Nama Kebijakan dan SOP
: Penyusunan Manpower Planning
Tujuan Menjelaskan panduan kebijakan dan SOP dalam proses
perencanaan SDM tahunan perusahaan; agar proses penambahan dan rekrutmen karyawan baru dapat dilakukan secara efektif – baik untuk sisi kepentingan bisnis perusahaan, ataupun dari sisi optimalisasi beban kerja.
Panduan Kebijakan Annual Manpower planning atau Perencanaan SDM tahunan merupakan kegiatan yang harus dilakukan untuk memelihara jumlah karyawan yang paling optimal.
Perencanaan kebutuhan penambahan SDM dilakukan dengan mengacu pada kebutuhan pengembangan/pertumbuhan bisnis dan rencana ekspansi bisnis. Selain itu juga mengacu pada optimalisasi beban kerja dalam setiap pekerjaan yang ada.
Salah satu metode terbaik untuk mengukur analisa beban kerja adalah dengan menggunakan teknik rasio.
Misal rasio jumlah tenaga kerja dengan penjualan perusahaan. Atau rasio jumlah tenaga kerja dengan jumlah total produksi perusahaan. Atau rasio jumlah tenaga kerja dengan jumlah pelanggan. Makin tinggi rasionya, makin efisien jumlah tenaga kerja.
Misal, perusahaan memiliki jumlah tenaga kerja 100, dan total omzet penjualan adalah Rp 100 milyar per tahun; secara rasio ini lebih baik dibanding perusahaan sejenis yang punya 200 tenaga kerja dan hanya
memiliki omzet Rp 50 milyar per tahun.
Persentase pertumbuhan jumlah tenaga kerja
sebaiknya tidak melebihi pertumbuhan omzet bisnis.
Jadi jika omzet penjualan tumbuh 20%, sebaiknya % pertumbuhan jumlah tenaga kerja baru adalah dibawah angka itu.
Data Rencana Kegiatan Penambahan SDM yang telah disusun harus digunakan sebagai acuan untuk melakukan proses rekrutmen karyawan. Dengan cara ini maka rekrutmen dilakukan secara lebih sistematis dan terencana, dan bukan serba mendadak karena kebutuhan baru yang tidak
diantisipasi.
Melalui proses Perencanaan SDM yang lebih sistematis, maka aktivitas rekrutmen juga bisa dilakukan dengan lebih baik, dan akan mampu menyaring kandidat terbaik.
Prosedur 1. Penyusunan annual manpower planning atau rencana penambahan karyawan tahunan untuk tahun depan, dimulai pada minggu pertama bulan November, bertepatan dengan penyusunan rencana bisnis tahun depan.
2. Berdasar rencana kebutuhan pengembangan bisnis tahun depan, maka setiap Manajer/Kepala Bagian/Kepala Departemen menyusun rencana kebutuhan penambahan karyawan baru di bidangnya, melalui Form Perencanaan SDM Tahunan.
3. Jumlah kebutuhan penambahan karyawan baru disusun dengan merujuk pada dua variabel utama, yakni :
a. Rencana ekspansi bisnis tahun depan
b. Tren karyawan yang keluar pada tahun sebelumnya dan tahun berjalan
4. Selanjutnya, Form Perencanaan SDM Tahunan yang telah diisi lengkap oleh setiap Kepala Deparetmen, akan direkap dan dianalisa oleh Manajer SDM/Kepala Departemen SDM.
5. Jika diperlukan, maka Manajer SDM akan melakukan diskusi dan konsultasi dengan setiap Kepala Departemen untuk mengklarifikasi jumlah kebutuhan karyawan yang paling optimum.
6. Hasil analisa dan rekapitulasi Form Perencanaan SDM Tahunan dari masing-masing departemen kemudian diolah Manajer SDM dan diajukan kepada Direksi Perusahaan untuk mendapatkan persetujuan.
