Kedua-dua bentuk perjanjian mempunyai kekuatan yang sama dalam erti kata mempunyai kedudukan yang sama untuk dikuatkuasakan oleh para pihak. Dasar ini mengandungi kesediaan para pihak untuk saling terikat dan untuk mewujudkan kepercayaan antara para pihak mengenai pemenuhan perjanjian. 76 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Cet.
Yang perlu dipahami dan diperhatikan sehubungan dengan hal tersebut di atas adalah bahwa asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata harus dibaca/ditafsir dalam keadaan pikiran yang menempatkan para pihak dalam keadaan keseimbangan dan proporsi. Pengertian sah sebagai undang-undang bagi yang membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang itu sendiri mengakui kedudukan para pihak yang mengadakan perjanjian dan menempatkannya sejajar dengan lembaga pembuat undang-undang. Para Pihak dapat secara mandiri mengatur pola hubungan hukum timbal balik mereka.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas pada prinsipnya mengakui kebebasan dan kemandirian para pihak dalam membuat suatu perjanjian, dimana mereka secara bebas menentukan: (i) isi, (ii) keabsahan dan syarat-syarat perjanjian, (iii) dalam bentuk atau bentuk tertentu. tidak, dan (iv) bebas memilih hukum yang berlaku terhadap perjanjian tersebut. Kebebasan dan independensi partai tidak lain adalah wujud otonomi partai (partai otonomi) yang sangat penting. Kekuatan mengikat suatu perjanjian yang pada prinsipnya mempunyai kekuatan (berlaku) terbatas pada pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Mengenai kekuatan mengikat suatu perjanjian untuk menjadi undang-undang bagi para pihak yang mengadakannya (pacta sunt servanda), keabsahannya (ruang lingkupnya) dalam keadaan tertentu dibatasi, antara lain karena itikad baik.
Pentingnya Perjanjian Pemanfaatan Tanah Dibuat Dalam Bentuk Akta Notariil
Jadi, menurut BW, bukti bertulis terdiri daripada akta tulisan tangan dan akta yang sahih. Jadi, perbuatan di bawah tangan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak-pihak itu sendiri yang tidak dilakukan oleh atau di hadapan pejabat publik. Akta otentik yang dimaksud dalam pasal 1868 BW, adalah perbuatan yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat publik yang berwenang melakukannya di tempat perbuatan itu dibuat.
Dengan demikian, suatu akta dianggap otentik apabila akta itu memuat tanda tangan, merupakan pernyataan suatu perbuatan hukum dan dijadikan sebagai alat bukti. Akta itu dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat, bentuknya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan pejabat yang membuat akta itu mempunyai wewenang. Ketentuan-ketentuan di atas menunjukkan bahwa sekalipun mempunyai suatu akta, tetapi jika akta itu tidak ditentukan oleh undang-undang, atau jika akta itu dibuat oleh pejabat yang tidak diberi kuasa oleh undang-undang untuk membuat suatu akta, maka akta itu tidak mempunyai akibat hukum. sebagai suatu perbuatan yang bonafid.
Dalam hal suatu akta dibuat oleh atau untuk seorang pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang, maka kekuatan akta otentik itu tidak bergantung pada ketentuan undang-undang, melainkan karena dibuat oleh atau untuk seorang pejabat.82 Artinya, akta itu dibuat oleh atau untuk seorang pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang. Kebenaran suatu akta otentik tidak bergantung pada bentuk, akta itu sendiri, tetapi pejabat yang membuat akta itu mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Apabila kita memperhatikan uraian di atas mengenai pembuatan perjanjian penggunaan tanah, maka dapat dijelaskan bahwa tujuan para pihak membuat suatu akta baik di bawah tangan maupun autentik adalah sebagai bukti adanya suatu hubungan hukum yang telah timbul. pihak-pihak yang menandatangani akta tersebut. akta tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata Belanda, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa Pasal 1868 BW merupakan sumber lahirnya pejabat publik, sekaligus memerintahkan pembuat undang-undang pada waktu itu untuk membuat undang-undang yang mengatur tentang pejabat publik dan bentuk akta otentik. Notaris berwenang membuat Akta otentik sehubungan dengan segala perbuatan, perjanjian dan ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang diwajibkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk dituangkan dalam Akta otentik, kepastian tanggal pembuatan Akta untuk menjamin, menyimpan akta tersebut. Akta, memberikan grosses, salinan dan kutipan Akta, semua itu sepanjang akta itu dibuat tidak dialihkan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain sebagaimana ditentukan oleh undang-undang. Pengesahan ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 1867 BW yang membedakan antara akta otentik dan akta di bawah tangan.
Begitu pula dengan nilai pembuktian alat otentik, yang menurut BW 1870 mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, sehingga apa yang terkandung dalam alat otentik harus dianggap benar sampai terbukti sebaliknya. Kewenangan tersebut mempunyai arti bahwa seorang Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik terhadap segala akta, perjanjian, dan keputusan di bidang perdata. Kewenangan ini terbatas apabila suatu perbuatan hukum atau perjanjian tertentu dialihkan atau dikecualikan kepada pejabat lain.
