• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI AKSI PREMANISME BERDASARKAN HUKUM ISLAM (STUDI DI KEPOLISIAN SEKTOR PUGER JEMBER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI AKSI PREMANISME BERDASARKAN HUKUM ISLAM (STUDI DI KEPOLISIAN SEKTOR PUGER JEMBER)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam

Oleh :

HASBY ROSYADY NIM: S20184048

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

2023

(2)

ii

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI AKSI PREMANISME BERDASARKAN HUKUM ISLAM (STUDI DI

KEPOLISIAN SEKTOR PUGER JEMBER) SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam

Oleh:

HASBY ROSYADY NIM: S20184048

Disetujui Pembimbing

Helmi Zaki Mardiansyah, M.H NUP. 20160395

(3)

iii

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI AKSI PREMANISME BERDASARKAN HUKUM ISLAM (STUDI DI

KEPOLISIAN SEKTOR PUGER JEMBER) SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam Hari: Rabu

Tanggal: 27 Desember 2023 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Yudha Bagus Tunggala Putra, M.H Ahmad Faris Wijdan, M.H NIP. 198804192019031003 NIP. 198811242023211014

Anggota:

1. Dr. Martoyo, S.H.I., M.H. ( )

2. Helmi Zaki Mardiansyah, M.H. ( )

Menyetujui Dekan Fakultas Syariah

Dr. Wildani Hefni, S.H.I., M.A NIP. 19911107 201801 1 004

(4)

iv

MOTTO

َك ْمُهَّ نَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ٍدَّمَُمُ ُباَحْصَأ اَنَ ثَّدَح َلاَق ىَلْ يَل ِبَِأ ِنْب ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ْنَع ااُنا

ْمُهْ نِم ٌلُجَر َماَنَ ف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا َعَم َنوُيرِسَي ُوَعَم ٍلْبَح َلَِإ ْمُهُضْعَ ب َقَلَطْناَف

اًمِلْسُم َعِّوَرُ ي ْنَأ ٍمِلْسُمِل ُّلَِيَ َلَ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلاُسَر َلاَقَ ف َعِزَفَ ف ُهَذَخَأَف

Artinya: “Dari Abdurrahman bin Abu Laila, ia berkata kepada kami, kami dikisahkan oleh para sahabat Rasulullah SAW bahwa mereka suatu kali berpergian dengan Rasul. Ketika salah seorang mereka tertidur, seorang lainnya membawakan tali kepadanya, lalu dipegangkannya, sehingga yang tertidur tadi kaget ketakutan. Rasulullah SAW lalu bersabda, Seorang muslim tidak halal untuk menakut-nakuti seorang muslim lainnya” (HR. Abu Dawud).

Sholeh As-Shidiqi, 40 Hadis Tematik, (Jakarta: CV Matahari Jaya, 2018), 70.

(5)

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini :

1. Kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Sugiono dan Ibu Suli’ah yang selalu memanjatkan doa dalam setiap sujud lima waktu dan sunnahnya, yang telah memberikan semangat, bimbingan, mendukung, serta memberikan arahan kepada saya agar menjadi pribadi yang lebih baik.

2. Kepada adik saya Ahmad Haidar Ali yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

3.

Kepada dokter pribadi saya dr.Muhammad Yusuf Makkaraeng yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun meteriil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur bagi Allah SWTyang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya. Akhirnya penelitian yang bertajuk “Peran Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Aksi Premanisme Berdasarkan Hukum Islam (Studi Di Kepolisian Sektor Puger Jember)” bisa rampung dengan baik.

Shalawat serta salam mudah-mudahan selamanya tersalurkan kepada Baginda Nabi kita Muhammad SAW. Pembahasan yang dibahas pada penelitian akan menjadi tulisan yang peneliti harapkan yaitu bisa mempersembahkan peranan keilmuan bagi para pembaca. Supaya dikemudian hari dapat diteliti dan ditelaah lebih dalam dan jelas lagi terkait peran kepolisian dalam menanggulangi aksi premanisme yang terjadi di wilayah Puger. Atas selesainya penelitian ini, ikhtiar yang keras selama proses pengerjaan skripsi ini tidak dapat ditolak. Namun dengan suport dari banyak pihak pengerjaan penelitian ini bisa berfaedah. Pada kesempatan kali ini peneliti ingin memberikan ujaran terimakasih pada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Hepni, S.Ag., M.M CPEM selaku rektor UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak Dr. Wildani Hefni, S.H.I., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

3. Ibu Dr. Busriyanti, M.Ag. selaku Wakil Dekan I Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq.

4. Bapak Martoyo, S.H.I., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

(7)

vii

5. Bapak Dr. Ahmadiono, M.E.I. selaku Wakil Dekan III Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

6. Bapak Yuda Bagus Tunggala, S.H., M.H. selaku Koordinator Program Studi Hukum Pidana Islam.

7. Bapak Helmi Zaki Mardiansyah, M.H. selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, arahan, saran, dan bimbingan yang diberikan selama penulisan skripsi berlangsung hingga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

8. Seluruh civitas akademik, khususnya dosen Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Peneliti dalam tulisan ini memiliki kesadaran secara penuh bahwa tidak ada kesempurnaan yang dapat diperbuat oleh manusia, salah satunya dalam hal penulisan skripsi ini, masih terdapat beberapa kekurangan yang peneliti harapkan mendapatkan saran dan masukan yang konstruktif, sehingga dapat terlahir sebuah tulisan yang sempurna dan memiliki hasil yang bermanfaat kepada peneliti dan orang lain.

Jember, 01 September 2023

Penulis,

(8)

viii

ABSTRAK

Hasby Rosyady, 2023: Peran Kepolisian Dalam Menanggulangi Aksi Premanisme Berdasarkan Hukum Islam (Studi Di Kepolisian Sektor Puger Jember)

Kata Kunci: Peran Kepolisian, Aksi Premanisme, Hukum Islam

Aksi premanisme merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan dan dapat dikenakan pidana bagi pelakunya. Penelitian ini memiliki fokus pembahasan yang berangkat dari problem aksi premanisme yang terjadi di Kecamatan Puger. Dalam hal ini Pihak Kepolisian selaku lembaga yang memiliki tugas dan kewajiban terhadap ketertiban umum, sudah secara konsekuen menjadi garda terdepan untuk menanggulangi aksi ini. Peran kepolisian dalam menanggulangi aksi premanisme akan dianalisis berdasarkan hukum positif dan hukum Islam.

Fokus penelitian yang di bahas: 1) Apa faktor yang menyebabkan terjadinya aksi premanisme di wilayah Puger?, 2) Bagaimana peran kepolisian dalam menertibkan aksi kejahatan premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polsek Puger?. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mendeskripsikan faktor yang menyebabkan terjadinya aksi premanisme di wilayah Puger. 2) Untuk mendeskripsikan peran kepolisian dalam menertibkan aksi kejahatan premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polsek Puger.

