LAPORAN
TUGAS PERENCANAAN
PERENCANAAN SABUK-V PADA MESIN PENGGILING DAGING Dosen Pembimbing : Tri Cahyo Wahyudi, ST.,MT.
Oleh : Zainal Abidin Npm. 21520008
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2024
ii HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS PERENCANAAN
PERENCANAAN SABUK-V PADA MESIN PENGGILING DAGING
Oleh : Zainal Abidin NPM. 21520008
Metro, 8 Juli 2024 Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Mesin
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Asroni, S.T., M.T.
NIDN. 02121287703
Tri Cahyo Wahyudi, S.T., M.T.
NIDN. 0207059102
iii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan dengan judul “Perencanaan Sabuk-V Pada Mesin Penggiling Daging”. Dengan adanya Tugas Perencanaan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Perguruan Tinggi dalam mengeksplorasi ide-ide baru dan inovatif dari mahasiswanya.
Dengan terselesaikannya Tugas Perencanaan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Nyoto Suseno, M.Si., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Metro.
2. Dr. Dadang Iskandar, S.T., M.T., Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro.
3. Asroni, ST.,MT., selaku Kaprodi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Metro
4. Tri Cahyo Wahyudi, ST.,MT., sebagai pembimbing Tugas Perencanaan.
5. Seluruh rekan-rekan telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Perencanaan ini.
Demikian pengantar Tugas Perencanaan ini, semoga laporan ini dapat berguna bagi semua pembaca baik mahasiswa, dosen, maupun pihak lain yang terkait.
Metro, 8 Juli 2024 Penulis
Zainal Abidin NPM.21520008
iv DAFTAR ISI
LAPORAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
BAB II ... 3
2.1 Mesin Pengiling Daging ... 3
2.2 Cara Kerja Mesin Penggiling Daging ... 4
2.3 Komponen Mesin Penggiling Daging ... 4
2.4 Sabuk Dan Rantai ... 7
2.4.1 Transmisi Sabuk-V ... 8
2.4.2 Diagram Alir Untuk Memilih Sabuk-V ... 24
BAB III... 28
3.1. Cara Pengumpulan Data ... 28
3.2 Waktu dan Tempat ... 28
3.3 Alat ... 28
3.4 Hasil Pengumpulan Data ... 28
3.5 diagram alir ... 29
BAB IV ... 30
4.1 Perhitungan Poros ... 30
4.1.1 Poros Motor Listrik ... 30
4.1.2 Poros Screw ... 32
4.2 Perhitungan Pasak ... 35
v
4.2.1 Perhitungan Pasak Motor Listrik ... 35
4.2.2 Perhitungan Pasak Screw ... 38
4.3 Perhitungan Sabuk-V ... 41
4.4. Pembahasan ... 44
BAB V ... 48
5.1 Kesimpulan ... 48
5.2. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 51
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Mesin Penggiling Daging ... 4
Gambar 2. 2 Motor Listrik ... 5
Gambar 2. 3 Poros ... 5
Gambar 2. 4 Poros Transmisi ... 6
Gambar 2. 5 Poros Spinddel ... 6
Gambar 2. 6 Poros Gandar ... 7
Gambar 2. 7 Kontruksi Sabuk-V ... 8
Gambar 2. 8 Ukuran penampang sabuk-V ... 9
Gambar 2. 9 Diangram pemilihan sabuk-V ... 9
Gambar 2. 10 Profil alur sabuk-V... 10
Gambar 2. 11 Penghitung panjang keliling sabuk ... 13
Gambar 2. 12 Sudut kontak ... 15
Gambar 2. 13 Puli penengang ... 16
Gambar 2. 14 Persinggungan antara sisi sabuk dan alur puli ... 18
Gambar 2. 15 Ukuran penampang sabuk-V sempit ... 19
Gambar 2. 16 Penyetelan jarak sumbu poros ... 21
Gambar 2. 17 Lenturan sabuk ... 22
Gambar 2. 18 Kedudukan yang baik untuk puli pengikat ... 23
vii DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Faktor Koreksi ... 10
Tabel 2. 2 Ukuran puli-V ... 11
Tabel 2. 3 Sabuk-V standart ... 12
Tabel 2. 4 Panjang sabuk-V standar ... 13
Tabel 2. 5 Panjang sabuk-V Sempit... 14
Tabel 2. 6 Diameter minimum pilu yang diizinkan dan diajukan ... 14
Tabel 2. 7 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk ... 18
Tabel 2. 8 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk sabuk-V sempit ... 19
Tabel 2. 9 faktor koreksi K0 ... 21
Tabel 2. 10 Daerah penyetelan jarak sumbu poros ... 22
Tabel 2. 11 Daerah bebas untuk tegangan sabuk yang sesuai ... 22
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka makin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari hewan terutama daging. Penyediaan pangan berupa daging bagi masyarakat dalam hal ini untuk mencukupi dengan mutu yang baik merupakan salah satu tujuan pembangunan dalam sektor peternakan, disamping meningkatkan pendapatan bagi para peternak dan dapat meningkatkan peranan peternak khususnya sector ketahanan pangan dalam tatanan ekonomi nasional.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka peranan daging sebagai salah satu sumber protein hewani dapat diandalkan karena daging merupakan penunjamg bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kebutuhan sebagai bahan pangan sehari-hari sangatlah penting, sebagian daging ayam maupun daging sapi dipasok dari tempat pemotonga tradisional karena tempat usaha pemotongan yang menggunakan mesin pemotong atau pun mesin penggiling daging masih sangat sedikit.
Menjamurnya usaha daging dan pemotongan tradisional didaerah lampung menunjukan bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang baik, namun masih perlu dilakukan study kelayakan tempat usaha terutama kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah atau tidak ada prasangka yang tidak baik dari orang yang membuka tempat usaha daging dan pemotongan tradisional tersebut.
