• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Metode Dempster Shafer Dan Teorema Bayes Untuk Mendeteksi Penyakit Ensefalitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Perbandingan Metode Dempster Shafer Dan Teorema Bayes Untuk Mendeteksi Penyakit Ensefalitis"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Metode Dempster Shafer Dan Teorema Bayes Untuk Mendeteksi Penyakit Ensefalitis

M. Mustaqim, Galih Rakasiwi, Agus Iskandar*

Fakultas Teknologi Komunikasi dan Informatika, Program Studi Informatika, Universitas Nasional, Jakarta, Indonesia Email: 1[email protected], 2[email protected], 3,*[email protected]

Email Penulis Korespondensi: [email protected]

Abstrak−Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi seberapa baik Teorema Bayes dan Metode Dempster-Shafer mengidentifikasi ensefalitis. Peradangan otak, atau ensefalitis, dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti penyakit bakteri atau virus. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menilai seberapa baik kinerja kedua pendekatan dalam mengidentifikasi penyakit ini menggunakan data klinis. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mendeteksi ensefalitis adalah kompleksitas variasi gejala dan faktor penyebabnya. Penelitian ini fokus pada analisis data klinis pasien ensefalitis, termasuk riwayat medis, hasil tes laboratorium, dan gejala klinis. Metode Dempster-Shafer, sebuah pendekatan teori kepercayaan yang memungkinkan integrasi informasi dari sumber yang tidak pasti, akan dibandingkan dengan Teorema Bayes, pendekatan statistik klasik yang sering digunakan dalam diagnostik medis. Metode penelitian melibatkan pengumpulan data klinis dari rekam medis pasien yang terdiagnosis ensefalitis. Data ini kemudian akan dianalisis menggunakan Metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes untuk membandingkan keakuratannya dalam mendeteksi penyakit. Selain itu, evaluasi kinerja metode juga akan dilakukan melalui perbandingan sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif positif dan negatif dari masing-masing metode. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan wawasan yang lebih baik tentang efektivitas Metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes dalam mendeteksi penyakit ensefalitis. Implikasi dari temuan ini dapat digunakan untuk memperbaiki metode diagnostik yang ada dan meningkatkan kemampuan deteksi dini penyakit ini. Penelitian ini memiliki potensi untuk memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan bidang kedokteran diagnostik dan dapat membantu praktisi medis dalam membuat keputusan yang lebih baik dalam penanganan pasien ensefalitis. Dengan menggunakan metode Dempster Shafer, tingkat diagnosis ensefalitis mencapai 99,8%, sementara menerapkan Teorema Bayes memberikan tingkat diagnosis hanya sebesar 3,5%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penerapan Dempster Shafer lebih kuat dan memberikan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam proses diagnosis ensefalitis dibandingkan dengan metode Teorema Bayes.

Kata Kunci : Sistem Pakar; Metode Demster Shafer; Metode Teorema Bayes; Penyakit Ensefalitis

Abstract−The aim of this study was to evaluate how well Bayes' Theorem and the Dempster-Shafer Method identify encephalitis. Inflammation of the brain, or encephalitis, can be caused by several things, such as bacterial or viral diseases. The main aim of this study was to assess how well both approaches perform in identifying this disease using clinical data. The main problem faced in detecting encephalitis is the complexity of the variations in symptoms and causal factors. This research focuses on analyzing clinical data of encephalitis patients, including medical history, laboratory test results, and clinical symptoms.

The Dempster-Shafer method, a belief theory approach that allows the integration of information from uncertain sources, will be compared with Bayes' Theorem, a classical statistical approach frequently used in medical diagnostics. The research method involves collecting clinical data from medical records of patients diagnosed with encephalitis. This data will then be analyzed using the Dempster-Shafer Method and Bayes' Theorem to compare their accuracy in detecting disease. In addition, evaluation of method performance will also be carried out by comparing the sensitivity, specificity, and positive and negative predictive values of each method. The results of this research are expected to provide better insight into the effectiveness of the Dempster- Shafer Method and Bayes' Theorem in detecting encephalitis. The implications of these findings can be used to improve existing diagnostic methods and increase the ability of early detection of this disease. This research has the potential to make an important contribution to the development of the field of diagnostic medicine and can help medical practitioners make better decisions in the management of encephalitis patients. Using the Dempster Shafer method, the encephalitis diagnosis rate reached 99.8%, while applying Bayes' Theorem gave a diagnosis rate of only 3.5%. From these results it can be concluded that the application of Dempster Shafer is more powerful and provides a higher level of confidence in the encephalitis diagnosis process compared to the Bayes Theorem method.

Keywords: Expert System; Dempster Shafer Method; Bayes Theorem Method; Encephalitis Disease

1. PENDAHULUAN

Penyakit ensefalitis, yang merupakan peradangan pada jaringan otak, merupakan kondisi medis yang memerlukan diagnosis dini untuk memastikan penanganan yang efektif. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi virus atau bakteri. Deteksi dini menjadi krusial karena ensefalitis dapat menyebabkan komplikasi serius dan berpotensi mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat. Oleh karena itu, perbandingan antara kedua metode ini dalam mendeteksi penyakit ensefalitis menjadi relevan dan mendesak [1].

Permasalahan utama yang muncul terkait dengan penyakit ensefalitis adalah kerumitan gejala dan faktor penyebab yang bervariasi. Diagnosa penyakit ini seringkali memerlukan analisis data klinis yang cermat, dan itulah di mana sistem pakar menjadi relevan. Sistem pakar dapat memberikan bantuan dalam menganalisis gejala-gejala yang bervariasi dan mengidentifikasi faktor penyebab dengan lebih akurat. Namun, permasalahan muncul dalam memilih metode yang paling efektif untuk sistem pakar tersebut.

