• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KELUARGA & WARIS ADAT

N/A
N/A
emilianus olalalu

Academic year: 2023

Membagikan "HUKUM KELUARGA & WARIS ADAT"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM KELUARGA & WARIS ADAT

DISUSUN OLEH

MARIA THERESIA LAWO (2020110545)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS FLORES 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat waktunya. Makalah ini membahas Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat dalam mata Kuliah Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat.

Dalam penulisan makalah ini , penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari bebragai pihak tantangan itu bias teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyususnan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dan bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum keluarga didefinisikan sebagai ketentuan lengkap mengenai hubungan hukum yang berkaitan dengan kekerabatan karena perkawinan. Kekerabatan adalah ikatan keluarga yang terjalin antara beberapa orang dari keturunan dan keluhuran yang sama. Ikatan keluarga akibat perkawinan adalah ikatan keluarga yang tercipta karena perkawinan seorang kerabat dengan seorang istri atau suami.

Masyarakat cenderung membagi lingkaran kehidupan menjadi dua tahap, yaitu tahap anak-anak dan tahap dewasa. Secara antropologis, peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya ditandai dengan perkembangan atau pertumbuhan tubuh.

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda yang mengemban cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis serta ciri dan sifat tertentu yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa yang akan datang. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang hak anak. Ketentuan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Konvensi Hak Anak juga lahir dari kesadaran bahwa anak secara alamiah rentan dan tergantung. Oleh karena itu, anak juga memerlukan perawatan dan perlindungan khusus, baik fisik maupun mental.

Hak anak merupakan hak dasar yang harus diberikan dan diperoleh anak, termasuk anak usia dini dan juga remaja usia 12-18 tahun. Hak anak

(5)

berlaku bagi semua anak tanpa terkecuali baik anak yang mempunyai orang tua, yang tidak mempunyai orang tua, maupun anak yang terlantar.

Salah satu cara negara kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan warga negaranya adalah dengan memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan salah satu hak asasi manusia.

Pemerintah Indonesia dalam upaya menjamin dan mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam rangka penyesuaian terhadap berbagai ketentuan, telah dilakukan berbagai perubahan terhadap pasal-pasal tertentu, sehingga diundangkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

B. Rumusan Masalah

Rangkuman Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat C. Tujuan

Mengetahui secara keseluruhan mengenai Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat

BAB II PEMBAHASAN

A. Informasi Umum

1. Hukum Orang/Pribadi adalah Hukum untuk manusia yang sudah dewasa dan dapat dikatakan sebagai Hukum yang membicarakan masalah kedewasaan. Jika dikaitkan dengan Hukum, maka seseorang hanya dapat diminta pertanggungjawaban jika sudah Dewasa. Ukuran kedewasaan diatur lebih detil dalam BW dan UU1/1974, yang mana batas usianya berbeda.

(6)

2. Ukuran Kedewasaan Berdasarkan Hukum Adat:

Kedewasaan seseorang tidak ada kaitannya dengan Umur seseorang, melainkan seseorang dianggap dewasa jika seseorang tersebut sudah menikah. Karena dengan menikah, dapat melaksanakan hak dan kewajiban. Dan seseorang dapat menikah jika hanya sudah Akil Baligh. Dengan demikian, menurut Hukum Adat, kedewasaan seseorang itu jika sudah terjadi Akil Baligh dan tidak didasarkan pada batas usia.

Dewasanya seseorang dalam Hukum Adat, juga tergantung dari sikap tindak seseorang tersebut di dalam masyarakat.

Contohnya: (1) anak 10 tahun yang menandatangani perjanjian bisa dianggap dewasa, karena ternyata dia sudah bertindak dewasa, karena menjadi tulang punggung bgi keluarganya.

