KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan yang berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Baamboozle dalam Upaya meningkatkan pemahaman konsep matematis” ini tepat pada waktunya.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu satu syarat penyusunan skripsi pada Program Studi Pendidikan matematika, di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika (FKIP) Universitas Sebelas April Sumedang. Banyak kendala dan hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini. Kurangnya sumbersumber buku tentang hal-hal yang penulis angkat dalam proposal penelitian ini.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam rangka menyelesaikan skripsi ini. Dan harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Diharapkan penulis selanjutnya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi skripsi agar menjadi lebih baik lagi.
Sumedang, Desember 2024
Penulis
i
A. JUDUL PENELITIAN
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Baamboozle dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan hal utama yang harus dimiliki masyarakat, sejak lahir hingga akhir hayatnya. Pendidikan juga merupakan upaya manusia untuk menciptakan potensi-potensi seperti ciri-ciri jasmani dan rohani yang sesuai dengan nilai-nilai kepribadian yang terdapat dalam masyarakat (Setiardi, 2017). Melalui pendidikan, setiap individu akan terus berupaya untuk menerapkan nilai-nilai yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai masyarakat, individu yang terpelajar dapat membantu dalam menjaga ketertiban sosial saat ini (Sujana, 2019). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan akan mampu menciptakan kualitas-kualitas manusia yang langgeng sehingga tercapainya perubahan sikap dan perilaku seseorang di masa depan serta arah hidupnya.
Pembelajaran abad 21 yang menekankan pada informasi dan teknologi sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional melalui metode ceramah yang hanya mengandalkan isi buku dan bahan ajar (Setyaningsih et al., 2020).
Pemanfaatan teknologi dalam kegiatan pendidikan sangat diperlukan, karena sistem konvensional sangat membosankan dan tidak sejalan dengan perkembangan modern (Yudhistira et al., 2020). Hal ini mempengaruhi salah satu aspek proses pembelajaran: distribusi materi pembelajaran. Media pembelajaran memungkinkan Anda menjelaskan dan merangkum informasi sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa memahami materi. Media pembelajaran yang cenderung digunakan pada abad 21 beragam, berbasis digital, dan memanfaatkan teknologi canggih (Rahmawati & Atmojo, 2021).
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, dan mengajarkan pola berpikir logis, kritis, sistematis, obyektif, rasional, dan kreatif yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang
dianggap sebagai sarana penting berkembang (Nurhandita dkk., 2021). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah yang menyatakan bahwa matematika hendaknya diajarkan sejak sekolah dasar untuk memberikan siswa kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis dan kritis bahwa hal itu harus dilakukan. dan kemampuan berkolaborasi secara kreatif (Pijiati et al., 2018a). Oleh karena itu, mempelajari matematika memerlukan kemampuan yang baik dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya (Fadilla et al., 2022).
Tujuan pembelajaran matematika tercantum dalam tabel terlampir Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014, salah satunya adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika. Hal ini mencakup kemampuan menjelaskan hubungan antar konsep dan menggunakannya secara tepat dan tepat untuk memecahkan masalah. Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk memantapkan pemahaman dan sikap siswa bahwa matematika mempunyai beberapa tujuan pembelajaran: (1) Memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran tentang pola dan sifat; (3) pemecahan masalah, meliputi kemampuan memahami masalah dan merancang model matematika; (4) Sikap yang menghargai manfaat matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap gigih dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Amalia et al., 2021).
Berdasarkan pernyataan tersebut maka tujuan pembelajaran matematika khususnya kemampuan siswa harus tercapai sepenuhnya dalam memahami konsep (Hadi et al., 2022). (Septia Budi Asih et al., 2019) menjelaskan bahwa “pemahaman konsep merupakan dasar berpikir dengan menjelaskan hubungan antar konsep dan menggunakannya secara tepat untuk memecahkan masalah”. Oleh karena itu, mempelajari matematika memerlukan kemampuan yang baik dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya (Fadilla et al., 2022).
Kemampuan ini disebut kemampuan memahami konsep matematika
Di Indonesia, prestasi matematika siswa rendah menunjukkan pelajaran matematika yang tidak disukai. Dari 50 negara, prestasi siswa kelas 8 menempati
iii
peringkat 45 menurut data TIMSS tahun 2015. Di tahun yang sama, PISA (Programme Internationale for Student Assesment), sebuah badan evaluasi kemampuan dan pengetahuan dalam bidang sains, matematika, dan bahasa, menilai Indonesia berada di peringkat 64 dari 70 negara (OECD, 2015). Hasil TIMSS dan PISA menunjukkan bahwa penguasaan konsep dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas di sekolah di Indonesia masih rendah. Febriani (2019) menunjukkan bahwa salah satu penyebab rendahnya tingkat kemampuan adalah kurangnya pemahaman konsep matematis.
Kemampuan memahami konsep merupakan kemampuan siswa yang berupa penguasaan suatu mata pelajaran, dimana siswa tidak hanya mengetahui atau mengingat sekumpulan konsep yang dipelajari, tetapi juga menyusunnya kembali dalam format lain yang lebih mudah dipahami, memberikan interpretasi, dan konsep-konsep yang sesuai dengan struktur kognitif tersebut dapat diterapkan (Cahani & Effendi, 2019). Pemahaman konsep mengacu pada kemampuan untuk memahami konsep, membedakan beberapa konsep individu, dan melakukan perhitungan bermakna pada masalah matematika yang lebih luas (Karim &
Nurrahmah, 2018). Kemampuan pemahaman konsep matematis merupakan salah satu unsur penting yang harus diperoleh siswa dalam belajar matematika, karena menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika, serta tidak hanya berguna untuk menghafal rumus-rumus saja, tetapi juga dapat benar-benar memahami maksud materi pelajaran yang diajarkan (Shofiah et al., 2021). Namun, fakta di lapangan menunjukkan cerita yang berbeda. Dengan kata lain, kemampuan pemahaman konsep matematika siswa Indonesia berada pada kategori rendah.
Berdasarkan hasil survei PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2018, rata-rata nilai siswa Indonesia pada kategori matematika mencapai 379 poin, sedangkan nilai rata-rata OECD sebesar 489 poin. Oleh karena itu, berdasarkan hasil PISA 2018, Indonesia menempati peringkat ke-73. Hasil dari 79 negara peserta menunjukkan adanya penurunan prestasi siswa Indonesia dibandingkan hasil PISA 2015 (OECD, 2019). Dari laporan PISA diketahui bahwa penyebab rendahnya kemampuan literasi siswa di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru dan kesenjangan kualitas pendidikan. Penyebab lainnya antara lain
rendahnya penggunaan media dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal ini berarti siswa kurang berminat terhadap materi pelajaran. Budaya belajar yang rendah motivasi dan tidak menekankan pentingnya pendidikan juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu, banyak siswa Indonesia yang masih kesulitan menghadapi situasi yang memerlukan keterampilan pemecahan masalah menggunakan matematika karena kurangnya kemampuan memahami konsep dengan baik (OECD, 2019).
Berdasarkan hasil tes penelitian terdahulu mengenai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas X di SMA N 1 Gebog, diperoleh rata- rata nilai sebesar 43,2%. Dari tujuh indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini, terlihat bahwa persentase tertinggi terdapat pada indikator yang mengukur kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep, yaitu mencapai 75,81%.
Di sisi lain, persentase terendah terlihat pada indikator yang mengukur kemampuan mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, dengan nilai hanya 45,2%. Selain itu, kemampuan siswa dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep mencapai 64,5%. Untuk indikator menyajikan konsep ke dalam berbagai bentuk representasi matematis, persentasenya adalah 30,6%. Indikator yang mengukur kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep menunjukkan nilai 23,39%. Kemudian, kemampuan siswa dalam menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu mencapai 37,9%, sementara untuk indikator aplikatif, yaitu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah, hanya mencapai 25%.
Hasil tes ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa di SMA N 1 Gebog masih tergolong rendah, sehingga diperlukan perhatian khusus untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam bidang ini.
Dalam hal ini, cara untuk mengatasi rendahnya pemahaman konsep matematis siswa adalah dengan memilih dan menerapkan salah satu model pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, siswa dapat mengembangkan kemampuan beradaptasi, belajar, berinovasi, dan mengembangkan kepribadiannya.
Model pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Pembelajaran berbasis masalah merupakan
v
suatu inovasi pembelajaran dimana siswa memecahkan masalah secara bertahap dan menghubungkan masalah tersebut dengan pengetahuan dan konsep yang telah dimilikinya. Model pembelajaran Problem Based Learning bertujuan agar siswa tertarik terhadap permasalahan yang disajikan dan merasa termotivasi untuk menyelesaikannya, karena permasalahan yang disajikan merupakan permasalahan nyata yang memerlukan penyelesaian nyata (Yuliana et al., 2020).
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menantang siswa untuk menghadapi masalah nyata, dengan tujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan baru yang relevan (Lestari dan Yudhanegara, 2015).
Dalam konteks pembelajaran matematika, penerapan model PBL memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap konsep- konsep matematis. Langkah awal dalam model PBL adalah menghadirkan masalah kepada siswa, baik secara individu maupun dalam kelompok, dimana siswa dituntut untuk menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan baru yang akan mereka pelajari untuk menyelesaikan masalah tersebut (Asih et al., 2019). Menurut (Maryati, 2018) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menghadapkan siswa pada berbagai permasalahan sehari-hari dan membantu mereka memahami materi pelajaran. Dalam PBL, peran guru adalah membimbing siswa melalui langkah- langkah kegiatan pembelajaran. Guru juga bertanggung jawab untuk menerapkan strategi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Siswa diberikan tugas sebelum mempelajari konsep dan materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan.
Selain memilih model pembelajaran yang sesuai, peran guru dalam memilih media pembelajaran yang inovatif untuk menunjang pembelajaran juga sangat penting. Untuk menguasai materi dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran. Jenis media pembelajaran sangat beragam, baik elektronik maupun non-elektronik. (Asmarnis et al., 2016) menyatakan bahwa media terdiri dari berbagai jenis seperti media cetak, media visual, media audiovisual, media berbasis manusia, dan media berbasis komputer. Pemilihan media untuk pembelajaran
memerlukan perencanaan yang tepat tergantung pada fungsi media yang diharapkan. Salah satu media inovatif yang bisa digunakan adalah media digital Baamboozle.
Baamboozle adalah salah satu media pembelajaran yang berfokus pada permainan edukatif, mirip dengan lomba cerdas cermat. Namun, pembelajaran menggunakan Baamboozle dilakukan secara daring, dan peserta didik tidak perlu membuat akun terlebih dahulu. Media ini dimainkan secara kelompok, di mana setiap tim memilih nomor di layar yang berisi pertanyaan untuk dijawab. Setiap nomor bisa menawarkan tambahan poin, pertukaran poin antara kelompok, pengurangan poin, atau bahkan tidak memberikan poin sama sekali. Kelompok yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan poin, sedangkan kelompok yang tidak dapat menjawab tidak akan mengalami pengurangan poin. Menurut Uti, Munir, dan Said (2021), Baamboozle mendorong semangat kompetisi di antara siswa, sehingga menciptakan persaingan yang positif.
Lebih menarik lagi, ada elemen power-ups yang memberikan tambahan poin atau mengurangi poin, yang menjadikan permainan semakin seru dan menyenangkan.