Sistem pakar yang diimplementasikan dalam diagnosis penyakit ensefalitis dapat menggunakan Metode Dempster-Shafer atau Teorema Bayes sebagai landasan analisisnya. Permasalahan yang muncul terkait dengan sistem pakar adalah bagaimana mengoptimalkan keakuratannya dalam mendeteksi penyakit ini. Beberapa sistem

(2)

pakar mungkin mengalami kendala dalam mengatasi ketidakpastian dan kompleksitas informasi klinis yang berkaitan dengan ensefalitis. Oleh karena itu, perbandingan antara kedua metode menjadi penting untuk menemukan metode yang paling sesuai dan efektif dalam konteks sistem pakar untuk mendeteksi penyakit ensefalitis.

Metode Dempster-Shafer, berbasis pada teori kepercayaan, memberikan keleluasaan dalam mengelola ketidakpastian dengan cara yang lebih dinamis. Metode ini memungkinkan integrasi informasi dari berbagai sumber dan dapat memodelkan kepercayaan dengan lebih fleksibel. Di sisi lain, Teorema Bayes, sebagai pendekatan statistik klasik, menawarkan kerangka kerja yang terstruktur dan terukur dalam menghitung probabilitas penyakit berdasarkan bukti klinis [2].

Dempster-Shafer merupakan suatu pendekatan analisis yang dikembangkan oleh Glenn Shafer pada tahun 1976, yang memanfaatkan teori massa gabungan atau teori kepercayaan [3]. Metode ini memungkinkan representasi ketidakpastian dengan menggunakan massa gabungan yang dapat diatribusikan pada himpunan- himpunan potensi hasil. Dengan cara ini, metode ini memperlakukan ketidakpastian sebagai suatu elemen yang dapat diukur dan diintegrasikan ke dalam keputusan diagnostik, menjadikannya relevan dalam konteks sistem pakar untuk ensefalitis.

Sementara itu, Teorema Bayes, berasal dari karya Thomas Bayes pada abad ke-18, adalah pendekatan statistik yang bergantung pada prinsip dasar teori probabilitas [4]. Teorema ini menyediakan cara untuk memperbarui probabilitas suatu hipotesis berdasarkan bukti baru yang diperoleh. Dengan menggunakan distribusi probabilitas awal, disebut sebagai probabilitas prior, dan menggabungkannya dengan bukti baru, kita dapat menghitung distribusi probabilitas yang diperbarui, disebut sebagai probabilitas posterior. Dalam konteks ensefalitis, Teorema Bayes dapat diaplikasikan untuk memberikan perkiraan probabilitas penyakit berdasarkan bukti klinis yang ada [5] [6] [7].

Penulis mengutip sejumlah publikasi relevan untuk mendukung penelitian terbaru ini, termasuk salah satu yang diterbitkan pada tahun 2023 dan dievaluasi oleh Naufal Rifqi dkk.; itu membandingkan kemanjuran diagnostik teknik Demster Shafer dan Teorema Bayes untuk penyakit Moya-Moya. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan Teorema Bayes dan teknik Dempster-Shafer menghasilkan hasil yang bervariasi. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, para ilmuwan menemukan bahwa kedua pendekatan ini digunakan untuk mengukur kemungkinan berkembangnya penyakit Moyamoya. Nilai probabilitas tinggi sebesar 91% yang diperoleh dengan teknik Dempster-Shafer menunjukkan kemungkinan besar pasien menderita penyakit ini.

Di sisi lain, Teorema Bayes menawarkan hasil alternatif dengan probabilitas rendah sebesar 22%, yang menunjukkan bahwa potensi pasien menderita Penyakit Moyamoya tidak terlalu besar[8]. Selanjutnya Penelitian yang terbit pada tahun 2022 yang diteliti oleh Novanka Veldasari Dkk yang membahas tentang Analisis perbandingan Metode Certainty Factor, Demster Shafer dan Teorema Bayes dalam mendeteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik perhitungan Dempster-Shafer mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat dihitung jika hanya terdapat satu gejala, dapat dihitung jika terdapat lebih dari satu gejala yang disebabkan. 2. Dari temuan kajian perhitungan probabilitas dengan menggunakan teknik Certainty Factor, Dempster-Shafer, Teorema Bayes, ditentukan bahwa pada Certainty Factor dan Teorema Bayes, semakin banyak gejala yang dipetik maka semakin besar pula nilai kemungkinan untuk mengidentifikasi keberadaannya.

penyakit. Secara sederhana, pendekatan Faktor Kepastian menghasilkan nilai probabilitas yang lebih besar dibandingkan metode Teorema Bayes dalam hal komputasi. Hal ini berbeda dengan Dempster-Shafer[5].

Penelitian selanjutnya ialah yang diteliti oleh Indri Susilawati Dkk yang terbit pada tahun 2023 membahas tentang Sistem Pakar untuk mengidentifikasi penyakit ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) melalui Pendekatan Dempster Shafer, yang dimana penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang ditemukan untuk setiap kombinasi gejala yang diperlukan dalam mendiagnosa ITP adalah sebesar 0,97 atau 97%. Dengan memanfaatkan lima gejala, metode Dempster Shafer mampu memberikan tingkat akurasi yang tinggi dalam menyimpulkan diagnosis. Hasil penelitian menyarankan bahwa kemungkinan besar pengguna menderita ITP berdasarkan analisis gejala yang dijalankan dengan pendekatan Dempster Shafer [9].