3. Pola Menetap setelah Menikah – Keluarga Luas (Extended Familiy) a. Keluarga luas Bilokal (Utrolokal): keluarga yang berdasarkan

adat Biloka, dimana pola menetapnya bebas yaitu dapat tinggal di kediaman keluarga Suami atau Istri, sehingga keluarga ini akan terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki2 dan perempuan yang mereka miliki

b. Keluarga luas Patrilokal (Virilokal): keluarga yang berdasarkan adat virilokal, dimana pola menetapnya tinggal pada kerabat suami, sehingga keluarga ini akan terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki2 yang mereka miliki

c. Keluarga luas Matrilokal (Uxorilokal): keluarga yang berdasarkan adat uxorilokal, dimana pola menetapnya tinggal pada kerabat Istri, sehingga keluarga ini akan terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak perempuan yang mereka miliki.

(7)

B. Perkawinan Adat

1. Hukum Perkawinan Adat

a. Perkawinan adat sangat dipengaruhi/ditentukan oleh sistem keluarga, yaitu Patrlineal, Matrilineal dan Bilateral, dimana setiap sistem keluarga tersebut mempunyai sistem perkawinan yang berbeda. Dengan kata lain, sistem keluarga yang berbeda, akan melahirkan sistem perkawinan yang berbeda. Contohnya Perkawinan Batak sangat dipengaruhi sistem Patrilinial, Minang sistem Matrilinial, dan Jawa sistem Bilateral

b. Pengertian Perkawinan Adat adalah berbeda dengan pengertian Perkawinan menurut UU, dimana menurut Hukum Adat, dalam perkawinan tidak ada suatu ikatan lahir bathin.

Perkawinan adalah suatu persoalan yang menyangkut masalah keluarga dan masalah masyarakat. Dengan demikian menurut Hukum Adat, perkawinan adalah bukan ikatan seorang laki2 dan perempuan, tetapi ikatan antara dua keluarga (Masyarakat). Jadi prinsipnya menurut Hukum Adat walaupun terjadi perkawinan, suami istri tetap terikat dengan hukum keluarga masing2. Contohnya adalah dalam hukum warisnya, dimana seorang istri/suami ketika pasangannya meninggal,bukanlah menjadi ahli waris, karena diantara mereka tidak ada ikatan keluarga.

2. Sistem Perkawinan Adat: sistem perkawinan adat tergantung dari sistem keluarganya, yang terbagi menjadi:

a. Sistem PATRILINEAL

 Perkawinan tidak boleh terjadi di dalam Klen, tapi harus diluar Klen , yang dinamakan

Perkawinan EKSOGAMI

(8)

Klen adalah kelompok orang dimana orang2 didalam kelompok itu mempunyai ikatan keluarga/darah, melalui penghubung perempuan (Matrilineal) atau Penghubung Laki2 (Patrilineal). Klen juga dapat disebut dengan Marga.

Dengan demikian, satu klen bisa dikatakan satu keluarga, sehingga tidak dapat terjadi suatu perkawinan didalam klen yang sama.

Hubungan hukum seorang Istri dengan keluarga asalnya akan terputus dan PINDAH hubungan hukumnya ke keluarga suaminya begitu si Istri menikah dengan sistem Patrilineal. Dan tempat tinggal Istri pun harus di tempat keluarga Laki2 (Suami), yang disebut PATRILOKAL Hal ini dikarenakan anak yang nantinya dilahirkan oleh pasangan suami istri tersebut akan menjadi keluarga (hubungan darah) dengan pihak laki2, sehingga harus bertempat tinggal di rumah pihak laki2 (Suami).

 Status Istri yang menikah dengan sistem Patrilineal adalah PINDAH ke kekeluarga pihak Laki2 (suami). Dengan pindahnya status istri, maka keluarga dari Pihak Istri tentunya akan kehilangan sesuatu (Nilai Magis) karena berpindahnya Istri ke keluarga Laki2. Oleh karena itu, sebelum pernikahan terjadi, Pihak Laki2 HARUS terlebih dahulu menebus (Mengganti) nilai magis dari anak perempuan yang ingin dinikahinya.

