42
Media Informasi Pendidikan Islam e-ISSN: 2621-1955 | p-ISSN: 1693-2161 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/attalim/
Peran Guru Dalam Mengembangkan Karakter Toleransi Anak Di PAUD Al-Barokah Koto Majidin Diair
Rifyal Novalia1, Titin Kusayang2,
1[email protected], 2[email protected]
1,2 Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci
Jl. Kapten Muradi, Kecamatan Sungai Liuk, Kota Sungai Penuh. Propinsi Jambi Received: January 30th, 2023 Accepted: May 20th 2023 Published:June 21st 2023 Abstract: The Role Of The Teacher In Developing The Character Of Child Tolerance In Early Children's Education Al-Barokah Koto Majidin Diair.
This article aims to analyze the role of the teacher in developing the tolerance character of early childhood at PAUD Al-Barokah in Koto Majidin DiAir Village. The approach used in this study is a qualitative approach with descriptive methods. The results showed that the nature of tolerance found in early childhood at PAUD Al-Barokah, obtained 3 indicators, namely: 1) PAUD children like to share with friends, 2) PAUD children like to work with friends, 3) PAUD children do not make noise. Where the three indicators have gone well, but a small number of children are still found who need more guidance so that children can apply this tolerant attitude. How teachers apply tolerance to early childhood at PAUD Al-Barokah Koto Majidin DiAir Village, namely: 1) Encouraging children to share food, 2) Carrying out mutual cooperation activities, 3) Carrying out religious activities, 4) familiarity activities by embracing and holding hands, 5) building a culture of shaking hands. In this way, in general, the children were very enthusiastic and participatory in following the teacher's way. Even though there were still children who lacked focus in participating in these activities, over time the children one by one were able to give positive responses.
Keyword: Early Childhood, Character, Tolerance
Abstract: Peran Guru Dalam Mengembangkan Karakter Toleransi Anak Di Paud Al-Barokah Koto Majidin Diair
Artikel ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap peran guru dalam mengembangkan karakter toleransi anak usia dini di PAUD Al-Barokah di Desa Koto Majidin DiAir. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat toleransi yang ditemukan pada anak usia dini di PAUD Al-Barokah, didapatkan 3 indikator yaitu: 1) Anak PAUD senang berbagi terhadap sesama teman, 2) Anak PAUD senang bekerja sama dengan teman, 3) Anak PAUD tidak membuat keributan. Dimana ketiga indikator tersebut sudah berjalan dengan baik, namun sebagian kecil masih ditemukan anak-anak yang perlu bimbingan lagi agar anak-anak dapat menerapkan sifat toleran tersebut. Cara guru menerapkan toleransi pada anak usia dini di PAUD Al-Barokah Desa Koto Majidin DiAir yaitu: 1) Mendorong anak untuk berbagi makanan, 2) Melaksanakan Kegiatan gotong royong, 3) Melaksanakan kegiatan religius, 4) kegiatan keakraban dengan cara merangkul dan bergandengan tangan, 5) membangun budaya bersalam-salaman. Dengan cara tersebut secara umum anak-anak sangat antusias dan partisipatif dalam mengikuti cara guru tersebut. Meskipun masih ada anak-anak yang kurang fokus
dalam mengikuti kegiatan tersebut, namun seiring dengan berjalannya waktu anak-anak satu persatu sudah dapat memberikan respon yang positif.
Kata kunci : Anak Usia Dini, Karakter, Toleransi To cite this article:
Novalia, R., Kusayang, T.(2023). Peran Guru Dalam Mengembangkan Karakter Toleransi Anak Di PAUD Al-Barokah Koto Majidin Diair. At-Ta'lim : Media Informasi Pendidikan Islam, 22(1), 42-52. http://dx.doi:10.29300/atmipi.v22.i1.9729.
A.Pendahuluan
Karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum tata- karma, budaya, dan adat istiadat (Kusayang, Titin; Vitaloka, Wulansari; Ahmad, 2022). Salah satu nilai karakter yang dianggap penting saat Nilai ini salah satunya adalah toleransi.
Toleransi adalah sikap dan gerak yang mengagumi keragaman agama, suku, pendapat, sikap dan gerak orang lain yang ekslusif dari diri sendiri (Sahal et al., 2018). Dengan kata lain toleransi berarti sikap yang tumbuh dalam individu sebagai warga negara dengan menjunjung tinggi asas-asas etika yang baik serta mengimplikasikannya dalam hidup dan kehidupan.
Tidak bisa dipungkiri pada zaman saat ini, dimana masa telah mengalami perubahan yang sangat pesat baik dari segi ekonomi, industri dan teknologi yang melaju pesat, dengan tanpa disadari dapat membawa dampak yang negatif terhadap kepribadian seseorang yakni rendahnya sikap toleransi terhadap sesama manusia, sehingga akan berdampak buruk terhadap moral khususnya pada generasi penerus bangsa, seperti pembunuhan, penindasan, maraknya tindak kekerasan, perilaku seks bebas, durhaka pada orang tua dan perilaku sosial yang menyimpang dari tuntunan nilai moral.