Metode penelitian yang digunakan adalah merujuk pada problematika yang diangkat, maka peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat yuridis-empiris. Penelitian ini dilakukan di lokasi Kecamatan Puger. Melalui tekhnik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah reduksi, penjabaran dan penarikan kesimpulan terhadap data. Dan menggunakan metode triangulasi sebagai teknik mencari keabsahan data berupa triangulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian ini adalah: 1) Faktor yang menyebabkan terjadinya aksi premanisme di wilayah Puger dapat diklasifikasikan menjadi tiga faktor yaitu:

Pertama adalah faktor ekonomi. Kedua adalah faktor tidak adanya lapangan pekerjaan yang layak dan memadai. Ketiga adalah faktor kurangnya edukasi dan tidak didapatkannya pendidikan yang layak. 2) Peran kepolisian dalam menertibkan aksi kejahatan premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polsek Puger adalah sesuai dengan fungsi lembaga Kepolisian dalam Pasal 2 UU Kepolisian dan wewenang serta tugas pokok Kepolisian dalam Pasal 14 UU Kepolisian. Peran Polsek Puger dalam menertibkan aksi premanisme di wilayah Puger terbagi ke dalam dua kategori penindakan yaitu sebagai berikut: Pertama, Tindakan yang bersifat preventif. Kedua, Tindakan yang bersifat represif.

(9)

ix

DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Istilah ... 13

F. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

A. Kajian Terdahulu ... 20

B. Kajian Teori ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 43

B. Lokasi Penelitian ... 44

C. Subjek Penelitian ... 45

(10)

x

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Analisis Data ... 47

F. Keabsahan Data ... 48

G. Tahapan Penelitian ... 50

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISI DATA ... 51

A. Gambaran Objek Penelitian ... 56

B. Penyajian Data ... 56

C. Bahasan Temuan ... 78

BAB V PENUTUP ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

1 A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang berdasarkan pada hukum, bukan hanya kekuasaan semata. Penegakan hukum perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penegakan hukum ini penting untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada paragraf keempat. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh perkembangan global yang juga telah menyebar ke berbagai aspek kehidupan.

Pengaruh global pada setiap lini kehidupan bernegara secara komprehensif memberikan impact yang sangat signifikan. Impact tersebut tidak hanya didapatkan dalam nilai yang terkonstruksikan secara positif, akan tetapi juga termanifestasikan pada nlai-nilai yang dikonstruksikan secara negatif. Nilai-nilai negatif tersebut dimanifestasikan oleh beberapa individu untuk memenuhi tuntutan kehidupan yang dirasa semakin hari. Semakin jauh dari rasanya kenyamanan dan kesejahteraan sesuai dengan harapan yang dicita-citakan. Seperti contoh, dampak perkembangan global pada aspek ekonomi setiap orang menjadi tidak lagi merata. Kondisi kemiskinan dan pengangguran merajalela, sehingga membuat seseorang secara terdesak melakukan pemenuhan kebutuhannya dengan menggunakan cara-cara yang

(12)

melanggar hukum. Lemahnya perekonomian yang menyebabkan masyarakat melakukan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sehingga ini yang menyebabkan melonjaknya angka kriminalitas dalam masyarakat.1

Kriminalitas yang melekat pada perbuatan seseorang pelanggar hukum karena adanya alasan kebutuhan ekonomi hari ini sangatlah mudah ditemukan.

Salah satu contohnya adalah aksi premanisme yang dilakukan sebagai langkah massive agar mendapatkan suatu pemasukan berupa uang dengan menggunakan cara yang melanggar hukum. Aksi premanisme sendiri secara masih terjadi dikarenakan sebuah anomali yaitu berupa adanya ketimpangan secara ekonomi yang tidak terdistribusikan secara merata. Sehingga aksi premanisme berupa penyebaran ketakutan untuk mengambil barang atau hak orang lain digunakan dengan dalih keterdesakan ekonomi. Realita yang demikian kian memprihatinkan, dikarenakan aksi premanisme di Indonesia sendiri, dilakukan oleh berbagai kalangan khususnya orang-orang yang berada pada usia produktif. Hal ini tentu menjadi sangat miris untuk dilihat, karena generasi muda merupakan harapan bangsa yang memikul nawacita bangsa dan negara kedepannya.

Apabila dilihat berdasarkan sisi sosiologis, premanisme berkembang melalui kesenjangan yang dialami oleh masyarakat. Secara alamiah, keadaan yang timpang dari segi kesejahteraan akan menimbulkan suatu kecemburuan sosial yang secara kolektif dirasakan oleh setiap orang untuk meluapkan

1 Khoirul Anam, “Tindak Pidana Dilakukan Oleh Premanisme”. Yustitiabelen, 2018, 1- 26.

(13)

kekecewaan yang demikian, aksi yang bernilai pemberontakan akan digunakan untuk menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan. Salah satu pemberontakan tersebut adalah dengan melakukan aksi premanisme. Karena dalam aksi premanisme itu sendiri, terdapat suatu nilai pemberontakan berupa penyebaran ketakutan, agar hak yang dimiliki seseorang juga dibagikan kepada orang lain. Akan tetapi, aksi yang demikian secara yuridis mengandung kecacatan hukum, karena tidak meghargai adanya perlindungan hak-hak pribadi dari setiap manusia.

Premanisme disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan terganggunya ketertiban, ketidaknyamanan serta menimbulkan rasa takut yang terjadi di lingkungan masyarakat. Penyebab utama munculnya aksi premanisme adalah kurangnya tingkat pendidikan serta kurangnya pengetahuan tentang nilai moral. Keadaan lingkungan serta keadaan masyarakat memiliki pengaruh yang sangat penting untuk membangun hubungan sosial yang berpengaruh pada tingkah laku masyarakat. Berdasarkan sosiologis, meningkatnya perbuatan premanisme pada lingkungan masyarakat juga didorong dengan meningkatnya jumlah masyarakat dan dipengaruhi oleh tingkat keadaan sosial dari masyarakat.2

Premanisme di Indonesia telah ada sejak masa penjajahan Belanda.

Istilah preman berasal dari bahasa Belanda vrijman yang artinya orang bebas atau tidak terikat dengan pekerjaan pemerintah atau pihak lain. Dalam konteks sipil, freeman mengacu pada seseorang yang merasa tidak terikat

2 I Komang Arya Kusumantara, I Nyoman Gede Sugiartha & Luh Putu Sudini, “Peranan Kepolisian Dalam Menangani Aksi Premanisme Di Wilayah Hukum Polda Bali”, Jurnal interprestasi hukum Vol. 3, No. 2 – Juni 2022, 322-327.

(14)

oleh struktur dan sistem sosial tertentu. Dalam konteks militer, freeman merujuk pada seseorang yang baru selesai melaksanakan tugas militernya atau tidak sedang dalam tugas. Definisi lain menyebutkan preman sebagai kelompok kriminal dalam masyarakat yang muncul karena terciptanya rasa takut melalui penampilan fisik mereka serta kebiasaan mereka yang didasarkan pada tindakan negatif seperti penipuan, pemerasan, paksaan, dan pencurian yang dilakukan dengan cepat dan spontan.3

Ketimpangan dan ketidaksesuaian tersebut menyebabkan timbulnya protes dan ketidakpuasan dari individu atau kelompok tertentu dalam struktur masyarakat, yang kemudian memicu praktik premanisme. Premanisme adalah perilaku yang mengganggu dan mengancam keamanan serta ketertiban masyarakat. Praktik premanisme saat ini semakin meningkat seiring dengan adanya sebagian anggota masyarakat yang tidak mampu merasakan kesejahteraan ekonomi seperti anggota lainnya. R. Owen dalam bukunya “the book of the new moral world” mengatakan lingkungan yang tidak menguntungkan dapat mempengaruhi perilaku seseorang menjadi negatif, dan tidak dapat disangkal bahwa hal tersebut menjadi penyebab maraknya kejahatan saat ini. Mayoritas pelaku premanisme tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan yang memadai, sehingga mereka mencari jalan pintas dengan melakukan pemerasan, perampokan, dan intimidasi.4

Kejahatan dengan cara melakukan pemerasan, perampokan dan intimidasi tentunya menjadi satu hal yang bertentangan dengan prinsip Islam.

3Rahmawati, L. “Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap Premanisme (Studi Sosio Kriminologi)”. Jurnal Penelitian Hukum, 2002, 14.

4 R. Owen, The Book Of The New Moral World, (London: Forgotten Books, 2017), 42.

(15)

Islam sendiri secara tega melarang praktik kejahatan perampokan dengan memberikan hukuman yang sangat keras, seperti yang termaktub dalam Surah Al Maidah ayat 33 sebagai berikut:







































































Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.5

Peristiwa yang dipaparkan dalam penelitian ini yaitu aksi premanisme di jalur Lintas Selatan Jember. Aksi premanisme yang terjadi adalah adanya pemerasan terhadap para pengendara. Dalam memperebutkan wilayah kekuasaan para preman sering melakukan kekerasan terhadap preman yang lain sehingga terjadilah peristiwa hukum seperti penganiayaan yang bisa berakibat luka atau matinya orang.6

Preman merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki tindak kriminal yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Kehadiran mereka dapat memicu atau menimbulkan rasa takut dari penampilan fisik serta kehidupan sehari-harinya yang cendrung melakukan suatu tindakan kriminal.

Tindakan yang dilakukannya seperti melakukan tindakan yang berkaitan

5 Al Khobir, Alqur’an Transliterasi Terjemahan Perkata, (Jakarta: Nur Ilmu, 2018), 351.

6 Rahmawati, L. “Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap Premanisme (StudiSosio Kriminologi)”, Jurnal Penelitian Hukum Universitas Singaperbangsa, 2002, 14.

(16)

dengan pembegalan, pencurian, pembunuhan, intimidasi dan lain sebagainya yang memicu keresahan dalam kehidupan masyarakat.7

Preman adalah individu atau kelompok yang tidak memiliki penghasilan tetap dan pekerjaan yang jelas. Umumnya, mereka mencari nafkah dengan melakukan kegiatan kriminal, mengeksploitasi individu yang dianggap lemah karena mereka sendiri tidak memiliki pekerjaan dan merasa terdorong oleh kebutuhan fisik untuk bertahan hidup. mereka akan melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan uang. Sikap dan tindakan ini dikenal dengan sebutan premanisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, preman merujuk pada individu yang melakukan tindakan jahat seperti perampokan, penodongan, dan pemerasan.

Indonesia sebagai negara berkembang yang tingkat kesejahteraan rakyat masih dalam kategori rendah dan kemiskinan yang masih banyak terjadi di masyarakat menjadikan aksi premanisme sebagai sesuatu yang mudah ditemui.

Tindakan premanisme yang melakukan tindakan melanggar hukum secara meresahkan telah mengganggu kehidupan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai pemberitaan media hari ini, bahwa aksi penyebaran ketakutan, anarkisme yang dilakukan oleh beberapa atau kelompok orang tertentu untuk mendapatkan suatu yang secara berharga menimbulkan banyak keresahan.

Gerakan premanisme yang dilakukan oleh preman menang secara manajemen organisir sangatlah senyap. Akan tetapi, pada realitanya patern premanisme sangatlah mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, aksi

7 Anggito Abimanyu, Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat, (Yogyakarta:

PAU UGM, 1997), 23.

(17)

premanisme yang meresahkan masyarakat sudah seharusnya menjadi tanggungjawab negara untuk segera ditanggulangi.8

Peran yang sangat signifikan dalam upaya memberantas premanisme ada pada aparat kepolisian. Fungsi dan wewenang kepolisian dalam menjalankan tugasnya diatur dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, khususnya dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15. Pasal 13 menjelaskan bahwa tugas utama kepolisian adalah :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2. Menegakan hukum; dan

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Aksi premanisme yang terjadi di masyarakat secara gradual tidak dapat dibiarkan begitu saja. Premanisme yang sejatinya merupakan tindakan pelanggaran terhadap hukum dan mengganggu ketentraman dan kenyaman masyarakat sudah selayaknya untuk segera ditanggulangi. Perbuatan yang meresahkan ini jika dibiarkan akan memberikan dampak yang negatif bagi kelangsungan kehidupan bernegara dan berbangsa. Ketakutan secara psikologis yang didapatkan dikarenakan adanya aksi premanisme akan membuat masyarakat takut untuk melakukan aktivitas, sehingga nantinya masyarakat akan mengalami kemunduran. Dan hal ini tentu akan merugikan negara karena secara perkembangan negara hal ini dapat menjadi gangguan.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum selaku lembaga perwakilan negara yang

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005), 894

(18)

memiliki leading sector untuk menindak pelanggaran-pelanggaran yang ada menjadi sangat penting perannya agar senantiasa konsisten dan tegas untuk menindak pelanggaran yang dibuat dalam aksi premanisme tersebut.9

Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan aparat penegak hukum yang menjalankan tugasnya dengan baik. Penegakan hukum seharusnya memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, sambil tetap memastikan tercapainya keadilan. Namun, penting untuk diingat bahwa apa yang dianggap berguna secara sosial belum tentu adil, dan sebaliknya. Oleh karena itu, polisi, jaksa, pengacara, dan hakim sebagai aparat hukum perlu bekerja sama untuk menciptakan nilai-nilai tersebut.

Sebagai salah satu lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menjalankan aturan hukum di Indonesia, Kepolisian memiliki peran penting dalam menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam bidang tertentu. Tugas utama setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia adalah mengawasi dan menciptakan rasa aman di masyarakat. Dalam konteks pembangunan yang kompleks, tidak dapat dipungkiri bahwa kepolisian memiliki peran yang sangat signifikan, selain aparatur pemerintahan lainnya. Oleh karena itu, Kepolisian Republik Indonesia berfungsi sebagai sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.

Secara konseptual, memang sulit untuk membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, sebab kejahatan merupakan istilah yang umum digunakan dalam kehidupan sosial. Pada dasarnya, istilah kejahatan merujuk pada jenis

9 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Bab 1 Pasal 13.

(19)

tindakan atau perilaku manusia tertentu yang dianggap jahat.10 Hukum positif di Indonesia mewajibkan setiap warga negara untuk bertindak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, termasuk dalam hal hukum pidana. Setiap individu dapat dianggap melanggar aturan atau tidak dapat diketahui melalui undang-undang yang berlaku serta adanya kepastian hukum.

