An-Nawa: Jurnal Studi Islam Vol. 03 No. 02 (2021) : 11-27
Available online at http://jurnal.staiannawawi.com/index.php/An-Nawa/article
BADAN USAHA MILIK MASJID (BUMM) DALAM MEMPERDAYAKAN EKONOMI
Sarja
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Bakti Negara (IBN) Tegal
E-Mail: [email protected] DOI:
Received: September 2021 Accepted: November 2021 Published: Desember 2021
Abstract :
The development of mosques in the current era has economic potential if the management of infaq funds, alms funds, waqf funds from muzakki must be carried out by professional mosque administrators and have strategies in raising funds to be used as economic empowerment of Muslims in particular. The funds owned by the mosque are then used as business capital so as to form a Mosque-Owned Enterprise (BUMM) At Taqwa for productive businesses as well as for the welfare of the mosque itself and the community so that the formulation of the research problem is how to explore the potential that exists in the mosque so that the mosque and the congregation will develop in the economic field. This type of research is a qualitative research with a descriptive approach. Sources of data in this study include primary sources, namely interviews with mosque administrators, mosque youth, and worshipers. and secondary sources in the form of documentation related to mosque activities. The results in this study indicate that the At Taqwa mosque in Tanjungsari Village, Wanasari District, has an independent economic source from the results of funds and waqf of worshipers and muzakki so that it is managed by building a mosque-owned business entity (BUMM), namely cooperatives, renting tarubs, waqf of rice fields, and once a year open a gebyar ramadah or ramadhan market in the courtyard of the mosque this business has been running since 2017 and is supported by many productive waqf assets supported by very good, professional, and transparent management. It is proven that many activities have been carried out and have had a good effect on the congregation, and can improve economic welfare in Tanjungsari Village.
Keywords :Keywords: Management, Waqf, Mosque Abstrak :
Abstrak yang dikirimke An-Nawa: Jurnal Studi Islam harus jelas, ringkas, dan Perkembangan masjid di era sekarang memiliki potensi ekonomi jika dalam pengelolaan dana infaq, dana sedekah, dana wakaf dari para muzaki harus dilakukan oleh pengurus masjid yang profesional dan memiliki strategi dalam menghimpun dana untuk digunakan sebagai pemberdayaan ekonomi umat Islam pada khususnya.
Dana yang dimiliki masjid selanjutnya di gunakan sebagai modal usaha sehingga membentuk suatu Badan Usaha Milik Masjid (BUMM) At Taqwa untuk usaha yang produktif maupun untuk memkamurkan masjid itu sendiri dan masyarakat sehingga rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana menggali potensi yang ada di masjid sehingga masjid dan jamaahnya akan berkembang dalam bidang ekonomi.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer yakni wawancara dengan
pengurus masjid, remaja masjid, dan para jamaah. dan sumber sekunder yang berupa dokumentasi terkait kegiatan masjid. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masjid At Taqwa Desa Tanjungsari Kecamatan Wanasari memilik sumber ekonomi yang mandiri dari hasil dana dan wakaf para jamaah dan para muzaki sehingga di kelola dengan membangun badan usaha milik masjid (BUMM) yaitu koperasi, sewa tarub, wakaf sawah, dan setahun sekali membuka gebyar ramadah atau pasar ramadhan di halaman masjid usaha ini berjalan sejak tahun 2017 dan didukng banyak aset wakaf yang produktif dengan didukung manajeman sangat baik, profesional, dan transparan. Terbukti banyak kegiatan yang dilaksanakan dan memberikan efek yang baik terhadap jamaah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi di Desa Tanjungsari.
Kata Kunci:Pengelolaan, Wakaf, Masjid
PENDAHULUAN
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 18: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. Berdasarkan ayat tersebut Allah telah memberikan petunjuk kepada kita agar masjid dijadikan sebagai sentra kemakmuran. Masjid tidak hanya sekedar tempat ibadah umat Islam dalam arti khusus (mahdlah) juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdlah) dalam batas-batas syari’ah.
Di masjid seorang hamba dapat berkomunikasi dengan khalik-Nya, di masjid pula seseorang dapat saling bertemu dan saling bertukar informasi tentang masalahmasalah yang dihadapi baik suka maupun duka. Dari masjid pula komunikasi timbal balik antara Rasul dengan umatnya dan antara kaum muslimin dengan sesamanya, sehingga dapat lebih mempererat hubungan dan ikatan jamaah Islam menjamin kebersamaan di dalam kehidupan.
Peran penting masjid di kalangan masyarakat, sebagai salah satu elemen terpenting dari kehidupan keberagamaan dan peradaban umat Islam, merupakan sentra yang mampu menjadi pengikat pertalian spiritual, emosional dan sosial masyarakat muslim di berbagai kawasan dunia dalam bingkai tauhid. Sebagai unsur yang begitu vital, tentu sebagaimana kelihatan masjid memiliki aspek sejarah perjalanan yang unik dan fenomenal.
Penduduk Indonesia mayoritas beragama islam sehingga tidak mengherankan jumlah bangunan tempat ibadah bermunculan baik itu mushola ataupun masjid banyak di jumpai di semua pelosok negeri ini. Jumlah masjid di Indonesia pada tahun 2013 menurut survei adalah 731.292 bangunan (Republika, 2014). Pada zaman nabi Muhammad masjid menjadi awal tonggak sejarah peradaban Islam. Tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, akan tetapi juga digunakan sebagai pusat aktifitas disegala bidang kehidupan.
Pada masa Rasulullah sejarah mencatat bahwa masjid merupakan pusat peradaban dan pusat aktifitas ibadah, baik mahdhah ataupun ghairu mahdhah (Supardi & Amiruddin, 2001, hal. 8). Namun pada kenyataannya di era sekarang fungsi masjid sebagian besar hanya terbatas sebagai tempat ibadah ritual saja.
Masalah yang muncul adalah dengan kurang maksimalnya respon
masyarakat dalam berbagai penyelenggaraan kegiatan yang di lakukan oleh pengurus masjid maka kurang optimal dalam mengembangkan masjid, oleh karena itu pengurus masjid harus mengevaluasi mengapa jamaah yang hadir dalam penyelenggaraan kegiatan baik itu keagamaan, sosial kurang maksimal, dan pengurus masjid juga harus berupaya menyadarkan masyarakat bahwa penyelenggaraan semua kegiatan tersebut sangat penting guna memakmurkan masjid. Bagaimanapun juga mengelola masjid dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan agar berjalan dengan baik tidak akan terlepas dari manajemen.
Masjid sebagai pusat ibadah dapat dimaksimalkan perannya untuk mensejahterakan umatNya melalui kegiatan-kegiatan produktif dalam bidang ekonomi. Umumnya pengelola masjid memiliki pengetahuan dalam bidang agama khususnya untuk ibadah yang bersifat hablumminallah sedangkan dalam bidang hablumminannas khususnya dalam bidang ekonomi cenderung kurang memadai. Oleh karena itu untuk mecapai kebahagiaan dunia perlu pula pengelola masjid yang memiliki kemampuan mengelola ekonomi untuk mensejahterakan umat.
Dengan adanya pemberian wakaf atau amal jariah banyak memberikan kontribusinya terkait dengan keberhasilan sebuah masjid sebagai pendorong kegiatan ekonomi untuk kepentingan umat. sebagai contoh adalah pengelolaan aset wakaf di Mesir, Malaysia, Turki dan lainnya. keberhasilan wakaf ini tidak hanya saat ini saja, namun sudah di mulai sejak zaman kenabian di Jazirah Arab.
Salah satu potensi ekonomi umat adalah potensi dana sosial masjid yang selama ini masih bersifat ide, belum dikelola secara baik, serius dan professional. Dana masjid ini sama sekali tidak dipergunakan untuk kegiatan- kegiatan ekonomi produktif (Suryanto & Saepulloh, 2016, hal. 1).
Posisi bangunan Masjid jami At-Taqwa berada tengah-tengah desa Tanjungsari Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa Tengah merupakan pusat
keagamaan masyarakat tanjungsari dismping itu pengurus masjid dan remaja masjid melhat peluang untuk mengembangkan dana dan fasilitas milik masjid untuk di kelola memakmurkan masjid dan meningkatkan perekonomian para jamaah.
Semua masjid seharusnya memilki sebuah pola manajemen yang baik, dimana hasil dari pengelolaan itu mampu mensejahterakan jamaahnya terutama umat muslim disekitar. Untuk melihat potensi masjid sebagai penggerak ekonomi sebagai pengurus masjid harus bisa mengelola perubahan dengan melakukan beberapa aspek dalam meningkatkan kesejahteraan jama’ah yaitu dalam bidang ekonomi dalam memperdayakan jama’ah. Di dalam hal ini jama’ah mampu berkontribusi dalam rencana yang sudah di tetapkan oleh pengurus masjid.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan sebuah study banding ke masjid-masjid yang sudah mandiri baik dari segi manajemen keuangan maupunun kegiatan-kegiatan yang di lakukan oleh masjid. Sehingga akan berfikir bagaimana menggali potensi yang ada di masjid sehingga masjid dan jamaahnya akan berkembang dalam bidang ekonomi.
METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun sebuah model pemberdayaan ekonomi masjid. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kualitatif, karenanya metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.
Penelitian ini merupakan studi kasus, maka data-data yang dipergunakan lebih merupakan data real. Ada dua macam data yang dipergunakan, yakni data primer dan data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer, yaitu para pengurus masjid sebagai responden sedangkan sumber data sekunder adalah berupa dokumen- dokumen yang mendukung.
Berdasarkan data yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisa data-data yang terkumpul dipakai metode Deskriptif Analitik. Metode deskriptif-analitik ini akan digunakan untuk melakukan pelacakan dan analisa tentang masjid. Kerja dari metode Deskriptif-Analitik ini yaitu dengan cara menganalisis data yang diteliti dengan memaparkan data-data tersebut kemudian diperoleh kesimpulan. Setelah pengumpulan data potensi ekonomi masjid, kemudian dianalisa untuk dibuatkan model Badan Usaha Milik Masjid (BUMM) dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Adapun tahapan analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penampilan data dan penarikan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Memahami masjid secara universal, berarti juga memahaminya sebagai instrumen sosial masyarakat, yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Islam itu sendiri. Melalui pemahaman ini, muncul keyakinan bahwa masjid menjadi pusat dan sumber peradaban masyarakat Islam. Melalui masjid kita dapat membangun sebuah sistem masyarakat ideal, yang dicita-citakan oleh Islam. Melalui masjid kaderisasi generasi muda dapat dilakukan lewat proses pendidikan yang bersifat continue untuk pencapaian kemajuan. Melalui masjid pula kita dapat mempertahankan nilai-nilai yang menjadi kebudayaan masyarakat Islam. Dan lebih penting lagi melalui masjid kita dapat membangun masyarakat yang sejahterah sehingga mampu memberdayakan, mencerahkan, dan membebaskan mereka dari berbagai macam keterbelakangan(Amin, n.d., hal. 1).