Menanamkan nilai toleransi terhadap anak, maka perlu peran dan andil setiap lini masyarakat khususnya orang tua dan guru sebagai pendidik yang memiliki sifat yang khas, antara orang tua dan guru. Anak-anak dalam masa pertumbuhan intelektualnya jika ia menempuh pendidikan akan lebih banyak berinteraksi dalam lingkungan pendidikannya seperti PAUD (Pendidikan anak usia dini) sehingga dalam hal ini baik dan buruknya karakter anak akan sangat dipengaruhi oleh peran guru.
Guru merupakan pendidik kedua setelah orang tua di saat anak-anak mengenyam Pendidikan pertamanya. Hamzah dan Nurdin menjelaskan guru menjadi faktor kunci untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Kusayang
& Amin, 2019).
Membangun kepribadian atau karakter anak adalah ide untuk membentuk sikap, perilaku, moral, nilai, dan kedewasaan yang didukung dengan menggunakan manusia yang telah ada di sekitarnya sejak lahir, dengan siapa anak bergaul, guru, dan otoritas di mana dia tinggal. Kompeternsi yang dimiliki dengan bantuan penggunaan anak masing-masing dari unsur pengetahuan, perasaan, dan gerak tubuh dapat menjadi dasar pembentukan pribadi dalam diri anak itu sendiri (Wahyuni & Putra, 2020)
Sejak 1400 tahun yang lalu, di mana Rasul SAW. Diutus untuk umat manusia dengan perannya sebagai penyempurna akhlak yang ideal serta menyampaikan risalah ketuhanan kepada seluruh alam semesta, supaya dalam hidup dan kehidupan terciptanya keseimbangan dan kestabilan pada setiap lini. Rasul SAW merupakan figur karakter terpuji dari segala segi
kehidupan. Baik dari segi sikap, tingkah dan laku, fisiologi dan terlebih lagi dari segi psikologis. Maka karakter yang ada pada rasul tersebut merupakan lokus manusia yang teramat sangat beradab dan bermartabat.
Karakter adalah watak, budi pekerti, akhlak, atau budi pekerti seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebijakan yang dapat diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, berperilaku, dan bertindak (Najili et al., 2022). Dengan demikian individu yang berkarakter adalah individu yang saat berinteraksi dengan individu yang lainnya selalu mengedepankan sikap dan nilai-nilai kebaikan dimanapun ia berada.
Menjadi orang bijak dan pintar, bisa jadi mudah dilakukan, tetapi menjadikan orang menjadi manusia yang hebat dan pintar tampaknya jauh lebih sulit atau mungkin sangat sulit.
Jadi, sangat terjangkau untuk menyebutkan bahwa masalah etika adalah masalah akut atau penyakit yang terus menerus menyertai keberadaan manusia setiap saat dan di mana saja.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan untuk menjadikan anak yang cerdas sosialnya harus dilakukan dengan beberapa hal diantaranya: 1) penanaman prinsip jiwa yang mulia; 2) menjaga hak-hak orang lain; 3) menjaga etika social; 4) pengawasan dan kritik social, yakni kegiatan pembelajaran dengan membiasakan anak sejak masa pertumbuhannya untuk melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar (Iskandar, 2018).
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti mengenai nilai toleransi anak usia dini di 4 Desa Kecamatan Air Hangat Barat, yakni khususnya Desa Koto Majidin DiAir, Diketahui nilai toleransi anak masih menjadi perhatian penting bagi peneliti. Hal ini dikarenakan adanya gangguan nilai karakter toleransi anak usia dini yang ditunjukkan. Adapun gangguan toleransi yang ditunjukkan pada anak usia dini meliputi 1) sering berkata tidak jujur terhadap guru dan teman sebayanya 2) melakukan perundungan pada temannya sendiri yang lebih lemah atau berbeda dengan dirinya; 3) sikap memilih teman berdasarkan status sosial; 4) melakukan adegan yang meniru ujaran kebencian, kekerasan, berbicara tidak sopan terhadap orang tua, mengambil hak orang lain dan perilaku negatif lainnya.
Menimbang pentingnya membangun toleransi anak terhadap arah remaja awal dalam upaya mengembangkan keragaman, khususnya lingkungan yang memberikan berbagai macam variasi dengan baik, termasuk mendapatkan pengetahuan tentang menghargai dan sekarang tidak lagi memaksakan kehendaknya. Oleh sebab itu penelitian ini lebih menonjolkan peran guru dalam memberikan Pendidikan toleransi kepada anak usia dini khususnya di PAUD Al-Barokah di Desa Koto Majidin DiAir Kecamatan Air Hangat Kebupaten Kerinci.
B.Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang merupakan suatu proses pemecahan permasalahan dengan melahirkan data naratif berbentuk tulisan atau lisan yang melalui proses pengamatan (Moleong, 2000)
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah dimana peneliti sendiri sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2016). Metode kualitatif ini juga dikenal dengan istilah metode naturalistik. Dalam metode ini, situasi penelitian tidak bisa direkayasa artinya ini dilaksanakan pada suasana yang biasa- biasa saja “natural setting”.