Kepastian hukum yang dimaksudkan harus memiliki indikator dalam setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Tindak pidana yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana memiliki batasan-batasan sendiri untuk membedakan satu tindak pidana dengan yang lainnya.

Pemberlakuan norma yang ada di masyarakat secara konsekuen mengharuskan adanya penegakan pada norma-norma yang telah dibuat. Hal ini mengindikasikan bahwa norma yang sudah terkonstruksikan menjadu suatu hukum, memiliki sifat mengikat yang oleh setiap orang harus ditaati dan jika ada pelanggaran terhadap norma tersebut, maka upaya penindakan atas pelanggaran norma tersebut juga harus ditegakkan secara tegas dan konsisten.

Dalam aksi premanisme juga berlaku demikian bahwa premanisme sebagai tindakan yang melanggar hukum sudah seyogyanya untuk dilakukan suatu upaya penegakan hukum. Konstruksi hukum pidana di Indonesia sendiri sudah mengatur beberapa delik yang dapat dikategorikan sebagai suatu penindakan terhadap aksi premanisme. Seperti contoh delik pengancaman atau pemerasan yang ada dalam KUHP yang secara substansial merujuk pada penanggulangan tindakan untuk merebut secara paksa hak yang dimiliki orang lain dengan cara

10 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana.Jakarta, ( J a k a r t a : Rineka Cipta, 2008) 78

(20)

menakut-nakuti seseorang. Ketegasan pada penindakan delik ini harus secara konsekuen dipegang oleh apparat penegak hukum. Dalam penindakannya sendiri, apparat penegakan hukum telah memiliki pedoman berupa pemberian tindakan preventif dan represif yang secara praktik hal ini dapat diterapkan juga untuk menanggulangi aksi premanisme yang ada di Indonesia.

Tindakan pemerasan dan pengancaman yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh preman di wilayah sekitar jalur lintas selatan Jember sangat mengganggu masyarakat, terutama mereka yang aktif di area tersebut. Para pedagang yang beroperasi di sekitar jalan tersebut juga sering kali diminta uang secara paksa untuk membayar keamanan. Mengingat kejadian-kejadian yang telah dialami oleh masyarakat, diperlukan tindakan dari pihak kepolisian dalam bentuk tindakan represif, dengan upaya untuk memberantas tindakan pemerasan dan pengancaman yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh para preman di sekitar jalur lintas selatan di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, dengan memberlakukan KUHP secara tegas dan langsung, diharapkan akan terjadi efek jera di kalangan premanisme yang terlibat dalam kejahatan pemerasan dan pengancaman dengan kekerasan. Namun, upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Sektor Puger Kabupaten Jember belum mencapai tingkat maksimal dalam menerapkan tindakan represif secara langsung untuk memberikan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan pemerasan dan pengancaman dengan kekerasan ini.

Atas dasar latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengkajinya dalam bentuk skripsi dengan judul Peran Kepolisian Dalam

(21)

Menanggulangi Tindak Pidana Aksi Premanisme Berdasarkan Hukum Islam (Studi Di Kepolisian Sektor Puger Jember).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, diperlukan pengidentifikasian masalah yang akan diteliti agar menjadi lebih jelas dan mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu disusun rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah utama yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya aksi premanisme di wilayah Puger?

2. Bagaimana peran kepolisian dalam menertibkan aksi kejahatan premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polsek Puger?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang yang difokuskan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan yang menjadi target dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan alasan terjadinya aksi premanisme di wilayah Puger.

2. Untuk mendeskripsikan peran kepolisian dalam menertibkan aksi kejahatan premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polsek Puger.

(22)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini melibatkan kontribusi yang akan diberikan setelah penyelesaian penelitian. Manfaatnya mencakup aspek teoritis dan praktis, serta dapat berdampak pada penulis, instansi terkait, dan masyarakat secara umum. Penting untuk memastikan bahwa manfaat dari penelitian ini realistis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum tentang sanksi pidana bagi pelaku premanisme dilihat dari kacamata hukum positif dan peran Kepolisian.

2. Manfaat Praktis

a. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperluas pemahaman dan pengetahuan mengenai sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku premanisme sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan masukan kepada para hakim dalam menentukan dasar hukum yang relevan dalam kasus-kasus yang melibatkan pelaku premanisme, karena sifat kejahatan ini dianggap tidak manusiawi.

b. Bagi Instansi

Peneliti berharap bahwa karya tulis ini dapat digunakan sebagai referensi dalam argumen hukum serta membantu pengembangan pengetahuan mahasiswa tentang sanksi pidana

(23)

terhadap pelaku premanisme melalui pendekatan hukum positif dan perspektif hakim.

c. Bagi Masyarakat

Peneliti berharap agar karya ini dapat dijadikan sebagai pengatuhuan yang bisa diberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi masyarakat tentang pentingnya menjaga tali silaturahmi dengan sesama dan selalu rukun dilingkungan masyarakat, agar tidak terjadi konflik yang memicu terjadinya kejahatan premanisme di lingkungan masyarakat.

E. Definisi Istilah

Pembahasan mengenai definisi istilah merupakan salah satu uraian yang akan menjelaskan terkait dengan makna konkrit suatu diksi atau istilah yang digunakan dalam penelitian. Penguraian ini dilakukan berdasarkan tujuan peneliti agar pembaca tidak salah mengartikan terhadap diksi yang telah dipilih oleh peneliti. Selain itu, dalam definisi istilah ini peneliti secara konkrit ingin memberikan pembatasan terhadap makna diksi yang digunakan oleh peneliti, sehingga diksi yang ada pada judul penelitian memberikan gambaran utuh bagi pembaca dalam memahami judul yang telah peneliti konstruksikan.

Adapun definisi yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang di maksud dengan peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan, yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam sebuah masyarakat. Ketika istilah peran

(24)

digunakan dalam sebuah lingkungan pekerjaan maka orang yang diberi suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.11

2. Kepolisian

Polisi dalam pengertian materiil adalah bertanggung jawab untuk menangani masalah-masalah yang terkait dengan tugas dan wewenang dalam menjaga keamanan dan ketertiban baik dalam konteks kewenangan kepolisian umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perundang- undangan.12

Kepolisian merupakan aparat penegak hukum yang mempunyai tugas pokok untuk menjaga ketertiban dan keamanan khususnya kepolisian daerah Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

3. Premanisme

Istilah premanisme berakar pada suatu konsepsi yang dirumuskan dalam bahasa Belanda yaitu vrijman yang berartikan seseorang berstatus bebas, merdeka atau tidak memiliki ikatan dengan orang lain dalam struktur sosial, sementara isme merujuk pada arti aliran atau paham yang digunakan oleh seseorang.13 Berdasarkan kedua definisi tersebut, premanisme dapat diartikan secara sederhana sebagai paham seseorang yang mengkonstruksikan bahwa secara individual seseorang memiliki kebebasan tanpa adanya perikatan dengan orang lain.

11 Departemen Pendidikan Nasional, Kamaus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, balai Pustaka 2005), 854.