Takmir masjid yaitu organisasi atau orang yang mengurus seluruh kegiatan yang ada kaitannya dengan masjid, baik dalam membangun, merawat, maupun memakmurkannya termasuk membina usaha-usaha kecil yang ada di sekitar masjid. Keberadaan takmir masjid sangat penting, untuk mencapai tujuan sekaligus wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dakwah baik yang berkaitan dengan keilmuan pendidikan, soal keterampilan ekonomi, dan sebagainya (Ayub & Dkk, 2005, hal. 9).
Takmir atau pengurus masjid akan lebih baik jika memenuhi ketentuan
untuk bersedia mengelola dan bertanggung jawab secara jujur atas berlangsungnya kegiatan masjid, memiliki ilmu keislaman dan mampu mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari, dan memiliki semangat yang tinggi untuk berdakwah.
Salah satu masjid yang sangat berpotensi dan dinilai melakukan pemberdayaan ekonomi umat adalah membuat trobosan-trobosan baru, pengurus segera mengoptimalisasi fungsi masjid sebagai pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat dan masjid sebagai gerakan masjid sebagai kekuatan sentral. Pengelolaan masjid secara professional dan berpandangan ke depan adalah salah satu cara untuk merebut kembali kejayaan Islam yang sempat dirampas oleh negara barat. Tanpa ditangani secara profesional, maka masjid hanya merupakan monumen dan kerangka bangunan mati yang tidak dapat memancarkan perjuangan syiar dan penegakan risalah kerasulan (Harahap, 1993, hal. 6).
Jika tidak dikelola dengan baik, maka sama saja pengurus masjid telah melalaikan amanah. Selain itu dari sudut pandang ekonomi, semakin banyaknya idle asset, sehingga menyalahi konsep uang dalam Islam, yaitu sebagai flow concept bukan stock concept.vi Dana masjid yang banyak melimpah harusnya bisa digunakan untuk pemberdayaan ekonomi umat sekitar masjid (Karim, 2013, hal. 77).
Ada beberapa keuntungan jika potensi ekonomi masjid dapat dikembangkan, yaitu :
a. Dapat membantu pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan,
b. Dapat mengurangi ketergantungan pemerintah kepada pinjaman luar negeri untuk program pengentasan kemiskinan, dan
c. Dapat dipergunakan untuk membangun kemandirian ekonomi umat (Suryanto & Saepulloh, 2016).
Semua Masjid sangat berpotensi dan bisa melakukan pemberdayaan ekonomi umat pemberdayaan merupakan suatu upaya memberikan kontribusi pada aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia. Pemberdayaan selayaknya ditujukan untuk mencapai sebuah standar kehidupan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Pemberdayaan ekonomi, sejatinya, telah dipraktekkan oleh Rasulullah dan para khalifah pada masanya dengan tujuan untuk mencapai falah yaitu kesejahteraan yang tidak hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani manusia melainkan juga kebutuhan rohani.
Dalam usaha mencapai falah menuntut adanya suatu strategi sebagai suatu instrumen untuk mewujudkannya.
Untuk dapat menjadikan masjid berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagai tempat strategis pembinaan ekonomi umat, maka perlu dibuatkan pemodelan pemberdayaan ekonomi masjid melalui optimalisasi fungsi dan potensi masjid. Pemodelan pemberdayaan ini dapat dilakukan melalui identifikasi potensi ekonomi masjid yang tersedia meliputi sumber daya manusia, potensi dana masjid, potensi wakaf masjid, potensi ekonomi masyarakat sekitar masjid, dll.
Pemberdayaan ini terutama pada sumber daya manusia yang harus diberi pelatihan, workshop, agar memiliki keterampilan yang bisa
mendatangkan ekonomi. Umat Islam patut menyayangkan jika ada potensi dana di dalam masjid, namun tidak dapat dioptimalkan untuk kemaslahatan.
Salah satu sumber dana masjid yang memiliki potensi besar bagi umat Islam adalah dana infaq masjid.
Pengelolaan Wakaf Dalam Sejarah
Sepanjang sejarah, wakaf telah dianggap sebagai alat yang penting di dalam pembangunan ekonomi umat muslim. Kahf, mengemukakan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menggunakan wakaf di dalam membangun Masjid Nabawi serta menggunakannya untuk membiayai perang.
Utsman bin Affan telah mewakafkan sebuah sumur sehingga mampu memberi air gratis keseluruh umat muslim di Madinah kala itu. Sementara itu, pada masa kesultanan Abbasiyyah, terdapat beberapa rumah sakit yang dibiayai oleh wakaf. Bahkan, untuk menutupi biaya operasional rumah sakit, pemerintah telah membuat dana investasi wakaf. Ibnu Jubair, seorang sejarawan Andalusia, dan Ibnu Batutah telah mencatat adanya implementasi wakaf di Damaskus. Perguruan-perguruan tinggi di Damaskus memberikan uang jajan, pembantu, pelayanan kesehatan, dan sebagainya kepada mahasiswa. Selain itu, mereka juga mencatat adanya penggunaan dana wakaf untuk pembangunan jalan serta pembiayaan ibadah haji dan menikah untuk orang-orang miskin. Ditambah lagi, universitas Al Azhar Kairo adalah universitas pertama yang dibiayai oleh wakaf (Kahf, 2014, hal. 75).
Lambton menjelaskan bahwa, di Persia, keuntungan dari wakaf dibagikan kepada musafir, kafilah dagang dan berbagai suku yang melewati kota. Penerima manfaat wakaf utamanya adalah mereka yang memiliki kondisi ekonomi kurang baik atau para ahli agama. Sistem wakaf di Persia telah menetapkan secara detail upah yang akan diberikan kepada mereka yang bekerja untuk mengelola harta wakaf yang ada. Pengelola harta wakaf yang cukup kaya akan memperoleh bagi hasil yang cukup besar. Terkadang, sistem wakaf yang ada di Persia menyatakan bahwa penerimaan dari pengelola harta wakaf harus disalurkan untuk pemeliharaan harta wakaf tersebut terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan, maka setelahnya adalah pengelola harta tersebut. Sistem wakaf pemerintahan Rashidiyya menyatakan bahwa pengelola wakaf haruslah orang yang peduli akan pembangunan bidang pertanian.