Adapun penentuan informan dipilih secara purposive sampling yaitu informan akan dipilih sendiri oleh peneliti yang dianggap dapat memberikan informasi-informasi dan lebih mengetahui persoalan permasalahan (Usman, Husaini; Akbar, 2000).
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari observasi, wawancara dan dokumentasi. Kedua metode ini saling menunjang dalam mengumpul data dan memperoleh data. Terutama dalam menggunakan metode penelitian kualitatif. Analisis data penelitian akan dilakukan dengan metode atau model analisis interaktif yang mengacu pada analisis Miles dan Hubberman tahun 1992. Agar penelitian semakin teruji validasinya dan penelitian semakin terpercaya, maka peneliti berpedoman pada pemakaian standar data yang dijelaskan Lyncoln dan Guba dalam (Moleong, 2000) yaitu: (1) kepercayaan (Credibility), (2) keteralihan (Transferability), (3) dapat dipertanggungjawabkan (Dependability), (4) dapat diakui (Confirmability) atau dapat dikonfirmasikan (Moleong, 2000).
C.Hasil dan Pembahasan Temuan Hasil Penelitian
1. Sifat Toleransi Anak Usia Dini di PAUD al-Baraokah Koto Majidin DiAir
Sifat atau sikap toleransi ini sangat penting diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik di PAUD Al-Barokah Koto Majidin Diair. Jika toleransi tersebut tidak ditanamkan sejak dini, maka sifat toleransi siswa PAUD menjadi rendah atau intoleran dan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan buruk di masa depan anak.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan mengenai sifat toleransi anak Bersama guru-guru PAUD Al-Barokah, diperoleh:
a. Siswa PAUD senang berbagi sesama teman
“Menurut saya, sifat toleransi anak di PAUD Al-Barokah sudah baik, hal ini dikarenakan antara anak satu dengan yang lainnya sudah bisa saling berbagi mainan, sehingga dapat menjadi bukti bahwa anak sudah bisa menanamkan sifat toleransi.
Namun, masih terlihat anak-anak ada yang tidak ingin berbagi mainan” (wawancara dengan Dora Puspita, Pada Tanggal 10 Desember 2022).
“Berdasarkan pengamatan saya, secara umum sudah baik namun masih ada 2-3 orang anak yang sulit berbagi dengan temannya, hal ini tidak ditegur sama orang tua yang mendampinginya dan kami sebagai guru sudah menegur dengan halus, tapi tetap tidak ingin berbagi mainan atau makanan dengan temannya” (Wawancara dengan Elli Susmita, Pada Tanggal 10 Desember 2022).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diperoleh informasi bahwa Sebagian besar sikap saling berbagi sudah bisa diterapkan oleh anak-anak PAUD Al-Barokah. Namun, masih ada anak-anak PAUD Al-Barokah yang sulit ingin berbagi dengan temannya.
b. Siswa PAUD senang bekerja sama sesama teman
Berikut akan diuraikan hasil wawancara Bersama guru mengenai siswa PAUD senang bekerja sama sesama teman.
“Menurut saya mengenai bekerjasama siswa PAUD, disini masih dikatakan cukup baik, dengan catatan masih dalam perbaikan sikap kerja sama tersebut. Hal ini dikarenakan, masih lumayan banyak siswa yang sulit dalam menerapkan kerjasama, misalnya di saat guru meminta anak-anak bermain secara kelompok, masih ada anak- anak yang tidak mengikuti perintah dan merusak kegiatan kelompok bermain”
(Wawancara dengan Dora Puspita, Pada Tanggal 10 Desember 2022).
“Kerjasama anak-anak disini, masih perlu tenaga ekstra untuk membentuk kekompakannya agar kerjasamanya berjalan dengan baik, hal ini terlihat pada saat saya memberikan permainan puzzle, anak kurang memberikan respon dengan baik sehingga kerjasama juga kurang berjalan maksimal” (Wawancara dengan Elli Susmita, Pada Tanggal 10 Desember 2022).
“Kerjasama anak PAUD, ada yang kompak saat diberikan kegiatan kelompok dan masih ada juga ditemukan anak-anak yang kurang kompak atau sulit untuk bekerjasama” (Wawancara dengan Dora Puspita, Pada Tanggal 10 Desember 2022).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, diperoleh informasi bahwa sifat toleransi pada indikator senang bekerjasama sesama teman, Sebagian kecil anak-anak PAUD Al- Barokah dapat dikatakan sudah menjalin kerjasama sesama teman dengan cukup baik.
Sebagian besar anak-anak masih banyak yang perlu bimbingan agar kerjasama dapat terjalin dengan baik. Hal ini terlihat dari kegiatan siswa PAUD yang diberikan guru untuk membentuk kerjasama, meskipun membutuhkan usaha yang ekstra untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemukan di lapangan. Siswa PAUD tidak suka membuat keributan.
c. Siswa PAUD tidak membuat keributan/mengganggu teman
Berikut akan diuraikan temuan hasil wawancara Bersama guru PAUD Al-Barokah Desa Koto Majidin DiAir. Menurut Makus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keributan berarti kegemparan atau kerusuhan. Anak-anak usia dini sering dijumpai melakukan keributan terutama di kelas. Keributan sering diakibatkan oleh tingkat egois anak yang tinggi dan tidak mau saling mengalah.