 Barang Magis tersebut dapat disebut dengan Barang JUJUR (orang Batak menyebutnya SINAMOT) , yaitu barang yang WAJIB diserahkan pihak laki kepada KELUARGA pihak perempuan, yang berfungsi untuk mengganti nilai magis dari Perempuan yang ingin dinikahi tersebut

Besarnya nilai tebusan (Barang JUJUR) tersebut,

(9)

tergantung dari permintaan Pihak Keluarga Perempuan dan tergantung juga dengan status sosial keluarga perempuan tersebut.

 Jika laki2 tidak dapat memenuhi Barang Jujur yang diminta, maka Perkawinan tidak dapat terjadi. Dengan demikian, besarnya Barang Jujur itu ditentukan sebelum pernikahan, karena Barang Jujur itu adalah sebagai syarat untuk terjadinya perkawinan

b. Sistem MATRILINEAL – Perkawinan SEMENDO

 Perkawinan tidak boleh terjadi di dalam Klen, tapi harus diluar Klen, yang dinamakan

Perkawinan EKSOGAMI

 Dalam Perkawinan Semendo, seoranga Suami didalam keluarga istrinya adalah hanya sebagai TAMU, atau yang disebut dengan ORANG SEMENDO. Bentuk perkawinannya adalah Perkawinan Semendo

 Karena Suami hanya berstatus sebagai Tamu di tempat istri dan keluarganya, tentunya Suami ini TIDAK MEMPUNYAI TANGGUNG JAWAB terhadap Istri dan anak2nya. Seorang suami hanya bertanggung jawab terhadap keponakan2nya saja

 Jika ada keturunan (anak), maka keturunan tersebut akan tinggal di tempat Istri, karena Anaknya menjadi tanggung jawab istri dan keluarga istrinya. Pola menetap tempat tinggal Suami di tempat Istrinya ini disebut dengan MATRILOKAL

 Dalam prakteknya, karena suami hanya bertindak sebagai tamu dirumah istrinya, biasanya Suami tidak boleh berada di rumah istrinya pada siang hari, dan biasanya hanya

(10)

datang pada malam hari saja, karena Fungsi Laki2 dalam adat Matrilokal adalah hanya sebagai Pemberi Keturunan

 Karena suami hanya sebagai Tamu, maka dalam perkawinan Semendo ini TIDAK ADA KEHIDUPAN BERSAMA. Baik suami dan istri tetap terikat pada hubungan keluarga masing-masing

c. Sistem BILATERAL

 Bentuk perkawinannya adalah Perkawinan BEBAS, yang mana istilah bebas ini berasal dari sifatnya tidak terikat oleh sifat2 atau ciri2 akibat perkawinan Jujur dan Semendo, yaitu tempat tinggal ditentukan bersama oleh suami istri yang disebut dengan BILOKAL

 Sistem perkawinannya adalah ELEOTHEROGAMI, yaitu sistem perkawinan yang tidak terikat kepada sistem eksogami atau endogami

Anak bisa tinggal di tempat tinggal Ibu atau Ayah, tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Setelah menikah, biasanya keluarga tersebut akan keluar dari keluarga induk dan membentuk keluarga sendiri

 Sebenarnya pada Perkawinan Bebas ini, suami istri TIDAK TERIKAT satu sama lainnya, hanya ada TEMPAT TINGGAL BERSAMA (Secara formal). Masing2 suami dan istri tetap terikat dengan keluarganya masing2.

 Satu-satunya syarat dalam perkawinan Bilateral adalah tidak boleh melakukan perkawinan diantara orang yang mempunyai hubungan darah yang erat/dekat

4. Pengaruh Agama terhadap Perkawinan Adat

Sahnya perkawinan adat juga terkait/dipengaruhi oleh hukum agamanya, artinya Perkawinan SAH jika sudah dilakukan menurut

(11)

HUKUM AGAMA. Sama halnya dengan syarat/larangan perkawinan, juga terkait/dipengaruhi oleh hukum agama, jadi disamping larangan menurut Hukum Adat, juga berlaku larangan menurut hukum agama.

C. Akibat Hukum Perkawinan

1. Akibat Hukum perkawinan pada dasarnya menyangkut 3 hal, yaitu:

Kedudukan suami istri, Kedudukan anak dan Kedudukan Harta Kekayaan

2. KEDUDUKAN SUAMI ISTRI

A. Prinsip Umum: BW DAN UU NO 1/1974:

Menurut Hukum Barat (BW) dan UU 1/1974, Jika terjadi perkawinan, maka suami istri itu bersatu dalam suatu ikatan keluarga dan keduanya mempunyai kedudukan yang sama dan mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap anak dan kehidupan keluarga. Intinya, jika terjadi perkawinan, suami istri itu menjadi satu ikatan hak dan kewajibannya

B. Prinsip Hukum Adat – Secara Umum:

 Menurut Hukum Adat, perkawinan itu tidak menyangkut seorang laki2 dan seorang perempuan saja, perkawinan tidak menyangkut ikatan lahir bathin laki2 dan perempuan, tapi perkawinan menyangkut hubungan keluarga dan hubungan masyarakat. Oleh karena itu akibat perkawinan ini sangat terkait kepada hubungan keluarga dan hubungan masyarakat.

 Dengan demikian, sebenarnya diantara suami istri pada dasarnya tidak ada ikatan hak dan kewajiban, kecuali ikatan hak dan kewajiban secara moral. Jika terjadi perkawinan, baik suami maupun istri tetap didalam

(12)

keluarga masing. Jika terjadi perkawinan, yang berubah adalah ada kehidupan bersama.

1) PATRILINEAL - PERKAWINAN JUJUR (BATAK)

 Antara suami istri akan timbul hubungan hak dan kewajiban, oleh karena ketika terjadi perkawinan si Istri WAJIB pindah ke keluarga suami. Dengan demikian, suami dan istri akan menjadi satu

KEDUDUKAN suami Istri dalam Perkawinan Jujur adalah TIDAK SEIMBANG/TIDAK SAMA, dalam arti kedudukan dan kewenangan suami LEBIH KUAT dari ISTRI. Hal ini karena, walaupun si Istri masuk kedalam keluarga suami, akan tetapi secara KLEN, si istri itu tetap Orang Lain. Sehingga dapat dikatakan, meski Istri sudah masuk kedalam keluarga suami, tapi KLEN Istri tidak akan pernah berubah, sehingga istri itu pun tetap dianggap orang lain, yang berarti si Istri tidak satu KLEN dengan suami dan keluarga suaminya .

 Terhadap HARTA, Suami berkuasa penuh atau mempunyai kewenangan penuh terhadap semua harta, sedangkan Istri kewenangannya terbatas.

Kewenangan Suami itu adalah Harta Pokok dan Buah Harta Pokok, sedangkan Kewenangan Istri adalah hanya Buah Harta Pokok. Contohnya: Suami mempunyai kewenangan atas Pohon Kelapa dan Buah Kelapanya, sedangkan Istri hanya buah kelapanya saja

 Akibat sistem perkawinan Jujur ini, mengakibatkan secara umum Dalam Masyarakat Patrilineal, KEDUDUKAN Laki dan Perempuan adalah TIDAK SAMA, dimana laki2 mempunyai

(13)

kewenangan dan kekuasaan yang lebih besar dari Perempuan, misalnya pada Perkawinan Jujur, perempuan itu bukan ahli waris

2) MATRILINEAL – SEMENDO (MINANGKABAU)

KEDUDUKAN Suami Istri didalam ikatan Perkawinan adalah TIDAK BISA DIUKUR apakah suami dan istri punyak kedudukan yang sama atau tidak, oleh karena suami istri TETAP didalam keluarga masing-masing.

 Dengan demikian, dapat dikatakan pada Perkawinan Semendo itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap KEDUDUKAN Suami Istri, karena ketika terjadi perkawinan, suami hanya berfungsi sebagai TAMU dalam keluarga istri. Jadi sebenarnya, dalam perkawinan Matrilineal, Suami betul-betul terpisah (tidak menjadi satu) dari Istri, kalaupun Suami tinggal bersama dengan Istri, itu hanya bersatu secara ikatan moral.