Walaupun suatu perbuatan hukum atau perjanjian tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat dalam bentuk akta otentik. Pihak yang berkepentingan dapat meminta agar perbuatan hukum yang dilakukannya dituangkan dalam suatu akta otentik.
Kedudukan Hukum Perjanjian Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan Sebagaimana ketentuan pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Cipta Kerja
- Keabsahan Perjanjian Pemanfaatan Tanah Terhadap Bagian Tanah Hak Pengelolaan
- Perjanjian Pemanfaatan Tanah Berkedudukan Sebagai Perjanjian Oblibatoir
- Timbulnya Hak Kebendaan Dari Perjanjian Pemanfataan Tanah
- Wewenang Pemegang Hak Atas Tanah Di Atas Tanah Hak Pengelolaan Setelah perjanjian pemanfaatan tanah dimohonkan untuk diberikan hak dan
Apabila perbuatan yang timbul itu berbuat sesuatu, maka perjanjian wajib itu harus disusul dengan perjanjian hakiki (perjanjian usaha), baik berupa perjanjian untuk mengadakan, mengubah, dan menghilangkan hak kebendaan. Ketentuan ini mengandung makna bahwa peralihan penggunaan lahan HPL yang dikonsep oleh UU Cipta Kerja menimbulkan hak milik menurut UUPA. Dalam hal ini proses atau tindakan hukum yang paling sering mengakibatkan seseorang mempunyai hak milik atas hak kebendaan tertentu adalah penyerahan.
Yang dimaksud dengan hak milik adalah perjanjian wajib yang mendasari penyerahan itu harus sah menurut hukum, maka bila dasar hak milik itu tidak sah menurut hukum, baik karena tidak sah atau dibatalkan oleh hakim (dibatalkan), maka penyerahan itu juga akan batal, artinya peralihan kepemilikan dianggap tidak pernah terjadi. 2) Hak milik dapat dialihkan. Jadi peralihan hak milik dari seseorang kepada orang lain dengan segala akibat hukum yang ada. 91 Perpindahan hak milik itu terjadi melalui suatu perjanjian substantif (zakelijk enverningengen). Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang di dalamnya suatu hak milik dibuat, dialihkan, diubah, atau dibatalkan.92 Dapat juga dikatakan bahwa perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang tujuannya untuk langsung menempatkan atau mengalihkan hak milik.
Asas hak milik dapat dialihkan dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 584 KUH Perdata yang antara lain menyebutkan bahwa hak milik dapat dialihkan. Sekalipun seorang pemilik diberi kuasa untuk membebani hak miliknya dengan hak-hak substantif terbatas lainnya (jura in re aliena), maka beban yang dikenakan hanya dapat dibebankan pada seluruh harta miliknya. Asas ini berpendapat bahwa satu hak substantif dan hak substantif lainnya atas objek yang sama mempunyai tingkatan atau kedudukan yang hierarkis.
Kalau kita melihat apakah suatu hak substansial itu penuh atau tidak, maka hak yang paling tinggi kedudukannya adalah hak milik (lihat Pasal 570 BW), disusul hak milik (lihat Pasal 529 BW), dan hak atas barang yang dialihkan kepada pihak lain. orang atau jura re aliena (Pasal dan Pasal 1162 BW). Jika terjadi perselisihan mengenai hak-hak kebendaan tersebut, maka hak-hak yang kedudukan hierarkinya lebih tinggi mempunyai prioritas lebih besar dibandingkan dengan hak-hak yang kedudukan prioritasnya lebih rendah. Sedangkan bila hak kebendaan mempunyai kedudukan hirarki yang sama, maka yang diutamakan adalah hak yang muncul lebih dahulu, kecuali hak milik karena hak milik itu timbul karena penguasaan suatu benda tertentu (Pasal 1977 BW), dan hilang apabila kendali itu hilang. 7) Prinsip publisitas (Publicity).
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, lembaga pendaftaran bukan sahaja bertujuan untuk memberikan bukti kukuh, tetapi juga mewujudkan hak material. Prinsip ini bermaksud bahawa pada dasarnya setiap undang-undang kontrak juga mengandungi prinsip materialiti dan setiap hak material melekat pada setiap hak kontrak di dalamnya. Sifat perjanjian ini menjadi lebih penting dalam pemberian hak material terhad (jura in re aliena), sebagaimana yang dibenarkan oleh undang-undang.
Berdasarkan asas hak substantif, perjanjian pemanfaatan tanah HPL merupakan perjanjian yang bersifat menetapkan hak milik sebagaimana tercermin dalam ketentuan Pasal 138 ayat perjanjian pemanfaatan tanah dapat diberikan HGB atau HGU atau Hak Pakai atas Tanah HPL. Lahirnya hak milik yang timbul dari perjanjian penggunaan tanah HPL terjadi setelah sertifikat hak milik atas tanah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan.