4 (2) (2021) 92-102
Journal of Curriculum Indonesia
http://hipkinjateng.org/jurnal/index.php/jci
Peningkatan Keprofesian Guru dalam Penulisan Best Practice melalui Workshop bagi Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP di Kota Semarang
B. Wahyudi Joko Santoso, Mohamad Yusuf Ahmad Hasyim, Andy Moorad Oesman
Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Articles
____________________
Keywords:
Workshop, penulisan Best Practice, guru Bahasa Indone- sia, SMPN Kota Semarang _________________________
Abstract
________________________________________________________________
Salah satu masalah yang dialami guru-guru bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Semarang peningkatan kualitas artikel ilmiah berbentuk best article sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat. In Semarang city, there are about 170 teachers of Indonesian language, many teacher (about 85%), who have never been wrote scientific papers called Best Practice for several years. The method used is workshop, education and training with Zoom apps. This method shows a very useful during Covid 19 pandemic. Hasil pengabdian pada masyarakat Peningkatan Keprofesian Guru dalam Penulisan Best Practice Melalui Workshop bagi Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP Di Kota Semarang 2021 cukup memuaskan karena lebih dari setengah peserta workshop mencapai hasil baik hingga baik sekali. Dari 40 peserta workshop secara kuantitatif ada 21 peserta (52,5%) yang sudah selesai membuat laporan. Dan ada 19 peserta belum menyerahkan laporan Best Practice. Adapun secara kualitatif, laporan ke-21 peserta yang sudah menyelesaikan laporan Best Practice tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: jumlah peserta berkategori baik sekali (A) 9 orang , peserta berkategori lebih dari baik (AB) ada 9 orang, dan ada 3 orang berkategori baik (B).
e-ISSN 2549-0338
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021) PENDAHULUAN
Kegiatan pelatihan dan pendidikan (workshop) bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik- baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan Cowling & Phillips James (1996 :110) memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai.” [disalin dari https ://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/07/pelatihan-dalam- rangka-pengembangan-profesi-guru/].
Situasi di lapangan menunjukkan bahwa jumlah SMPN di Kota Semarang sebanyak 44 sekolah negeri (belum yang swasta) dan masing-masing sekolah terdapat 3-4 guru bahasa Indonesia, atau sekitar 170-an guru. Dari 170 guru ASN tersebut, baru sekitar 26 guru atau 15 % yang sudah memiliki karya ilmiah Best Practice. Karya ilmiah jenis ini sebenarnya tidak wajib sehingga yang termotivasi menulis cukup rendah. Walaupun karya ilmiah ini tidak wajib (tidak seperti PTK atau PTS), tetapi karya ini diperhitungkan sebagai penilaian Satuan Kinerja Pegawai (SKP) atau penilaian kinerja guru dan diperhitungkan sebagai angka kredit untuk kenaikan pangkat dengan bobot skor 2 (dua).
Menurut Ketua MGMP bidang studi Bahasa Indonesia tingkat SMP Kota Semarang, Ibu Anny Handayani, persentase guru yang melakukan PTK pun masih rendah walaupun karya ini wajib, khususnya bagi guru Golongan III-d ke atas, yakni sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat dan golongan. Apalagi karya ilmiah Best Practice yang tidak diwajibkan, katanya. Dengan demikian, situasi penulisan karya ilmiah bagi guru SMP di Kota Semarang masih sangat memprihatinkan, baik untuk karya ilmiah yang diwajibkan maupun yang tidak diwajibkan. Masih menurut Ketua MGMP tersebut, kegiatan penulisan Best Practice lebih cocok dilakukan di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini dari pada penulisan PTK atau PTS.
Di samping hal itu, ada situasi yang tidak kondusif, yakni (1) guru malas membaca dan menulis, (2) guru lebih sibuk dengan kegiatan lain, misal mengurus administrasi sekolah dan atau mengurus keluarga, (3) guru tidak lama lagi pensiun, (4) guru terkendala dengan IT (information techonology), dan (5) persyaratan naik pangkat susah dan kenaikan finansial tidak signifikan.