 Sedangkan, kedudukan laki-laki dan perempuan dalam Masyarakat Matrilineal adalah Sama

3) BILATERAL - JAWA

KEDUDUKAN Suami Istri pada perkawinan Bilateral adalah SAMA. Karena meski sebenarnya antara suami dan istri itu tetap terpisah, akan tetapi pada masyarakat Bilateral ada kehidupan bersama, karena tempat tinggalnya ditentukan bersama, sehingga bagi anak, hubungan dengan ayah dan ibunya adalah sama.

 Kedudukan laki-laki dan Perempuan dalam Masyarakat

(14)

Bilateral juga SAMA 3. KEDUDUKAN ANAK

A. Prinsip Umum:

KEDUDUKAN anak Akibat hukum perkawinan adat adalah SEPENUHNYA ditentukan oleh SISTEM KELUARGA (Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral), kecuali pada Sistem Patrilineal Beralih-Beralih, yaitu Bali, Lampung, Tanah Semendo dan Rejang. Karena, pada keempat masyarakat tersebut, kemana anak itu menghubungkan diri, akan tergantung kepada perkawinan orang tuanya.

Jika orang tuanya melakukan perkawinan Jujur, maka si anak akan ikut kepada ayahnya. Dan jika orang tuanya melakukan perkawinan semendo, si anak akan ikut kepada ibunya

B. Hukum Adat

1) PATRILINEAL

 Anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ayah dan keluarga ayahnya. Karena si anak hanya mempunyai hubungan dengan ayah dan keluarga ayahnya

 Bagi anak, Semua orang yang berasal dari keluarga Ibunya, adalah bukan termasuk keluarganya

2) MATRILINEAL

 Anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu dan keluarga ibunya. Karena si anak hanya mempunyai hubungan dengan ibu dan keluarga ibunya

 Bagi anak, Semua orang yang berasal dari keluarga ayahnya, adalah bukan termasuk keluarganya

3) BILATERAL

 Anak mempunyai hubungan baik dengan ayah maupun dengan ibu, baik dengan keluarga ayah maupun keluarga ibu. Dengan demikian, anak menjadi

(15)

tanggung jawab bersama, baik ayah dan ibu 4. KEDUDUKAN HARTA KEKAYAAN

A. Prinsip Umum

 Pada dasarnya, jika terjadi perkawinan, maka akan timbul HARTA PERKAWINAN. Yang dimaksud dengan HARTA PERKAWINAN adalah harta yang dipunyai/dimiliki oleh suami istri yang terikat dalam suatu perkawinan, yang berfungsi untuk memenuhi dan menjaga kebutuhan kehidupan materi suami istri dan anak- anaknya. Hal ini perlu ditekankan, karena dalam perkawinan, Harta yang dimiliki oleh suami dan istri dapat berbeda (tidak sama)

 Harta Perkawinan terdiri dari 2 (merupakan gabungan dari), yaitu:

1) HARTA PERSEORANGAN: harta yang dimiliki masing-masing dari suami istri, terdiri dari:

- Harta perseorangan yang diperoleh sebelum perkawinan, baik merupakan hasil usaha atau bukan dari hasil usaha (waris)

- Harta perseorangan yang diperoleh selama perkawinan perkawinan , bukan karena usaha. Ex.

Harta waris yang didapatkan setelah perkawinan 2) HARTA BERSAMA: harta yang dimiliki secara

bersama-sama, berupa harta yang diperoleh HANYA dari hasil usaha, baik usaha sendiri (masing2 suami dan istri) maupun usaha bersama (usaha suami dan istri bersama) pada saat (selama) perkawinan berlangsung

B. Prinsip Hukum Adat

(16)

Hukum Adat tidak mengenal dengan Percampuran Harta, sehingga tidak akan ada percampuran baik antara Harta Perseorangan dan juga Harta Bersama

 Harta Bersama TIDAK TERDAPAT pada semua Perkawinan. Karena Harta bersama mempunyai syarat ada kehidupan bersama dan kehidupan yang seimbang, sehingga Harta Bersama hanya ada pada:

1) Perkawinan Jujur: karena ada kehidupan bersama dan mempunyai status sosial sama. Maksud status sosial yang sama itu dikaitkan dengan barang jujur.