Rashid al-Din Fadl menekankan bahwa pengelola wakaf harus berusaha keras di dalam pengelolaan dan pembangunan, jika tidak maka penerimaan dari harta wakaf tersebut akan berkurang. Hasil surplus pertanian dari harta wakaf juga harus disimpan untuk mewaspadai kondisi tidak menentu di masa depan seperti kekeringan atau kelaparan. Pendapatan surplus juga dapat digunakan untuk membeli harta lain untuk dijadikan harta wakaf juga (Lambton, 1997, hal. 298–318).
Salah satu pilar kemajuan peradaban Islam adalah amwal (wealth) atau ekonomi. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan “Ekonomi adalah tiang dan pilar paling penting untuk membangun peradaban Islam (Imarah). Tanpa kemapanan ekonomi, maka kejayaan Islam sulit dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting untuk membangun negara dan menciptakan kesejahteraan umat. Sehingga tradisi keilmuwan ekonomi yang eksis di masa
silam, harus dihidupkan kembali di masjid-masjid, agar fungsi masjid sebagaimana zaman Rasulullah dapat diwujudkan kembali khususnya masalah ekonomi.
Masjid merupakan tempat disemaikannya segala sesuatu yang bernilai kebajikan dan kemaslahatan umat, baik yang berdimensi ukhrawi maupun duniawi dalam sebuah garis kebijakan manajemen mesjid. Namun dalam kenyataannya, fungsi masjid yang berdimensi duniawiyah kurang memiliki peran yang maksimal dalam pembangunan umat dan peradaban Islam.
Rasulullah Muhammad SAW pun telah mencontohkan multifungsi mesjid dalam membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik di bidang ekonomi, politik, sosial , pendidikan, militer, dan lain sebagainya (Pesantrenvirtual, 2014).
Telah diakui menjadi penunjang perkembangan masyarakat Islam, walaupun belum memberikan korelasi yang signifikan bagi pemberdayaan masyarakat. Oleh sebab itu, gerakan wakaf harus menjadi garapan utama sebagai instrumen ekonomi agar memberi kontribusi besar bagi kesejahteraan sosial (Nasution, 2008, hal. 1).
Krangka Pikir BUMM
Dalam hal ini penelitian ingin mengetahui bagaimana para pengurus Masjid At Taqwa desa tanjungsari kecamatan wanasari kabupaten brebes dalam manajemen harta para dermawan masyarakat yang sudah mewakafkan hartanya untuk masjid at atqwa di rencanakan sebagai badan usaha milik masjid agar berjalan dengan baik dan masih terus melakukan inovasi dalam jangka selanjutnya.
Membangun Badan Usaha Milik Masjid
Pengurus masjid At-Taqwa Tanjungsari berupaya untuk melaksanakan pendirian Badan usaha milik masjid (BUMM) tentunya memiliki harapan agar ke depannya, masjid At Taqwa ini mampu mandiri dalam perekonomian atau keuangan dan memberdayakan para jamaah agar bisa lebih makmur serta sejahtera. Bahwa dari masjid kita umat Islam bangkit menjadi semangat para pengurus untuk membangun kemajuan, meningkatkan ekonomi umat dan juga mewujudkan masjid sebagai pilar peradaban utama bagi umat islam.
Konkritnya, masjid At-Taqwa akan membuat beberapa usaha di area masjid untuk kegiatan perekonomian jamaah masjid seperti membuka koperasi, sewa
Para dermawan Mewakafkan mauquf (harta
wakaf)
Pengurus Masjid Mengelola (harta wakaf)
Harta wakaf di bangun usaha milik
masjid Di bangun
koperasi, sewa sound sistem, sewa wakaf sawah
Terjadi penambahan
hasil dari pengelolaan
aset wakaf masjid
Masyarakat menerima
manfaat hasil dari
adanya BUMM Terserapnya
Tenaga Kerja
sound sistem, dan memberi peluang kepada para petani untuk menggarap sawa wakaf masjid dengan sistem sewa sawah musiman.
Tujuan adanya BUMM dan utama dari semua program ini adalah agar semua aset masjid yang sudah ada maupun yang akan memberi wakaf selanjutnya bisa terdokumentasi terarsipkan dengan baik dan terselamatkan aset-aset masjid At-Taqwa kedepannya dan bukan hanya itu, di samping itu juga untuk melayani para jemaah. Bagaimana jemaah lokal maupun luar daerah bisa nyaman dalam beribadah di Masjid At-Taqwa ini. karena para jemaah ini harus dilayani sebaik-baiknya karena mereka tamu Allah. Takmir masjid juga mengajak kepada seluruh jamaah untuk berpartisipasi dalam memberikan wakaf produktif program-program keumatan lainnya.
Peran Dan Fungsi Masjid
Secara garis besar, setidaknya ada dua fungsi masjid. Pertama, fungsi utama sebagai tempat ibadah, dimana umat Islam melaksanakan berbagai ritual peribadatan. Kedua, fungsi penunjang atau tambahan.
1. Fungsi masjid yang utama adalah tempat dilaksanakannya berbagai jenis ibadah ritual, yakni Ibadah shalat fardlu yang 5 waktu. Pada masa Rasulullah SAW, masjid Nabawi menjadi pusat tempat shalat lima waktu.