Dari analisis situasi di atas, muncullah permasalahan yang sangat mendasar, yakni motivasi untuk menulis karya ilmiah di kalangan guru, khususnya guru Bahasa Indonesia tingkat SMP di Kota Semarang masih sangat rendah. Di samping itu, guru juga belum memahami Best Practice dengan tepat dan juga belum pernah memiliki karya ilmiah jenis ini sehingga belum memiliki gambaran dengan benar. Dampaknya, kualitas pembelajaran dan peningkatan SDM guru sebagai guru yang 93profesional patut dipertanyakan. Dampak selanjutnya adalah tersendatnya kenaikan pangkat guru sudah mendapatkan tunjangan profesi setiap bulannya. Tim pengabdi sangat yakin bahwa guru akan menjadi lebih termotivasi untuk menulis karya ilmiah dengan adanya workshop
„pendidikan dan pelatihan‟ ini apalagi tanpa dipungut biaya.
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir yang ditujukan untuk para karyawan non-manajerial (baca: guru) dengan maksud mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dengan tujuan terbatas (Martoyo, 1996:
55). Adapun Wexley dan Yulk (Mangkunegara, 2009: 43) mengemukakan bahwa “pelatihan dan pengembangan adalah istilah yang mengacu pada upaya yang direncanakan, dirancang guna memfasilitasi perolehan keterampilan, pengetahuan dan sikap oleh anggota organisasi.
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
Pengembangan lebih pada peningkatan keterampilan, pengambilan keputusan, dan hubungan manusia dan presentasi materi yang lebih sempit.”
Salah satu jenis kegiatan untuk menunjang profesionalime guru adalah pendidikan dan pelatihan karya ilmiah yang yang disebut praktik terbaik (Best Practice). Best Practice adalah sebuah karya tulis yang menceritakan pengalaman terbaik dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan sehingga mereka mampu memperbaiki mutu layanan pendidikan dan pembelajaran di sekolah (Apandi, 2018).
Adapun Samosir (2017) menyatakan bahwa Best Practice adalah cerita keberhasilan terbaik dari guru kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan dalam menyelesaikan masalah ketika melaksanakan tugas. Cerita keberhasilan terbaik bukan laporan hasil Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK), tetapi pada keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya. Tugas pengawas sekolah meliputi pengawasan akademik dan manajerial. Adapun tugas guru dibatasi pada pembelajaran di kelas [disalin dari https://www.scribd.com/document/3502982 66/Pengertian-Best-Practice].
Kita semua memahami betul bahwa guru adalah jabatan profesi yang dijamin Undang- Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 sehingga seorang guru wajib melaksanakan tugasnya secara profesional. Pada pasal 7 (1) tercantum prinsip-prinsip profesionalias, yakni profesi guru (dan juga profesi dosen) merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut ini: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; I memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; dst.
Dengan demikian, seorang guru dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, idealis (bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan pendidikan, pengakuan masyarakat, dan kode etik yang pendidikan (dikutip dari http://staffnew.uny.ac.id/upload/131569339/pengabdian/pengembangan-keprofesionalan-
berkelanjutan.pdf.).
Hal tersebut juga didukung dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu, profesionalisme guru senantiasa dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing di forum regional, nasional, dan internasional.
Sehubungan dengan hal tersebut, seorang guru wajib terus-menerus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan siswa memiliki keterampilan belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas- tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan 94endid secara harmonis (learning to live together) (dikutip dari http://www.ktiguru.org/index.php/profesiguru).
Dengan demikian, kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini bersifat problem solving, komprehensif, bermakna, dan berkelanjutan (sustainable) dengan sasaran yang tidak tunggal dan melibatkan beberapa stakeholder (Dinas Pendidikan Kota Semarang, Pengawas Sekolah, Kepala
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
Sekolah, guru, siswa, dan orang tua murid) sehingga menurut hikmat kami, proposal ini layak didanai untuk dilaksanakan.