Dengan adanya mesin penggiling daging ini, diharapkan kuantitas dan kualitas produksi dapat terpenuhi dengan pelayanan yang lebih mudah dan cepat hal ini sangat membantu sekali bagi para penggiling daging tradisional
2
yang ada didaerah lampung untuk peningkatan efisiensi dan produktifitas usahanya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berkesimpulan untuk mengangkat judul pada tugas perencanaan yaitu “Perencanaan Sabuk-V pada Mesin penggiling daging”
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk dan dimensi mesin penggiling daging yang direncanakan ?
2. Bagaimana prinsip kerja mesin pengilingan daging yang di rencanakan?
3. Bagaimana perhitungan perencanaaan sabuk V pada mesin penggilingan daging ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk dan dimensi penggilingan daging yang direncanakan.
2. Mengetahui bagimana prinsip kerja mesin penggiling daging yang direncanakan.
3. Untuk mengetahui perhitungan perencanaan sabuk V pada mesin penggiling daging.
1.4 Batasan Masalah
1. Daya maksimum motor listrik adalah 750 watt dan putaran 1450 rpm 2. Sabuk yang di gunakan adalah sabuk V
3 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Mesin Pengiling Daging
mesin penggiling adalah sebuah alat atau mesin yang berfungsi untuk menghaluskan atau menggiling bahan berupa daging utuh menjadi daging giling. Alat giling daging sangat cocok digunakan untuk menggiling daging yang akan digunakan untuk bahan membuat bakso maupun sosis. Alat penggiling ini didukung oleh tenaga listrik yang berfungsi sebagai penggerak penggiling daging yang membantu manusia dalam mempersingkat waktu penghalusan daging. Alat ini memanfaatkan tenaga manusia / dinamo yang diteruskan ke puli dengan mengunakan V-belt sebagai penghubung ke penggiling daging. Sehingga terjadilah putaran pada penggiling yang digunakan untuk penghalusan daging.
Untuk mengetahui definisi atau pengertian dari mesin penggiling daging ini, kita perlu mengetahui pengertian dari mesin dan penggiling daging itu terlebih dahulu. Dalam kamus bahasa indonesia (2002: 576) di definisikan bahwa “mesin adalah perkakas untuk menggerakan atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda, digerakan oleh tenaga manusia atau penggerak menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam”. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh salim,1991:458 menyatakan bahwa “mesin adalah alat yang mempunyai daya gerak atau tenaga baik dijalankan dengan motor penggerak maupun tenaga manusia”.
Dari definisi mesin yang dikemukakan oleh kedua sumber di atas, tampak bahwa sumber pertama didefinisikan mesin sebagai kendaraan, sedangkan sumber kedua mesin sebagai alat yang dapat membantu untuk meringankan kerja manusia. Jadi, pada dasarnya definisi dari kedua sumber mempunyai tujuan yang sama. Akan tetapi, penjelasan definisi dari sumber kedua lebih jelas dibanding sumber pertama jika disesuaikan dengan mesin penggiling daging karena mesin penggiling daging tersebut tidak digunakan sebagai
4
kendaraan yang dapat mengangkut atau membawa manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain, melainkan hanya digunakan untuk meringankan pekerjaan manusia dalam menghaluskan daging sebelum dikonsumsi. Mesin giling adalah sebuah alat atau mesin yang berfungsi untuk menghaluskan atau menggiling bahan untuh menjadi halus.
2.2 Cara Kerja Mesin Penggiling Daging
Cara kerja mesin ini sangat sederhana. Mesin gilingan daging bekerja dengan cara menggiling setiap daging yang dimasukkan ke corong penggilinggan. daging yang dimasukkan ke dalam corong penggilingan akan digiling menggunakan pisau penggiling daging yang berputar sangat cepat.
Setelah itu daging akan keluar melalui saringan atau sering disebut cetakan, dan hasilnya berupa daging giling. Hal ini menjadikan kegiatan penggilingan daging akan lebih efesien dalam segi waktu, biaya dan tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya gambar mesin penggiling daging berikut ini :
Gambar 2. 1 Mesin Penggiling Daging 2.3 Komponen Mesin Penggiling Daging
1. Motor Lisrik
Motor Listrik merupakan suatu peralatan permesinan yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanis. Dalam perencanaan mesin penggiling daging, banyak pilihan besar daya yang akan digunakan. Motor listrik adalah komponen yang sangat penting dalam mesin yang digunakan sebagai sumber tenaga. Motor listrik ini
5
berfungsi untuk menggerakan poros dan puli sehingga penggiling dapat berputar.
Gambar 2. 2 Motor Listrik 2. Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu mesin.
Karena hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama dengan putaran , oleh karena itu poros memegang peranan utama dalam transmisi sebuah mesin (Sularso dan Kiyokatsu suga, 1983:1). Dalam perencanaan mesin pencacah jerami ini, poros merupakan salah satu sistem transmisi mesin yang digunakan, karena berfungsi sebagai pemutar mata pisau pencacah.
Gambar 2. 3 Poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifiasikan menurut pembebananya sebagai berikut :
a. Poros Transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai dan lain-lain.
6 Gambar 2. 4 Poros Transmisi
b. Poros Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
Gambar 2. 5 Poros Spinddel c. Poros Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang- kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat benban lentur, kecuali hanya digerakan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
7 Gambar 2. 6 Poros Gandar
2.4 Sabuk Dan Rantai
Jarak yang jauh antara dua poros sering tidak memungkinkan transmisilangsung dengan roda gigi. Dalam hal demikian, cara transmisi putaran atau daya yang lain dapat diterapkan, di mana sebuah sabuk luwes atau rantai dibelitkansekeliling puli atau sproket pada poros.
Transmisi dengan elemen mesin yang luwes dapat digolongkan atas transmisisabuk, transmisi rantai, dan transmisi kabel atau tali. Transmisi kabel atau talihanya digunakan untuk untuk maksud khusus. Transmisi sabuk dapat dibagi atastiga kelompok. Dalam kelompok pertama, sabuk rata dipasang pada puli silinderdan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat sampai 10 (m)dengan perbandingan putaran antara 1/1 sampai 6/1. Dalam kelompok kedua,sabuk dengan penampang trapesium dipasang pada puli dengan alur danmeneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat sampai 5 (m) dengan perbandingan putaran antara 1/1 sampai 7/1. Kelompok terakhir terdiri atas sabukdengan gigi yang digerakkan dengan sproket pada jarak pusat sampai mencapai 2(m), dan meneruskan putaran secara tepat dengan perbandingan antara 1/1 sampai6/1.
Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-V karena mudah penanganannya dan harganyapun murah. Kecepatan sabuk direncanaka n untuk 10sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimum sampai 25 (m/s).
Dayamaksimum yang dapat ditransmisikan kurang lebih samapai 500 (kW).Karena terjadi slip antara puli dan sabuk, sabuk v tidak dap
8
at meneruskan putaran dengan perbandingan yang tepat. Dengan sabuk gilir tr ansmisi dapatdilakukan dengan perbandingan putaran yang tepat seperti pada roda gigi. Karenaitu sabuk gilir telah digunakan secara luas dalam industri mesin jahit, komputer,mesin fotokopi, mesin tik listrik, dsb.
Transmisi rantai dapat dibagi atas rantai rol dan rantai gigi, yang dipergunakanuntuk meneruskan putaran dengan perbandingan yang tepat pada jarak
sumbu poros sampai 4 (m) dan perbandingan 1/1 sampai 7/1. Kecepatan yang diizinkan untuk rantai rol adalah sampai 5 (m/s) pada umumnya, dan maksimum sampai 10(m/s). Untuk rantai gigi kecepatannya dapat dipertinggi hingga 16 sampai 30(m/s).
Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar pemilihan sabuk-V, sabuk gilir, rantairol, dan rantai gigi.
2.4.1 Transmisi Sabuk-V
Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium.
Tenunantetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawatarikan yang besar. (Gambar 2.7). Sabuk dibelitkan di keliling alur p uli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar . Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkantransmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah.
Hal ini merupakansalah satu keunggulan sabuk-V dibandingkan dengan sabuk rata.
Keterangan:
1.Terpal
2.Bagian penarik 3.Karet pembungkus 4.Bantal karet
Gambar 2. 7 Kontruksi Sabuk-V
9 Gambar 2. 8 Ukuran penampang sabuk-V
Gambar 2. 9 Diangram pemilihan sabuk-V
Atas dasar daya rencana dan putaran poros penggerak, penampangsabuk- V yang sesuai dapat diperoleh dari Gambar 2.9. Daya rencana dihitungdengan mengalikan daya yang akan diteruskan dengan faktor koreksi dalamTabel 2.7. Diameter nominal puli-V dinyatakan dengan diameter Pd
(mm)dari suatu lingkaran di mana lebar alurnya di dalam gambar 2.10 l0
dalam tabel 2.8 transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan arah putaran yang sama. Dihadapan dengan trasmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara.untuk mempertinggi daya yang di transmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk-V yang di pasang di sebelah menyebelah.
10 Tabel 2. 1 Faktor Koreksi
Gambar 2. 10 Profil alur sabuk-V
menghubungkan arah sejajar dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditrasmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah.
11 Tabel 2. 2 Ukuran puli-V
Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 sampai 2 kali diameter puli besar.Di dalam perdagangan terdapat berbagai panjang sabuk-V. Nomor nominalsabuk-V dinyatakan dalam panjang kelilingnya dalam inch. Tabel 2.9 (a) dan(b) menunjukan nomor nomor nominal dari sabuk standar utama.Diam eter puli yang terlalu kecil akan memperpendek umur sabuk. Dalam Tabel 2.4 diberikan diameter puli minimum yang diizinkan dan dianjurkan menurut jenis sabuk yang bersangkutan.
Sekarang lihatlah gambar 2.11 dimana putaran puli pengerak dan yang digerakan bertutut-turut adalah n1 (rpm) dan n2 (rpm), dan diameter nominal masing-masing adalah d1 (mm) dan D1 (mm), serta perbandingan putaran u dinyatakan dengan n2/n1 atau dp/Dp karena sabuk-V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang dipakai ialah perbandingan reduksi i(i> 1), dimana :
𝑛1
𝑛2 = 𝑖 = 𝐷𝑝
𝑑𝑝 = 1
𝑢 ; 𝑢 = 1
𝑖
Kecepatan linier sabuk-V (m/s) adalah : 𝑣 = 𝑑𝑝𝑛1
60 𝑥 1000
12
Jarak sumbuh poros dan panjang keliling sabuk berturut-turut adalah c (mm) dan L (mm)
∠𝑎𝑂1𝐴 = ∠ 𝑏𝑂2𝐵 = 𝜋 − 2𝛾
𝑎𝑏 = 𝐴𝐵 𝐶 cos 𝛾 = 𝐶√1 − 𝑠𝑖𝑛2 ≈ 𝐶 {1 −𝑠𝑖𝑛2𝛾 2 } Tabel 2. 3 (a) Sabuk-V standart (bertanda*)
13 Tabel 2. 4 (b) Panjang sabuk-V standar
Gambar 2. 11 Penghitung panjang keliling sabuk
14 Tabel 2. 5 (c) Panjang sabuk-V Sempit
3 V 5 V
Nomor nominal
sabuk
Panjang keliling (mm)
Panjang keliling pada jarak
bagi sabuk (mm)
Nomor nominal
sabuk
Panjang keliling (mm)
Panjang keliling pada jarak bagi sabuk
(mm) 3V 250
3V 265 3V 280
635 673 711
631 669 707
5V 500 5V530 5V 560
1270 1346 1422
1262 1338 1414 3V 300
3V 315 3V 355
762 800 851
758 796 847
5V 600 5V 630 5V 670
1542 1600 1702
1516 1592 1694 3V 355
3V 375 3V 400
902 953 1016
898 949 1012
5V 710 5V 750 5V 800
1803 1905 2032
1795 1897 2024 3V 425
3V 450 3V 475
1080 1143 1207
1076 1139 1203
5V 850 5V 900 5V 950
2159 2286 2413
2151 2278 2405 3V 500
3V 530 3V 560
1270 1346 1422
1266 1342 1418
5V 1000 5V 1060 5V 1120
2540 2692 2845
2532 2648 2837
Tabel 2. 6 Diameter minimum pilu yang diizinkan dan diajukan (mm)
maka 𝐿 =𝑑2
2 (𝑥 − 2𝛾 ) + 2𝑐 (1 − 𝑠𝑖𝑛2 𝑦
2 ) +𝐷2
2 (𝑥 + 2𝛾) = 2𝐶 + 𝑥
2(𝑑𝑝+ 𝐷𝑝 ) + 𝛾(𝐷𝑝− 𝑑𝑝)2− 𝐶 𝑠𝑖𝑛2𝛾
15 Oleh karena
𝑦 ≈ 𝑠𝑖𝑛𝑦 = (𝐷𝑝− 𝑑𝑝)/2𝐶
maka
𝐿 = 2𝐶 +𝜋
2(𝐷𝑃+ 𝑑𝑃) +1
2(𝐷𝑃− 𝑑𝑝)2 − 𝐶
4𝐶(𝐷𝑝− 𝑑𝑝)2
= 2𝐶 +𝜋
2(𝑑𝑝+ 𝐷𝑃) + 1
4𝑐(𝐷𝑃− 𝐷𝑃)2
Dalam perdagangan terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun, mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umunya sukar.jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai
𝐶 =𝑏 + √𝑏2 − 8(𝐷𝑝− 𝑑𝑝)2 2𝑎
Dimana
𝑏 = 2𝐿 − 3,14(𝐷𝑝+ 𝑑𝑝)
Sudut lilin atau kontak 𝜃 dari sabuk pada alur pili pengerak harus diusahakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang kontak antara sabuk dan puli. Gaya gesekan berkurang dengan mengecilkan 𝜃 sehingga menimbulkan slip antara sabuk dan puli. Jika jarak poros adalah pendek sedangkan perbandingan reduksinya besar, maka sudut kontak pada puli kecil (puli penggerak) akan menjadi kecil. Dalam hal ini dapat di pakai sebuah puli penegang seperti dalam gambar 2.13 untuk memperbesar sudut kontak tersebut.
Gambar 2. 12 Sudut kontak
16 Gambar 2. 13 Puli penengang
Bila sabuk-V dalam keadaan diam atau tidak meneruskan momen, maka tegangan di seluruh panjang sabuk adalah sama. Tengangan ini disebut tengangan awal. Bila sabuk mulai bekerja meneruskan momen, tegangan akan bertambah pada sisi kendor ( bagaian panjang sabuk yang tidak menarik).
Jika tarikan pada sisi kendor berturut-turut adalah F1 adalah F2 (kg), maka besaranya gaya tarik efektif Fe (kg) untuk mengerakan puli yang digerakan adalah
Fe = F1 – F2
Fe adalah gaya tagensial efektif yang bekerja sepanjang lingkaran jarak bagi alur puli.
Jika koefisien gesek nyata antara sabuk dan puli adalah 𝜇′, maka 𝐹1
𝐹2= 𝑒𝜇′𝜃
𝐹𝑒 = 𝐹1− 𝐹2 = 𝐹1𝑒𝜇′𝜃−1
𝑒𝜇′𝜃
Persamaan ini disebut “persamaan Eytelwein”. Besarnya daya yang dapat di transmisikan oleh satu sabuk P0 (KW) diberikan oleh persamaan berikut ini.
17 𝑃0 = 𝐹𝑒𝑣
102= 𝐹𝑒𝑒𝜇′𝜃
𝑒𝜇′𝜃. 𝜋𝑑𝑝
60 × 102. 𝑛1
1000= 𝐶(𝑑𝑝𝑛)
𝐶 = 𝐹𝑒 𝑒𝜇′𝜃
𝑒𝜇′𝜃− 1. 𝜋 6120 𝑛 = 𝑛1
1000
Dimana Fa (kg) adalah gayatarik yang diizinkan untuk setiap sabuk, dan n1 (rpm) adalah putaran puli pengerak, dalam praktek pili penggerak.dalam praktek, persamaan di atas harus dikoreksi terhadap faktor-faktor yang bekerja pada sabuk seperti gaya sentrifugal, lenturan, dll.
Persamaan berikut ini biasanya di pakai untuk sabuk-V standart.
𝑃0 = (𝑑𝑝𝑛){(𝐶1(𝑑𝑝𝑛)−0,09− (𝐶2
𝑑𝑝) − 𝐶3(𝑑𝑝𝑛)2} − 𝐶2𝑛 × {1 − (1 𝐶5)}
Dimana C1 sampai C5 adalah kosanta-kosanta.
Untuk menyederhananakan perhitungan, setiap prosedur sabuk mempunyai katalog yang berisi daftar untuk memilih sabuk. Tabel 2.7 menunjukan daftar kapasitas dari daya yang yang ditransmisikan untuk satu sabuk bila dipakai puli dengan diameter minium yang diajurkan.