Dimana nyaris tidak ada orang yang meninggalkannya. Bahkan orang yang buta sekalipun, tetap diharuskan ikut dalam shalat fardhu lima waktu.
2. Berbagai macam salat sunah, seperti :
a. Shalat sunah tarawih. Di antara shalat sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan dengan cara berjamaah di masjid adalah shalat tarawih.
b. Shalat Tahiyatul Masjid. Masjid sebagai bangunan yang memiliki kemuliaan tinggi, maka untuk memasukinya setiap muslim disunnahkan untuk melakukan ritual khusus, yaitu shalat 2 rakaat sebagai penghormatan atas bangunan suci tersebut.
c. I’tikaf. I’tikaf adalah ibadah dengan cara menyerahkan diri kepada Allah SWT, dengan cara memenjarakan diri di dalam masjid, dan menyibukkan diri dengan berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di dalamnya.
d. Bertasbih dan dzikir kepada Allah SWT. Tidak ada perbedaan di tengah ulama bahwa masjid adalah tempat untuk mensucikan Allah dan berdzikir kepada-Nya. Di dalam Al-Quran, fungsi masjid untuk keduanya secara tegas disebutkan (Sarwat, 2012, hal. 54–59).
Selain itu peran dan fungsi masjid adalah:
1. Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
2. Masjid adalah tempat kaum muslimin beritikaf, membersihkan diri, mengembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin/keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian;
3. Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslim guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat.
4. Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan.
5. Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan gontong royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
6. Masjid dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin;
7. Masjid adalah tempat membina dan pembangunan kader-kader pimpinan umat;
8. Masjid tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan membagikannya, dan 9. Masjid tempat melaksanakan pengaturan supervisi sosial (Ayub & Dkk,
2005, hal. 76).
Dengan demikian, keberadaan mesjid memberikan mamfaat bagi jamaahnya dan bagi masyarakat lingkunganya. Fungsi mesjid yang semacam itu perlu terus dikembangkan dengan pengelolaan yang baik dan teratur, sehingga dari masjid lahir insan-insan muslim ang berkualitas dan masyarakat yang sejahtera.
Organisasi Masjid
Organisasi dibagi menjadi organisasi formal dan organisasi informal.
Organisasi formal menekankan susunan tatanan kerja secara rasional dengan memperhatikan efisiensi dan pengaturan fungsi-fungsi secara logis dan berorientasi pada pencapaian hasil pekerjaan. Ketentuan tertulis menyangkut persyaratan kerja (job requirement), uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerja (men specification) merupakan pedoman kerja resmi dari organisasi formal. Organisasi informal kehadirannya didasarkan atas ikatan persamaan tujuan, minat, dan kepentingan, persamaan jenis, tempat dan pekerjaan, bahkan persamaan dalam menghadapi permasalahan dan lain-lain.
Faktor persamaan (mutuality) inilah yang mendasari terbentuknya organisasi informal.
Adapun tujuan pengorganisasian adalah:
1. Membagi kegiatan-kegiatan menjadi departemen-departemen atau divisi- divisi dan tugas-tugas yang terperinci dan spesifik;
2. Membagi kegiatan serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masing- masing jabatan atau tugas;
3. Mengkoordinasikan berbagai tugas organiasasi;
4. Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan dakwah ke dalam unit-unit.
Organisasi timbul karena manusia dalam usaha memenuhi kebutuhannya senantiasa memerlukan bantuan orang lain. Untuk itu mereka harus mengadakan koordinasi/kerja sama demi tercapainya tujuan bersama.
Adanya kerja sama dan tujuan bersama inilah yang akhirnya mendasari munculnya organisasi.
Pengorganisasian manajemen masjid adalah proses koordinasi antara kedua sumber utama manajemen, yaitu sumber daya keuangan dan sumber daya manusia. Kedua sumber ini merupakan factor penentu utama dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi apapun yang dibentuk.
Pengaturan yang baik atas kedua unsur penting tersebut, baik dalam organisasi manajemen masjid ataupun organisasi-organisasi lain, dapat menjamin suksesnya kinerja manajemen. Sumber daya manusia yang tergabung dalam dewan kepengurusan manajemen masjid menjadi unsur penting dalam
keberhasilan ta’mir masjid atau tidaknya. Demikian juga halnya dengan sumber daya keuangan, yang berfungsi melancarkan seluruh kegiatan-kegiatan manajemen yang telah direncanakan. Dengan kata lain, proses pengaturan kerja bersama yang baik dan terarah dalam aspek sumber daya keuangan, serta yang bersifat fisik dan manusia yang tergabung dalam struktur organisasi masjid, menjadi factor penentu nasib masa depan sebuah manajemen apapun namanya. Sumber daya yang dimiliki organisasi atau lembaga, termasuk manajemen masjid, dapat dikategorikan atas empat tipe sumber daya (Simamora, 1995, hal. 1). Keutamaan memakmurkan masjid yang ada di dalam Q.S- At Taubah 9 : 18
Artinya : Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Untuk itu perlu adanya pengelolaan yang baik dan profesional idarah ialah kegiatan mengembangkan dan mengatur kerjasama dari banyak orang guna mencapai satu tujuan tertentu. Tujuan akhir idarah masjid adalah agar lebih mampu mengembangkan kegiatan, masjid makin dicintai jamaah dan makin berhasil membina dakwah dilingkungannya. Termasuk dalam pengertian idarah adalah “administrasi”, hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pada kegiatan masjid adalah penetapan “maksud dan tujuan, pengurus dan usaha serta kegiatan organisasi termasuk soal keuangan, keanggotaan dan lain-lain”, Juga pada perencanaan, pengorganisasian, pengadministrasian, keuangan dan sebagainya.