7. Jika mendapatkan persetujuan, maka data akan dimasukkan dalam dalam Rencana Kegiatan Rekrutmen SDM Baru Tahunan.
8. Jika tidak disetujui, maka informasi ini akan disampaikan kepada masing-masing Kepala Departemen.
Form yang Diperlukan Form Perencanaan SDM Tahunan (Form 1)
Form Rencana Kegiatan Rektrumen SDM Baru (Form 2) (semua form ada dalam file terpisah)
Nama Kebijakan dan SOP
: Proses Rekrutmen Karyawan Baru
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses rekrutmen karyawan agar prosesnya dapat berjalan secara lebih terencana, dan mampu menghasilkan kandidat terbaik bagi perusahaan.
Panduan Kebijakan Proses rekrutmen harus dilakukan dengan mengacu pada Rencana Kegiatan Rekrutmen SDM Baru, agar lebih terencana dan terarah.
Kualifikasi setiap posisi dicantumkan dalam setiap lowongan rekrutmen karyawan baru; dan kualifikasi ini mengacup pada informasi yang ada dalam jobdes setiap posisi.
Proses rekrutmen dilakukan secara efisien dan tepat waktu, sesuai dengan tenggat waktu yang telah dicantumkan dalam rencana rekrutmen. Untuk posisi kosong karena karyawan resign, harus selalu diusahakan segera dapat terisi maksimal dalam waktu 40 hari kalender.
Prosedur 1. Proses rekrutmen dilakukan dengan mengacu pada Rencana Kegiatan Rekrutmen SDM Baru yang telah disepakati dan disetujui oleh Direksi.
Jika ada karyawan yang resign dan segera
membutuhkan penggantian, maka akan dilihat apakah rencana penggantian ini juga sudah diantisipasi dalam Rencana Kegiatan Rekrutmen.
Jika sudah, maka proses officer/staf rekrutmen langsung dapat melakukan proses rekrutmen untuk penggantian karyawan yang resign.
Jika belum, maka proses penggantian karyawan yang resign ini diusulkan oleh Kepala Departemen yang bersangkutan melalui Form Rekrutmen Penggantian Karyawan yang Resign.
Form diajukan kepada Manajer SDM untuk
mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, maka proses dapat dilanjutkan. Jika tidak, maka informasi ini akan diteruskan kepada Kepala Departemen yang
bersangkutan.
2. Berdasar Rencana Kegiatan Rekrutmen atau Rekrutmen Penggantian Karyawan Resign yang telah disetujui, maka Staf/Officer Rekrutmen melakukan proses pengumumnan lowongan pekerjaan dan kualifikasinya, baik pada media online, media cetak atau melalui kerjasama dengan pihak kampus.
3. Staff/Officer Rekrutmen mengkompilasi surat lamaran yang masuk dan melakukan seleksi untuk menentukan kandidat yang akan dipanggil untuk tes tahap pertama, yakni Psikotest.
4. Kandidat yang lulus Psikotes, kemudian dipanggil untuk tes tahap berikutnya, yakni Tes Wawancara oleh Staff/Officer Rekrutmen.
5. Kandidat yang lulus tes Wawancara oleh Staf Rekrutmen, kemudian akan dipanggil lagi untuk mengikuti Tes Wawancara oleh Pengguna/User.
6. Kandidat yang lulus tes Wawancara dengan User akan dipanggil untuk Tes Kesehatan. Dan jika lulus, maka kandidat akan resmi diterima sebagai karyawan dengan masa
percobaan tiga bulan.
7. Selanjutnya, karyawan baru akan menandatangani Surat Kontrak Penerimaan Karyawan Baru dengan Masa Percobaan selama 3 bulan.
Form yang Diperlukan Form Rekrutmen Penggantian Karyawan yang Resign (Form 3)
Form Penilaian Hasil Wawancara Kerja (Form 4)
Nama Kebijakan dan SOP
: Proses Orientasi Karyawan Baru
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses orientasi karyawan baru sehingga mereka menjadi lebih paham dengan visi misi dan arah masa depan perusahaan.
Panduan Kebijakan Proses orientasi karyawan baru harus diberikan agar calon karyawan ini mampu memahami visi, misi dan cakupan bisnis perusahaan; dan juga nilai budaya perusahaan.
Proses orientasi juga diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada calon karyawan mengenai hak dan kewajibannya, tugas pokok yang akan dilakukan, serta juga target kinerja yang diharapkan.