Beberapa penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Yuniar (2023), telah menunjukkan bahwa kombinasi model pembelajaran ROAR dengan Baamboozle dapat meningkatkan pemahaman konsep ekonomi siswa. Hasil riset tersebut mengindikasikan adanya dampak signifikan terhadap pemahaman siswa ketika media Baamboozle diterapkan dalam pengajaran ekonomi. Penelitian ini kemudian memperluas penggunaan media Baamboozle pada bidang matematika, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika sambil tetap menjaga kearifan lokal. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle dalam Upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis”.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah – masalah sebagai berikut:
vii
1. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
2. Pemahaman siswa terhadap penyelesaian soal konsep matematis cenderung rendah.
3. Model pembelajaran yang digunakan kurang maksimal dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis.
D. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, supaya penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini hanya akan membahas berkenaan dengan masalah yan diteliti, yaitu:
1. Penelitian dilaksanakan di SMP/MTs.
2. Populasi adalah seluruh siswa SMP kelas VIII.
3. Sampel penelitian adalah siswa – siswa dari dua kelas yang dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4. Materi yang akan diajarkan yaitu materi lingkaran
5. Model pembelajaran yang digunakan adalah model Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
6. Penelitian dibatasi hanya pada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada materi lingkaran.
E. Rumusan Masalah
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning berbantuan Baamboozle lebih baik dari siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional?
2. Apakah sikap siswa positif terhadap pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle?
F. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based
Learning berbantuan Baamboozle lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional.
2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
G. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
2. Bagi guru, dapat menjadi masukan atau informasi dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, serta dapat menjadi alternatif pembelajaran untuk memberikan variasi dalam pembelajaran matematika lainnya.
3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan keterampilan peneliti dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis dari model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle dan sebagai bekal bagi peneliti untuk melaksanakan pembelajaran matematika kelak ketika menjadi guru.
4. Bagi pembaca, bisa menjadi bahan informasi bagi pembaca untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan dalam pembelajaran matematika.
5. Bagi sekolah, sebagai sumber informasi, referensi kajian untuk mengembangkan atau menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle di kelas lain, serta menjadi pertimbangan bagi pihak sekolah untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada agar pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
6. Bagi disiplin ilmu, khususnya pendidikan matematika bisa digunakan sebagai bahan pengembangan pengajaran.
ix
H. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari kesalahpahaman, berikut akan dipaparkan definisi operasional yang diambil dari judul penelitian. Penjelasan dari istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang berbasis masalah, dimana siswa dihadapkan dengan suatu masalah dan diminta untuk mencari solusi.
2. Baamboozle
Baamboozle adalah platform pembelajaran berbasis daring yang menggunakan permainan untuk mengajar. Baamboozle mengubah konten pelajaran tradisional menjadi permainan yang interaktif dan menyenangkan, sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik.
3. Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional adalah model yang paling umum digunakan oleh guru, di mana guru memberikan penjelasan dan murid mendengarkan dan memahaminya.
4. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan untuk memahami konsep abstrak sehingga dapat menjelaskan kembali maknanya dan memungkinkan untuk mengelompokkan atau menggolongkan objek atau kejadian tertentu. Kemampuan ini memungkinkan siswa untuk menempatkan atau menghubungkan konsep matematika dengan materi yang saling berkaitan dan merupakan syarat untuk belajar materi selanjutnya.
I. LANDASAN TEORITIS J. ANGGAPAN DASAR
Anggapan dasar merupakan pijakan dalam kegiatan penelitian, dengan tujuan supaya pelaksanaan penelitian lebih terarah dan berjalan secara efektif dan efisien. Berikut ini adalah beberapa anggapan dasar dalam penelitian ini, yaitu:
1. Peneliti mampu melaksanakan pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
2. Model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matemastis siswa.
3. Siswa dapat mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
K. HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning berbantuan Baamboozle lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional.
2. Sikap siswa positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
L. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan penelitian untuk mendefinisikan desain dan prosedur penelitian. Untuk penelitian ini, pendekatan kuantitatif dibidang pendidikan akan digunakan. Pendekatan ini bersifat obyektif dan melibatkan pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta penggunaan metode pengujian statistik.
2. Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembelajaran dengan model Problem Based Learning berbantuan Baamboozle mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan kuantitatif karena data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data numerik yang diolah secara kuantitatif. Menurut Sugiyono, penelitian eksperimen dilakukan untuk
xi
mengetahui bagaimana perlakuan tertentu berdampak pada orang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Penelitian ini menggunakan desain Pre-test Post-test Control Group Design.
Dalam desain ini, dua kelas digunakan untuk penelitian yaitu, kelas kontrol dan kelas eksperimen. Siswa dalam kelas eksperimen diberikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan dasar mereka. Kemudian, eksperimen dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran Think-Pair-Share berbantuan geogebra selama proses pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai, siswa diberikan tes akhir (posttest) untuk mengetahui apakah konsep mereka telah berubah setelah model diterapkan. Dengan cara yang sama seperti di kelas eksperimen, peneliti juga akan memberi tes awal pada siswa kelas control sebelum mengajar materi utama.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian eksperimen diharapkan dapat menunjukkan pengaruh terhadap pemahaman konsep siswa. Ini diharapkan setelah membandingkan hasil rata-rata posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini adalah rancangan desain penelitian:
Tabel 1 Design Penelitian Pre-test Post-test Control Group Design
Kelas Pretest Treatment Posttest
Kelas Eksperimen O1 X O2
Kelas Kontrol O1 O2
Keterangan:
O1 : Tes Awal untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis O2 : Tes Akhir untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis X : Penerapan model Problem Based Learning berbantuan Baamboozle
3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII.
Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi yang bersifat homogen. Dikatakan demikian, karena peneliti beranggapan bahwa populasi memiliki karakteristik yang sama, dilihat dari tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
b. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini hanya terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, yaitu mengambil dua kelas dari semua kelas VIII yang ada. Kedua kelas tersebut diberi materi pembelajaran yang sama.
4. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian merupakan hal penting dalam kegiatan penelitian.
Instrumen penelitian merupakan alat atau cara untuk memperoleh data yang diperlukan oleh penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis yang diajukan sehingga alat ini harus dipilih sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan ini, maka digunakan instrumen sebagai berikut.
4.1. Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Tes kemampuan pemahaman konsep matematis digunakan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Tes kemampuan pemahaman konsep matematis ini terdiri dari tes awal dan tes akhir. Tipe soal tes awal dan tes akhir sama agar terlihat jelas perbedaan yang terjadi antara sebelum proses pembelajaran dan setelah pembelajaran dari dua kelas yang dijadikan sampel.
a) Pretest (Tes Awal)
Tes awal yaitu tes yang diberikan kepada siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar siswa. Dengan adanya tes awal ini diharapkan siswa dapat mengeluarkan ide-ide dan pendapatnya
xiii
sehingga berpengaruh pada peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada tes akhir nanti.
b) Posttest (Tes Akhir)
Tes akhir yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah dilaksanakan pembelajaran. Tes akhir ini diberikan untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada satu kelas eksperimen setelah diberlakuan.
4.2. Angket
Angket adalah metode pengumpulan data yang menggunakan sejumlah pernyataan tertulis yang diberikan kepada responden; dalam kasus ini, siswa, angket tertutup digunakan, yang berarti responden hanya diberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapatnya.
Sejauh mana respon siswa terhadap model pembelajaran Problem Based Learning yang dibantu oleh Baamboozle diukur dengan menggunakan survei ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
5.1. Pengumpulan Data Hasil Tes
Penelitian ini akan menggunakan tes tertulis dan angket. penelitian ini akan melakukan tes tertulis yang terdiri dari pretest dan posttest yang akan mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
Pretest dilakukan sebagai tes awal untuk mengukur kemampuan siswa, dan posttest dilakukan diakhir untuk menilai seberapa baik kemampuan mereka meningkat. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, angket dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle akan dibagikan kepada kelas eksperimen, tujuannya adalah untuk mengumpulkan data informasi tentang bagaimana sikap siswa setelah belajar menggunakan model tersebut.
5.2. Data Hasil Angket
Sugiyono (2011) menyatakan bahwa angket, juga dikenal sebagai kuesioner, adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan memberikan sejumlah pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada orang yang disurvei untuk mendapatkan jawaban. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, survei dilakukan di kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle.
Siswa kemudian mengisi angket dengan memasukkan checklist pada lembar angket yang diberikan.
6. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan harus diproses dan dievaluasi. Hasil tes pretest dan posttest dievaluasi untuk mengetahui apakah kemampuan matematika siswa telah meningkat. Hasil angket digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap siswa setelah belajar matematika. Ini dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle. Ini adalah metode pengolahan data yang digunakan.
6.1. Analisis Data Hasil Tes
Data dari kedua pretest dan posttest dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui apakah siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan Baamboozle dan siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran konvensional telah meningkatkan pemahaman mereka tentang konsep matematis.
Analisis untuk menentukan sejauh mana kemampuan pemahaman konsep murid melalui penggunaan rumus berikut:
nilai perolehan=skor perolehan skor maksimal ×100
Hasil perhitungan nilai kapasitas pemahaman konsep kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tabel dibawah ini:
Tabel 1. Interval Nilai Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Interval Nilai (%) Kategori
xv
81,25 < x ≤ 100 Sangat Tinggi
71,5 < x ≤ 81,25 Tinggi
62,5 < x ≤ 71,5 Sedang
43,75 < x ≤ 62,5 Rendah
0 < x ≤ 43,75 Sangat Rendah
Kemudian untuk mengetahui nilai rata – rata siswa dipakai rumus:
x̅=
∑
x̅N
Keterangan:
x̅ = Rata – rata skor
∑
x̅ = Jumlah skor total N = Banyak muridPerbandingan nilai gain ternormalisasi (N-Gain) dalam mengevaluasi kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran Problem Based
Learning berbantuan Baamboozle dihitung dengan rumus:
N−Gain=Sakhir−Sawal SMI−Sawal
Keterangan:
N-Gain = Peningkatan nilai siklus I dan siklus II SMI = Nilai maksimal ideal 100
Sawal = Nilai awal
Sakhir = Nilai akhir
a) Uji Normalitas Data
Uji normalitas digunakan untuk mengukur apakah data kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat
digunakan dalam statistik parametris. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji lilliefors, menurut Sundayana (2014: 83) langkah- langkahnya adalah sebagai berikut.
1) Merumuskan hipotesis nol beserta hipotesis alternatifnya.
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal Ha : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Mengurutkan data dari terkecil hingga terbesar.
3) Hitung rata – rata (x̅) dan standar deviasi (s) untuk masing – masing kelompok data sampel.
4) Dari data tersebut dicari skor Z masing – masing. Dengan rumus:
Zi¿x̅i−x̅
s
5) Dari skor Z tersebut dan dengan menggunakan daftar distribusi normal, dihitung peluang F(Zi) = (Zskor ≤ Zi)
 Jika Zi (-) maka penghitungannya 0,5 – angka yang tertera
 Jika Zi (+) maka penghitungannya 0,5 + angka yang tertera 6) Kemudian dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, …, dst. yang lebih kecil
atau sama dengan Zi. Kemudian dibagi jumlah sampel.
7) Hitung selisih (Zi) – S(Zi). Tentukan harga absolutnya.
8) Harga yang paling besar adalah Lhitung yang dicari.
9) Lhitung tersebut dibandingkan dengan Ltabel pada tabel nilai kritis untuk uji Liliefors.
Signifikasi:
 Signifikasi uji, nilai │F(x) – S(x)│terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Liliefors.
 Jika nilai │F(x) – S(x)│terbesar kurang dari nilai tabel Liliefors, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
 Jika nilai │F(x) – S(x)│terbesar lebih besar dari nilai tabel Liliefors, maka H0 ditolak dan Ha diterima
b) Uji Homogenitas Dua Varians c) Uji T
xvii
d) Uji Mann Whitney