Berdasarkan pada analisis situasi dan permasalahan di atas, maka solusi permasalahan dapat diuraikan sebagai berikut. Berkenaan dengan kekurangsadaran guru dalam menulis karya ilmiah, Tim Pengabdi akan menyadarkan guru perihal pentingnya menulis karya ilmiah dan publikasi (khususnya Best Practice), karena hal itu diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri (Kepmenpan & RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
& Angka Kreditnya). Sebagai penghargaan dari pemerintah, mereka pun diberi tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji setiap bulannya. Maka mereka semestinya menyikapi hal tersebut secara arif dan positif,
Purwanto (1988) mendefinisikan motivasi sebagai suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi memiliki peran penting dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan hasil akademik yang lebih baik (Christiana, 2009). Hal itu dikarenakan seseorang yang memiliki motivasi, ia memiliki energi untuk bergerak, dan mampu mempertahankannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seseorang yang memiliki motivasi umumnya akan mampu menyelesaikan tujuan yang ingin dicapainya walaupun di dalam perjalanan mendapatkan tujuan tersebut, dia akan menghadapi rintangan yang tidak sedikit.
Berkaitan dengan kekurangpahaman guru profesional, Tim Pengabdi akan memaparkan pengertian “guru profesional” sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri terkait,” ciri-ciri guru professional, hak dan kewajiban guru, berbagai kegiatan guru yang menunjang profesionalisme mereka, dan sebagainya.
Pengembangan profesi guru adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu baik bagi proses belajar- mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan dan kebudayaan. Adapun kegiatan pengembangan profesi yang dimaksud adalah 1) membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, 2) menemukan teknologi di bidang pendidikan, 3) membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan, 4) menciptakan karya seni, dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum, 5) menulis buku, 6) menulis modul (Permendiknas No 18 tahun 2007). Dengan demikian, menulis karya ilmiah merupakan salah satu pilihan kegiatan yang penting dilakukan guru guna mendukung pencapaian
puncak karir/jabatannya [disalin dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131405892/pengabdian/4penulisan-karya-ilmiah-bagi-guru.pdf].
Mengacu Kepmenpan & RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru &
Angka Kreditnya, pada Bab V Unsur dan Subunsur Kegiatan Guru, Pasal 11, poin c, yang dinilai angka kreditnya adalah pengembangan keprofesian berkelanjutan, yang meliputi 1. Pengembangan diri (mengikuti diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru), 2. Publikasi ilmiah (publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru), 3. Karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan/menciptakan karya seni; membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum; dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
Kemudian berkenaan dengan kekurangpahaman guru perihal Best Practice, yakni inti permasalahan yang dihadapi mitra, Tim Pengabdi akan memberikan materi Best Practice yang meliputi pengertian Best Practice, ciri-cirinya, tujuan penulisan, prinsip dasar penyusunan Best Practice, dan sistematika penulisannya. Di samping itu, Tim Pengabdi akan memberikan bimbingan penulisan Best Practice tahap demi tahap kepada guru (peserta) hingga selesai pembuatan draf.
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
Menurut Apandi (2018), Best Practice tidak selalu dengan langkah yang besar dan
“revolusioner” yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan dalam menyelesaikan masalah, tetapi bisa juga melalui sebuah langkah kecil, penerapan pendidikan-alternatif pemecahan masalah yang sederhana, tetapi efektif dan dampaknya terasa oleh sekolah.
Karakter utama Best Practice adalah tindakan-tindakan taktis dan praktis untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam mengatasi masalah. Misalnya, meningkatkan kedisiplinan warga sekolah melalui penerapan budaya malu, peningkatan kesadaran warga sekolah dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah melalui Gerakan Pungut Sampah, peningkatan kemampuan guru dalam menyusun administrasi pembelajaran dan mengelola pembelajaran melalui diskusi grup terfokus KKG sekolah, dan sebagainya.
Masih menurut Apandi (2018), sistematika Best Practice beragam, tergantung latar belakang atau pengalaman penulisnya, institusi yang menerbitkan, atau panitia lomba yang menyusun, karena Best Practice juga sering dilombakan. Walau berbeda dari sisi sistematika, tetapi substansinya sama, yaitu menceritakan tentang pengalaman terbaik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran atau pengelolaan layanan pendidikan di sebuah satuan pendidikan.
Secara umum, sistematika Best Practice sebagai berikut: A. Latar Belakang Masalah, B.
Identifikasi Masalah, C. Tujuan, D. Hasil yang Diharapkan, E. Pelaksanaan dan Hasil Penyelesaian Masalah, dan F. Simpulan dan Saran.