Selanjutnya penelitian yang terbit pada tahun 2019 yang diteliti oleh Puji Sari Ramadhan yang membahas tentang E-Pediatric Dalam Mendiagnosis Leprosy Pada Anak Menggunakan Analisis Kombinasi K-Nearest Neighbor Dan Teorema Bayes. Nilai akurasi 100% dari validitas data yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi prosedur yang digunakan dalam penelitian ini dinilai tepat dan efektif untuk melakukan analisis diagnostik. Selain itu, metode K-Nearest Neighbor dan Teorema Bayes telah berhasil diterapkan pada sistem komputer bernama E-Pediatric, menghasilkan nilai diagnostik yang sesuai dengan hasil perhitungan metode yang telah dilakukan, sehingga memungkinkan masyarakat luas untuk menggunakannya. dalam diagnosis dini penyakit kusta pada anak sebelum melakukan pemeriksaan tambahan sebagai acuan diagnosis[10].

Dengan memahami definisi dan potensi masing-masing penelitian terdahulu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang efektivitas mereka dalam mendukung sistem pakar dalam mendeteksi penyakit ensefalitis. Pemilihan metode yang tepat dapat meningkatkan akurasi dan keandalan sistem pakar, memberikan kontribusi positif terhadap deteksi dini dan penanganan penyakit ensefalitis. Dengan demikian, penelitian ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kemampuan sistem pakar dalam mendukung praktisi medis dalam menghadapi tantangan kompleks penyakit ensefalitis.

(3)

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tahapan Penelitian

Pada penyusunan penelitian ini, beberapa tahapan yang dilakukan penulis yaitu : a. Analisis permasalahan

Peneliti menganalisa permasalahan yang dimulai dari mendalami konsep dasar Metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes. Pemahaman tentang teori probabilitas, analisis kepercayaan, dan kerangka kerja Dempster- Shafer menjadi dasar bagi penelitian ini.

b. Pengumpulanan Data

Data yang relevan dengan penyakit ensefalitis dikumpulkan, termasuk informasi gejala, riwayat pasien, data medis lainnya. Kumpulan data ini akan digunakan sebagai dasar untuk pengujian dan evaluasi kinerja kedua metode.

c. Studi literatur

peneliti melakukan studi literatur dengan cara mencari sumber-sumber yang relevan melalui data jurnal ilmiah, media online dan sumber-sumber lainnya.

d. Perbandingan Metode

Peneliti membandingkan kinerja relatif dari Metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes dalam mendeteksi penyakit ensefalitis.

e. Kesimpulan

Peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dari tahapan di atas untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Tahapan penelitian 2.2 Sistem Pakar

Sistem pakar adalah program komputer yang dibuat untuk meniru keterampilan pengambilan keputusan, penalaran, dan pemecahan masalah manusia dalam bidang tertentu[11] [12] [13]. Tujuan utama sistem pakar adalah untuk menawarkan saran atau jawaban yang sebanding dengan yang dibuat oleh manusia yang ahli dalam suatu subjek tertentu. Sistem pakar menggunakan pengetahuan yang diprogram secara eksplisit dan prinsip-prinsip inferensial untuk menganalisis informasi yang disajikan kepadanya, menyelidiki banyak pilihan, dan menghasilkan kesimpulan atau solusi yang masuk akal[14] [15]. Komponen utama dari suatu sistem pakar melibatkan basis pengetahuan dan mesin inferensi. Basis pengetahuan menyimpan informasi dan aturan-aturan yang diperoleh dari ahli manusia dalam suatu bidang tertentu. Informasi ini mencakup fakta-fakta, hubungan, dan

Analisis Permasalahan

Pengumpulan Data

Literatur Review

Analisa Perbandingan

Metode

Hasil

Perbandingan/Kesimpulan

Dempster Shafer Teorema Bayes

(4)

aturan-aturan inferensial yang mendefinisikan cara seorang pakar membuat keputusan dalam suatu konteks. Mesin inferensi, di sisi lain, bertanggung jawab untuk melakukan penalaran dan mengaplikasikan aturan-aturan dari basis pengetahuan untuk mencapai solusi atau keputusan. Sistem pakar dapat diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk kedokteran, keuangan, manufaktur, teknologi, dan lain sebagainya [16] [17]. Kelebihan sistem pakar melibatkan kemampuannya untuk menyimpan dan mengelola pengetahuan secara efisien, menghadapi kompleksitas masalah, dan memberikan solusi atau rekomendasi secara cepat. Namun, keterbatasan sistem pakar terletak pada ketergantungannya pada informasi yang telah diprogram dan kemampuannya yang terbatas dalam menangani situasi atau masalah di luar cakupan pengetahuannya [18] [19].

2.3 Penyakit Ensefalitis

Ensefalitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh peradangan pada otak yang dapat menyebabkan berbagai gejala dan gangguan kesehatan. Peradangan ini dapat melibatkan berbagai bagian otak, termasuk jaringan saraf dan sel-sel saraf, yang pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi virus atau bakteri, reaksi autoimun, atau efek samping dari vaksinasi. Gejala ensefalitis dapat bervariasi, tetapi beberapa gejala umum termasuk demam tinggi, sakit kepala, kejang, kebingungan, perubahan perilaku, dan kesulitan berbicara atau bergerak. Gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat, menunjukkan adanya gangguan pada fungsi otak.Infeksi virus adalah penyebab umum ensefalitis, dengan beberapa virus yang dapat menyebabkan kondisi ini, seperti virus herpes simplex, virus cacar air, dan virus campak. Bakteri seperti Streptococcus pneumoniae juga dapat menjadi penyebab ensefalitis bakterial. Selain itu, reaksi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan otak sendiri, dapat menyebabkan ensefalitis autoimun. Diagnosis ensefalitis melibatkan pemeriksaan gejala klinis, riwayat medis pasien, dan serangkaian tes laboratorium, seperti pemeriksaan darah, cairan serebrospinal, dan gambaran otak menggunakan teknik pencitraan medis. Deteksi dini dan penanganan yang cepat penting dalam mengurangi risiko komplikasi serius dan meminimalkan dampak jangka panjang pada fungsi otak [20].