18 Tabel 2. 7 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal, P0 (KW)
Putaran puli kecil (rpm)
Penampang A
Merek merah Standar Harga tambahan karena perbandingan putaran 67mm 100mm 67mm 100mm 1,25-
1,34
1,35-
1,51 1,52-1,99 2,00 200
400 600 800 1000 1200 1400 1600
0,15 0,26 0,35 0,44 0,52 0,59 0,66 0,72
0,31 0,55 0,77 0,98 1,18 1,37 1,54 1,71
0,12 0,21 0,27 0,33 0,39 0,43 0,48 0,51
0,26 0,48 0,67 0,87 1,00 1,16 1,31 1,43
0,01 0,04 0,05 0,07 0,08 0,10 0,12 0,13
0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,13 0,15
0,02 0,04 0,07 0,09 0,11 0,13 0,15 0,18
0,02 0,05 0,07 0,10 0,12 0,15 0,18 0,20
Putaran puli kecil (rpm)
Penampang B
Merek merah Standar Harga tambahan karena perbandingan putaran
118mm 150mm 118mm 150mm 1,25-
1,34 1,35-1,51 1,52-1,99 2,00 200
400 600 800 1000 1200 1400 1600
0,51 0,90 1,24 1,56 1,85 2,11 2,35 2,67
0,77 1,38 1,93 2,43 2,91 3,35 3,75 4,12
0,43 0,74 1,00 1,25 1,46 1,65 1,83 1,98
0,67 1,18 1,64 1,07 2,46 2,82 3,14 3,42
0,04 0,09 0,13 0,18 0,22 0,26 0,31 0,35
0,05 0,10 0,15 0,20 0,26 0,31 0,36 0,41
0,06 0,12 0,18 0,23 0,30 0,35 0,41 0,47
0,07 0,13 0,20 0,26 0,33 0,40 0,46 0,53 Sabuk-V sempit akan menjadi lurus pada kedua sisinya bila di pasang pada alur puli (gambar 2.14). dengan demikian akan terjadi kontak yang merata dengan puli sehingga keausan pada sisinya dapat di hindari. Ada tiga macam proporsi penampang untuk sabuk-V sempit seperti dalam gambar 2.15.
Gambar 2. 14 Persinggungan antara sisi sabuk dan alur puli
19 Gambar 2. 15 Ukuran penampang sabuk-V sempit Kapasitas daya P0 (kw) untuk satu sabuk dapat dihitung dari 𝑃0 = (𝑑𝑝𝑛){𝐶1− (𝐶2
𝑑𝑝) − 𝐶3(𝑑𝑝𝑛)2− 𝐶4(𝑙𝑜𝑔10𝑑𝑝𝑛)} + 𝐶2𝑛{1 − (1𝐶5)}
Dimana C1 sampai C5 adalah konstanta-konsanta. Seperti juga pada sabuk-V setandart, daya P0 tersebut juga dapat ditemui dalam daftar perhitungan yang terdapat dalam katalog prosedur.tabel 2.8 memberikan kapasitas daya yang ditransmisikan dan faktor tambahan untuk masing-masing perbandinganreduksi untuk sabuk tipe 3V dan 5V yang mempunyai puli dengan diameter minimum yang diajurkan.
Tabel 2. 8 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk sabuk-V sempit tunggal, P0 (kw)
Putaran puli kecil (rpm)
3 V Diameter nominal
puli kecil
Harga tambahan karena perbandingan putaran
67mm 100mm 1,27-1,38 1,39-1,57 1,58-1,94 1,95-3,38 3,39 200
400 600 800 1000 1200 1400 1600
0,21 0,38 0,54 0,68 0,81 0,94 1,06 1,17
0,46 0,85 1,21 1,38 1,72 1,88 2,05 2,20
0,02 0,04 0,07 0,09 0,12 0,14 0,16 0,18
0,03 0,05 0,08 0,11 0,13 0,16 0,18 0,21
0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0,21 0,24
0,03 0,07 0,10 0,13 0,16 0,20 0,23 0,26
0,04 0,07 0,10 0,14 0,18 0,21 0,24 0,28
Putaran puli kecil (rpm)
5 V Diameter
nominal puli kecil
Harga tambahan karena perbandingan putaran
180mm 224mm 1,27-1,38 1,39-1,57 1,58-1,94 1,95-3,38 3,39 200
400 600
2,13 3,92 5,55
3,02 5,62 8,00
0,13 0,26 0,39
0,15 0,30 0,46
0,17 0,34 0,51
0,18 0,37 0,56
0,20 0,39 0,59
20 Putaran
puli kecil (rpm)
5 V Diameter
nominal puli kecil
Harga tambahan karena perbandingan putaran
180mm 224mm 1,27-1,38 1,39-1,57 1,58-1,94 1,95-3,38 3,39 800
1000 1200 1400 1600
7,10 8,55 9,95 11,2 12,4
10,2 12,4 14,4 16,2 17,8
0,51 0,65 0,77 0,90 1,04
0,60 0,70 0,91 1,06 1,22
0,68 0,85 1,02 1,19 1,36
0,74 0,93 1,11 1,30 1,48
0,79 0,98 1,18 1,38 1,57 Persamaan-persamaan diatas hanya sesuai untuk sudut kontak 𝜃 = 180°.
adalah untuk perbandingan reduksi yang besar dan sudut kontak yang lebih kecil dari 1800 menurut perhitungan rumus dibawah. Kapsitas daya yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi yang bersangkutan K0 Seperti diperlihatkan dalam tabel 2.9 besarnya sudut kontak diberikan oleh
𝜃 = 180° −57(𝐷𝑝− 𝑑𝑝) 𝐶
Jumblah sabuk yang diperlukan dapat diperoleh dengan menbagi Pd dengan P0
. K0, atau 𝑁 = 𝑃𝑑
𝑃0𝐾0
Harga N yang relatif besar akan menyebabkan getaran pada sabuk yang mengakibatkan penurunan efisiensinya. Dalam hal demikian perencanaan harus di perbaiki dengan menggunakan sabuk yang lebih besar penampanya.