Proses orientasi akan membantu karyawan baru dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan kerja baru.
Prosedur 1. Proses orientasi diberikan kepada setiap karyawan baru.
Proses orientasi bisa dilakukan secara berkelompok jika terdapat beberapa karyawan baru, atau juga bisa bersifat individual jika karyawan baru hanya berjumlah satu orang.
2. Materi pertama yang perlu disampaikan dalam sesi orientasi karyawan adalah dengan menjelaskan visi dan misi
perusahaan, serta bidang bisnis yang dikerjakan oleh perusahaan. Juga perlu disampaikan nilai-nilai budaya kerja yang ingin diterapkana dalam perusahaan.
3. Materi kedua adalah penjelasan mengenai hak dan kewajiban karyawan atau peraturan perusahaan yang ada. Termasuk didalamnya penjelasan mengenai sanksi yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran peraturan perusahaan.
4. Materi ketiga yang perlu disampaikan dalam sesi orientasi karyawan baru adalah job desk pekerjaan yang akan dilakukan oleh yang bersangkutan. Termasuk didalamnya penjelasan mengenai KPI atau target kerja yang diharapkan. Dalam materi ini juga perlu disampaikan proses penilaian kinerja yang diterapkan dalam perusahaan, dan bagaimana dampak hasil penilaian kinerja terhadap gaji, bonus dan promosi karyawan.
5. Setelah semua materi orientasi disampaikan, maka karyawan baru diperkenalkan dengan sejumlah karyawan yang kelak akan bekerja bersama dengannya, atau membangun kolaborasi bersama.
Nama Kebijakan dan SOP
: Proses Evaluasi Karyawan Baru
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses evaluasi karyawan baru setelah melewati masa percobaan selama 3 bulan; dilakukan agar perusahaan benar- benar mampu mendapatkan kandidat karyawan baru terbaik.
Panduan Kebijakan Proses evaluasi masa kerja setelah 3 bulan dilakukan untuk mengidentifikasi karyawan yang layak dijadikan karyawan permanen atau tidak.
Pihak rekrutmen harus melakukan analisa berkelanjutan untuk menemukan pola/pattern dan korelasi antara berbagai faktor (pendidikan, indeks prestasi, asal perguruan tinggi) dengan tingkat keberhasilan kerja.
Prosedur 1. Proses evaluasi masa percobaan dilakukan setelah 3 bulan masa kerja dilalui oleh karyawan baru. Dua minggu sebelum masa kerja 3 bulan berkahir, staf/officer Rekrutmen
memberikan Form Evaluasi Karyawan baru kepada User untuk diisi.
2. Paling lambat satu minggu sebelum masa kerja 3 bulan berakhir, user sudah harus mengembalikan Form Evaluasi kepada pihak rekrutmen. Selain rating penilaian, maka pihak User juga harus memberikan rekomendasi apakah karyawan baru layak diterima secara permanen atau tidak.
3. Pihak rekrutmen menerima Form Evaluasi; dan berdasar hasil evaluasi memberikan keputusan apakah karyawan baru diterima atau tidak. Informasi ini kemudian disampaikan kepada karyawan baru, tepat saat 3 bulan masa kerja berakhir.
4. Jika diterima, selanjutnya karyawan ditetapkan sebagai karyawan permanen dan berhak secara penuh mendapatkan haknya sebagai karayawan dan juga harus memenuhi
kewajibannya sesuai yang tercantum dalam Peraturan Perusahaan.
5. Jika tidak lulus dalam masa percobaan, maka informasi ini disampaikan kepada karyawan yang bersangkutan, dan secara otomatis masa kontrak kerja berakhir.
6. Pihak rekrutmen merekap seluruh hasil Form Evaluasi Masa Kerja Percobaan, dan melakukan analisa untuk
mengidentifikasi pola/pattern siapa saja kandidat yang
mendapatkan penilaian bagus dan yang tidak. Hasil analisa ini dapat digunakan sebagai bahan masukan ketika kelak
melakukan proses rekrutmen kembali.