2.4 Metode Demster Shafer

Metode Dempster-Shafer (DS) adalah suatu kerangka kerja atau teori matematika yang digunakan untuk mengelola ketidakpastian dalam pengambilan keputusan dan pemrosesan informasi. Metode ini dikembangkan oleh Glenn Shafer pada tahun 1976 dan dinamai bersama olehnya dan pendahulunya, Arthur Dempster [21] [22].

Tujuan utama dari Metode Dempster-Shafer adalah menyediakan suatu kerangka kerja yang dapat mengatasi ketidakpastian dan tidak pastinya informasi yang diterima dari berbagai sumber [23] [24]. Adapun rumus metode Demster Shafer adalah sebagai berikut :

𝑀3(𝑍) = 𝑥∩𝑦=𝑧𝑚1(𝑥).𝑚2(𝑦)

1−𝑘 (1)

Dengan :

m1 (X) = mass function dari evidence X m2 (Y) = mass function dari evidence Y m3 (Z) = mass function dari evidence Z k = jumlah conflict evidence

𝑘 = ∑𝑥∩𝑦=∅𝑚1 (𝑥). 𝑚2(𝑦) (2)

2.5 Metode Teorema Bayes

Teorema Bayes adalah suatu prinsip dalam teori probabilitas yang memberikan kerangka kerja untuk memperbarui probabilitas suatu hipotesis berdasarkan bukti atau informasi baru yang diperoleh. Ditemukan oleh matematikawan Inggris, Thomas Bayes, pada abad ke-18, teorema ini menyajikan suatu metode sistematis untuk memperbarui keyakinan atau probabilitas suatu hipotesis dengan mempertimbangkan informasi yang relevan [25]. Berikut ini rumus dari metode Teorema Bayes adalah :

𝑃(𝐻|𝐸) = 𝑃(𝐸|𝐻)∗𝑃(𝐻)𝑖

𝑛𝑘=1𝑃(𝐸|𝐻𝑘 )∗𝑃(𝐻𝑘) (3)

Langkah 1 : Menentukan nilai probabilitas setiap informasi setiap hipotesis : 𝑃(𝐻|𝐸) =𝑃(𝐸|𝐻)∗𝑃(𝐻)

𝑃(𝐸) (4)

Langkah 2 : Mengestimasi probabilitas yang terkait dengan setiap data untuk setiap hipotesis yang telah diajukan.

𝑛𝑘=1𝑃(𝐸|𝐻𝑘) = 𝐺1 + ⋯ + 𝐺𝑛 (5)

Langkah 3 : Mengestimasi probabilitas pada setiap hipotesis, tanpa bergantung pada data pendukung.

𝑃(𝐻𝐸|𝐻𝑘) = 𝑃(𝐸|𝐻𝑃(𝐸|𝐻𝑖)

𝑘)

𝑛𝑘=1 (6)

(5)

Langkah 4 : Menghitung probabilitas hipotesis

∑ 𝑃(𝐻𝑖) ∗ 𝑃 (𝐸

𝐻𝑖) = 𝑃(𝐻𝑖) ∗ 𝑃(𝐸|𝐻𝑖) + ⋯ + 𝑃(𝐻𝑖) ∗ 𝑃(𝐸|𝐻𝑖)

𝑛𝑘=1 (7)

Langkah 5 : Mengestimasi nilai P(Hi|E), yang merupakan probabilitas kebenaran Hi dengan bukti E, 𝑃(𝐻𝑖|𝐸𝑖) =𝑃(𝐸|𝐻𝑖 )∗𝑃(𝐻𝑖)

𝑃(𝐸|𝐻𝑘 ) (8)

Langkah 6 : Hitung peluang Hi benar jika bukti E ada (P(Hi|E)) dan peluang awal adanya bukti (P(E|Hi)). Selain itu, nilai akhir dari kesimpulan yang diinginkan dapat diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian tersebut.

𝑛𝑘=1𝑏𝑎𝑦𝑒𝑠 = 𝑃(𝐸|𝐻𝑖) ∗ 𝑃(𝐻𝑖|𝐸𝑖) + ⋯ + 𝑃(𝐸|𝐻𝑖) ∗ 𝑃(𝐻𝑖|𝐸𝑖) (9)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Knowledge Based (Basis Pengetahuan)

Basis pengetahuan adalah kumpulan informasi, fakta, konsep, dan pemahaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Basis pengetahuan membentuk landasan atau fondasi bagi pemahaman seseorang tentang dunia sekitarnya. Basis pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman pribadi, pendidikan formal, interaksi sosial, membaca, dan berbagai sumber informasi lainnya.