Dalam upaya kemakmukan masjid, perencanaan memiliki arti yang sangat penting. Pertama, aktivitas pemakmuran masjid bisa berjalan lebih terarah dan teratur. Kedua, memungkinkan dipilihnya tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapi. Ketiga, dapat dipersiapkan terlebih dahulu tenaga dalam pelaksana dalam mencapai suatu tujuan. Begitu juga dengan dana dan sarananya. Dan keempat, perencanaan juga akan memudahkan pimpinan pengurus masjid untuk melaksanakan pengawasan dan penilaian terhadap jalannya aktivitas pemakmuran dan pengembangan jamaah (Yani, 2009, hal. 147–148).
Manajemen Masjid
Melalui masjid kita dapat membangun sebuah sistem masyarakat yang ideal, yang di cita-citakan oleh Islam. Melalui kaderisasi masjid generasi muda dapat dilakukan lewat proses pendidikan yang bersifat continue untuk menciptakan kemajuan. Melalui masjid pula kita dapat mempertahankan nilai- nilai yang menjadi kebudayaan masyarakat Islam. Dan lebih penting lagi melalui masjid kita dapat membangun masyarakat yang sejahtera sehingga mampu memberdayakan, mencerahkan dan mencerahkan mereka dari berbagai latar belakang masing – masing (Ayub & Dkk, 2005, hal. 5).
Dalam Bahasa Arab, istilah manajemen diartikan sebagai an-nizam, attanzhim, idarah yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya. Pengertian tersebut
dalam skala aktivitas juga dapat diartikan sebagai aktivitas menerbitkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga ia mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada disekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadikan hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya (Munir & Ilahi, 2006, hal. 9).
Bagaimanapun juga mengelola masjid dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan agar berjalan dengan baik tidak akan terlepas dari manajemen. Manajemen yang baik menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung bangkitnya kekuatan sebuah masjid. Jika sebuah masjid semegah apapun bentuknya akan tetapi tidak mempunyai pola manajemen yang baik maka masjid tersebut akan jauh dari peran dan fungsi yang asasi. Tidak akan muncul tantangan apapun yang mampu menjawab tantangan umat (Mustofa, 2007, hal. 93). Semua masjid seharusnya memilki sebuah pola manajemen yang baik, dimana hasil dari pengelolaan itu mampu mensejahterakan jamaahnya terutama umat muslim disekitar.
Manajemen masjid membahas tentang bagaimana mengatur masjid, bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi sehingga program yang direncanakan mendapatkan output/
tujuan yang diinginkan. Dalam buku Idarah masjid terbitan KODI DKI Jakarta disebutkan, idarah masjid adalah ilmu dan usaha yang meliputi segala tindakan dan kegiatan muslim dalam menempatkan masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam (Yani, 2009, hal. 145).
Mengingat begitu banyaknya aspek: yang harus dilakukan oleh pihak masjid, maka diperlukan adanya suatu manajemen yang profesional sesuai dengan perkembangan masyarakat yang dilayani. Kemesjidan selalu menjadi perhatian pemerintah baik dalam kaitannya dengan kepentingan umum maupun untuk kepentingan pribadatan untuk umat Islam itu sendiri. Pada masa kemerdekaan perhatian pemerintah lebih meningkat, dimana pembinaan pengelolaan masjid dimasukkan sebagai salah satu fungsi dan tugas pokok imam dalam meningkatkan ibadah masyarakat dimasjid (Ayub & Dkk, 2005, hal. 17).
Dalam mengendalikan usaha pengelolaan masjid yang efektif dan efisien tidak terlepas dari adanya rencana yang sistematis, penentuan kegiatan, pelaksanaan untuk mencapai suatu tujuhan. Perencanaan dalam arti seluas- luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan, penentuan kegiatan dan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuhan. Adanya perencanaan yaitu sebagai pedoman untuk mencapai tujuhan yang telah dirumuskan atau direncanakan dan sebagai alat ukur untuk mencapai hasil yang diharapkan (Said, 2016, hal. 84).
Manajemen Masjid adalah proses/usaha mencapai kemakmuran masjid yang ideal yang dilakukan oleh pemimpin pengurus masjid bersama staf dan jama’ahnya melalui berbagai aktivitas yang positif. Secara umum manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan. Dilakukan oleh individu-individu yang menyumbankan upaya terbaik melalui tindakan-tindakan yang lebih
ditetapkan sebelumnya (Ali, 2008, hal. 1).
Potensi Sumber Daya Masjid
Masjid adalah salah satu organisasi pemberdayaan masyarakat yang besifat sukarela, karena masjid adalah tempat berkumpulnya jamaah yang dapat melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan dengan mandiri, baik aktivitas ubudiyah, sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan, dimana jamaah secara sadar dan yakin bahwa, untuk menjadi sebuah masyarakat yang berdaya dan mandiri harus ada sebuah aktivitas yang mereka lakukan untuk menuju perubahan tatanan kehidupan yang lebih baik yang bersumber dari kesadaran mereka sendiri tanpa bergantung kepada orang lain yang digerakkan dari doktrin agama.
Sumber daya Intangible masjid adalah sumber daya yang tidak terlihat dalam neraca keuangan organisasi, misalnya teknologi, inovasi dan reputasi, dsb.Masjid memiliki potensi sumber daya yang bersifat non-fisik seperti potensi sosial, potensi spiritual, dan potensi intelektual.
Sumber daya insani masjid merupakan elemen utama, sebab manusia merupakan pengendalikan sumber daya yang lainnya. Oleh karena itu, sumber daya manusia adalah keseluruhan penentu pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi masjid yang dapat dipertanggungjawabkan cara etis dan sosial (Hariandja, 2007, hal. 3).