7. Jika diperlukan, pihak rekrutmen juga bisa mengumpulkan hasil evaluasi kinerja di tahun pertama karyawan bekerja;
untuk mengidentifikasi faktor apa yang paling krusial bagi keberhasilan kerja. Dari analisa ini juga bisa ditemukan korelasi antara latar pendidikan, asal perguruan tinggi, faktor kepandaian akademik, atau faktor lainnya yang berpengaruh terhadap level kinerja. Dari data ini, pihak rekrutmen bisa melakukan proses seleksi karyawan dengan lebih optimal di masa mendatang.
Form yang Diperlukan Form Evaluasi Masa Kerja Percobaan 3 Bulan (Form 5)
Form Penerimaan sebagai Karyawan Permanen (Form 6)
Nama Kebijakan dan SOP
: Penyusunan Training Need Analysis
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam penyusunan TNA agar impak training benar-benar optimal bagi pengembangan kompetensi SDM.
Panduan Kebijakan Penyusunan Training Need Analysis harus mengacu pada Profil Kebutuhan Kompetensi Per Jabatan yang sebaiknya sudah disusun. Berdasar Profil Kebutuhan Kompetensi ini kemudian disusun Matriks Training Plan yang relevan untuk setiap jabatan dan jenjang jabatan.
Usulan training karyawan harus sesuai atau relevan dengan judul-judul training yang ada dalam Matriks Training Plan. Hal ini dilakukan untuk membangun standarisasi kompetensi karyawan, dan agar usulan training tidak menyimpang jauh dari arah kompetensi yang diinginkan oleh perusahaan.
Prosedur 1. Proses training need analysis dilakukan dimulai dengan menyusun profil kebutuhan kompetensi per jabatan, baik mencakup kompetensi teknis (hard competencies) ataupun kompetensi manajerial (soft competencies).
2. Berdasarkan profil kebutuhan kompetensi per jabatan, kemudian disusunlah Matriks Training Plan atau rincian judul pelatihan yang tepat untuk setiap jabatan dan level – baik mencakup pelatihan teknis ataupun pelatihan manajerial.
Contoh matriks training bidang SDM ada dalam file terpisah.
3. Setiap karyawan hanya boleh mengikuti judul atau jenis pelatihan yang telah dicantumkan dalam Matriks Training Plan.
4. Usulan pelatihan dilakukan oleh atasan karyawan, berdasar observasi kinerja dan hasil penilaian kinerja karyawan yang bersangkutan.
5. Berdasar hasil penilaian kinerja, lalu atasan karyawan melihat Matriks Training Plan dan mengusulkan judul pelatihan yang relevan untuk kebutuhan pengembangan anak buahnya;
melalui Form Usulan Training.
6. Form Usulan Training sudah harus masuk ke bagian HRD/SDM pada minggu pertama bulan Januari. Pihak HRD kemudian merekap semua usulan, dan melakukan analisa untuk
memutuskan mana yang disetujui dan mana yang tidak – berdasar ketersediaan budget dan juga relevansi pelatihan bagi pengembangan kinerja karyawan.
7. Untuk yang disetujui, pihak HRD akan memutuskan apakah training akan dilakukan secara in-house (minimal peserta 15 orang) ataukah mengirimkan karyawan untuk ikut kelas training publik.
8. Pihak HRD kemudian menyusun jadwal pelatihan tahunan, baik untuk kelas in-house dan kelas publik, dan
menginformasikan jadwal ini kepada karyawan yang akan mengikuti pelatihan, cc kepada atasannya.
Form yang Diperlukan Form Usulan Training (Form 7)
Form Matriks Training Plan (contoh) (Form 8)
Nama Kebijakan dan SOP
: Pelaksanaan Evaluasi Efektivitas Training
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam evaluasi efektivitas training, dan dampaknya terhadap kompetensi SDM dan juga terhadap kinerja bisnis.
Panduan Kebijakan Setiap kegiatan training, baik yang bersifat in-house ataupun public training, harus melakukan evaluasi efektivitas training untuk memastikan dampak positif training terhadap kinerja SDM dan kinerja bisnis.