12 Yoyok Ucuk Suyono, Hukum Kepolisian, (Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2013), 18.

13 Rusdianto Syafi’I, Premanisme dalam Kajian Hukum Pidana Internasional, (Jakarta:

Pustaka Kencana Abadi, 2013), 11.

(25)

Premanisme adalah orang atau individu atau sekelompok orang yang tidak berpenghasilan tetap, tidak punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan orang-orang yang terkena pengaruh keberadaannya.

Karena tidak bekerja dan harus bertahan hidup, mulanya mereka berbuat apa saja yang dapat menghasilkan uang, namun karena mereka melihat orang-orang penakut yang di mintai uang, mereka juga melakukan penekanan fisik maupun psikis agar mereka mau mendukung kebutuhannya.14

4. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan istilah dalam hukum yang merujuk pada suatu aktivitas yang melibatkan keseluruhan atau sebagaian tubuh baik secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan tindakan tersebut berakibat pada pemberian sanksi dikarenakan adanya larangan yang dilakukan.15 Istilah tindak pidana dalam Bahasa Belanda ialah stafbaar feir yang secara makna merujuk pada perbuatan pidana atau perbuatan yang menjadi suatu sebab seseorang diberikan hukuman.

Beberapa pengertian dari Stafbaar feir menurut pakar hukum pidana, antara lain:16

a. Muljatno memberikan definisi terkait perbuatan pidana adalah suatu aktivitas berupa perbuatan seseorang yang dilakukan tidak berdasarkan

14Tim Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2, (Balai Pustaka, Jakarta: 1993), 324.

15 Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 68, https://www.google.co.id/books/edition/Pengantar_Hukum_Pidana/5peEDwAAQBAJ?hl=id&gbp v=1&dq=dasar-dasar+hukum+pidana+indonesia&printsec=frontcover

16 Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, 69.

(26)

aturan hukum yang berlaku, sehingga seseorang dikenakan suatu pidana atau sanksi atas perbuatan yang dilakukan tersebut.

b. Simons mengistilahkan stafbaar reif sebagai suatu tindakan melawan hukum yang dilakukan berdasarkan kesalahan seseorang, sehingga atas tindakan melawan hukum tersebut seseorang dibebankan pertanggungjawaban atas tindakannya berupa dikenakannya suatu hukuman yang diatur dalam peraturan tertentu.

c. Van Hamel mmberikan konstruksi tindak pidana sebagai aktivitas yang melibatkan perbuatan melawan sebuah aturan, sehingga dengan selayaknya sifat perlawanan tersebut seseorang diberikan sanksi.

Pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas mengerucut pada satu konsepsi tindak pidana yaitu sebuah aktivitas berupa perbuatan dengan dilakukan oleh seluruh atau sebagai anggota badan baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud perbuatan tersebut melawan suatu aturan atau norma perbuatan yang diputuskan untuk ditaati.

Berdasarkan definisi tersebut, subjek tindak pidana dapat dirumuskan tidak hanya berkenaan dengan subjek individual saja, akan tetapi juga dapat dikenakan kepada perbuatan suatu kelompok sebagaimana tercantum dalam pasal 55 ayat 1 KUHP.17

Menurut doktrin pelaku tindak pidana (Dader) merupakan barang siapa yang melaksanakan atau melakukan semua unsur-unsur tindak

17 Himpunan Peraturan Perundang-Undangan KUHAP & KUHP, (Bandung: Fokusmedia, 2018), 263.

(27)

pidana sebagaimana dalam unsur-unsur tersebut dirumuskan dalam undang-undang menurut KUHP dalam Pasal 55:

a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan menggunakan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan dan sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

5. Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam yang juga dikenal sebagai fiqih jinayah, merujuk pada himpunan peraturan hukum pidana yang berlaku bagi individu yang mukallaf, berdasarkan landasan dalil-dalil dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dalam konteks Hukum Pidana Islam, fiqih memiliki arti sebagai kumpulan peraturan agama Islam yang bersifat praktis dan bersumber dari dalil-dalil yang sahih. Sementara itu, jinayah mencakup segala perilaku yang dilarang dan memiliki konsekuensi negatif terhadap individu dan masyarakat, dan dapat dikenai hukuman berupa qishas (hukum balas) atau denda.18

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini mencakup deskripsi tentang urutan dan alur pembahasan dari bab pendahuluan hingga bab

18 Ali Zainuddin, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 5.

(28)

penutup. Setiap bab akan membahas satu topik yang lengkap dan sesuai dengan langkah-langkah yang diambil, seperti dalam sebuah penelitian.

Penulisan sistematika pembahasan ini menggunakan format deskripsi naratif, bukan dalam bentuk daftar isi. Pembagian pembahasan per bab sangat penting untuk keperluan penulisan, serta memudahkan pembaca untuk mengikuti penelitian tersebut. Selain itu, ini juga membantu dalam mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dan memberikan kerangka yang terstruktur bagi penelitian. Berikut adalah sistematika pembahasan yang disusun dalam penelitian ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan mencakup latar belakang masalah, fokus penelitian, dan manfaat penelitian. Manfaat penelitian ini terbagi menjadi sub- bab yang mencakup manfaat praktis dan manfaat teoritis. Selain itu, terdapat juga definisi istilah yang relevan dalam penelitian. Bagian pendahuluan diakhiri dengan sistematika pembahasan yang akan dijelaskan lebih lanjut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai studi pustaka yang mencakup penelitian sebelumnya dan teori yang relevan dengan masalah penelitian, yaitu tentang tindakan kejahatan premanisme dalam hukum Islam.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan menjelaskan secara rinci mengenai metode penelitian yang digunakan, termasuk jenis dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, validitas data, dan tahapan penelitian.

(29)

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini mengaanalisis penelitian yanag menjawab rumusan masalah permasalahan yang ada dalam penelitian ini yaitu peran kepolisian dalam menanggulangi aksi kejahatan premanisme berdasarkan hukum islam studi kasus di kepolisian sektor Puger kabupaten Jember.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai rangkuman temuan dan metode penelitian yang telah dibahas sebelumnya, serta saran yang dapat diberikan sebagai masukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Kesimpulan dari seluruh pembahasan studi dan saran yang terdapat dalam karya ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pihak lain yang terlibat dalam permasalahan tersebut.

(30)

20 A. Penelitian Terdahulu

Dalam bagian ini, peneliti akan mencantumkan beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya, akan disusun ringkasan dari penelitian-penelitian tersebut, baik yang telah dipublikasikan maupun yang belum (seperti skripsi, tesis, disertasi, artikel jurnal ilmiah, dan sebagainya). Dengan langkah ini, diharapkan dapat melihat sejauh mana keorisanalitas dan perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan.

Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian ini, antara lain :

1. Skripsi yang ditulis oleh Basran Basri (B11108277), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar. Judul skripsi “Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Preman Di Kabupaten Pangkep (Studi Kasus di Polres Pangkeb Tahun 2012-2014)”.