Dana infak jamaah masjid dapat digunakan untuk modal berbagai usaha dalam bentuk barang tidak bergerak ataupun barang bergerak.
Harta yang dimiliki manusia hanya titipan dari Allah Swt.Pendayagunaan dana infaq dalam rangka untuk peningkatan kesejahteraan umat, seperti pembelian alatalat produksi, pemberian beasiswa dan sejenisnya.
Pembiayaan ini adalah bentuk kepedulian kepada para dhuafa atau pengangguran agar dapat berdaya (Ma’arif, 2016, hal. 174).
Keberadaan masjid diharapkan mampu menjadi lembaga yang mampu menghimpun dana zakat, infaq, sedekah, maupun wakaf, dan menglola secara produktif. Sehingga hasilnya dapat dialokasikan sebagai dana infaq produktif untuk membantu perberdayaan ekonomi masyarakat dan pembangunan masjid itu sendiri.
Manajemen masjid adalah suatu proses mengatur, mengelola masjid dengan baik yang melibatkan seluruh elemen termasuk tentang jamaah yang bertujuan untuk mengembangkan dan membina segala sesuatu yang berhubungan dengan masjid (Syahruddin, 2017, hal. 339). Maksudnya adalah bagaimana mengelola masjid secara benar dan professional sehingga dapat terwujud masyarakat madani yang Islami dan baik, sejahtera, rukun, damai, dengan ridho, dan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Lebih khusus, bagaimana dapat membuat masjid, jamaah, sistem, sumber dana penggunaannya, dan semua kegiatan agar terpusat di masjid, sehingga masjid dapat menjadi pusat kegiatan umat yang dapat menjadikan masyarakat memperoleh kesejahteraan lahir maupun batin. Karena itulah dalam mengelola masjid tidak terlepas dari manajemen dan sistem pengorganisasian. Sistem
pengorganisasian yang baik menjadi salah satu faktor yang mendukung bangkitnya kekuatan sebuah masjid. Jika sebuah masjid semegah apapun bentuknya tidak mempunyai pola manajemen yang baik maka akan jauh dari peran dan fungsi masjid yang sebenarnya. Manajemen masjid bertujuan untuk memberikan pedoman tentang pembinaan dan pengelolaan masjid dibidang idarah, imarah, dan riayah kepada pembina masjid maupun takmir masjid dalam rangka meningkatkan kualitas pembinaan dan bimbingan untuk terwujudnya kemakmuran masjid(Suherman, 2012, hal. 25).
Usaha-Usaha Yang Dimiliki Masjid at-Taqwa
Pada beberapa negara Islam yang telah maju, masjid memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Dana masjid tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan operasional masjid namun juga dikembangkan dengan adanya usaha masjid. Sehingga jumlah dana masjid yang dimiliki dapat bertambah dan berpotensi dalam menyelesaikan masalah sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Adapun komponen-komponen pemberdayaan ekonomi adalah:
1. Lembaga atau organisasi pemberdayaan yang berfugsi sebagai wadah yang dibentuk oleh masyarakat sebagai organisasi dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pemberdayaan masyarakat.
2. Partisipasi individu dalam bentuk kelompok pemberdayaan.hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif dan inovatif, karena pemberdayaan mengacu pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memmanfaatkan akses dan pengendalian terhadap sumber daya tertentu.
3. Pembiayaan Modal yang merupakan penyaluran dana. Menggunakan istilah pembiayaan karena penyaluran dana yang dilakukan secara bertahap dan bersifat produktif.
4. Pendampingan yang merupakan fasilitator dalam proses pemberdayaan.
Oleh karena itu proses tersebut sangat penting karena anggota pemberdayaan terkadang memiliki rantai ketidakberdayaan sehingga memerlukan pihak lain yang berfungsi sebagai pemberi solusi.
5. Pendidikan dan pelatihan. Dalam proses pemberdayaan proses belajar dibutuhkan untuk memupuk pengetahuan kelompok pemberdayaan masyarakat (Suryanto & Saepulloh, 2016, hal. 11).
Adanya bangunan masjid di tengah-tengah masyarakat sudah dipastikan selalu melaksanakan kegiatan, dengan keberadaan masjid bisa mendapatkan sumber dana yang berasal dari masyarakat antara lain, dari zakat, infaq, sedekah, wakaf, donatur, sumbangan dari pemerintah, sumbangan dari instansi swasta, dan lain sebagainya. Adanya Sumber dana tersebut harus dikelola oleh pengurus masjid untuk kesejahteraan masjid dan jamaah. Namun dalam pemanfaatan dana masjid tersebut, seringkali tidak efektif dikarenakan sebagian besar dana yang dimiliki masjid hanya diorientasikan untuk kegiatan operasional masjid, pembangunan fisik serta pemeliharaannya. Sementara pemanfaatan untuk kegiatan selain itu jumlah dana yang dianggarkan sangat minim sehinga tidak bisa berkembang dalam pembangunan ekonomi sosial umat Islam.
Mengoptimalkan fungsi masjid serta yang berpotensi meningkatkan ekonomi dalam kehidupan umat, maka tidak ditentukan oleh kemegahan sebuah bangunan masjid semata. Namun banyak bangunan masjid yang besar dan megah, namun sepi jamaah dan minim kegiatan. Namun kita patut bersyukur beberapa tahun terakhir ini cukup banyak masjid yang aktif dengan berbagai kegiatan seperti pengajian rutin, konsultasi agama dan keluarga, pelayanan perpustakaan dn pendidikan, pemberdayaan ekonomi umat dan lain-lain. Untuk itu yang diperlukan seharusnya adalah mensinkronkan pemberdayaan potensi masjid dengan pemberdayaan potensi zakat, infaq, dan shadaqah untuk kepentingan umat dalam membangun kejayaan Islam.\
Dalam pengelolaan wakaf dari masyarakat di masjid at-Taqwa desa Tanjungsari dengan mendirikan badan usaha milik masjid (BUMM) adalah sebagai berikut :
Masjid at-Taqwa desa tanjungsari dapat di jadikan sentral kekuatan ekonomi umat dengan salah satu memiliki usaha yang meperdayakan umat, jadi bisa disimpulkan bawha pemberdayaan potensi masjid adalah upaya untuk meningkatakan harkat dan martabat umat islam. Dengan demikian harapan para jamaah agar supaya program-program pemberdayaan ini bisa berkelanjutan dan lebih baik lagi kedapannya. Melalui manajemen kegiatan di atas bisa meningkatkan kualitas pengurus dan jamaah masjid at-taqwa, sehingga masjid at-taqwa dapat menjadi pusat kegiatan keagamaan maupunpusat perekonomian masa kini. Intinya kami (para pengurus) masjid at-Taqwa, belajar bagaimana mengelola masjid secara modern dan profesional seperti yang sudah dilakukan masjid-masjid lain yang sudah berkembang baik itu jamaahnya maupun keuangannya sehingga kemakmuran masjid bisa dirasakan oleh masyarakat.
Dengan demikian, keberadaan masjid dapat memberikan manfaat bagi jamaahnya dan bagi masyarakat lingkungannya. Fungsi masjid yang semacam itu dapat dikembangkan dengan manajemen yang baik dan teratur, sehingga dari masjid lahirinsan-insan muslim yang berkualitas dan masyarakat sejahtera.
KESIMPULAN
Memkmurkan masjid adalah hal yang sanagt penting bagi umat islam di
Pasar Ramadhan Dana Sedekah
jamaah
Usaha – Usaha Milik Masjid
Sewa tarub dan shon sistem
Koperasi Masjid
Pemerdayaan Jamaah Masjid Sewa Wakaf Sawah
Sember Dana Masjid
seluruh negara, dengan manajemen yang baik masjid mampu mengembangkan dan meningkatkan ekonomi masjid itu sendiri dan jamaah.
Sebagai pengurus masjid tentu harus di bekali dengan (SDM) sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas serta memiliki pengetahuan dan kinerja yang baik. Sehingga mampu melihat potensi ekonomi yang di miliki masjid at-taqawa tanjungsari di antaranya, sewa tarub dan sound sistem, koperasi, wakaf sawah, dan pasar ramadhan. Wujud dari masjid yang mandiri adalah masjid yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan operasionalnya sendiri tanpa harus bergantung pada dana infaq dari jamaah. Dengan kata lain, masjid harus memiliki usaha sendiri yang bisa menjadi sumber penghasilan sendiri.
Dengan demikian yang menjadi fokus bagi pengurus masjid adalah bagaimana memaksimalkan badan usaha milik masjid (BUMM) at-Taqwa dan dibidang usaha lainnya yang memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh masjid, baik itu potensi jama’ah, potensi lokasi masjid, potensi ekonomi masyarakat sekitar masjid, dan potensi-potensi lainnya. Bila kesemua potensi tersebut dapat dikelola dengan baik, maka pengurus berkeyakinan bahwa tidak hanya masjid saja yang mandiri akan tetapi masjid pun juga mampu membantu problematika perekonomian masyarakat lingkungan majid.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. M. (2008). Dasar-Dasar Manajemen. Riau: Suska Pres.
Amin, M. (n.d.). Aktualisasi Fungsi dan Peran Masjid, Al-Markaz: Pencerahan Spiritual dan Pencerdasan Intelektual. Merekonstruksi Fungsi Masjid, (1).
Ayub, M. E., & Dkk. (2005). Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani.
Harahap, S. (1993). Manajemen Masjid. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Hariandja, M. T. E. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kahf, M. (2014). Islamic Economics: The Charitable Sector. Qatar: Ad Dawhah.
Karim, A. (2013). Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajawali Press.
Lambton, A. (1997). Awqāf in Persia: 6th-8th/12th-14th Centuries. Islamic Law and Society, 4(3).
Ma’arif, A. S. (2016). Optimalisasi Infaq Masjid untuk Pendampingan Pemberdayaan Keluarga Berbasis Masjid di Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam, 7(2), 173–201.
Munir, M., & Ilahi, W. (2006). No Title. Jakarta: Kencana.
Mustofa, B. (2007). Manajemen Masjid. Surakarta: Ziyad Visi Media.
Nasution, E. (2008). Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Pengembangan Wakaf di Indonesia. al-Awqaf, 1(1).
Pesantrenvirtual. (2014). Peran Masjid Dalam Edukasi Ekonomi Syariah.
Diambil 16 Maret 2021, dari pesantrenvirtual.com website:
https://www.pesantrenvirtual.com/peran-masjid-dalam-edukasi- ekonomi-syariah/
Said, N. M. (2016). Manajemen Masjid (Studi Pengelolaan Masjid Agung Al- Azhar Jakarta). Jurnal Dakwah Tabligh, 17(1), 94–105.
Sarwat, A. (2012). Fiqh Kehidupan. In 12. Jakarta: Rumah Fiqh Publising.
Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.
Suherman, E. (2012). Manajemen Masjid. Bandung: Alfabeta.
Suryanto, A., & Saepulloh, A. (2016). Optimalisasi Fungsi dan Potensi Masjid:
Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid di Kota Tasikmalaya. Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam, 5(2), 1–27.
Syahruddin, H. (2017). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Yani, A. (2009). Paduan Memakmurkan Mesjid (1 ed.). Jakarta: Al-Qalam Kelompok Gema Insani.