Artinya, ketika seseorang laki2 mampu membayar barang JUJUR, berarti laki2 tersebut mempunyai status sosial dan kedudukan yang sama dengan keluarga istri. Karena barang jujur itu bersifat magis, dimana nilai magis Barang Jujur itu menggantikan nilai magis dari seorang wanita yang akan diambil.

2) Perkawinan Bebas: ada kehidupan bersama dan tidak ada persolan status sosial

- Jika ada Harta Bersama, maka kedudukan Suami Istri terhadap harta Bersama adalah SAMA, kecuali pada Perkawinan Jujur, dimana kewenangan Suami lebih besar terhadap Istri.

- Seperti pada orang Batak, kedudukan laki dan perempuan adalah berbeda, karena perempuan bukan ahli waris. Tetapi seorang ayah dapat memberikan harta kepada anak perempuannya, asal tidak menyangkut harta Pusaka

C. Prinsip BW

 Pada dasarnya Harta Perkawinannya sudah bercampur jika terjadi perkawinan, tetapi dapat diadakan suatu perjanjian

(17)

mengenai PEMISAHAN HARTA. Dengan kata lain, jika tidak ada suatu perjanjian mengenai pemisahan harta, maka akan terjadi percampuran harta.

 Harta Bercampur jika TIDAK DIPERJANJIKAN D. Prinsip UU 1/1974

 Pada dasarnya tidak ada percampuran harta, tapi masing2 pihak dapat membuat suatu perjanjian mengenai pencampuran harta

D.Hukum Waris

1. Hukum Waris adalah peraturan yang mengatur bagaimana berpindahnya harta seseorang (Harta yang positif dan harta yang negatif/Hutang) yang meninggal (Pewaris) kepada anggota keluarganya yang ditinggalkan (Ahli Waris) , bagaimana proses, sistemnya.

Hukum waris tidak dapat dipisahkan dengan Hukum Perkawinan, karena Hukum Waris ini merupakan kelanjutan dari Hukum Perkawinan

2. Hukum Waris hanya akan digunakan ketika ada orang yang Meninggal (Pewaris), Keluarga yang ditinggalkan (Ahli Waris), dan harta yang ditinggalkan (Harta Waris), atau yang disebut dengan UNSUR WARIS

Dalam BW, jika ternyata ada Pewaris dan Harta Waris, TETAPI tidak ada Ahli Waris, maka Harta Warisnya akan dimasukkan kedalam Balai Harta Peninggalan Waris

Dalam Hukum Adat, jika ternyata ada Pewaris dan Harta Waris, TETAPI tidak ada Ahli Waris, maka Harta Warisnya akan jatuh kepada masyarakat hukum adat

3. SIAPA YANG MENJADI PEWARIS

(18)

Secara umum, Pewaris adalah bisa Laki-laki atau Perempuan, KECUALI pada Masyarakat PATRILINEAL dengan Perkawinan JUJUR.

Pada Masyarakat PATRILINEAL, seorang Perempuan hanya dapat menjadi Pewaris jika:

Belum menikah

Sudah bercerai dengan suaminya dan kembali kepada keluarga asalnya.

Seorang perempuan dalam Masyarakat Patrilineal yang meninggal dalam ikatan Perkawinan Jujur, maka OTOMATIS seluruh harta Perempuan tersebut akan DIKUASAI oleh Suaminya, dan BUKAN DIWARISI. Oleh karena itu, status Perempuan yang meninggal tersebut adalah BUKAN PEWARIS, karena harta peninggalannya tersebut bukan diwarisi kepada suaminya, melainkan memang dengan sendirinya dikuasai oleh suami.