Ciri-ciri Best Practice yang baik dapat disampaikan sebagai berikut ini:
1. Mengembangkan cara baru dan inovatif dalam penyelesaian masalah pendidikan 2. Membawa perubahan atau hasil yang signifikan
3. Mampu mengatasi persoalan secara berkelanjutan 4. Mampu menjadi model atau inspirasi bagi guru lain
5. Cara dan metode yang dilakukan bersifat ekonomis dan efisien
Selanjutnya, ada beberapa prinsip penulisan Best Practice yang wajib dipahami penulis sebagai tampak di bawah ini.
1. Prinsip APIK (asli, perlu, ilmiah, dan konsisten) 2. Prinsip kreatif. Inovatif, dan kebaruan
3. Prinsip perbaikan mutu berkelanjutan 4. Prinsip integritas
Adapun tujuan penulisan Best Practice adalah sebagai berikut.
1. Menyelesaikan masalah pendidikan
2. Membangun kepekaaan dan kemampuan berpikir kritis 3. Menciptakan inovasi dan mutu layanan 8 standar pendidikan
4. Membangun kemampuan penelitian dalam menyusun penyelesaian masalah secara logis dan sistematis (semuanya disalin dari https://id.wikipedia.org/wiki/Praktik_terbaik).
Menurut Hasan Alwi, dkk. (1993 :142), ciri-ciri atau karakteristik bahasa ilmiah yang digunakan dalam wacana ilmiah dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Menggunakan kata atau istilah yang nonfigurative (istilah-istilah yang baku dalam karya ilmiah)2.
Menggunakan kalimat-kalimat efektif (fungsi-fungsi sintaksisnya jelas)3.
Menghindari bentuk persona atau pengakuan dengan tujuan untuk menjaga objektivitas4.
Mengutamakan keterpaduan dan keruntutan isi.Suatu wacana ilmiah dikatakan padu apabila wacana itu memiliki tiga kriteria, yakni kohesi, koherensi, dan kelengkapan.
1.
Kohesi: Adanya kohesi atau kesatuan kohesi sebuah wacana dapat dicapai apabila semua kalimat yang membangun paragraph dalam wacana itu secara utuh-sama menyatakan sebuah maksud tunggal atau tema tunggal. Dengan kata lain, sebuah wacana dikatakanJournal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
memiliki kesatuan jika semua kalimat yang membangun paragraph dalam wacana tersebut mendukung sebuah pikiran utama. Dengan demikian, setiap paragraph hanya mengandung sebuah pikiran utama atau satu pokok pikiran. Pikiran utama atau pokok pikiran yang didukung sebuah paragraph biasanya ditempatkan dalam sebuah kalimat topik atau kalimat pokok.
2.
Koherensi: Adanya koherensi atau kepaduan koherensi wacana dapat dilihat dari kepaduan hubungan antara kalimat-kalimat yang membentuk suatu paragraph.Hubungan antara ide-ide yang terdapat dalam paragraph baik ide pokok dan ide- ide penjelas hendaknya mudah ditangkap oleh pembaca. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengungkapkan gagasan secara teratur dan tidak menyimpang dari gagasan utama.
Kepaduan sebuah gagasan dalam sebuah wacana dapat dilakukan dengan cara mengulang bagian kalimat yang dianggap penting.
3.
Kelengkapan: Sebuah wacana dikatakan lengkap apabila terdiri paragraph pembuka, paragraph penghubung, dan paragraph penutup. (lihathttps://www.kompasiana.com/jokowinarto/55018e97813311eb18fa8509/ciriciri- bahasa-ilmiah.
Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk membekali pengetahuan teoretis perihal Best Practice kepada peserta (guru SMP di Kota Semarang): Dan untuk meningkatkan keterampilan praktis menulis ilmiah (Best Practice) kepada peserta (guru SMP di Kota Semarang).
Adapun manfaat kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini membantu peningkatan profesionalitas kepada peserta (guru SMP di Kota Semarang). Dan membantu peserta (guru SMP di Kota Semarang) dalam mendapatkan kredit poin untuk kenaikan pangkat.