Tabel 1. Data Gejala dan Bobot Pada Penyakit Ensefalitis

Kode Gejala Nama Gejala Nilai Pakar

EF01 Demam Tinggi 0,6

EF02 Sakit Kepala Berat 0,6

EF03 Mual dan muntah 0,4

EF04 Leher terasa kaku 0,4

EF05 Nyeri pada otot atau persendian 0,6

EF06 Kelelahan dan kelemahan 0,8

EF07 Perubahan perilaku seperti kebingungan, kegelisahan 0,8

EF08 Gangguan kesadaran 0,8

EF09 Kesulitan berbicara dan mendengar 0,6

EF10 Mengalami kejang 0,6

EF11 Sensitif terhadap cahaya (fotofobia) 0,8

EF12 Perubahan mental 0,6

EF13 Kehilangan kemampuan indra pengecap 0,6

EF14 Gangguan sensorik, seperti kehilangan rasa atau sensasi abnormal di tubuh 0,8 Tabel 1 menyajikan data gejala dan bobot pada penyakit ensefalitis. Setiap gejala memiliki kode dan nilai pakar yang mencerminkan tingkat kepentingan atau karakteristiknya terkait ensefalitis. Setiap gejala memiliki nilai pakar yang berkisar antara 0,4 hingga 0,8, menunjukkan tingkat signifikansinya dalam diagnosis ensefalitis. Data ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan sistem pakar atau model penilaian risiko ensefalitis berdasarkan gejala yang muncul pada pasien.

Tabel 2. Nilai Belief

Belief Pada Suatu Gejala Nilai Belief

Tidak 0,2

Kurang Yakin 0,4

Cukup Yakin 0,6

Yakin 0,8

Sangat Yakin 1

Tabel 2 memberikan nilai-nilai keyakinan terkait dengan penilaian atas suatu gejala. Skala ini menggambarkan tingkat keyakinan atau kepercayaan terhadap keberadaan atau relevansi gejala tersebut. Dalam tabel ini, nilai keyakinan dinyatakan sebagai berikut: Tidak (0,2), Kurang Yakin (0,4), Cukup Yakin (0,6), Yakin (0,8), dan Sangat Yakin (1). Nilai-nilai tersebut membantu mengukur sejauh mana seseorang yakin terhadap hubungan antara gejala dan suatu kondisi atau peristiwa yang diamati.

Tabel 3. Persentase Kepastian Rentang Persentase Nilai Probabilitas

0% - 50% Tidak Terlalu Memungkinkan

51% - 79% Mungkin

(6)

Rentang Persentase Nilai Probabilitas 80% - 99% Sangat Memungkinkan

100% Sangat Yakin

Tabel 3 menyajikan nilai probabilitas yang terkait dengan rentang persentase, memberikan indikasi tingkat kepastian terhadap suatu peristiwa atau situasi. Dalam rentang 0% - 50%, dianggap Tidak Terlalu Memungkinkan;

pada rentang 51% - 79%, dianggap Mungkin; pada rentang 80% - 99%, dianggap Sangat Memungkinkan; dan pada persentase 100%, dianggap Sangat Yakin. Tabel ini membantu menggambarkan sejauh mana tingkat keyakinan atau kepastian terhadap kemungkinan terjadinya suatu kejadian.

Tabel 4. Sampel Gejala yang Diderita User

Kode Gejala Gejala Penyakit Bobot

EF01 Demam Tinggi 0,8

EF02 Sakit Kepala Berat 0,8

EF04 Leher terasa kaku 0,4

EF07 Perubahan perilaku seperti kebingungan, kegelisahan 0,6 EF11 Sensitif terhadap cahaya (fotofobia) 0,6 EF13 Kehilangan kemampuan indra pengecap 0,8

Tabel 4 memberikan gambaran gejala yang mungkin dialami oleh pengguna, beserta bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan atau intensitas setiap gejala terkait penyakit ensefalitis. Bobot yang diberikan pada setiap gejala mencerminkan seberapa signifikan gejala tersebut dalam menentukan kemungkinan adanya penyakit ensefalitis. Pemahaman ini dapat membantu dalam penilaian risiko dan diagnosis lebih lanjut terkait kondisi kesehatan pengguna.

3.2 Penerapan Metode Dempster Shafer

Glenn Shafer menciptakan Teori Bukti Dempster-Shafer, sebuah paradigma teori probabilitas yang dibangun di atas teori probabilitas tradisional. Teori ini berupaya untuk mengatasi ketidakpastian dan mengatasi kelemahan teori probabilitas dalam situasi ketika terdapat data atau informasi yang tidak jelas atau parsial. Tahapan terakhir dalam penerapan pendekatan Dempster Shafer adalah sebagai berikut.

1. EF01 : Demam tinggi merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,6.

𝑀1= 0,6

𝑀1(𝜃) = 1 − 0,6 = 0,4

2. EF02 : Sakit kepala berat merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,6.

𝑀2= 0,6

𝑀2(𝜃) = 1 − 0,6 = 0,4

Kombinasi perhitungan untuk mendapatkan nilai densitas dari EF01 dan EF02 ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Aturan Kombinasi M3

M2 = 0,6 M2 (𝜽) = 0,4 M1 = 0,6 0,36 0,24 M1 (𝜃) = 0,4 0,24 0,16 𝑀3=0,36+0,24+0,24

1−0 = 0,84 𝑀3(𝜃) =0,16

1−0= 0,16

3. EF04 : Leher terasa kaku merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,4.

𝑀4= 0,4

𝑀4(𝜃) = 1 − 0,4 = 0,6

Tabel 6. Aturan Kombinasi M5

M4 = 0,4 M4 (𝜽) = 0,6 M3 = 0,84 0,336 0,504 M3 (𝜃) = 0,16 0,064 0,096 𝑀5=0,336+0,504+0,064

1−0 = 0,904 𝑀5(𝜃) =0,096

1−0 = 0,096

4. EF07 : Perubahan perilaku seperti kebingungan, kegelisahan merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,8.