Tahapan evaluasi training mencakup empat level pengukuran yakni :
a. Level 1 : Kepuasan Peserta Training b. Leval 2 : Pemahaman Materi Training c. Level 3 : Dampak Training terhadap Perilaku d. Level 4 : Dampak Training terhadap Kinerja Bisnis
Setiap tahapan pengukuran efektivitas training dilakukan oleh pihak HRD dan setiap karyawan harus bekerjasa secara penuh dan aktif untuk membantu proses evaluasi training ini.
Prosedur 1. Proses evaluasi efektivitas training, baik yang dilakukan secara in house ataupun melalui public training, dilakukan melalui empat prosedur atau 4 level evaluasi.
Prosedur Evaluasi Level Pertama
2. Prosedur evaluasi yang pertama adalah mengukur kepuasan peserta terhadap materi training, kualitas instruktur training dan juga fasilitas training.
3. Dalam prosedur pertama, pihak penyelenggaran training atau pihak HRD membagikan kuesioner kepuasan training dan didistribusikan kepada seluruh peserta ketika program training berakhir. Hasil jawaban kemudian direkap oleh pihak HRD dan digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan training.
Prosedur Evaluasi Level Kedua
4. Dalam prosedur kedua, pihak HRD melakukan pengukuran hasil pembelajaran dan penyerapan materi training kepada seluruh peserta training.
5. Dalam prosedur kedua ini, pihak HRD membagikan kuesioner tentang Tingkat Pemahaman Peserta Pelatihan (Form Tingkat Pemahaman Pelatihan terlampir). Hasil jawaban kemudian
direkap oleh pihak HRD dan digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan training.
Prosedur Evaluasi Level Ketiga
6. Prosedur ketiga evaluasi efektivitas training mengukur dampak training terhadap perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.
7. Dalam prosedur ketiga ini, pihak HRD memberikan Form Rencana Penerapan Materi Training kepada seluruh peserta untuk diisi. Proses pemberian form ini adalah dalam sesi terakhir sebelum kegiatan training selesai.
8. Selanjutnya, pihak HRD akan melakukan pemantauan secara reguler untuk memastikan rencana penerapan training benar- benar diaplikasikan oleh setiap peserta training. Pemantauan dilakukan setiap bulan sekali, selama 3 hingga 6 kali
pertemuan, dengan melibatkan atasan peserta training.
9. Pihak HRD kemudian akan merekap hasil pemantauan dan melakukan analisa efektivitas penerapan materi training. Hasil analisa ini juga akan digunakan oleh pihak HRD sebagai bahan masukan untuk perbaikan materi training di masa depan; dan juga sebagai masukan untuk pengembangan karyawan.
Prosedur Evaluasi Level Keempat
10. Dalam prosedur evaluasi level keempat, dilakukan pengukuran dampak training terhadap kinerja bisnis. Dalam prosedur ini, pihak HRD mengumpulkan data kinerja yang relevan dengan materi training. Misal data penjualan (jika trainingnya adalah tentang Selling Skills), atau atau tingkat defect rate produk (jika trainingnya adalah Quality Management), atau tingkat kepuasan pelanggan (jika topik trainingnya adalag Service Excellence). Data ini dikumpulkan sebelum dilakukan kegiatan training (bisa data 3 bulan terakhir sebelum training).
11. Selanjutnya, pihak HRD akan mengumpulkan data yang sama.
Data yang dikumpulkan adalah data 3 hingga 6 bulan setelah kegiatan training.
12. Data kinerja sebelum training dan 3 atau 6 bulan sesudah training kemudian dibandingan untuk melihat apakah ada perbedaan positif yang signifikan. Hasil analisa data kinerja before and after training ini kemudian digunakan oleh pihak HRD untuk menentukan tingkat efektivitas training dan dampaknya terhadap kinerja bisnis.
13. Hasil analisa ini kemudian disusun dalam bentuk Laporan
Dampak Training terhadap Kinerja Bisnis dan dapat dipresentasikan di depan Direksi atau Manajer yang lain sebagai bahan evaluasi bisnis.
Form yang Diperlukan Form Kepuasan Peserta Training (Form 9)
Form Tingkat Pemahaman terhadap Materi Training (Form 10)
Form Rencana Penerapan Materi Training (Form 11)
Form Perbandingan Kinerja Sebelum dan Setelah Training (Form 12)
Nama Kebijakan dan SOP
: Pelaksanaan Penilaian Kinerja Berbasis KPI dan Kompetensi
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses penilaian kinerja karyawan, yang mencakup dua aspek utama yakni aspek KPI (Key Performance Indicators) dan aspek Kompetensi.