METODE
Metode pelaksanaan pengabdian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap pertama, ketua pengabdi berdiskusi dengan anggota untuk membicarakan rencana pembuatan prosposal. Setelah terjadi kesepakatan, maka ketua minta para anggota untuk mengirimkan biodata masing-masing.
Setelah itu, ketua pengabdian menghubungi calon mitra (Ketua MGMP bidang studi bahasa Indonesia tingkat SMPN di Kota Semarang) untuk menyampaikan maksud Tim Pengabdi dan menanyakan kesediaan yang bersangkutan untuk dijadikan mitra pengabdian. Di samping itu juga menanyakan situasi dan permasalahan yang dihadapi para guru yang tergabung dalam MGMP bidang studi bahasa Indonesia tingkat SMPN berkenaan dengan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Setelah dipahami permasalahan yang dihadapi mitra pengabdian, ketua Tim menawarkan solusi pemecahannya, yaitu workshop penulisan Best Practice. Sesudah terjadi kesepakatan, maka ketua Tim Pengabdi menghubungi tiga mahasiswa dan 1 staf tenaga kependidikan untuk menanyakan kesediaan mereka dalam membantu pelaksanaan pengabdian ini.
Tahap kedua, ketua pengabdi dan mitra juga menyepakati waktu, cara penyampaian materi workshop, dan jumlah peserta. Dari segi waktunya, kegiatan pengabdian ini akan dilakukan setelah hari raya Idul Fitri 2021 dan cara penyampaian workshop akan dilakukan secara “dalam jaringan (daring)” mengingat masih adanya pembatasan kegiatan di luar rumah karena adanya wabah Covid- 19. Kegiatan direncanakan berlangsung 4 kali pertemuan, yakni a. pada hari I, pemaparan materi Best Practice dan tanya jawab, dilanjutkan pembuatan judul dan Pendahuluan (Bab I), b. pada hari II, penulisan dan pembimbingan kajian pustaka (Bab II),
c. pada hari III, penulisan dan pembimbingan pembahasan/analisis (Bab III), d. pada hari IV, penulisan simpulan, saran, daftar pustaka (Bab IV).
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
Metode ini diyakini dapat meningkatkan standar SDM (guru) yang diamanatkan UU dan sejumlah peraturan terkait dan Lembaga terkait, seperti Dinas Pendidikan Kota Semarang, sehingga kegiatan ini dapat meningkatkan knowledge, skill, attitude, dan behavior guru dalam mewujudkan guru profesional di Kota Semarang pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Adapun jumlah peserta pada tahap awal ini dibatasi maksimal 50 peserta.
Tahap ketiga (terakhir), ketua Tim Pengabdi dan anggota merancang proposal pengabdian dengan tugas masing-masing. Ketua pengabdian sebagi penanggung jawab umum menyusun proposal secara umum, anggota-1 menyusun RAB, dan anggota-2 menyusun materi workshop.
Dalam pelaksanaan pengabdian ketua menyampaikan paparan materi Best Practice. Para anggota menyimak dan mungkin juga memberikan tambahan. Dalam tahap pelaksanaan, Tim pengabdi membimbing peserta tahap demi tahap dalam penulisan Best Practice hingga selesai. Ketiga mahasiswa membantu dalam penyusunan laporan kemajuan, laporan akhir, dan draf artikel. Staf tenaga kependidikan bertugas menyusun perlengkapan adiministrasi keuangan.
Berkenaan dengan partisipasi sekolah mitra dalam pelaksanaan dapat disampaikan sebagai berikut:
1.
Sekolah mitra menginformasikan kepada peserta pengabdian bahwa ada tawaran kerja sama dalam bentuk pengabdian dari Tim Unnes2.
Sekolah mitra membentuk panitia kecil internal3.
Sekolah mitra mengundang peserta4.
Sekolah mitra menjadi penyelenggara pelaksanaan pengabdian hingga selesai di lapangan.Dengan mengikuti prosedur kerja tersebut secara baik, maka kemungkinan besar peserta akan berhasil menyusun draf Best Practice dengan baik dan benar sehingga memenuhi prinsip-prinsip karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan dua model, yaitu model tatap muka dan non-tatap muka. Model tatap muka dilakukan selama 4 kali, yakni tanggal 8, 9, 13 dan 14 Juli 2021 yang dilaksanakan secara daring mengingat masih masa PPKM Pandemi Covid-19. Adapun model non- tatap muka dilakukan di rumah atau di sekolah peserta, sehingga bila waktu Pendidikan dan Pelatihan diakumulasikan, maka kegiatan ini mencapai 32 jam.
Hasil kegiatan pengabdian selama 32 jam tersebut dapat disampaikan pada Tabel 1 berikut ini.
Table 1. Hasil Kinerja Pelatihan dan Penulisan Best Practice di SMP Kota Semarang Nama
Inisial
Judul Bab I Bab II Bab III BAB IV
Daftar Referensi
Keterangan
AH Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
SHt Ada Ada ada ada ada Ada Lengkap,
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan
pada buku 4
SL Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
LH Ada Ada Belum
Ada
Ada Ada Ada Belum lengkap
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan
pada buku 4
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021) Nama
Inisial
Judul Bab I Bab II Bab III BAB IV
Daftar Referensi
Keterangan
Sp Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
Kt Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan IBS Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
IS Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
ABP Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
ACO Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap,
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan DWR Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan ST Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan Stk Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan BB Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
SBH Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
NN Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
TU Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
Spy Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan Tng Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
AP Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
CS Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan LH Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
ML Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
DRH Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
Sg Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan LP Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan DE Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
SS Ada Ada Belum
ada
Ada Ada Ada Lengkap,
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan
SMh Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
RRS Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap,
sistematika penulisan
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021) Nama
Inisial
Judul Bab I Bab II Bab III BAB IV
Daftar Referensi
Keterangan belum sesuai ketentuan
Smy Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
Mth Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
SK Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
EAM Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan SCh Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan Ltt Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
FXJ Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap,
sistematika penulisan belum sesuai ketentuan
SHy Ada Ada Belum
Ada
Ada Ada Ada Lengkap, sistematika penulisan belum sesuai
ketentuan AI Belum
ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada
Belum ada Belum menyerahkan
INM Ada Ada Ada Ada Ada Ada Lengkap
Dari 40 peserta Pendidikan dan Pelatihan Penulisan Best Practice di atas dapat diketahui bahwa secara kuantitatif ada 21 peserta (52,5%) yang sudah selesai membuat laporan. Dari 21 peserta tersebut, laporan 8 peserta (38%) belum sesuai ketentuan penulisan, yakni buku Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru 4 : Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dan Angka Kreditnya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019) dan terdapat 19 peserta (47,5%) yang sama sekali belum menyerahkan laporan Best Practice.
Adapun laporan dari 8 peserta (38%) yang belum sesuai dengan ketentuan sistematika pada buku pedoman penulisan tersebut, dapat disampaikan sebagai berikut: peserta no 2, 4, 10, 28, 30, 34, 37 dan 38, sedangkan ketidaksesuaian penulisan yang ditemukan yaitu menggabungkan kajian pustaka dan metode ada 5 peserta (no 2, 10, 30, 34 dan 37), tanpa kajian pustaka yang cukup ada 3 peserta (no 4, 28, 38) (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E).
Adapun secara kualitatif, laporan ke-13 peserta (62%) yang sudah menyelesaikan laporan Best Practice tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: 9 peserta berkategori baik sekali (A), 4 peserta berkategori lebih dari baik (AB). Adapun dari 8 peserta (20%) yang laporannya belum sesuai dengan ketentuan penulisan tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: yang menggabungkan kajian pustaka dan metode ada 5 peserta dengan berkategori lebih dari baik (AB). Adapun yang belum ada kajian pustaka sebagaimana mestinya ada 3 berkategori baik (B). Jadi, dari 21 laporan peserta yang terkumpul dapat diketahui jumlah peserta berkategori baik sekali (A) 9 orang , peserta berkategori lebih dari baik (AB) ada 9 orang, dan ada 3 orang berkategori baik (B), baik dari aspek bahasa dan tanda baca (notasi ilmiah), isi, serta sistematika penulisan. Namun, dari aspek pembahasan dan kemutakhiran referensi masih belum baik.
SIMPULAN
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021)
Berdasarkan pembahasan hasil dapat disimpulkan bahwa pengabdian pada masyarakat Peningkatan Keprofesian Guru dalam Penulisan Best Practice Melalui Workshop bagi Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP Di Kota Semarang cukup memuaskan karena lebih dari setengah peserta workshop mencapai hasil baik hingga baik sekali.