𝑀6= 0,8

𝑀6(𝜃) = 1 − 0,8 = 0,2

(7)

Tabel 7. Aturan Kombinasi M7

M6 = 0,8 M6 (𝜽) = 0,2 M5 = 0,904 0,723 0,181 M5 (𝜃) = 0,096 0,077 0,019 𝑀7=0,723+0,077+0,181

1−0 = 0,981 𝑀7(𝜃) =0,0191−0 = 0,019

5. EF11 : Sensitif terhadap cahaya (fotofobia) merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,8.

𝑀8= 0,8

𝑀8(𝜃) = 1 − 0,8 = 0,2

Tabel 8. Aturan Kombinasi M9

M8 = 0,8 M8 (𝜽) = 0,2 M7 = 0,981 0,785 0,196 M7 (𝜃) = 0,019 0,015 0,004 𝑀9=0,785+0,015+0,196

1−0 = 0,996 𝑀9(𝜃) =0,004

1−0 = 0,004

6. EF13 : Kehilangan kemampuan indra pengecap merupakan gejala ensefalitis dengan nilai belief 0,6.

𝑀10= 0,6

𝑀10(𝜃) = 1 − 0,6 = 0,4

Tabel 9. Aturan Kombinasi M11

M10 = 0,6 M10 (𝜽) = 0,4 M9 = 0,996 0,598 0,398 M9 (𝜃) = 0,004 0,002 0,002 𝑀11=0,598+0,002+0,398

1−0 = 0,998 𝑀11(𝜃) =0,004

1−0 = 0,002

Tingkat paling tinggi yang tercatat pada setiap kombinasi gejala yang diperlukan untuk diagnosis ensefalitis adalah 0,998 atau 99,8%, yang dihitung menggunakan metode Dempster-Shafer dengan melibatkan enam gejala.

Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan yang sangat tinggi, pengguna didiagnosis menderita ensefalitis.

3.3 Penerapan Metode Teorema Bayes

Analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus Teorema Bayes. Penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

1. Pastikan kemungkinannya

Hasil pembagian jumlah gejala dengan jumlah kondisi penyakit digunakan untuk menghitung probabilitas.

𝐸𝐹01 =0,8

4 = 0,2 𝐸𝐹02 =0,8

4 = 0,2 𝐸𝐹04 =0,4

4 = 0,1 𝐸𝐹07 =0,6

4 = 0,15 𝐸𝐹11 =0,8

4 = 0,2 𝐸𝐹13 =0,8

4 = 0,2

2. Jumlahkan semua nilai probabilitas

𝑛𝑘=1𝑃(𝐸|𝐻𝑘) =0,2 + 0,2 + 0,1 + 0,15 + 0,2 + 0,2 = 1,05

3. Tentukan probabilitas setiap hipotesis secara independen dari informasi pendukung apa pun 𝐸𝐹01 = 0,2

1,05= 0,19 𝐸𝐹02 = 0,2

1,05= 0,19 𝐸𝐹04 = 0,1

1,05= 0,095 𝐸𝐹07 =0,15

1,05= 0,143 𝐸𝐹11 = 0,2

1,05= 0,19

(8)

𝐸𝐹13 = 0,2

1,05= 0,19

4. Menghitung probabilitas hipotesis

6𝑘=6= (0,2 ∗ 0,19) + (0,2 ∗ 0,19) + (0,1 ∗ 0,095) + (0,15 ∗ 0,143) + (0,2 ∗ 0,19) + (0,2 ∗ 0,19)

= 0,038 + 0,038 + 0,01 + 0,021 + 0,038 + 0,038

= 0,183

5. Menghitung rumus untuk mengestimasi P(Hi|E) 𝑃(𝐻1|𝐸1) =0,038

0,183= 0,208 𝑃(𝐻1|𝐸2) =0,038

0,183= 0,208 𝑃(𝐻1|𝐸4) = 0,01

0,183= 0,052 𝑃(𝐻1|𝐸7) =0,021

0,183= 0,117 𝑃(𝐻1|𝐸11) =0,038

0,183= 0,208 𝑃(𝐻1|𝐸13) =0,038

0,183= 0,208

6. Mengestimasi nilai akhir dari Teorema Bayes dilakukan dengan mengalikan probabilitas bukti asli

6𝑘=6= (0,038 ∗ 0,208) + (0,038 ∗ 0,208) + (0,01 ∗ 0,052) + (0,021 ∗ 0,117) + (0,038 ∗ 0,208) + (0,038 ∗ 0,208)

= 0,008 + 0,008 + 0,0005 + 0,003 + 0,008 + 0,008

= 0,035

Karena nilai yang dihitung adalah 0,035 atau setara dengan persentase 3,5%, maka ditentukan dari perhitungan yang diberikan sebelumnya dengan menerapkan pendekatan Teorema Bayes bahwa pasien atau pengguna tidak mengalami penyakit Ensefalitis.

3.4 Analisa Hasil Persentase

Tabel 10 dibawah ini memaparkan persentase hasil diagnosa penyakit Ensefalitis berdasarkan pendekatan yang telah dipaparkan pada pembahasan diatas.

Tabel 10. Hasil Persentase

Nama Penyakit Metode Yang Digunakan Dempster Shafer Teorema Bayes

Ensefalitis 99,8% 3,5%

Tabel 10 menyajikan hasil persentase diagnosis untuk penyakit ensefalitis menggunakan dua metode berbeda, yaitu Dempster Shafer dan Teorema Bayes. Dengan menerapkan metode Dempster Shafer, tingkat diagnosis untuk ensefalitis mencapai 99,8%. Sementara itu, penerapan Teorema Bayes memberikan tingkat diagnosis sebesar 3,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa metode Dempster Shafer jauh lebih mendukung dan memberikan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam mendiagnosa penyakit ensefalitis dibandingkan dengan metode Teorema Bayes.

4. KESIMPULAN

Analisis hasil persentase menunjukkan perbandingan yang signifikan antara metode Dempster Shafer dan Teorema Bayes dalam mendiagnosa penyakit ensefalitis. Dengan mencapai tingkat diagnosis sebesar 99,8%, Dempster Shafer menonjol sebagai metode yang lebih dapat diandalkan dan akurat. Sebaliknya, Teorema Bayes memberikan tingkat diagnosis yang jauh lebih rendah, hanya sebesar 3,5%. Kesimpulan utama dari perbandingan ini adalah bahwa dalam konteks mendiagnosa ensefalitis, metode Dempster Shafer memiliki keunggulan yang signifikan dalam memberikan keyakinan tinggi terhadap keberadaan penyakit. Hasil ini dapat menjadi panduan penting dalam pengembangan sistem diagnosis otomatis atau dalam pengambilan keputusan klinis. Penting untuk mencatat bahwa keberhasilan sebuah metode diagnosis tidak hanya bergantung pada tingkat persentase semata. Namun, tingkat tinggi yang tercatat pada Dempster Shafer menunjukkan kecenderungan yang positif untuk menjadi pilihan utama dalam proses diagnosis. Lebih lanjut, penelitian lebih lanjut dan evaluasi mendalam perlu dilakukan untuk memastikan kehandalan dan generalisasi hasil ini dalam berbagai konteks medis. Dalam perkembangan ilmu kedokteran modern, pemahaman terhadap metode diagnosis yang efektif sangat penting untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan prognosis pasien.

REFERENCESS

[1] P. R. A. Ida Bagus Suwisma, “Implementasi Dhempster-Shafer Dalam,” Porlatdata, vol. 2, no. 7, pp. 1–9, 2022.

[2] N. Rifqi and A. Iskandar, “Perbandingan Metode Dempster Shafer Dan Teorema Bayes Dalam Sistem Pakar Mendiagnosa Moyamoya Disease,” J. Sist. Komput. dan Inform. Hal 160−, vol. 168, no. 1, pp. 160–168, 2023, doi:

10.30865/json.v5i1.6819.

(9)

[3] Warna, “Implementasi Algoritma Certainty Factor untuk Mendiagnosa Penyakit yang Disertai Demam,” vol. IV, pp.

129–137, 2023.

[4] N. Budiana Informatika, “Implementasi Metode Dempster-Shafer Untuk Diagnosa Penyakit Ikan Kerapu Macan,”

Teknologipintar.org, vol. 3, no. 5, pp. 2023–2024, 2023.

[5] N. Veldasari, A. Fadli, A. W. Wardhana, and M. S. Aliim, “Analisis Perbandingan Metode Certainty Factor, Dempster Shafer dan Teorema Bayes dalam Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental,” J. Pendidik. dan Teknol. Indones., vol. 2, no. 7, pp. 329–339, 2022, doi: 10.52436/1.jpti.191.

[6] R. Rachman, “Sistem Pakar Deteksi Penyakit Refraksi Mata Dengan Metode Teorema Bayes Berbasis Web,” J. Inform., vol. 7, no. 1, pp. 68–76, 2020.

[7] M. R. Fadillah, B. Andika, and D. Saripurna, “Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Dan Hama Penyerang Tanaman Bougenville Dengan Metode Teorema Bayes,” J. SAINTIKOM (Jurnal Sains Manaj. Inform. Dan Komputer), vol. 19, no. 1, pp. 88–99, 2020.

[8] G. Tangkudung, R. Gunawan, R. Tumewah, and J. M. Pertiwi, “MOYAMOYA DISEASE DENGAN PERDARAHAN INTRAVENTRIKULAR PADA PASIEN USIA MUDA,” J. Sinaps, vol. 3, no. 2, pp. 13–17, 2020.

[9] I. Susilawati and R. Y. Simanullang, “Sistem Pakar untuk Mengidentifikasi Penyakit ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) melalui Pendekatan Dempster Shafer,” JIKTEKS J. Ilmu Komput. dan Teknol. Inf., vol. 1, no. 3, pp. 17–24, 2023, [Online]. Available: https://jurnal.faatuatua.com/index.php/JIKTEKS/article/view/10.

[10] P. S. Ramadhan, “Sistem Pakar Pendiagnosaan Dermatitis Imun Menggunakan Teorema Bayes,” InfoTekJar J. Nas.

Inform. dan Teknol. Jar., vol. 3, no. 1, pp. 43–48, 2018.

[11] N. Hidayat, R. Saragih, and H. Khair, “Diagnosa Penyakit Turunan (Heraditas) Imbisil Pada Manusia Dengan Metode Dempster Shafer,” J. Ilm. Multidisiplin, vol. 1, no. 10, pp. 3780–3788, 2022.

[12] I. H. Santi and B. Andari, “Sistem pakar untuk mengidentifikasi jenis kulit wajah dengan metode certainty factor,”

INTENSIF J. Ilm. Penelit. dan Penerapan Teknol. Sist. Inf., vol. 3, no. 2, pp. 159–177, 2019.

[13] C. Nas, “Sistem Pakar Diagnosa Penyakt Tiroid Menggunakan Metode Dempster Shafer,” J. Teknol. Dan Open Source, vol. 2, no. 1, pp. 1–14, 2019.

[14] P. GIGI BALITA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAPER Cubfritua, F. Ariwisanto Sianturi, and A. Gea, “Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa,” Univ. Methodist Indones. Jl.Hang Tuah No.08 Medan Sumateera Utara, vol. 2, no. 1, p. 2052, 2015, [Online]. Available: http://jurnal.stmikmethodistbinjai.ac.id.

[15] Y. S. R. Nur, A. Burhanuddin, D. Aldo, and W. L. Army, “Sistem Pakar Deteksi Penyakit Bawang Merah dengan Metode Case Based Reasoning,” J. MEDIA Inform. BUDIDARMA, vol. 6, no. 3, pp. 1356–1366, 2022.

[16] R. Simalango and A. S. Sinaga, “Diagnosa Penyakit Ikan Hias Air Tawar Dengan Teorema Bayes,” vol. 3, pp. 43–50, 2019.

[17] P. S. Ramadhan, “E-Pediatric dalam Mendiagnosis Leprosy pada Anak Menggunakan Analisis Kombinasi K-Nearest Neighbor dan Teorema Bayes,” Semin. Nas. Sains dan Teknol. Inf., vol. Juli, pp. 540–544, 2019, [Online]. Available:

http://seminar-id.com/prosiding/index.php/sensasi/article/view/361.

[18] H. T. Sihotang, E. Panggabean, and H. Zebua, “Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Herpes Zoster Dengan Menggunakan Metode Teorema Bayes,” J. Inform. Pelita Nusant., vol. 3, no. 1, 2018.

[19] D. Nofriansyah, R. Gunawan, and E. Elfitriani, “Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Pertussis (Batuk Rejan) Dengan Menggunakan Metode Teorema Bayes,” J. Teknol. Sist. Inf. dan Sist. Komput. TGD, vol. 3, no. 1, pp. 41–54, 2020.

[20] W. A. Sari, A. P. Lubis, and A. K. Syahputra, “Diagnosa Penyakit Saraf Manusia Dengan Metode Forward Chaining Dalam Sistem Pakar,” JATISI (Jurnal Tek. Inform. dan Sist. Informasi), vol. 9, no. 3, pp. 2246–2260, 2022.

[21] P. S. Hasibuan and M. I. Batubara, “Penerapan Metode Dempster Shafer Dalam Mendiagnosa Penyakit Faringitis,” J.

Media Inform. Budidarma, vol. 3, no. 1, p. 59, 2019, doi: 10.30865/mib.v3i1.1061.

[22] H. Nahumury, A. Mulyani, and H. Nurdin, “Sistem Pendukung Keputusan Mendiagnosa Penyakit Virus Corona (Covid- 19) Menggunakan Metode Dempster-Shafer,” J. Inf. Syst. Applied, Manag. Account. Res., vol. 4, no. 4, pp. 207–214, 2020.

[23] F. HIDAYAH, “Sistem Pendukung Keputusan Kelayakan Pemberian Pinjaman Menggunakan Metode Topsis Studi Kasus: Upk Bina Artha Kecamatan Kedung.” UNISNU JEPARA, 2018.

[24] M. Aldjawad, S. Andryana, and A. Andrianingsih, “Penerapan Metode Perbandingan Dempster-Shafer dengan Certainty Factor pada Aplikasi Sistem Pakar Deteksi Dini Penyakit Alzheimer pada Lansia Berbasis Web,” J. JTIK (Jurnal Teknol.

Inf. dan Komunikasi), vol. 5, no. 2, p. 144, 2021, doi: 10.35870/jtik.v5i2.206.

[25] G. W. Nyipto Wibowo, S. Widiastuti, M. Muratno, E. Lolang, and S. Soraya, “Penerapan Metode Teorema Bayes Dalam Mendiagnosa Penyakit Tubercolosis,” Build. Informatics, Technol. Sci., vol. 4, no. 4, pp. 254–263, 2023, doi:

10.47065/bits.v4i4.3035.

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan sistem pakar dalam mengidentifikasi masalah kehamilan dilakukan dengan metode demspter shafer dengan berdasarkan rule sesuai keahlian para pakar dengan

Salah satu pengimplementasian sistem pakar dapat diterapkan dalam bidang kedokteran, sebagai contoh sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit kulit Akne vulgaris atau

Perancangan Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Pada Tanaman Semangka Dengan Menggunakan Metode Certainty Factor, Vol.4 No.2 Hal.22-27.. Sistem Pendukung Keputusan

Perancangan sistem pakar dalam mengidentifikasi masalah kehamilan dilakukan dengan metode demspter shafer dengan berdasarkan rule sesuai keahlian para pakar dengan

Saran yang diberikan untuk pengembangan sistem dalam penelitian selanjutnya yaitu dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk nilai densitas tiap gejala penyakit

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dijabarkan terlihat bahwa penerapan Dempster Shafer masih dapat dikembangkan untuk mendiagnosa gejala awal gangguan jiwa Skizofrenia

Saran yang diberikan untuk pengembangan sistem dalam penelitian selanjutnya yaitu dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk nilai densitas tiap gejala penyakit

Sistem pakar menggunakan metode Dempster- shafer untuk mendeteksi tingkat resiko penyakit Jantung adalah sistem pakar yang dapat menentukan tingkat resiko penyakit