Dengan demikian, berdasarkan hasil temuan di atas, dapat dipahami anak-anak PAUD Al-Barokah yang sering mengganggu teman, akan dapat berdampak buruk pada anak kedepannya, sehingga akan terancam menurunnya sifat toleransi pada anak dan membentuk sifat yang intoleran seperti selalu menang sendiri (egois), arogan dan keras kepala.
Secara umum anak yang sering membuat keributan atau mengganggu teman yaitu anak laki-laki, seperti merebut mainan dan makanan teman, mendorong teman tanpa sebab, dan perilaku yang lainnya yang dapat menciptakan keributan di dalam kelas.
Masalah ini akan akan memicu sifat yang intoleran di masa yang akan datang, jika tidak memperhatikan sikap relegius, perhatian orang tua dan iterkasi social anak.
Oleh sebab itu guru PAUD harus melatih kepribadian siswa dan membimbingnya agar sifat-sifat yang buruk tersebut dapat diperbaiki selama siswa tersebut masih mengenyam Pendidikan. hal ini tentunya akan berefek baik untuk sifat dan karakter siswa di masa-masa yang akan datang. Kemudian daripada itu guru PAUD harus menanamkan sifat-sifat yang baik kepada siswanya seperti memberikan kasih sayang, perhatian, nasehat dan ilmu agama agar anak-anak dapat membedakan maya yang dilarang dilakukan dan mana yang benar dilakukan oleh anak. selain itu pula peran orang tua selepas anak-anak tidak berada dalam asuhan guru selama di sekolah, tentunya peranan orang tua sangatlah berpengaruh dalam mendidik dan mengayomi anak- anaknya. Agar sifat dan perilaku anak-anaknya selalu mengedepankan perilaku yang baik seperti sopan, santun, menghormati orang lebih tua, serta berbuat baik bagi sesama.
Dengan demikian pada gilirannya akan membentuk sifat toleransi yang diharapkan anak menjadi lebih baik terutama karakter toleransi yang diharapkan.
Disebut dengan nama Kampung Jawa karena masyarakat pendatang tersebut bukan orang Bali dan masyarakat Bali menyebut para pendatang dengan sebutan orang Jawa/ orang Islam. Walaupun sebenarnya masyarakat pendatang tersebut bukan hanya dari Jawa saja, akan tetapi masyarakat Bali menyebut pendatang dengan sebutan orang Jawa, sebutan ini telah lama dipergunakan oleh masyarakat Bali bagi para pendatang yang berasal dari pulau Jawa, Bugis, Palembang, dan Madura sudah berada di Denpasar sejak tahun 1906 dan tinggal di Pasar Badung dengan mata pencaharian dalam bidang
perdagangaan. Dulu, penduduknya terdiri dari 20 KK saja kemudian seiring berjalannya waktu menjadi sekitar 700 KK dan sekarang terbagi menjadi 8 RT.
Namun pemberian nama Kampung Jawa dahulu tidak dipermasalahkan oleh masyarakat yang menempati Kampung Jawa, akan tetapi masyarakat yang menempati lokasi tersebut sangat menghargai sekali pemberian nama tersebut. Nama Kampung Jawa pada tahun 1956 diubah menjadi Dusun Wanasari atas arahan dari bapak Sumarma (Camat Denpasar Barat). Alasan diubahnya menjadi Dusun Wanasari karena agar tidak adanya hal yang terkesan dalam suatu identitas kesukuan dan menghindari adanya perpecahan antara para pendatang di Dusun Wanasari (Atmadja et al, 2019).
2. Materi Toleransi yang Diajarkan Guru pada Anak Usia Dini Di PAUD Al-Barokah Desa Koto Majidin DiAir.
Memberi materi pembelajaran toleransi dapat membentu pembentukan karakter toleransi pada anak, memperdalam pemahaman mereka tentang keanekaragaman serta meningkatkan kesadaran tentang masalah sosial, dan meningkatkan perilaku yang saling menghargai. Berdasarkan hasil wawancara diatas, materu toleransi yang diajarkan pada anak usia dini yaitu:
1. Gotong Royong
Pada dasarnya gotong royong merupakan budaya dari orang Indonesia yang bisa dilakukan baik dari tingkat desa hingga nasional. Untuk membentuk membentuk budaya gotong royong pada anak, maka harus didukung dengan materi gotong royong yang didalamnya terdapat teori, Langkah dan tata tertib yang harus dilakukan pada saat gotong royong.
Gotong royong yang diajarkan guru kepada anak-anak PAUD al-Brokah bertujuan agar anak dapat bekerja sama, saling membantu dan tolong menolong. Selain teori yang dijelaskan oleh guru juga disertai dengan praktek lapangan seperti memungut sampah secara Bersama-sama di pekarangan sekolah. Jadi, dapat disimpulkan dengan materi gotong royong sifat toleransi anak usia dini bisa terbentuk dan bisa menjalin hubungan dengan masyarakat dengan baik di masa yang akan datang.