Panduan Kebijakan Penilaian kinerja karyawan akan mengukur dua aspek utama yakni aspek hasil kerja yang diterjemahkan dalam bentuk KPI yang terukur, dan aspek kompetensi
Bobot skor aspek KPI adalah 60%, sementara bobot aspek Kompetensi adalah 40%.
Penetapan KPI dan angka targetnya harus dilakukan secara sistematis dan terukur, dan juga mengacu pada ekspektasi manajemen perusahaan.
Pemantauan hasil pencapaian KPI harus dilakukan secara reguler, setiap bulan dalam Monthly Performance Meeting yang dilakukan atasan bersama karyawannya. Setiap data realisasi KPI harus valid dan tersedia secara lengkap. Dalam proses ini juga harus dilakukan pembahasan action plan yang perlu dilakukan untuk mencapai target KPI yang telah
ditetapkan.
Pemantauan dan penentuan skor aspek Kompetensi dilakukan oleh atasan, berdasar observasi yang obyektif terhadap perilaku dan sikap kerja bawahan/karyawan. Jika diperlukan, observasi didukung dengan catatan tertulis (behavior notes) mengenai perilaku bawahan.
Nilai Akhir Kinerja akan digunakan oleh manajemen sebagai dasar penentuan pemberian bonus, kenaikan gaji dan juga proses promosi karyawan.
Prosedur 1. Proses pengelolaan kinerja dimulai dengan pengisian KPI dan lengkap dengan target yang terukur. Fase ini mulai dilakukan pada minggu 2 bulan November.
2. Pengisian KPI dan targetnya dimasukkan dalam Form Penilaian Kinerja Berbasis KPI dan Kompetensi (lihat Form Performance Appraisal dalam file excel).
3. Pengisian target KPI dilakukan dan disepakati bersama oleh
karyawan bersama atasannya. Penetapan angka target mengacu pada :
a) pencapaian KPI tahun lalu
b) target yang diinginkan oleh manajemen berdasar ketersediaan sumber daya
4. Jika KPI dan target telah disepakati, maka kemudian Form Penilaian Kinerja di-sign oleh karyawan dan atasannya, dan copy-nya diserahkan ke bagian HRD untuk pemantauan. Form yang telah disetujui oleh sudah harus siap pada minggu 1 bulan Januari.
5. Selanjutnya, setiap bulan secara reguler atasan dan karyawan melakukan pemantauan pencapaian KPI. Dalam pemantauan ini dilakukan dua agenda, yakni :
a) Kelengkapan dan validitas pengisian data realisasi KPI, jika perlu disertai dengan data pendukung
b) Pembahasan mengenai action plan untuk mencapai target yang telah ditetapkan
6. Pada akhir tahun, yakni minggu kedua Desember, dilakukan evaluasi kinerja karyawan. Evaluasi mencakup dua aspek yakni : aspek pencapaian KPI dan aspek penilaian kompetensi.
Aspek pencapaian KPI diukur melalui rekapitulasi data pencapaian target KPI bulanan. Sementara aspek penilaian kompetensi dilakukan melalui observasi atasan terhadap perilaku dan sikap kerja karyawan.
7. Perhitungan skor KPI didapat melalui perbandingan antara angka target dengan realisasi, dan kemudian dikalikan dengan bobot KPI. Misal : angka target adalah 100, sementara
pencapaian hanya 80, maka skor KPI adalah 80. Jika bobot KPI ini adalah 20%, maka skor akhir untuk KPI ini adalah 80 x 20%
atau 16.
8. Proses yang sama dilakukan untuk semua KPI yang ada, dan kemudian setiap skor KPI ditotal untuk mendapatkan skor akhir KPI. Bobot dari skor aspek KPI adalah 50%.
9. Perhitungan skor kompetensi dilakukan oleh atasan berdasar observasi terhadap perilaku dan sikap kerja karyawan. Skor kompetensi menggunakan skala 0 – 100 (lihat Form
Performance Appraisal). Bobot dari aspek kompetensi adalah 50%.
10. Selanjutnya, skor KPI dan skor Kompetensi digabung untuk mendapatkan Nilai Akhir Kinerja.
11. Nilai Akhir Kinerja akan digunakan oleh pihak HRD sebagai basis penentuan pemberian bonus, kenaikan gaji atau juga promosi karyawan.
Form yang Diperlukan Form Performance Appraisal (Form 13)
Form Pemantauan KPI (Form 14)
Nama Kebijakan dan SOP
: Penentuan Bonus dan Kenaikan Gaji
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses pemberian bonus dan kenaik gaji karyawan; agar prosesnya selalu mengacu pada prestasi kerja yang terukur dan penguasaan kompetensi.
Panduan Kebijakan Penetapan pemberian bonus dilakukan jika perusahaan mendapatkan profit sesuai target, dan memutuskan untuk memberikan bonus kepada karyawan.
Pemberian bonus dan kenaikan gaji dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan.
Pemberian bonus dan kenaikan gaji mengacu pada Nilai Akhir Kinerja Karyawan.
Prosedur 1. Proses pemberian bonus dilakukan jika memang pihak manajemen perusahaan memutuskan untuk memberikan bonus kepada karyawan.
2. Penentuan besaran bonus dan kenaikan gaji karyawan dilakukan dengan mengacu pada hasil Nilai Akhir Kinerja.
3. Kriteria penetapan besaran bonus (jika memang perusahaan menyediakannya) adalah sbb :
a. Nilai Akhir Kinerja > 99 maka bonus 3 kali gaji b. Nilai Akhir Kinerja 90 – 99 maka bonus 2 kali gaji c. Nilai Akhir Kinerja 80 – 89 maka bonus 1 kali gaji d. Nilai Akhir Kinerja 70 – 79 maka bonus ½ kali gaji e. Nilai Akhir Kinerja < 70 maka bonus = 0
4. Kriteria kenaikan gaji karyawan adalah sbb : a. Nilai Akhir Kinerja > 99 maka gaji naik 15%
b. Nilai Akhir Kinerja 90 – 99 maka gaji naik 10%
c. Nilai Akhir Kinerja 80 – 89 maka gaji naik 5%
d. Nilai Akhir Kinerja 70 – 79 maka gaji naik 2%
e. Nilai Akhir Kinerja < 70 maka kenaikan gaji = 0%
Form yang Diperlukan Form Pemberian Bonus Karyawan (Form 15)
Form Kenaikan Gaji Karyawan (Form 16)
Nama Kebijakan dan SOP
: Promosi Jabatan
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses promosi jabatan, dengan maksud agar setiap promosi karyawan dilakukan dengan mengacu pada prinsip prestasi kerja dan penguasaan kompetensi.
Panduan Kebijakan Proses promosi dilakukan melalui usulan atasan karyawan ataupun oleh pihak HRD.
Proses promosi dilakukan dengan mengacu pada kriteria prestasi kerja dan penguasaan kompetensi; dan bukan asal tunjuk tanpa kriteria yang jelas dan terukur.
Proses promosi untuk jabatan tertentu juga dilakukan dengan melalui tes asesmen kompetensi yang obyektif.
Prosedur 1. Proses promosi karyawan dimulai dengan adanya usulan promosi melalui Form Usulan Promosi. Usulan promosi ini bisa diajukan oleh atasan karyawan ataupun oleh pihak HRD.
2. Usulan promosi karyawan dilakukan dengan mengacu pada kriteria sebagai berikut :
a) Ada posisi yang lowong dan lebih tinggi daripada posisi karyawan sekarang
b) Nilai Akhir Kinerja karyawan yang diusulkan adalah minimal 95 dalam dua tahun terakhir (dalam proses Penilaian Kinerja Karyawan).
c) Karyawan yang diusulan telah mengukuti semua training yang diwajibkan untuk posisinya sekarang (judul training tercantum dalam Matriks Training Plan).
3. Usulan promosi harus memenuhi tiga kriteria diatas.
Selanjutnya, usulan promosi juga harus disetujui bersama baik oleh atasan karyawan ataupun oleh pihak HRD.
