuan dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning dan satu kali pertemuan digunakan untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Model Inquiry Learning merupakan model pembelajaran yang baru bagi mereka dimana dalam model Inquiry Learning ini siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan analisis data deskriptif pada siklus I menunjukkan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang setelah diterapkannya model Inquiry Learning. Terdapat siswa yang memperoleh skor dalam kategori sangat baik dengan presentase 0% yang berada pada rentang 90-100.Terdapat yang memperoleh skor dalam kategori baik dengan presentase 0% yang berada pada rentang 80-89.
Terdapat 7 orang siswa yang mendapat skor dalam kategori cukup dengan dengan presentase 41,18%
yang berada pada rentang 70-79. Terdapat 4 orang siswa yang mendapat skor dalam kategori kurang dengan presentase 23,52% yang berada pada rentang 60-69, dan terdapat 6 orang siswa yang mendapat skor dalam kategori sangat kurang dengan presentase 35,60% yang berada pada rentang <60. Pada siklus Inilai rata-rata yang diperoleh adalah 63,82 dengan frekuensi siswa yang tuntas yaitu 5 orang dengan presentase 29,41%. Jika dilihat dari kriteria keberhasilan yang telah diterapkan berdasarkan penilaian KKM maka 85% siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang harus memperoleh nilai minimal 73. Sehingga pada siklus I ini belum bisa dikatakan berhasil karena perolehan presentase ketuntasannya masih berada pada 29,41%.
Berdasarkan presentase hasil observasi aktivitas siswa siklus I pada indikator 1, 2, 3,4, dan 6 selalu meningkat ditandai dengan presentase aktivitas siswa pada pertemuan pertama dan kedua yang selalu meningkat. Sedangkan pada indikator 5 dan 7 pada pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga siswa masih belum bisa memberikan pertanyaan kepada kelompok lain serta belum bisa mendeskripsikan hasil pekerjaan mereka. Sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa masih banyak kekurangan pada masing-masing indikator sehingga perlu adanya peningkatan terhadap aktivitas siswa pada siklus berikutnya.Aktivitas guru juga masih terdapat kekurangan yang terjadi pada saat guru melaksanakan pembelajaran seperti kurang memberikan motivasi.Hal ini menjadi refleksi bagi peneliti untuk menjadi bahan perbaikan pada pelaksanaan siklus II. Respon siswa yang diperoleh dengan menerapkan model Inquiry Learning dapat dikategorikan cukup sehingga pada pelaksanaan pembelajaran berikutnya respon siswa harus melampaui respon cukup pada siklus I.
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
67 Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I yang telah dijelaskan pada tahap refleksi
akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Dengan demikian pada siklus I dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model Inquiry Learning belum bisa dikatakan berhasil dan perlu dilanjutkan ke siklus II.
Siklus II. Berdasarkan analisis deskriptif hasil kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang memperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus II meningkat sebesar 78,882. Kemudian pada siklus II kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mencapai ketuntasan klasikal yaitu 88,24% dari KKM yang ditentukan oleh SMP Bunda Kasih Sudiang. Dalam hal ini, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang dikategorikan meningkat dimana dari 17 siswa yang mengikuti tes siklus II terdapat 15 siswa yang tergolong tuntas dengan presentase 88,24%. Kemudian aktivitas siswa juga meningkat dari siklus I ke siklus II dalam kategori sangat aktif.
Aktivitas guru sebagai pengolah pembelajaran pada siklus II berada pada kategori sangat aktif lebih meningkat dari siklus I dan secara keseluruhan melaksanakan aktivitas sesuai langkah-langkah yang direncanakan dan berdasarkan respon siswa yang telah diperoleh dengan menerapkan model Inquiry Learning dapat dikategorikan kuat dari indikator 1 sampai 8.Jadi dapat disimpulkan bahwa respon siswa meningkat dari siklus sebelumnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model Inquiry Learning pada siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Wibowo (2015) yang bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran Inquiry Learning.Pada penelitian sebelumnya, dengan menggunakan model Inquiry Learning dapat meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa. Dengan demikian model Inquiry Learning salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas VII.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Astimar (2020) yaitu penelitian sebelumnya untuk meningkatkan hasil belajar, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Pada penelitian sebelumnya membuktikan bahwa dengan menggunakan model Inquiry Learning dapat meningkatkan hasil belajar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa dengan mererapkan model Inquiry Learning maka kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat. Dimana skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang dilihat dari hasil belajar siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang dari siklus I dan siklus II meningkat dari 63,823 menjadi 78,882 dan peningkatan jumlah siswa yang tuntas dari 5 orang siswa pada siklus I menjadi 15 orang pada siklus II.Dengan demikian hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP Bunda Kasih Sudiang dikatakan meningkat.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas dapatmemberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Guru dapat menggunakan model Inquiry Learning dalam pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
68 2. Untuk menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah matematika, guru harus
membiasakan siswa untuk menggunakan tahapan polya yaitu memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali.
3. Diharapkan kepada pihak sekolah untuk mendorong guru-guru dalam mengembangkan penerapan model Inquiry Learning untuk meningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
4. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya meneliti dengan menggunakan model Inquiry Learning dengan tidak terbatas pada kemampuan pemecahan masalah matematika saja.
5. Bagi guru matematika maupun pembaca agar lebih variatif lagi menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Ucapan terima kasih
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada ayah dan ibu serta orang-orang terdekat, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Referensi
Asmayani, D. (2019). Model Pembelajaran Inquiry dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VIII MTs Negeri Terbing Empat Lawang. Jurnal Ta'dib, 19(01). 43-44.
Delif, Z. dkk. (2020). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Inkuiri di Kelas Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Tambusa, 4(3). 2662.
Dipl, H. (2016). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Grata Indonesia.
Febriyanti, T. dkk.(2019). Efektivitas Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 1 Kendari.JurnalPenelitian Pendidikan Matematika, 7(3). 44-45.
Isrok’atun, dkk. (2018). Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jumanta, H. (2015). Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Linda, N. F. (2019). Smart Pocket Matematika. Yogyakarta: CV Solusi Distribusi.
Maesari, C. dkk. (2019). Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar. Journal On Teacher Education, 1(1).
97.
Mairing, J. P. (2018). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: Alfabeta, CV.
Muhammad, D. D. (2017). Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal Kajian. 03(02). 334.
Nuraini, dkk. (2018). Hubungan antara Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar pada Mata Pembelajaran Kimia Kelas X SMA Negeri 5 Pontianak. Al-Razi Jurnal Ilmiah. 6(1):34.
Razali, M. T. dkk.(2015). Inovasi Kurikulum Dalam Pengembangan Pendidikan.Jurnal Edukasi. 1(2).
217.
Sani, I. K. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Kata Pena.
Sani, R. A. (2019). Strategi Belajar Mengajar. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
e-ISSN: 2775-0442 | ARITMATIKA: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika STKIP YPUP Makassar
69 Santi, V. (2020).Penerapan Model Inquiry Learning Untuk MeningkTKn Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Pertidaksamaan Mutlak.Jurnal Penelitian Tindakan Kelas. 20(3).1 Suharsimi, A. dkk. (2015). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tampubolon, S. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. PT Gelora Aksara Pratama.
Trianto, (2010).Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prwnada Media Group.
Utami Frida, dkk. (2019). Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Luas Permukaan Bangun Sisi Datar. Jurnal Math Educator Nusantara (JMEN). 5(01). 6.
Wibowo, W. C. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran Inquiry Learning pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Pada Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zainuddin, A. K. (2020). Transformasi Media Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Studi Islam, 1(1). 82-84.
Info lebih lanjut Hubungi
LPPM STKIP YPUP Makassar Jalan Andi tonro no. 17 Makassar