2. Menghargai Sesama
Materi menghargai sesama merupakan salah satu materi yang dapat membawa seseorang dalam hidup berdampingan dan bertoleran dengan baik. Terutama di era Revolusi 4.0 yang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, namun masih banyak orang yang tidak bisa menghargai sesama, seperti tidak menghargai keyakinan, etnis dan budaya orang lain.
3. Materi Hidup Rukun
Materi hidup rukun membahas tentang bagaimana kerukunan antar sesama, tetangga, beragama agar bisa terjalin dengan baik. Materi ini sudah diterapkan kepada anak-anak PAUD Al-Barokah. Materi yang diajarkan pada anak dengan mengajak mereka untuk tidak menghujat teman, tidak membuat kegaduhan dengan teman dan tetangga, berbakti pada orang tua. Dengan guru menyampaikan materi hidup rukun dengan cara tersebut, guru mengharapkan agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan dapat hidup rukun dengan perbedaan yang ada.
4. Cinta Tanah Air
Materi tentang cinta tanah air yaitu nama negara, lambing negara, warna bendera Indonesia, nama Presiden dan Wakil Presiden, nama Ibu kota Indonesia, lagu kebangsaan Indonesia, suku-suku yang ada di Indonesia, nama-nama pahlawan, nama-nama hari besar nasional dan bangsa lain yang tinggal di Indonesia.
5. Tolong Menolong
Materi tolong menolong sudah diterapkan di PAUD Al-Barokah untuk mengembangkan karakter toleransi anak. dengan materi tolong menolong anak-anak
dapat memahami bahwa hidup tidak akan lepas dari tolong menolong. Guru PAUD memberikan materi ini dengan cara: orang sakit diobati oleh dokter, ibu melahirkan dibantu oleh bidan, kita makan dibantu oleh petani dan sawah. Dan masih banyak lagi contoh-contoh tolong menolong yang diberikan oleh guru PAUD Al-Barokah pada siswa- siswanya.
Jadi dari semua materi dan contoh yang dilakukan guru kepada siswa PAUD Al- Barokah dengan tujuan untuk membentuk karakter toleransi pada anak, apabila dilatih dan dibiasakan dalam kegiatan pembelajaran anak usia dini, pada gilirannya akan membentuk sikap toleransi anak dengan baik dan sejak dini dan akan menjadi kebiasaannya di masa yang akan datang. Penanaman sifat-sifat baik seyogyanya pada masa anak-anak dimana pada tersebut anak lebih dapat meniru dan mempraktekkannya selama mereka berinteraksi bersama teman-teman sebayanya.
Pembahasan
1. Peran Guru Terhadap Sikap Toleransi Pesarta Didik
Dalam dunia Pendidikan tidak terlepas dari unsur pokok yang menjadi motor penggerak proses transfer ilmu pengetahuan yakni guru. Guru yang lazim di istilahkan sebagai “digugu dan ditiru” di mana dalam diri seorang guru (Syah, 2014). Terdapat figur seorang yang ideal untuk dicontohkan baik dari ilmu pengetahuannya maupun dari karakter kepribadian yang baik. Maka dari itu sudah semestinya sebagai sosok yang ditiru memberikan Pendidikan yang baik pula terhadap peserta didiknya.
Definisi karakter yang menjadi pokok pembahasan dalam pembahasan penelitian ini, mempunyai asal kata kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya “tools for marking”,
“to engrave”, dan “pointed stake”. Frasa ini mulai digunakan secara luas sekali lagi dalam Bahasa Prancis, khususnya caratere. Kemudian dalam Bahasa Inggris menjadi character, kemudian berubah menjadi Bahasa Indonesia, khususnya character (Suyanto, 2010).
Karakter digambarkan sebagai cara bertanya-tanya dan berperilaku ini khusus untuk tinggal dan melukis Bersama, masyarakat, dan negara. Individu dengan pria atau Wanita yang tepat adalah orang yang mampu membuat pilihan dan siap untuk bertanggung jawab.
Karakter dapat dipertimbangankan karena nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan sekitar dan kebangsaan yang diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan gerak, terutama didasarkan sepenuhnya pada norma agama, pedoman hukum dan peraturan hukum, budi pekerti, budaya, adat istiadat, dan estetika (Samani, Muchlas; Hariyanto, 2017). Dengan demikian bahwa karakter merupakan sebuah sikap seseorang yang terintegrasi pada sisi relegiusitas, dan totalitas kepribadian dari segala segi sendi-sendi kehidupan.
Dalam ranah psikologi sebagaimana yang dijelaskan Mujid, karakter merupakan watak, perangai sifat dasar yang khas satu sama lain atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi (Jelita, 2020).
Lebih lanjut lagi bahwa karakter dalam ranah psikologi islam merupakan suatu perilaku pada diri seseorang dengan tanpa pertimbangan sebelumnya. Ia berasal dari sifat dasar dari jiwa.
