Sipil dan Militer Masa Reformasi
Qinthar Azzaki Sadiwa 180310210012
Militer dalam Panggung Sejarah
Latar Belakang
• Keberadaan sipil tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu poin plus dan tambahan sumber daya pertahanan dan keamanan di Indonesia.
• Bahwa rakyat sipil adalah pihak yang pertama kali memahami serta merasakan bagaimana suatu konflik dapat terjadi, bukan pihak militer.
• Pihak sipil juga sebetulnya mampu menetralisir suasana negatif bersama dengan pihak militer karena adanya harapan bersama yang sejalan bahwa mereka sebagai komunitas masyarakat menginginkan suatu iklim positif yang damai, aman, tentram, dan lainnya.
• Bahwa pihak sipil dinilai telah berada di satu daerah tempat tinggal yang sama selama periode yang tidak sebentar yang berarti telah terdapat rasa kekeluargaan dan solidaritas yang tinggi terjalin antar anggota masyarakat dibandingkan dengan antara sipil dan militer.
Latar Belakang
• Melalui reformasi TNI, bahwa Purnawirawan TNI sudah tidak ada saling keterkaitan secara langsung dengan institusi militer, bahkan mereka yang telah menjadi purnawirawan memang sudah merupakan identitas sipil, atau militer aktif telah back to barrack.
• Maksudnya, telah terjadi dua posisi tegas bahwa, jika militer ingin berpolitik maka dia telah menyelesaikan masa tugas dinasnya dan merupakan purnawirawan TNI, atau memilih untuk mengajukan pensiun dini, bukan militer aktif.
Dinamika
• Seperti mudah kita saksikan sejak Pilpres 2004, 2009, dan 2014 lalu, terjadi perang “bintang” antar purnawirawan Jenderal/Laksamana/Marsekal, dan malah pergesekan politik para purnawirawan yang sudah begitu menyebar, tidak lagi bersifat homogen.
• Lemahnya sistem kepartaian yang menjadi soko guru demokrasi, utamanya dalam rekrutmen politik, menjadi faktor pengundang purnawirawan TNI menjadi politisi.
• Begitu pun kelemahan ini terjadi juga disebabkan oleh penerapan sistem kepartaian di Indonesia yang menerapkan sistem multipartai ekstrem di tengah situasi institusionalisasi partai politik yang lemah dengan fragmentasi elite-elite partai yang turut menyertainya.
Dinamika
• Namun pada kenyataan hubungan sipil-militer di Era Reformasi, pihak sipil belum sepenuhnya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap pihak militer.
• Fenomena ini tentunya bertentangan dengan konsep hubungan sipil- militer pada masa kekinian, yaitu teori yang dikemukakan Huntington yaitu pertama, subjective civilian control yaitu militer sebagai alat pertahanan, kedua, objective civilian control yaitu mengakui adanya profesi militer seperti halnya profesi dokter, insinyur dan lain sebagainya.
Dinamika
• Adanya anggapan yang berkembang dalam masyarakat bahwa militer harus berpolitik karena mereka merasakan kegagalan beberapa pemimpin sipil setelah era kemerdekaan 1945, dan hanya melalui kekuatan militerlah stabilitas suatu bangsa akan dapat diwujudkan guna mengatasi kekacauan politik.
• Kontradiksi dengan fenomena di atas, sebagian masyarakat menilai pihak sipil lebih responsif dan cenderung reaktif sebagai akibat dari trauma akan supremasi militer di masa Soeharto, terutama pada isu yang masih melibatkan TNI pada jabatan sipil.
Dinamika
• Opini pro dan kontra yang berkembang ini dinilai merupakan bentuk kekhawatiran berlebihan dan kepercayaan diri pemerintahan sipil yang kurang, dalam melanjutkan agenda reformasi.
• Pada awal reformasi terjadi peristiwa lepas Timor Timur dari NKRI dan membentuk negara baru yang bernama Timor Leste di era pemerintahan Presiden B.J Habibie yang menggantikan Presiden Suharto.
• Pelibatan purnawirawan TNI di kancah partai politik dan pemerintahan yang dapat menimbulkan kesan bahwa pemimpin Indonesia, utamanya kalangan sipil, selalu berupaya menjaga persoalan keseimbangan.
Dinamika
• Kendala lain yang terjadi dikarenakan perjalanan historis sejak kelahiran TNI di Indonesia, di mana para perwira militer bergabung di dalamnya bukan dimotivasi oleh karier kemiliteran, melainkan banyak dilandasi oleh semangat untuk melawan penjajahan.
• Hal inilah yang menjadi dasar sulitnya peran TNI lepas dari kepentingan politik karena sejak kelahirannya, institusi ini telah memegang peranan yang sangat vital dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
Dinamika
• Timbulnya semangat depolitasi militer agar militer lebih profesional di bidangnya, di sisi lain adanya pemahaman yang berbeda terhadap arti hubungan sipil-militer itu sendiri.
• Komando Teritorial atau Koter yang dinilai menjadi indikator belum berhasilnya generasi pertama reformasi militer sehingga menghambat proses generasi kedua reformasi militer.
• Eksistensi Koter selama reformasi dianggap tidak sesuai dengan isi UU No 34 tahun 2004 tentang TNI yang memberikan syarat kepada otoritas politik untuk melakukan restrukturisasi koter.
Dinamika
• Pendapat mengenai penambahan Koter disetiap daerah kerap digulirkan, seperti usulan Kepala Staff Angkatan Darat Jendral TNI Dudung Abdurachman mengenai setiap provinsi memiliki Kodam atau Komando Daerah Militer.
• Rencana tersebut dinilai mengkhianati reformasi TNI sehingga menimbulkan pertanyaan diranah publik terkait komitmen menyelesaikan generasi reformasi TNI.
• Tidak hanya itu penambahan Koter tersebut mengindikasikan struktur organisasi militer atau TNI cenderung kaku khususnya terhadap paradigma pertahanan.
Dinamika
• Belum selesainya reformasi TNI akibat keberadaan Koter justru memberikan ketakutan bagi masyarakat sipil.
• Dalihnya terletak pada ketakutan sejarah kelam doktrin Dwifungsi ABRI pada rezim Orde Baru.
• Tidak heran upaya penambahan Koter dengan alasan memperkuat pertahanan justru menimbulkan rasa traumatik bagi masyarakat sehingga hubungan sipil dan militer terancam.
• Eksistensi Koter kerap berada dibawah legitimasi dua produk hukum tentang pertahanan, pertama UU No 3 Tahun 2002 dan UU No 34 tahun 2004 yang membahas mengenai Binter atau bina teritorial yang dilakukan oleh TNI AD dengan dalih untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Referensi
• Angela, D. (2024). REFORMASI TNI: ANALISA KOMANDO TERRITORIAL (KOTER) DALAM HUBUNGAN SIPIL-MILITER. Jakarta: Jurnal POLINTER, 9(2)
• Budisantoso, H. (1999). Hubungan Sipil – Militer yang Harmonis dan Sinergik dalam Negara Kesatuan RI. Jurnal Ketahanan Nasional, 4(2)
• Efriza. (2019). Hubungan Sipil dan Militer di Era Reformasi. Jakarta: Jurnal Communitarian, 2(1)
• Hilal, S., dkk. (2022). Pasang Surut Hubungan Sipil Militer di Indonesia dan Tantangannya Pada Masa Depan NKRI. Jakarta: Jurnal Inovasi Penelitian, 2(10)
• Setiawan, D., dkk. (2013). Perkembangan Hubungan Militer dengan Sipil di Indonesia.
Surabaya: Global & Policy, 1(1)