4. SIAPA YANG MENJADI AHLI WARIS

Orang yang BERHAK menerima Harta Waris ini adalah semua orang yang mempunyai hubungan darah (anggota keluarga) yang ditinggalkan, baik kebawah (keturunan), ke atas (Orang Tua) dan kesamping (Saudara)

Secara umum, orang yang Dalam menentukan Ahli Waris, SANGAT DITENTUKAN oleh cara

Menarik Garis Keturunan a. BILATERAL

 Karena Hubungan darahnya ditarik melalui laki dan perempuan, maka semuanya dapat menjadi ahli waris, selama mempunyai Hubungan Darah. Dengan demikian, seorang anak dalam Bilateral adalah Ahli Waris dari Ayah dan

(19)

Ibunya.

Contoh:Dari contoh kasus No.22 diatas, yang akan menjadi Ahli Waris dalam Keluarga BILATERAL adalah: jika Suami yang meninggal adalah A hingga Q dan Jika Istri yang meninggal adalah 1 hingga 20

 Sehubungan Istri adalah bukan ahli waris, maka ketika suaminya meninggal, sang istri mempunyai hak untuk menolak membagi harta warisan kepada siapapun, sehingga si Istri dapat menguasai harta warisan tersebut, dengan alasan si Janda tidak MENDERITA/Teraniaya di akhir hidupnya

b. PATRILINEAL

 Ahli Waris adalah siapapun yang mempunyai hubungan darah dan juga MERUPAKAN SATU KLEN. Dengan demikian, walaupun seseorang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris, tapi belum tentu dapat menjadi Ahli Waris, jika ternyata tidak satu KLEN

Alasan Perempuan Tidak Bisa Menjadi Ahli Waris

Pada dasarnya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan adalah satu Klen dengan Ayahnya, TETAPI dalam kaitannya dengan Hukum Waris yang menjadi Ahli Waris adalah HANYA ANAK LAKI saja. ALASANNYA adalah karena dipengaruhi oleh BENTUK PERKAWINAN JUJUR, dimana nantinya anak perempuan akan pindah ke keluarga suaminya.

Tetapi meski perempuan telah pindah kekeluarga suaminya akibat perkawinan Jujur, tetap saja, si perempuan tersebut bukan menjadi Klen suaminya, melainkan tetap pada Klen awalnya. Sehingga di keluarga suaminya pun, si Perempuan tersebut bukan menjadi AHLI WARIS. Inilah yang menjadi

(20)

alasan, seorang PEREMPUAN TIDAK AKAN MENJADI AHLI WARIS dalam masyarakat Patrilineal

5. PRINSIP KEWARISAN

Ahli waris adalah orang yang BERHAK menerima harta waris, tetapi orang yang Berhak

tersebut belum tentu menerima Harta Waris

Prinsip Kewarisan ini adalah suatu prinsip dasar yang akan memberikan petunjuk siapa saja yang berhak menjadi Ahli Waris.

 Prinsip Kewarisan ini terbagi menjadi 2, yaitu:

A. Prinsip Umum:

- Prinsip Umum atau Prinsip yang digunakan oleh seluruh masyarakat adat (Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral) adalah seorang Ahli Waris HARUS mempunyai Hubungan Darah dengan Pewaris, atau dengan kata lain selama seseorang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris, maka seseorang tersebut masuk sebagai kategori Ahli Waris.

- Dari Prinsip Umum tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasangan (suami/istri) dari seseorang yang meninggal adalah TIDAK termasuk sebagai Ahli Waris.

- Masyarakat Bilateral HANYA mengenal Prinsip Umum ini saja dalam menentukan seseorang yang dapat menjadi Ahli Waris, sehingga dapat dikatakan bagi masyarakat Bilateral, Ahli Waris adalah SEMUA orang yang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris.