Dalam skripsi ini menjelaskan tentang penyebab terjadinya delik penganiayaan yang dilakukan oleh preman di Kabupaten Pangkeb. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dan lapangan. Data diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi diolah dan di analisis secara kualitatif serta disajikan secara deskriptif.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan diteliti oleh penulis adalah meneliti tentang premanisme dengan melakukan studi kasus di daerah kepolisian setempat. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini

(31)

adalah skripsi terdahulu tidak menjabarkan dalam pandangan hukum Islam.

2. Skripsi yang ditulis oleh Zainuddin (10500110121), Fakultas Sya’riah Dan Hukum UIN Alauddin Makasar. Judul skripsi “Efektivitas Peran Kepolisian Dalam Menanggulangi Premanisme Di Kota Makasar”. Pada skripsi ini menjelaskan tentang banyaknya kasus premanisme hal ini yang dilatar belakangi oleh banyaknya kasus-kasus mengenai premanisme yang membuat resah, tidak aman, dan merugikan masyarakat. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan pihak kepolisian dan pihak kecamatan yang memahami dan menangani kasus premanisme tersebut serta studi dokumen terhadap data yang ada di Kantor Polisi Sektor (KAPOLSEK) dan Kantor camat di kota Makasar. Analisis data yaitu penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang mana penulis menggunakan deskriptif kualitatif.

Persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara yaitu wawancara kepada pihak Kepolisian untuk mendapat data yang dibutuhkan dalam penelitian. Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian ini tidak ditinjau dari pandangan hukum pidana Islam.

3. Skripsi yang di tulis oleh Siti Ana Rohmadiyah (09400151), Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Judul skripsi “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Yang Dilakukan Preman Oleh Kepolisian”. Pada skripsi ini menjelaskan tentang upaya penanggulangan

(32)

yang dilakukan oleh Porles Kota Batu terhadap tindakan premanisme.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis, penelitian yang menggunakan sumber data berupa data primer dan data skunder. Juga menggunakan metode wawancara terbuka dan dokumentasi.

Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara yaitu wawancara kepada pihak kepolisian untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh penelitian. Sedangkan perbedaan dalam poenelitian ini tidak di tinjau dari pandangan hukum Islam.

4. Skripsi yang ditulis oleh Maghdania Islami Pasha (502018289), Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang. Judul skripsi “Penegakan Hukum Terhadap Premanisme Yang Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Pada Pengemudi Angkutan Di Polres Kota Prabumulih”. Pada skripsi ini menjelaskan tentang keberadaan premanisme yang akhir ini banyak diberitakan di media masa tentang kekerasan dan anarkisme yang dilakukan preman. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif.

Persamaan dalam penelitian ini adalah membahas mengenai tindak kejahatan premanisme. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini tindak ditinjau secara hukum pidana Islam.

(33)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Skripsi Persamaan Perbedaan

1 Skripsi yang ditulis oleh Basran Basri (B11108277), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar. Judul skripsi “Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan

Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Preman Di Kabupaten Pangkep (Studi Kasus di Polres Pangkeb Tahun 2012-2014)”

Persamaan penelitian ini dengan yang akan diteliti oleh penulis adalah meneliti tentang premanisme dengan

melakukan studi kasus di daerah kepolisian setempat.

Perbedaan dari penelitian ini adalah skripsi terdahulu tidak menjabarkan dalam pandangan hukum Islam.

2 Skripsi yang ditulis oleh Zainuddin (10500110121), Fakultas Sya’riah Dan Hukum UIN Alauddin Makasar. Judul skripsi “Efektivitas Peran Kepolisian Dalam

Menanggulangi Premanisme Di Kota Makasar”

Persamaan dari penelitian ini adalah

menggunakan metode

wawancara yaitu wawancara kepada pihak Kepolisian untuk mendapat data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada penelitian ini tidak ditinjau dari pandangan hukum pidana islam.

3 Skripsi yang di tulis oleh Siti Ana Rohmadiyah (09400151), Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Judul skripsi “Upaya

Penanggulangan Tindak Pidana Yang Dilakukan Preman Oleh Kepolisian”

Persamaan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode

wawancara yaitu wawancara kepada pihak kepolisian untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh penelitian.

Perbedaan dalam poenelitian ini tidak di tinjau dari pandangan hukum islam.

4 Skripsi yang ditulis oleh Maghdania Islami Pasha (502018289),Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang. Judul skripsi

“Penegakan Hukum Terhadap

Persamaan dalam penelitian ini adalah membahas mengenai tindak kejahatan

premanisme.

Perbedaan dalam poenelitian ini tidak di tinjau dari pandangan hukum islam.

(34)

Premanisme Yang Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Pada Pengemudi Angkutan Di Polres Kota Prabumulih”.

B. Kajian Teori

1. Konsep Dasar Premanisme a. Pengertian Premanisme

Meskipun masih sedikit literasi yang secara jelas membahas pengertian premanisme, namun untuk menguraikannya secara sederhana, aspek yang perlu diperhatikan adalah tingkat kejahatan yang terkait. Jika suatu perbuatan menciptakan ketidaknyamanan, ketidakamanan, dan kerugian bagi masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan kejahatan premanisme dan dapat dianggap sebagai tindak pidana.

Premanisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas atau merdeka, ditambah dengan akhiran isme yang mengindikasikan aliran atau ideologi. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kelompok yang sering melakukan tindakan kejahatan seperti pemerasan, penganiayaan, intimidasi, dan sejenisnya, yang menyebabkan kekhawatiran dan mengganggu ketertiban umum.

Preman juga dapat didefinisikan sebagai individu atau kelompok yang tidak memiliki penghasilan tetap atau pekerjaan yang stabil. Mereka bergantung pada dukungan dari orang-orang yang

(35)

terpengaruh oleh keberadaan mereka, karena mereka tidak bekerja dan harus bertahan hidup. Awalnya, mereka melakukan segala cara untuk mencari uang, tetapi mereka melihat ada orang-orang yang penakut dan dapat dimintai uang. Mereka juga menggunakan kekerasan fisik untuk memaksa orang tersebut memenuhi permintaan mereka. Sikap dan tindakan semacam itu disebut sebagai premanisme. Hal ini digunakan sebagai penutup untuk mencapai kekuasaan ekonomi dengan memanfaatkan pendekatan premanisme.19

Secara historis, premanisme telah ada sejak zaman Jawa Kuno.

Dalam pertemuan ilmiah arkeologi IV di Cipanas pada tahun 1986, Boechari, seorang ahli epigrafi, membahas fenomena ini melalui pembandingan data prasasti kuno. Kekerasan dalam masyarakat Jawa Kuno dapat dipahami melalui kajian arkeologi yang mengacu pada berbagai sumber tulisan seperti prasasti, lontar, dan naskah kuno.

Selain itu, penggambaran premanisme juga dapat ditemukan dalam relief-relief di beberapa candi seperti Candi Mendut di Jawa Tengah serta Candi Surawana dan Rambi di Jawa Timur.

Menurut penjelasan dalam Wikipedia, premanisme memiliki asal kata dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang yang bebas atau merdeka. Imbuhan isme digunakan untuk menyatakan suatu aliran atau kecenderungan. Dalam konteks ini, premanisme digunakan sebagai istilah yang merujuk secara negatif pada kegiatan sekelompok

19 Anggito Abimanyu, Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat, (Yogyakarta:

PAU UGM, 2009), 23.