Karakter merupakan hasil refleksi keadaan jiwa seseorang yang berwujud dalam sifat dan perilaku seseorang.
Terminologi Islam, laki-laki atau perempuan disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal akhlak). Moral adalah situasi internal dan eksternal manusia. Ungkapan moralitas berasal dari frasa khalaqah karena ini wataknya, laki-laki atau perempuan, adat istiadat.
Berdasarkan pendekatan etimologi, frase akhlak berasal dari Bahasa arab yang bentuk mufrad-nya adalah khuluqun yang sejalan dengan pendekatan aksesori laki-laki atau perempuan, perangai, tingkah laku atau laki-laki atau perempuan. Kalimat ini mengandung unsur kesesuaian dengan frasa khalqun karena ibni peristiwa itu, dan sangat terkait dengan Khaliq karena ini penciptanya, dan makhluk karena ini yang diciptakan (Haqqi, 2012).
Dengan kata lain bahwa karakter merupakan keadaan fisiologis dan psikologis yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala bentuk perangai dan tingkah lakunya baik dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.
Ahli etika muslim klasik yakni Ibnu Miskawaih mengartikan kata Khuluq sebagai tingkah laku yang timbul dari jiwa yang mana juga merupakan kondisi jiwa yang melahirkan tingkah laku atau Tindakan tanpa melalui proses berpikir, atau pertimbangan secara mendalam (Miskawaih, 1924). Atau tingkah laku yang timbul secara spontanitas. Maka dari itu khuluq dapat disamakan dengan karakter, karena menunjukkan sifat ataupun ciri khas yang terdapat dalam jiwa. Khuluq merupakan cermin yang terpancar dari dalam jiwa seseorang, dengan kata lain apabila baik khuluq seseorang maka dapat dinilai jiwa seseorang dalam keadaan baik, dan begitu pula sebaliknya. Karena khuluq merupakan realisasi kejiwaan. Dengan demikian baik dan buruknya tergantung dari kondisi kejiwaan.
Pada suatu ketika anak yang dapat ditanamkan nilai-nilai karakter sejak dini meliputi empat aspek, yaitu: aspek non sekuler, aspek kepribadian, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Bahwasanya karakter yang bagus berkaitan dengan nilai-nilai mudah yang dapat dianggap baik. Nilai nilai karakter yang ditanamkan kepada anak antara lain: kecintaan terhadap Tuhan YME, kejujuran, disiplin, toleransi dan cinta damai, percaya diri, mandiri, tolong menolong, kerjasama, gotong royong, hormat dan sopan santun, tanggung jawab, kerja keras, kepemimpinan dan keadilan, kreatif, rendah hati, peduli lingkungan, cinta bangsa dan tanah air. (Nuraeni, 2016). Dengan menanamkan nilai-nilai tersebut sama halnya menumbuhkan kepekaan aspek psikologis, dengan demikian pada gilirannya akan menumbuhkan karakter yang paripurna untuk keseimbangan diri anak tersebut.
Bentuk-bentuk toleransi menurut Borba adalah sebagai berikut: a. Anak yang toleran cenderung menunjukkan toleran pada orang lain tanpa menghiraukan perbedaan; b.
Menunjukkan penghargaan pada orang dewasa dan figur yang memiliki wewenang; c.
Terbuka untuk mengenal orang dari berbagai latar belakang dan keyakinan yang berbeda dengannya; d. Menyuarakan perasaan tidak senang dan kepedulian atas seseorang yang dihina; e. Mengulurkan tangan pada anak lain yang lemah, tidak membolehkan adanya kecurangan; f. Menahan diri untuk memberikan komentar yang akan melukai hati kelompok atau anak lain; g. Fokus pada karakter positif yang ada pada orang lain meskipun ada perbedaan di antara mereka; h. Menahan diri untuk tidak menilai orang lain (Soraya, 2013).
Menurut Kemendiknas sebagaimana yang dikutip oleh Neng Rupi Bentuk-bentuk toleransi anak usia dini yaitu anak yang toleran senang bekerja sama dengan teman, mau berbagi makanan atau minuman dengan teman, selalu menyapa bila bertemu, menunjukan rasa empati, senang berteman dengan siapa saja, menghargai pendapat teman dan tidak memaksakan kehendak sendiri, mau menengahi teman yang sedang berselisih, tidak suka membuat keributan atau mengganggu teman, tidak suka menang sendiri, senang berdiskusi dengan teman, serta menolong teman dan orang dewasa (Rupi, 2018). Penanaman nilai-nilai karakter yang baik pada anak usia dini sejak dini tentunya akan sangat memberi kontribusi tersendiri bagi tumbuh kembang anak, baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Penanaman karakter toleransi sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Tidak akan terlepas dari pola asuh terhadap seorang anak. hal ini sangat penting karena terbentuknya karakter yang baik tergantung pada pola asuh seseorang terkhususnya guru dalam membina dan mengarahkan peserta didik dengan nilai-nilai asuh yang baik. pola asuh merupakan cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan teori dan mengaplikasikan suatu pengalaman ilmu kepada peserta didik baik secara verbal maupun nonverbal dengan tujuan yang baik.
Kemudian daripada itu untuk lingkup dalam keluarga, sebagai rumah pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak usia dini. Pola asuh orangtua dapat diartikansebagai perlakuan orangtua terhadap anak dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing, melatih, yang terwujud dalam bentuk pendisiplinan, pemberian tauladan,
kasih sayang, hukuman, ganjaran, dan kepemimpinan dalam keluarga melalui ucapanucapan dan tindakan-tindakan orangtua (Sunarty, 2016). Selanjutnya pola asuh dapat juga dijabarkan cara orang tua menangani anak-anak mereka untuk membantu dan membimbing anak-anak agar mereka tetap mandiri. Maka dari itu pula berhubungan dengan Pendidikan dan pengasuhan anak, orang tua memiliki tanggung jawab besar di hadapannya. Hal ini terlihat dalam firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah Luqman [31] : 13.
ْ ذِاَو َْلاَق ُْن ٰم قُل ْ هِن ب ِلِ َْوُهَو ْ هُظِعَي ْ يَنُبٰي َْلِ ْ كِر شُتِْ ّٰللاِب ْ نِا ۗ َْك رِّشلا ْ م لُظَل ْ م يِظَع
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Q.S At- taubah ayat 103).
Jadi, dapat disimpulkan pola yang sangat berkaitan dengan orang tua memberikan peran yang penting juga dalam mengembangkan sikap toleransi anak. sehingga anak menjadi baik. Pendidikan terbaik yang dapat diberikan oleh orang tua terhadap anaknya dalam mendidik anak sebagai bentuk tanggung jawab serta bagaimana menjaga, mendidik, mengasuh, rajin, tanggung jawab, bagi anak dalam mencapai kedewasaannya. Bahkan sampai upaya-upaya pembentukan norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Toleransi tidak hanya memberikan pengalaman edukasi yang ditransferkan oleh orang yang lebih dewasa kepada generasi penerus. Akan tetapi secara psikologis bagaimana nilai- nilai positif edukasi tersebut dapat membentuk kepekaan sisi psikologis anak usia dini.
Karena menurut ahli ilmu psikologi anak usia dini dimana masa transisi kepribadian. Untuk itu pada masa transisi inilah anak-anak dapat menerima pesan-pesan moral, etika dan dan norma-norma dari orang-orang terdekatnya, maupun dari lingkungannya secara lebih luas.
2. Penanaman Dimensi Afektif Kepada Peserta Didik
Meskipun guru sebagai pendidik kedua setelah orang tua bagi anak-anak, namun peran guru sangatlah berpengaruh bagi pengetahuan sang anak. tidak dapat dipungkiri dengan Pendidikan formal maupun non formal yang ditempuh oleh peserta didik, secara otomatis anak yang sedang menempuh Pendidikan akan memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Hal ini tidak dapat dipungkiri selama anak dalam masa perkembangan baik kognitif, afektif dan psikomotorik akan lebih dapat menerima apa saja yang disuguhkan oleh guru. Maka dari itu sebagai seorang guru berkewajiban memberikan pelajaran yang terbaik bagi peserta didiknya. Tidak hanya pengayaan peserta didik dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pengembangan sistem kognitif saja. Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana seorang guru mengembangkan sisi afektif peserta didik. Penanaman sisi afektif dalam arti yang lebih terperinci adalah baik dari segi perilaku, tingkah sikap, watak, serta kemauan dan emosi peserta didik.
Dimensi afektif merupakan kajian pada ranah psikologi. Maka dari itu sebagai seorang pendidik banyak sedikitnya harus menguasai ilmu kejiwaan, yang tujuannya agar memahami kepribadian peserta didik dari segi watak, emosi dan keinginan peserta didik. Pada masa anak-anak peserta didik diliputi oleh motif kemauan yang luar biasa. Dalam ilmu psikologi kemauan merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktivitas yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan.
Tujuan adalah titik akhir dari Gerakan yang menuju pada suatu arah. Dalam istilah sehari- hari, kemauan disamakan dengan kehendak atau Hasrat. Kehendak adalah suatu fungsi jiwa kehendak kekuatan dari dalam. Dan tampak dari luar sebagai gerak gerik(Ahmadi, 2009).
Kaitannya dengan penanaman nilai-nilai toleransi pada peserta didik. Pada masa tersebut sangat dianjurkan untuk membimbing dan mengarahkan motif kemauan peserta didik agar berkemauan merealisasikan nilai-nilai sikap empati, empati dan welas asih terhadap sesama.
Dengan demikian apabila sikap tersebut secara terus menerus diajarkan pada peserta didik maka akan menjadi kebiasaan dalam diri pribadi seorang peserta didik.
Selain itu, kemauan berkaitan erat dengan emosi. Menurut ahli kejiwaan yang mana emosi merupakan suatu gejala kejiwaan yang mana sangat berpengaruh terhadap kemauan dan perbuatan maka gejala jiwa itu berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi (Ahmadi, 2009). Dengan demikian agaknya antara kemauan dan emosi merupakan bentuk motif kejiwaan seseorang yang mana satu sama lainnya saling mempengaruhi dalam sistem kepribadian. Lebih dalam lagi bahwa emosi merupakan suatu perasaan dalam diri. Oleh sebab itu memberikan Pendidikan perasaan sangat penting sekali bagi seorang guru kepada peserta didiknya.