Oleh sebab itu, kami menyarankan untuk diadakan evaluasi dan tindak lanjut serta pendampingan supaya laporan Best Practice dapat diselesaikan dengan baik. Walaupun demikian ada dua hal yang dapat disampaikan di sini sebagai suatu temuan dalam laporan ini, yaitu (a) adanya peningkatan pemahaman perihal konsep-konsep dasar penulisan Best Practice oleh peserta pelatihan sebanyak 40 orang. (b) peserta pengabdian mampu membuat draf Best Practice walaupun masih perlu direvisi baik dalam segi bahasa dan isi. Adapun yang belum menyerahkan laporan Best Practice yang berjumlah 19 orang tidak dapat kami evaluasi.Tim Pengabdi optimis bahwa mereka tetap berkomitmen untuk menyelesaikan penulisan Best Practice mereka karena termotivasi untuk menjadi guru profesional yang salah satu tolok ukurnya adalah karya ilmiah Best Practice.
Dengan melihat simpulan di atas, Tim Pengabdi merekomendasikan tiga hal, yakni pertama, peserta pengabdian sebagai agen perubahan harus banyak membaca dan menulis karya ilmiah apapun bentuknya sebagai upaya pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Kedua, kepala sekolah seyogyanya memberikan keteladanan/ menjadi role model pembuatan penulisan Best Practice bagi guru (koleganya). Ketiga, dinas terkait perlu memberikan kelonggaran waktu dan situasi kerja yang lebih kondusif kepada para peserta pengabdian supaya mereka bisa membaca dan menulis karya ilmiah sebagai wujud pengembangan profesi berkelanjutan (PKB) sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat. 2008. Konsep Pelatihan Guru.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/07/pelatihan-dalam-rangka-pengembangan-profesi- guru. [diunduh, 13 Maret 2021].
Susilo Martoyo. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.
Anwar Prabu Mangkunegara. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Idris Apandi. 2018. Teknik Menulis "Best Practice" bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
https://www.kompasiana.com/idrisapandi/5ac5c1eacbe5230e1d5c0132/tekn ik-menulis-best-practice- bagi-pendidik-dan-tenaga-kependidikan?page=all. [diunduh, 10 Februari 2021].
Aldon Samosir. 2017. Pengertian Best Practice. https://www.scribd.com/document/350298266/Pengertian-Best- Practice. [diunduh, 12 Maret 2021].
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
http://sindikker.dikti.go.id/dok/UU/UUNo142005(Guru%20&%20Dosen).p df. [diunduh, 15 Februari 2021].
Amat Jaedun. 2009. Pengembangan Keprofesionalan Guru Secara Berkelanjutan.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131569339/pengabdian/pengembangan -keprofesionalan- berkelanjutan.pdf. [diunduh, 14 Maret 2021].
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
http://jatim.kemenag.go.id/file/file/peraturantentangPNS/vsef1413864091.p df. [diunduh, 9 Februari 2021].
http://www.ktiguru.org/index.php/profesiguru. [diunduh, 9 Februari 2021].
Peraturan Menteri Negara dan Reformasi Birokrasi No 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
http://babel.kemenag.go.id/file/file/PeraturanLainnya/okvz1389150971.pdf. [diunduh, 27 Februari 2021].
Journal of Curriculum Indonesia 4 (2) (2021) M. Ngalim Purwanto. 1988. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remadja Karya CV.
Christiana, I. O. 2009. Influence of motivation on students’ academic performance. Social Sciences, 4(1), 30–36. [dikutip dari http://medwelljournals.com/abstract/?doi=sscience.2009.30.36].
Permendiknas No 18 tahun 2007. [disalin dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131405892/pengabdian/4penulisan-karya-ilmiah-bagi-guru.pdf].
[diunduh, 27 Februari 2020].
https://id.wikipedia.org/wiki/Praktik_terbaik. [diunduh, 27 Februari 2021].
Hasan Alwi dkk., 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
https://www.kompasiana.com/jokowinarto/55018e97813311eb18fa8509/ciriciri- bahasa-ilmiah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru 4: Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dan Angka Kreditnya. Jakarta.