(36)

orang yang memperoleh pendapatan utamanya melalui pemerasan terhadap kelompok masyarakat lainnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah preman memiliki dua makna. Pertama, merujuk kepada orang-orang yang tinggal di pinggiran atau masyarakat sipil. Kedua, preman digunakan sebagai sebutan untuk orang jahat seperti perampok, penodong, pemeras, dan sejenisnya.20

Ida Bagus Pujaastawa menjelaskan bahwa istilah preman berasal dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas atau tidak memiliki ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu lainnya. Dalam konteks sipil, istilah freeman mengacu pada seseorang yang merasa tidak terikat oleh struktur dan sistem sosial tertentu.

Sedangkan dalam konteks militer, istilah freeman mengindikasikan seseorang yang telah menyelesaikan tugas dinas militer atau sedang tidak dalam tugas.

Dalam sistem militer ala barat, konsep freeman memiliki arti yang lebih jelas karena ada perbedaan yang tegas antara kehidupan militer dan sipil. Sebagai contoh, setiap anggota militer yang keluar dari barak secara otomatis menjadi warga sipil dan harus mengikuti aturan sipil, kecuali jika mereka memiliki tugas khusus dari atasan mereka, dalam hal ini mereka harus menggunakan seragam militer.

Namun, di Indonesia, aturan tersebut tidak berlaku bagi anggota TNI

20 Tim Perpus Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Akasara, 1987), 476.

(37)

(Tentara Nasional Indonesia). Meskipun tidak sedang dalam tugas dan tidak memakai seragam militer, mereka tidak selalu mengikuti aturan sipil. Sebagai contoh, ketika seorang anggota militer melakukan tindak pidana di luar markasnya, mereka tidak diadili di pengadilan sipil seperti pengadilan negeri atau pengadilan tinggi, tetapi diadili di pengadilan militer.21

Awalnya, istilah preman lebih sering digunakan untuk menggambarkan individu yang menimbulkan gangguan di sekitar pasar, terminal, dan tempat umum. Namun, seiring berjalannya waktu, kata preman telah meluas dalam makna dan mencakup berbagai konteks yang lebih luas, termasuk di dalam bidang birokrasi, agama, hukum, dan bahkan di dunia maya. Perkembangan tersebut dalam makna premanisme dipengaruhi oleh kemajuan kehidupan dan perubahan pemikiran manusia yang dinamis.22

Seiring dengan perkembangan lebih lanjut, premanisme cenderung memiliki konotasi negatif karena dianggap memiliki potensi untuk terlibat dalam kekerasan atau kejahatan. Namun, penting untuk diingat bahwa premanisme tidak dapat disamakan dengan kelompok pelaku kejahatan lainnya, seperti pencopet atau penjambret. Preman umumnya dikenali dengan jelas oleh masyarakat di sekitar wilayah operasinya, seperti pusat perdagangan (pasar), terminal, jalan raya, dan pusat hiburan.

21 Dian Savitri, “Tindakan Yuridis Terhadap Tindakan Pidana yang Dilakukan oleh Premanisme”, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009), 26.

22 Hadlor Jauhari, “Preman Menjadi Politisi”, Majalah Politika Sumenep, 2002.

(38)

b. Macam-Macam Premanisme

Premanisme sebagai satu tindak pidana yang melanggar substansi norma hukum memiliki berbagai macam bentuknya. Police Watch sendiri memberikan kalsifikasi terhadap macam-macam premanisme sebagai berikut:

1) Preman individu yang tidak terorganisasi. Mereka beroperasi sendiri atau dalam kelompok kecil, namun tanpa adanya struktur formal dan hubungan yang jelas. Preman dalam kategori ini biasanya bergerak dan beraksi sendirian dengan menggunakan modus yang seringkali rahasia.

2) Preman yang memiliki pimpinan dan mempunyai daerah kekuasaan. Dalam kata ini, preman-preman pasar seperti di pasar besar pada umumnya

3) Preman terorganisasi, anggota yang menyetorkan uang kepada pimpinan.

4) Preman berkelompok, dengan menggunakan bendera berorganisasi.

Preman jenis ini termasuk dalam kategori preman berdasi yang beroperasi di wilayah kejahatan tingkat menengah hingga tinggi, mencakup lingkup politik, birokrasi, dan dunia kejahatan bisnis kelas atas. Dalam operasinya, banyak di antara mereka mendapatkan dukungan dari aparat keamanan. Mereka beroperasi dengan cepat dan sulit dijangkau oleh hukum, karena mereka mampu mempengaruhi aparat penegak hukum melalui berbagai cara yang tidak legal.

(39)

Menurut Azwar Hasan, jika dilihat dari tingkatannya, terdapat empat kategori preman yang ada dan berkembang dalam masyarakat : 1) Preman tingkat bawah

Umumnya memiliki penampilan yang tidak terawat, memiliki tato, dan rambut panjang. Mereka sering terlibat dalam kegiatan kriminal ringan seperti pemalakan, pemerasan, dan melakukan ancaman terhadap korban.

2) Preman tingkat menengah

Mereka yang berpenampilan lebih teratur dan memiliki tingkat pendidikan yang memadai seringkali bekerja melalui organisasi yang secara formal ilegal. Mereka menggunakan metode-metode yang kasar dan kejam dalam menjalankan tugas mereka, bahkan lebih kejam daripada preman pada umumnya karena mereka merasa beroperasi secara legal. Contohnya adalah Agency Debt Collector yang dipekerjakan oleh lembaga perbankan untuk menagih pembayaran hutang dari nasabah yang menunggak, serta perusahaan leasing yang menggunakan tindakan tidak manusiawi dalam menarik jaminan seperti mobil atau motor.

3) Preman tingkat atas

Kelompok organisasi yang terafiliasi dengan partai politik atau organisasi massa, bahkan menggunakan kedok agama tertentu.

Mereka disewa untuk melindungi kepentingan pemberi sewa.

(40)

Mereka seringkali terlibat dalam tindakan kekerasan yang melanggar hukum.

4) Preman tingkat elit

Oknum aparat yang menjadi backing perilaku premanisme, mereka biasanya tidak nampak perilakunya karena mereka adalah actor intelektual premanisme.23

c. Bentuk Tindakan Premanisme

Memang hingga saat ini, pembahasan tentang preman dan premanisme masih jarang ditemukan dalam penelitian dan literatur.

Karena itu, penjelasan mengenai hal ini lebih banyak mengandalkan data dari internet dan bersifat spekulatif serta subjektif, tanpa memiliki referensi ilmiah yang jelas dan hanya merupakan pandangan individu.

Hal yang sama berlaku untuk bentuk-bentuk tindakan premanisme yang terjadi saat ini. Menurut penulis, setidaknya ada dua klasifikasi bentuk tindakan premanisme :

1) Tindakan fisik merupakan salah satu bentuk premanisme, dimana seorang preman melakukan tindakan yang dapat menyebabkan cedera fisik pada korban, seperti merampas, memukul, menampar, menendang, atau bahkan membunuh. Mayoritas tindakan premanisme dilakukan oleh preman-preman yang tidak terorganisir, sementara tindakan yang dilakukan oleh preman yang

23 Dian Savitri, “Tindakan Yuridis Terhadap Tindakan Pidana yang Dilakukan oleh Premanisme”, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009), 27.