4. Jika usulan promosi untuk posisi asisten manajer dan posisi dibawahnya (seperti supervisor), maka usulan yang telah disepakati oleh pihak HRD dan atasan karyawan, akan
langsung diajukan ke Direksi untuk mendapatkan persetujuan.
Jika disetujui, maka usulan ini akan diformalkan dalam Form Promosi Jabatan, dan kemudian dikomunikasikan kepada karyawan yang bersangkutan.
5. Jika usulan promosi untuk jabatan Manajer keatas, maka usulan yang telah disepakati oleh pihak HRD dan atasannya, akan diajukan ke Direksi untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, maka karyawan yang akan dipromosikan harus mengikuti tes asesmen kompetensi oleh pihak ketiga.
6. Jika karyawan lulus tes asesmen dan bisa direkomendasikan untuk promosi, maka keputusan ini akan diformalkan dalam Form Promosi Jabatan, dan akan dikomunikasikan kepada karyawan yang bersangkutan.
7. Jika karyawan tidak lulus tes, maka hasilnya juga akan tetap dikomunikasikan kepada karyawan yang bersangkutan.
Selanjutnya, akan disusun rencana pengembangan
kompetensi, agar karyawan ini kelak bisa memperbaiki level kompetensinya, dan jika ikut tes asesmen kembali, bisa lulus;
dan siap dipromosikan.
Form yang Diperlukan Form Usulan Promosi (Form 17)
Form Promosi Jabatan (Form 18)
Nama Kebijakan dan SOP
: Penetapan Salary Grading
Tujuan Memberikan penjelasan mengenai panduan kebijakan dan SOP dalam proses penetapan salary grading, dengan tujuan untuk merumuskan tingkat gaji yang fair dan sesuai dengan bobot pekerjaan masing-masing posisi.
Panduan Kebijakan Proses penetapan Salary Grading dilakukan dengan mengacu pada Skala Compensable Factors yang terukur.
Penetapan Job Value berdasar Compensable Factors dilakukan oleh pihak HRD dan perwakilan manajemen serta karyawan, dan bisa dibantu oleh tim konsultan yang independen.
Penetapan besaran gaji ditentukan oleh manajemen
perusahan berdasar kemampuan keuangan perusahaan dan juga dengan melihat standar gaji dari perusahaan sejenis atau sesama industri.
Prosedur 1. Proses penetapan salary grading dimulai dengan menjabarkan semua posisi yang ada dalam perusahaan.
2. Langkah selanjutnya adalah melakukan penentuan job value terhadap setiap posisi yang ada tersebut, dengan
menggunakan kriteria Compensable Factors (lihat Form Compensable Factors)
3. Berdasar kriteria yang ada dalam Form Compensable Factors, maka dilakukan penentuan job value setiap posisi. Penentuan job value ini dilakukan oleh Komite yang terdiri dari pihak HRD beserta perwakilan karyawan; atau juga bisa melibatkan konsultan yang independen.
4. Setelah diberikan job value untuk setiap kriteria dalam Compensable Factors, maka direkap total job value masing- masing posisi. Angka total job value ini kemudian
dikelompokkan dalam Job Grading. (Lihat Form Tabel Job Grading).
5. Pengelompokkan job grading dilakukan berdasar interval angka total job value. Pengelompokkan angka interval ini bisa dipecah setiap 20 poin atau 15 poin, tergantung dengan kebutuhan perusahaan. (Lihat Form Tabel Job Grading).
6. Selanjutnya, setelah terbentuk job grading baru maka diberikan angka gaji untuk setiap job grade yang ada.
7. Besaran angka gaji ditentukan oleh peruahaan berdasar kemampuan keuangan perusahaan, dan juga berdasar survei rata-rata gaji di industri yang sama (atau perusahaan sejenis).
8. Besaran gaji untuk tiap job grade bisa dibagi lagi menjadi
golongan A, B, C, dan D (lihat Form Tabel Job Grading).
Form yang Diperlukan Form Compensable Factors (Form 19 dalam Word)
Form Tabel Salary Grading (Form 20)