B. Prinsip Khusus Hanya untuk Masyarakat PATRILINEAL dan MATRILINEAL

(21)

- Disamping harus mempunyai hubungan darah, juga Harus mempunyai HUBUNGAN KLEN. Dengan kata lain, ahli waris harus satu klen dengan Pewaris - Orang yang mempunyai Hubungan darah, belum tentu

satu klen. Orang yang satu Klen, sudah pasti mempunyai hubungan darah

- KHUSUS pada Patrilineal Murni (Batak), berlaku Ketentuan tambahan yaitu Ahli Waris adalah HANYA Laki-laki saja, dan Perempuan BUKAN ahli waris. Pada perkawinan Jujur, Perempuan keluar dari Keluarganya dan masuk ke keluarga suaminya.

5. 6. PRINSIP KEWARISAN

Ahli waris adalah orang yang BERHAK menerima harta waris, tetapi orang yang Berhak

tersebut belum tentu menerima Harta Waris

Prinsip Kewarisan ini adalah suatu prinsip dasar yang akan memberikan petunjuk siapa saja yang berhak menjadi Ahli Waris.

 Prinsip Kewarisan ini terbagi menjadi 2, yaitu:

C. Prinsip Umum:

- Prinsip Umum atau Prinsip yang digunakan oleh seluruh masyarakat adat (Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral) adalah seorang Ahli Waris HARUS mempunyai Hubungan Darah dengan Pewaris, atau dengan kata lain selama seseorang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris, maka seseorang tersebut masuk sebagai kategori Ahli Waris.

- Dari Prinsip Umum tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasangan (suami/istri) dari seseorang yang meninggal

(22)

adalah TIDAK termasuk sebagai Ahli Waris.

- Masyarakat Bilateral HANYA mengenal Prinsip Umum ini saja dalam menentukan seseorang yang dapat menjadi Ahli Waris, sehingga dapat dikatakan bagi masyarakat Bilateral, Ahli Waris adalah SEMUA orang yang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris.

D. Prinsip Khusus Hanya untuk Masyarakat PATRILINEAL dan MATRILINEAL

- Disamping harus mempunyai hubungan darah, juga Harus mempunyai HUBUNGAN KLEN. Dengan kata lain, ahli waris harus satu klen dengan Pewaris - Orang yang mempunyai Hubungan darah, belum tentu

satu klen. Orang yang satu Klen, sudah pasti mempunyai hubungan darah

- KHUSUS pada Patrilineal Murni (Batak), berlaku Ketentuan tambahan yaitu Ahli Waris adalah HANYA Laki-laki saja, dan Perempuan BUKAN ahli waris. Pada perkawinan Jujur, Perempuan keluar dari Keluarganya dan masuk ke keluarga suaminya.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Jika yang meninggal dunia suami, maka anak- anaknnya serta jandanya tidak menjadi ahli waris untuk harta pusaka tinggi ini di karenakan sistem matrilinial menarik garis keturunan

Oleh karena itu sebatas pengakuan terhadap ahli waris perempuan, maka sebagai masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan bilateral atau parental, dalam masyarakat

 Hidupnya Ahli Waris harus jelas  pada  saat Pewaris meninggal dunia. Dengan

Pembagian waris di Kabupaten Aceh Utara sering dilakukan dengan cara musyawarah dengan tercapainya kesepakatan antara keluarga dan para ahli waris, sekiranya

Sedangkan di dalam hukum waris Islam, waris mewaris baru teijadi setelah pewaris rrieninggal dunia (mati). DI dalam hukum waris adat tidak dikenal adanya p'enggolongan ahli

mengenai keutamaan ahli waris atau ahli waris pengganti menurut Al-Qur’an adalah, dalam sistem hukum waris Islam menurut Al-Qur’an yang merupakan sistem waris bilateral,

Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak cacat mental dalam pembagian harta waris menurut hukum waris islam yang ada pada kasus di PA yaitu sepasang suami istri

Menurut syariat Islam istri tersebut tidak berhak menjadi ahli waris, karena hal-hal yang menghalangi ahli waris dalam menerima warisan adalah salah satunya perbedaan agama