(41)

terorganisir jarang terjadi karena mereka lebih mudah terdeteksi oleh aparat keamanan.

2) Tindakan psikis merupakan tindakan premanisme yang mengganggu ketenangan seseorang atau mencederai ses eorang secara psikologi seperti melecehkan, merendahkan, mengancam, dan lain sebagainya.

2. Tinjauan Tentang Kepolisian a. Definisi Kepolisian

Meskipun tujuan utama kepolisian adalah memberikan keamanan, kenyamanan, dan perlindungan kepada masyarakat, namun dalam penanganan premanisme terkadang belum mencapai tingkat optimal atau belum sepenuhnya tercapai keamanan, kenyamanan, dan perlindungan yang diinginkan. Menurut Kamus Purwadamita, kata kepolisian mengacu pada urusan polisi atau segala hal yang berkaitan dengan polisi, sedangkan menurut para ahli, istilah polisi merujuk pada tugas, organisasi, pejabat, dan ilmu pengetahuan kepolisian.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepolisian mengacu pada hal yang terkait dengan polisi. Polisi sendiri memiliki dua pengertian. Pertama, dalam arti formal, polisi mencakup organisasi dan posisi dalam sebuah instansi kepolisian. Kedua, dalam arti material, polisi merujuk pada tugas dan wewenang dalam menangani gangguan terhadap ketertiban dan keamanan berdasarkan peraturan hukum.

Momo Kelana juga menyatakan bahwa istilah polisi memiliki dua arti

(42)

tersebut. Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 2 (selanjutnya disebut Undang-Undang Kepolisian) dinyatakan bahwa:

“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan”.24

Pengertian tersebut memiliki dua makna, yaitu lembaga kepolisian dan fungsi kepolisian. Lembaga kepolisian merupakan sebuah organisasi pemerintah yang terstruktur dan memiliki wewenang yang ditetapkan oleh undang-undang untuk menjalankan tugasnya.

Fungsi kepolisian, seperti yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepolisian, adalah salah satu fungsi pemerintahan negara yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Polisi Indonesia, yang dikenal sebagai Rastra Sewakottama atau Polri, adalah alat penegak hukum utama yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri dan mengutamakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai pedoman hidup Polri, Tri Brata yang mencakup sikap, perilaku, dan tindakan telah ditegaskan sejak 1 Juli 1954.25

24 Setneg RI, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 1 angka 1.

25 Christina Aleida Tolan, “Peran Komunikasi Dalam Membangun Vitra Polisi Republik Indonesia (POLRI) Pada Masyarakat (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Kleak, Kecamatan Malalayang, Kota Manado)”, Jurnal Elektronik (ej-journal) Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum , No. 1, (Juni 2017), 5.

(43)

Menurut Satcipto Raharjo, polisi merupakan alat Negara yang bertugas memelihara keamaman dan ketertiban masyarakat, memeberi pengayoman dan memeberikan perlindungan kepada masyarakat.

Selain itu, Pasal 12 Undang-Undang NO.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Rebublik Indonesia menyatakan bahwa:

“Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah alat Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang Kepolisian mencegah dan menekan dalam rangka Criminal Justice System.

Polri adalah alat Negara yang melaksanakan pemelihara keamanan dalam negeri. Polri berkedudukan langsung di bawah presiden dengan Persetujuan DPR”.

Selanjutanya Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa:

“Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah Negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Tujuan Polri Pasal 4 dijelaskan :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujutkan kemanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia”.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang NO.2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:

1) Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki peran sebagai instrumen negara yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

(44)

pelayanan kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dalam negeri agar tetap terjaga.

2) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga kepolisian nasional yang terintegrasi dalam menjalankan perannya sesuai dengan yang dimaksudkan dalam ayat (1).26

b. Fungsi Dan Tugas Kepolisian dalam Ketertiban dan Keamanan

Fungsi dan tugas Kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan berasal dari kata fungsi yang berasal dari Bahasa Inggris, function. Menurut kamus Webster, function berarti melakukan pekerjaan khusus yang dilakukan oleh sebuah struktur. Selain itu, menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok pekerjaan, kegiatan, dan usaha yang saling terkait untuk melaksanakan tugas pokok. Fungsi Kepolisian meliputi tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, yang mencakup kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (represif). Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok Kepolisian dirumuskan sebagai berikut: Pertama, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat; Kedua, menegakkan hukum; dan Ketiga, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.27

26 Setneg RI, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 5 .

27 Djoko Prakoso, Polri sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, (Jakarta: Bima Aksara, 1987), 39.

(45)

Dari penjelasan di atas, fungsi dapat diartikan sebagai semua kegiatan dan usaha yang dilakukan untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Fungsi kepolisian meliputi penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan menjaga keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian berperan penting dalam menciptakan masyarakat yang aman, tenteram, tertib, damai, dan sejahtera. Fungsi kepolisian juga terkait erat dengan prinsip Good Governance, di mana kepolisian sebagai alat negara bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat berdasarkan ketentuan hukum, seperti yang diatur dalam Pasal 30 UUD 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kapolri bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian serta memiliki kewenangan untuk menetapkan dan menentukan kebijakan teknis kepolisian :

1) Penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(46)

2) Penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.28

Pelaksanaan kegiatan operasional dan pengembangan kemampuan kepolisian dilakukan oleh semua fungsi kepolisian secara bertingkat, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah terendah seperti pos polisi. Tanggung jawab pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian berada dalam hierarki dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi, yaitu Kapolri, dan Kapolri bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Penting untuk dicatat bahwa Kapolri diangkat dan diberikan jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR-RI.

Tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menjaga dan memelihara keamanan serta ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan pemerintah. Tugas ini meliputi segala kegiatan yang diperlukan dalam memastikan keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, serta memastikan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia juga berperan aktif dalam pembinaan hukum nasional, menjaga ketertiban umum, dan menjamin keamanan umum.

28 Putri Diati Yanuarsari, “Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima (Studi Pada Polres Tulungagung)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP) Universitas Brawijaya, No. 1, (Februari 2014), 182.

(47)

Kepolisian Negara Republik Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus seperti penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarya. Mereka juga bertanggung jawab dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk keperluan tugas kepolisian dalam melindungi keselamatan jiwa, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan rencana kejahatan. Mereka juga memberikan bantuan dan pertolongan dengan menghormati hak asasi manusia, serta melayani kepentingan sementara masyarakat sebelum ditangani oleh instansi atau pihak yang berwenang. Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan mereka. Semua tugas ini dilaksanakan dalam lingkungan tugas kepolisian dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang akan diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah.

Untuk menjalankan tugas-tugas kepolisian sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, penting bagi masyarakat untuk patuh, menghormati, dan mendukung pelaksanaan tugas tersebut. Kepatuhan masyarakat diperlukan dalam rangka penegakan

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait