• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS (TBC) DI KELURAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS (TBC) DI KELURAHAN "

Copied!
36
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dihitung bahwa jumlah penderita TBC akan meningkat sekitar 2,8 hingga 5,6 juta setiap tahunnya, dan 1,1 hingga 2,2 juta orang akan meninggal setiap tahunnya akibat TBC4. india menempati urutan ketiga dunia setelah China dan India, dengan jumlah penduduk sekitar 10% dari total penderita TBC dunia. DOTS saat ini merupakan strategi yang paling efektif untuk mengobati pasien TBC, dengan tingkat kesembuhan sebesar 87% pada tahun 1995-1998 dan 89,7% pada tahun 2007, melebihi target WHO4.

DOTS bertujuan untuk menjamin dan mencegah resistensi, keteraturan pengobatan dan mencegah dropout pasien TBC dengan melakukan pemantauan, pengendalian dan pengobatan pasien TBC. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan kurangnya pemahaman tentang perawatan yang tepat bagi pasien TBC paru, serta terbatasnya peluang ekonomi. Perlu dilakukan penyesuaian strategi untuk meningkatkan keteraturan minum obat bagi pasien TBC, dengan yang mengawasinya disebut PMO (Pengawas Minum Obat), sebaiknya orang dekat dengan pasien TBC, salah satunya adalah keluarga. .

Selain itu, penderita TBC bisa saja merasa malu atau kesakitan karena mengidap TBC, sehingga peran keluarga baik sebagai suami/istri maupun anak dapat menjadi teman yang siap mendengarkan keluh kesah pasien dan dapat menjadikan pasien TBC sebagai teman. merasa nyaman. Tujuan umum penelitian ini adalah hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di Kecamatan Panjang Jaya Bekasi.

Luaran

Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam upaya pencapaian MDG-6 tuberkulosis (TB) pada tahun 2013 ditujukan untuk meningkatkan cakupan DOTS, meningkatkan kapasitas dan mutu pengobatan tuberkulosis, memperkuat kebijakan dan peraturan pemberantasan tuberkulosis, memperkuat sistem informasi serta pemantauan. dan sistem evaluasi terkait tuberkulosis dan mobilisasi alokasi sumber daya. Untuk mendukung kebijakan tersebut diperlukan data mengenai PMO dan karakteristiknya, sehingga upaya mencapai efektivitas kebijakan dapat ditingkatkan melalui data yang diperoleh. Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungan peran keluarga seperti ikatan keluarga PMO, tingkat pendidikan PMO, umur, motivasi dan sikap keluarga PMO dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa. , Jakarta Selatan.

Pertanyaan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di Kecamatan Panjang Jaya Bekasi.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Konsep Lansia
    • Pengertian Lansia
    • Proses Menua
    • Penuaan Normal
    • Batasan-batasan Lanjut Usia
    • Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
    • Tugas Perkembangan Lansia
  • Rheumatoid Arthritis
    • Pengertian Rheumatoid Arthritis
    • Etiologi Rheumatoid Arthritis
    • Kriteria Diagnostik Rheumatoid Arthtritis
    • Manifestasi Klinis Rheumatoid Arthritis
    • Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
    • Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
    • Pencegahan Rheumatoid Arthritis
    • Karakteristik Nyeri Arthritis
  • Konsep Nyeri
    • Pengertian Nyeri
    • Klasifikasi Nyeri
    • Mekanisme Neurofisiologik Nyeri
    • Prinsip Gerontologis Untuk Pengontrolan Nyeri
    • Tingkat Skala Nyeri
    • Penatalaksanaan Nyeri
  • Konsep Masase Punggung
    • Pengertian Masase Punggung
    • Indikasi Masase Punggung
    • Kontraindikasi Terapi Masase Punggung
  • Hipotesis

Artritis reumatoid (RA) merupakan kelainan inflamasi sistemik kronis yang dapat mengenai banyak jaringan dan organ, namun terutama menyerang sendi fleksibel (sinovial) (Masriadi, 2016). Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik yang ditandai dengan pembengkakan sendi dan rusaknya membran sinovial sendi (Andy Arifputera, dkk. 2014). Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan dan khususnya menyerang jaringan sendi (Frits Gosana, 2013).

Artritis reumatoid terjadi karena adanya kecenderungan genetik, terutama HLA-DR4 dan HLA-DR1 yang menyebabkan reaksi imunologi pada membran sinovium (Andy Arifputera, dkk. 2014). Akibatnya nyeri yang timbul akibat kerusakan jaringan tersebut di atas akan “membandel” dan dapat berlangsung lama (Frits Gosana, 2013). Nyeri biasanya digambarkan dan ditandai dengan berbagai cara, berdasarkan durasinya (akut atau kronis). a) Nyeri akut.

Nyeri kronis adalah nyeri jangka panjang, atau nyeri yang menetap setelah kondisi yang menyebabkan nyeri tersebut hilang. Rangsangan nyeri dapat menimbulkan respon refleks langsung yang menghasilkan kesadaran akan nyeri (Priscilla LeMone, et.al 2016). Orang lanjut usia lebih sensitif terhadap efek analgesik obat opiat karena efek puncaknya yang tinggi dan durasi pereda nyeri yang lama.

Penatalaksanaan nyeri akut seringkali mudah, dengan mengandalkan analgesik (pereda nyeri), seperti asetaminofen, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan pereda nyeri opioid. Manfaat terapi pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) sebagai bagian dari strategi manajemen nyeri yang komprehensif semakin meningkat. Pijat punggung merupakan suatu tindakan merangsang kulit dan jaringan di bawahnya dengan variasi tekanan tangan untuk mengurangi nyeri, memberikan relaksasi dan meningkatkan sirkulasi (Bulechek & Dochterman, 2006).

Perawat harus menjelaskan tujuan terapi kepada klien dan sebelum melakukan pijat punggung perawat harus mengidentifikasi kondisi klien (Potter & Perry Identifikasi faktor atau kondisi seperti patah tulang rusuk atau tulang belakang, luka bakar, area merah pada kulit atau luka terbuka yang merupakan kontraindikasi untuk menggosok punggung (Rasional: memijat jaringan sensitif dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Pijat punggung dapat dilakukan kapan saja, misalnya sebelum tidur atau sebelum mandi, untuk meningkatkan rasa nyaman pasien. Menurut Potter & Perry (2006), kontraindikasi pijat punggung meliputi kondisi seperti patah tulang rusuk atau tulang belakang, luka bakar, area kulit merah atau luka terbuka.

Dalam kerangka konseptual penelitian ini, variabel terikat atau variabel terikatnya adalah intensitas nyeri rheumatoid arthritis. Hipotesis Penelitian (H0): Terdapat perbedaan rerata intensitas nyeri rheumatoid arthritis sebelum dan sesudah pemberian terapi pijat punggung pada lansia.

METODE PENELITIAN

  • Lokasi Penelitian
  • Populasi dan Sampel
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Metode Analisis Data

Jawaban masing-masing responden berbentuk “kode”. angka atau huruf) yang dimasukkan ke dalam program atau “perangkat lunak”. Dalam penelitian ini, analisis univariat dikategorikan menjadi intensitas nyeri “ringan” (1–3), intensitas nyeri “sedang” (4–6), dan intensitas nyeri “berat” (7–9). Analisis bivariat pada penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi pijat punggung terhadap intensitas nyeri pada lansia penderita rheumatoid arthritis di PSTW Budhi Dharma Bekasi.

Intensitas nyeri rheumatoid arthritis sebelum mendapat terapi pijat punggung mencapai P-value > nilai alpha yang berarti data berdistribusi normal, sedangkan tingkat penurunan intensitas nyeri rheumatoid arthritis mencapai P-value > . Begitu pula dengan 6 responden yang berpendidikan SLTA, 13 responden yang berpendidikan SMA, dan 2 responden yang berpendidikan perguruan tinggi, hampir semuanya menyatakan patuh, dan hanya 1 responden yang menyatakan kurang patuh. Selain itu, dari 20 responden yang mempunyai sikap kurang baik, sebanyak 12 responden (85,7%) menyatakan patuh dan hanya 2 responden (14,3%) yang menyatakan kurang patuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis. Berdasarkan penelitian, usia responden berkisar antara dewasa (41,2%) dan lanjut usia (38,2%), hasil analisis usia tidak menunjukkan hubungan yang kuat dengan kepatuhan pengobatan pasien dengan nilai p > 0,05. Hasil penelitian menunjukkan persentase pendidikan responden tertinggi adalah SMA (38,2%) dan SD (29,4%) (menengah dan rendah).Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pengobatan. . . kepatuhan, karena hampir seluruh responden menyatakan patuh, minum obat.

Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pengetahuan baik (29,4%), dan kurang baik (70,6%), hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang penyakit TBC kurang dan kepatuhan minum obat tidak disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. memahami proses penyakit dan pengobatannya. Namun hasil uji Chi Square tidak menunjukkan adanya hubungan antara motivasi dengan kepatuhan minum obat. Kurangnya hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat terlihat karena jumlah sampel responden yang kurang.

Berdasarkan variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, motivasi dan sikap tidak menunjukkan hubungan yang kuat dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Penelitian yang mengidentifikasi hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Jagakarsa menunjukkan hasil yang baik dari segi kepatuhan (91,2%), meskipun faktor yang mempengaruhi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hubungan antara peran keluarga dengan kepatuhan minum obat belum terbukti signifikan, namun tetap disarankan khususnya bagi perawat Puskesmas untuk dapat mengunjungi pasien TBC dan keluarganya secara rutin dan berkala agar kepatuhan minum obat dapat tetap terjaga. melalui peningkatan pengetahuan tentang proses penyakit TBC dan pengobatannya.

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

Anggaran Biaya

Justifikasi anggaran biaya ditulis secara rinci dan jelas serta disusun sesuai format Tabel 4.1 dengan komponen sebagai berikut.

Jadwal Penelitian

Empat belas responden dewasa (26 – 45 tahun), sebanyak 12 responden (85,7%) menyatakan patuh dan hanya dua responden (14,3%) yang menyatakan kurang patuh. Hasil penelitian ini agak berbeda dengan penelitian sebelumnya20, mungkin karena penelitian ini dilakukan di komunitas dengan kondisi yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit. Dalam hal ini persepsi seseorang memegang peranan penting sebelum melakukan atau memilih suatu tindakan atau pekerjaan 14. Ciri-ciri seseorang dengan motivasi rendah umumnya kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan, mempunyai program kerja yang tidak terencana atau tujuan yang tidak realistis. dan lemah dalam implementasi7.

Keadaan ini berbeda dengan ciri-ciri motivasi tinggi, seseorang dengan motivasi tinggi mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi, berani mengambil resiko, mempunyai tujuan yang realistis, mempunyai berbagai rencana kegiatan yang menyeluruh untuk mencapai tujuan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.13 Secara umum motif dasar pemicu motivasi dalam berperilaku individu terbentuk karena pengaruh lingkungan khususnya keluarga yang memberikan dukungan. Hal ini sesuai dengan fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu memenuhi berbagai kebutuhan anggota keluarga20.

Di antara faktor-faktor yang mempengaruhinya, kurangnya pengetahuan (70,6%) responden mengenai penyakit dan pengobatan yang dijalaninya menjadi salah satu faktor yang dapat disesuaikan menjadi lebih baik. Ribka Limbu, Marni (2007), Peran keluarga sebagai PMO dalam menunjang proses pengobatan penderita TBC paru di wilayah kerja Puskesmas Baumata Kecamatan Taubenu Kabupaten Kupang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambar

Tabel 4.  1 Anggaran Biaya Penelitian yang Diajukan
Tabel 4.  2 Jadwal Kegiatan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (N=34)  Variab
Diagram 1 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden yang patuh ada  sebanyak 31 orang
+6

Referensi

Dokumen terkait

“ Gambaran Penerapan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Dengan Gangguan Halusinasi Di Puskesmas Purbaratu Kota