Dengan memberikan Pendidikan perasaan artinya akan memupuk kebiasaan untuk tidak mudah tersinggung, tidak membesar-besarkan perkara, tidak cengeng, memupuk keberanian, menilai tinggi kebenaran dan menjunjung tinggi keadilan (Ahmadi, 2009).
Dengan demikian bahwa pemberian terhadap Pendidikan perasaan. Jauh lebih mendalam kebermanfaatannya terhadap kepribadian anak, agar sedini mungkin dapat dididik kepekaan perasaannya serta ketajaman rasa empati dan simpatinya. Tujuan dari Pendidikan tersebut adalah supaya dalam kepribadian anak tidak diselimuti oleh nilai-nilai intoleran seperti berkata kasar, membenci dan antipati. Yang mana sifat-sifat tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai toleransi.
D.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulannya. Bahwa sikap toleransi yang ditemukan pada anak usia dini di PAUD Al- Barokah bahwa siswa senang berbagi terhadap sesama teman, kemudian siswa PAUD senang bekerja sama dengan teman dan siswa PAUD tidak membuat keributan. Dan sikap toleransi tersebut berjalan dengan baik, namun Sebagian kecil masih ada ditemukan anak-anak yang perlu bimbingan lagi agar anak-anak dapat menerapkan sifat toleransi tersebut. Kemudian daripada itu sikap toleransi yang terbilang sukses diterapkan oleh guru PAUD Al-Barokah disertai dengan materi-materi beserta contoh yang dapat dipraktik langsung oleh guru kepada siswa PAUD Al-Barokah. Dengan demikian sikap toleransi yang diterapkan oleh guru di PAUD Al-Barokah telah berjalan dengan baik.
E.Daftar Pustaka
Ahmadi, A. (2009). Psikologi Umum. Rineka Cipta.
Haqqi, A. M. (2012). Syarah 40 Hadits Tentang Akhlak (9th ed.). Pustaka Azzam.
Iskandar, E. (2018). Pendidikan Islamperspektif Abdullah Nashih Ulwan. Akademika, 14(1), 20–39.
Jelita, M. (2020). Teori Disposisi Gordon W. Allport Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Repository UIN Jakarta, 86.
Kusayang, Titin; Vitaloka, Wulansari; Ahmad, B. (2022). Peran Wanita Karir Dalam Membentuk Karakter Anak Di Iain Kerinci. Jurnal Tunas Pendidikan, 4(2), 113–125.
https://doi.org/10.52060/pgsd.v4i2.721
Kusayang, T., & Amin, R. (2019). Penggunaan Media Papan Flanel dalam Mengembangkan Kemampuan Berhitung Anak di TK Mutiara Al-Madani Kota Sungai Penuh. INNOVATIO:
Journal for Religious Innovation Studies, 17(2), 189–206.
https://doi.org/10.30631/innovatio.v17i2.55
Miskawaih, I. (1924). Tahdhib al-Akhlak wa Tathir al-A’raq. al-Husainiyah.
Moleong, L. J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Najili, H., Juhana, H., Hasanah, A., & Arifin, B. S. (2022). Landasan Teori Pendidikan Karakter.
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(7), 2099–2107.
https://doi.org/10.54371/jiip.v5i7.675
Nuraeni. (2016). Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini. Jurnal Paedogy, 3, 65–73.
Rupi, N. (2018). Mengembangkan Toleransi Anak Melalui Metode Bermain Peran Di PAUD
Budi Asih Muara Baru Lampung Barat.
http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/4254
Sahal, M., Musadad, A. A., & Akhyar, M. (2018). Tolerance in Multicultural Education: A Theoretical Concept. International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding, 5(4), 115. https://doi.org/10.18415/ijmmu.v5i4.212
Samani, Muchlas; Hariyanto, H. (2017). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja Rosdakarya.
Soraya, S. (2013). Studi Eksperimen Penggunaan Media Diversity Doll dan Media Gambar Sebagai Penanaman Sikap Toleransi Anak Usia 4-6 Tahun di Raudhotul Athfal 02 Mangunsari Semarang. IJECES: Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies, 2(2), 37–42.
Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta.
Sunarty, K. (2016). Hubungan Pola Asuh Orangtua Dan Kemandirian Anak. Journal of Educational Science and Technology (EST), 2(3), 152.
https://doi.org/10.26858/est.v2i3.3214
Suyanto. (2010). Pendidikan Karakter: Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Syah, M. (2014). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya.
Usman, Husaini; Akbar, P. S. (2000). Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara.
Wahyuni, I. W., & Putra, A. A. (2020). Kontribusi Peran Orangtua dan Guru dalam Pembentukan Karakter Islami Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al- Thariqah, 5(1), 30–37. https://doi.org/10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4854