Dalamhal transmisi dengan lebih dari sabuk perlu diperhatikan bahwa panjang, mutu, dll., dari masing-masing sabuk dapat berbeda, sehingga perpanjangan yang berbeda antara satu dengan lain sabuk akan mengakibatkan tegangan yang berbeda-beda pula.
Untuk dapat memelihara tegangan yang cukup dan sesuai pada sabuk, jarak poros puli harus dapat di setel ke dalam maupun ke luar (gambar 2.16).
tegangan sabuk dapat di ukur dengan timbangan dimana sabuk ditarik pada titik tengah antara kedua
21 Tabel 2. 9 faktor koreksi K0
Gambar 2. 16 Penyetelan jarak sumbu poros
22 Gambar 2. 17 Lenturan sabuk
Tabel 2. 10 Daerah penyetelan jarak sumbu poros
Tabel 2. 11 Daerah bebas untuk tegangan sabuk yang sesuai (satuan : kg)
Puli seperti dalam gambar 2.18. jika beban untuk melenturkan sabuk sebesar 1,6 (mm) setiap 100 (mm) jarak bentangan terletak antara harga maksimum dan minimumyang di berikan dalam tabel 2.11, maka besaranya tegangan sabuk di anggap sesuai.
Jika trasmisi sabuk diperlengkap dengan puli pengikut untuk memelihara tegangan sabuk, maka puli ini harus dipasang di sebelah dalam dari sisi kendor dekat pada puli besar, seperti dalam gambar gambar 2.18.dipandang dari segi ketahanan sabuk, dianjurkan untuk tidak menekan dari sebelah luarnya.
23 Gambar 2. 18 Kedudukan yang baik untuk puli pengikat
Sudut antara sudut ke dua penampang sabuk yang dianggap sesuai adalah sebesar 30 sampai 40 derajat. Semakin kecil sudut ini, gesekan akan semakin besar karena efek baji,sehingga perbandingan tarikan F1/F2 akan lebik besar.
Namun demikian, kadang-kadang sudut yang kecil pada sabuk sempit atau sabuk standar dapat menyebabkan terbenamnya sabu kedalam alur puli. Ahir- ahir ini dapat perdagangan di perkenalkan sabuk-V dengan sudut lebar, yaitu 60 derajat. Untuk sabuk ini dipakai bahan dengan perpanjangan yang kecil untuk memperbaiki sifat buruk diatas. Tetaoi dengan kondisi seperti ini, gesekan dan perbandingan tarikan yang dicapai menjadi rendah.
Sifat yang penting dari sbuk yang diperhatikan adalah perubahan bentuknya karena tekanan samping, dan ketahanan terhadap panas. Bahan yang dipakai adalah karet atau sintetis. Pada masa sekarang, telah banyak dipakai karet neopren. Sebagi inti untuk menahan tarikan terutama di pergunakan rayon yang kuat.tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti teroton semakin populer untuk memperbaiki sifat perubahan panjang sabuk, inti troton dapat mengerut pada waktu pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbainya. Ada juga peroses yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan bahwah perhitungan pada waktu bekerja, sabuk akan menjadi panas dan memulihkan bentunya keadaan semula.
Pada umunya puli dibuat dari besi cor kelabu FC20 atau FC30.untuk puli kecil dipakai kontruksi plat karenah lebih murah. Pembatasan ukuran puli sering dikenakan pada panjang susunan puli atau lebar puli. Panjang maksimum susunan puli Lmax adalah perlu untuk memenuhi persamaan berikut ini.
24 2.4.2 Diagram Alir Untuk Memilih Sabuk-V
25 𝐿𝑚𝑎𝑥−1
2(𝑑𝑝+ 𝐷𝑃) ≧ ∁
∁ −1
2(𝑑𝑘+ 𝐷𝐾) > 0
Jika dB dan DB berturut-turut adalah diameter bos atau naf puli kecil dan puli besar, ds1 dan ds2 berturut-turut adalah diameter poros penggerak dan yang digerakan, maka
𝑑𝐵 ≧5
3𝑑𝑠1+ 10 (mm) 𝐷𝐵≧ 5
3𝑑𝑠2 + 10 (mm)
Jika naf tidak dapat dibuat cukup besar untuk memenuhi persamaan tersebut, ambillah bahan poros yang lebih kuat untuk mengecilkan diameternya, atau ambil cara lain untuk memasang poros pada naf.
Cara pemilihan sabuk-V diberikan dalam diagram 20 dan contoh berikut.
[contoh soal] sebuah kompresor kecil digerakan oleh sebuah motor listrik dengan daya 3,7 (kw), 4 kutub, 1450(rpm) dan diameter poros 25(mm).
Diameter poros dan putaran kompresor yang dikehendaki adalah 30 (mm) dan 870 (rpm). Kompresor bekerja selama 8 jam sehari. Carilah sabuk-V dan puli yang sesuai.
[penyelesaian]
1) P = 3.7 (KW), n1 = 140 (rpm), i ≈1450/870 ≈ 1,67, C ≈ 300 (mm) 2) fc = 1.4
3) Pd = 1,4 × 3,7 = 5,18 (kw)
4) T1 = 9,74 × 105 × (5,18/1450) = 3480 (kg.mm) T2 = 9,74 × 105 × (5,18/870) = 5800 (kg.mm) 5) Bahan porors S30C-D, 𝜎B = 58 (kg/mm2)
Sf1 = 6, Sf = 2 (dengan alur pasak) Tb = 58/(6 × 2) =4,83 (kg/mm2) Kt = 2 untuk beban tumbukan
26 Cb = 2 untuk lenturan
6) D31 = {(5,1/4,83) × 2 × 2 × 3480}1/3 =24,5 (mm) → 25 (mm), baik D32 = {(5,1/4,83) × 2 × 2 × 5800}1/3 = 29,0(mm) → 30 (mm), baik 7) Penampang sabuk-V : tipe B
8) Dmin =145 (mm)
9) Dp = 145 (mm), DP = 145 × 1,67 = 242 (mm) Dk = 145 + 2 × 5,5 =156 (mm)
Dp = 242 + 2 × 5,5 = 253 (mm)
5
3𝑑𝑠1 + 10 = 52 → dp = 60 (mm)
5
3𝑑𝑠2 + 10 = 62,5 → DB = 70 (mm) 10) 𝜐 = 3,14 × 150 × 1450
60 × 1000 = 11,4 (m/s) 11) 11,4 (m/s) < 30 (m/s), baik 12) 300 – 156 +253
2 = 95,5 (mm), baik 13) Dipakai tipe standart.
𝑃0 = 3,14 + (3,42 − 3,14) (50
200) + 𝑂, 41 + (0,47 − 0,41) (50 200)
= 3,22 (kw)
14) 𝐿 = 2 × 300 + 1,57 (242 + 145) + (242−145)2
4 ×300 = 1219 (𝑚𝑚) 15) Nomor nominal sabuk-V : no. 48 L =1219 (mm)
16) 𝑏 = 2 × 1219 − 3,14 (242 + 145) = 1223 (𝑚𝑚) 𝐶 =1223+ √12232− 8(242−145)2
8 = 302 (mm)
17) 𝑂 = 180° −57(242−145)
300 = 162° → 𝐾0 = 0,96 18) 𝑁 = 5,18
3,22×0,96 = 1,68 → 2 buah 19) ∆𝐶𝑖= 25 (mm), ∆𝐶𝑡 = 40 (mm)
20) Tapi B, No 48, 2 buah, dk =156 (mm), Dk =253 (mm) Lubang poros 25(mm), 31,5 (mm)
Jarak sumbu poro𝑠−25(𝑚𝑚)+40(𝑚𝑚) Jarak dipakai sabuk sempit :
27 7) penampang sabuk-V : 3V
9) 𝑑𝑝 = 67 (mm), DP = 1,67 × 67 = 112(mm) 10) 𝜐 =3,14 ×67 ×1450
60 ×1000 = 5,1 (m/s) 11) 5,1 < 3,5 baik.
12) 300 – 67+112
2 = 210(mm), baik.
13) P0 = 2,05 + (2,20 – 2,05) 50
200 + 0,21 + (0,24 – 0,21) 50
200 = 2,31 (kw) 14) L = 2 × 300 + 1,57 (112 + 67) +(112−67)
2
4×300 =883 (mm)
15) 3V – 355 panjang keliling kurva jarak bag sabuk-V L = 898 (mm) 16) b = 2 × 898 – 3,14(112 + 67) = 1234(mm)
C = 1234+ √12342 − 8(112−67)2
8 = 308 (mm)
17) 0 = 180 ͦ - 57(112−67)
300 = 171 ° → 𝐾𝜃 = 0,97 18) N = 5,18
2,31 ×0,97 = 2,3 → 3 buah 19) ∆𝐶𝑖 = 15 (mm), ∆𝐶𝑡 =25 (mm)
20) 3V-355, 3buah, dk = 67 + 1,2 = 68,2 (mm), Dk = 112 + 1,2 = 113,2 (mm)
Jarak sumbu poros: 308− 15 (𝑚𝑚)+ 25 (𝑚𝑚)
28 BAB III
METODE PERENCANAAN
3.1. Cara Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam tugas perencanaan ini penyusunan melakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
1. Melalui studi literatur, buku sularso 2018 dan beberapa sumber dari internet.
2. Melakukan pengukuran lansung keobjek (observasi).
3. Wawancara atau interview pada pihak yang dianggap mengetahui serta menguasai dalam bidang permesinan.
3.2 Waktu dan Tempat
Pengumpulan data dilakukan di pasir sakti, lampung timur dari tanggal 1 maret sampai 26 maret 2024.
3.3 Alat
Alat yang digunakan dalam analisa ini meliputi : a. Mistar baja
b. Jangka sorong c. Alat tulis d. Alat-alat lain
3.4 Hasil Pengumpulan Data Diketahui:
a. Daya mesin = 750 watt = 0,75 kw b. Rpm mesin penggerak = 1500 rpm c. Diameter poros mesin = 22 mm
29 3.5 diagram alir
Tidak
Ya MULAI
Perumusan Masalah
Survei Lapangan
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data Perhitungan
Analisa
Kesimpulan
Selesai
30 BAB IV
PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Poros
Perhitungan pada poros dilakukan mengikuti diagram perhitungan untuk poros.
4.1.1 Poros Motor Listrik 1. Daya yang ditransmisikan.
P = 0,75 (kw) n1 = 1500 (rpm) 2. Faktor koreksi.
fc = 2
3. Daya rencana.
Pd = 2 × 0,75 = 1,5 (kw) 4. Momen puntir rencana.
T = 9,74 × 105 × 15001,5 = 974 (kg.mm) 5. Bahan poros, faktor keamanan.
Bahan poros yang digunakan adalah baja S55C, dipilih agar poros dapat meneruskan daya yang diberikan dengan baik.
𝜎B = 66 (kg/mm2) Faktor keamanan.
Sf 1 = 6 >digunakan karena menggunakan material baja S-C
Sf2 = 2 >digunakan karena poros akan diberi alur pasak dan bertangga
31 6. Tegangan geser yang terjadi.
𝜏a = 6×266 = 5,5 (kg/mm2)
7. Faktor koreksi untuk momen puntir dan faktor lenturan.
Cb = 2,0 Kt = 2,0
Dikarenakan penggunaanmotor listrik yang universal sehingga ada kemungkinan jika mendapatkan beban kejut dan atau beban lentur sehinggapemilihan faktor koreksi untuk momen puntir dan lenturan dipilih pada angka tersebut.
8. Diameter poros.
ds= (5,15,5 × 2,0 × 2,0 × 974)1/3 = 16,21 (mm)
ds= 19 mm => didapatkan dari hasil pembulatan nilai ds dimana untuk hasil pembulatannya dipilih dari angka diatas nilai ds.
9. Poros bertangga, alur pasak.
Diameter bantalan = 20 (mm) => untuk diameter bantalan dipilih satu tingkat diatas nilai diameter poros.
r fillet = (D-ds) / 2 = (20 – 19) = 0,5 (mm)
alur pasak = 6 × 6 × fillet 0,2 => dipilih sesuai dengan diameter poros yang didapatkan.
10. Faktor konsetrasi tegangan pada poros bertangga dan pada pasak.
Konsentrasi tegangan pada poros bertangga.
r / ds = 0,2/19 = 0,011 𝛼 = 3,0
𝛼 > 𝛽
32 11. Tegangan geser.
𝜏 = 5,1 ×974193 = 0,72 (mm)
12. Keamanan poros.
A. 𝜏𝛼 × 𝑠𝑓𝛼 2 = 5,5 × 23,0 = 3,67 (kg/mm2)
B. Cb × Kt × 𝜏 = 2 × 2 × 0,72 = 2,88 (kg/mm2) A > B => poros dinyatakan aman
13. Spesifikasi poros.
Diameter poros = 19 mm Material poros = S55C
Dudukan bearing = 20 mm dengan r fillet 0,5 mm Ukuran pasak = 6 mm × 6 mm
Alur pasak = 6 mm × 6 mm dengan r fillet 0,2 mm 4.1.2 Poros Screw
1. Daya rencana yang ditransmisikan.
P = 0,75 (kw) n1 = 500 (rpm) 2. Faktor koreksi.
fc = 1
3. Daya rencana.
Pd = 1 × 0,75 = 0,75 (kw) 4. Momen puntir rencana.
T = 9,74 × 102 × 0,75500 = 1,461 (kg/mm)
33 5. Bahan poros, faktor keamanan.
Bahan poros yang digunakan adalah baja S45C, dipilih agar poros dapat meneruskan daya yang diberikan dengan baik.
𝜎B = 58 (kg/mm2) Faktor keamanan.
Sf1 = 6 >digunakan karena menggunakan material baja S-C
Sf2 = 2 >digunakan karena poros akan diberi alur pasak dan bertangga
6. Tengan geser yang terjadi.
𝜏a = 6 × 258 = 4,83 (kg/mm2)
7. Faktor koreksi untuk momen puntir danfaktor lenturan.
Cb = 2,0 => digunakan karena poros mendapatkan beban lentur dari transmisi sabuk-V.
Kt = 2,0 => digunakan karena beban dikenakan secara halus.
Dikarenakan pengunaan motor listrik yang universalsehingga ada kemungkinan jika mendapatkan beban kejut dan atau beban lentur sehingga pemilihan faktor koreksi untuk momen puntir dan lenturan dipilih pada angka tersebut.
8. Diameter poros.
ds = (4,835,1 × 2,0 × 1,0 × 1,461)1/3 = 14,17 (mm)
ds = 20 (mm) => didapat dari hasil pembulatan nilai ds dimana untuk hasil pembulatannya dipilih dari angka diatas nilai ds.
9. Poros bertangga, alur pasak.
Diameter bantalan = 22 (mm) => untuk diameter bantalan dipilih satu tingkat diatas nilai diameter poros.
r fillet = (D – ds) / 2 = (22 – 20 ) =1,0 (mm)
alur pasak 7 × 7 × 0,25 => dipilih sesuai dengan diameter poros yang
34 didapatkan.
10. Faktor koreksi tegangan pada poros bertangga dan pada pasak.
Konsentrasi tegangan pada poros bertangga r / ds = 1,0 / 20 = 0,05
D / ds = 22 / 20 = 1,1 𝛽 = 1,3
Konsentrasi tegangan pada poros alur pasak.
r / d2 = 0,25 / 20 = 0,012 𝛼 = 2,0
11. Tegangan geser.
𝜏 = 5,1 × 1461203 = 0,93 (mm)
12. Keamanan poros.
A. 𝜏𝛼 × 𝑠𝑓𝛼 2 = 4,83 × 22,0 = 4,83 (kg/mm2)
B. Cb × Kt × 𝜏 = 1× 2 × 0,93 =1,83 (kg/mm2) A > B = poros dinyatakan aman
13. Spesifikasi poros.
Diameter poros = 20 mm Material poros = S45C Dudukan bearing = 22 mm
Ukuran pasak = 7 mm × 7 mm
Alur pasak = 7 mm × 7 mm dengan r fillet 0,25 mm
35 4.2 Perhitungan Pasak
Perhitungan pada pasak dilakukan mengikuti diagram perhitungan untuk pasak 4.2.1 Perhitungan Pasak Motor Listrik
1. Daya yang ditransmisikan.
P = 0,75 (kw) n1 = 1500 (rpm) 2. Faktor koreksi.
fc = 2
3. Daya rencana.
Pd =2 × 0,75 = 1,5 (kw) 4. Momen puntir rencana.
T = 9,74 × 102 × 15001,5 = 974 (kg.mm) 5. Bahan poros, faktor keamanan.
Bahan poros yang digunakan adalah baja S55C, dipilih agar poros dapat meneruskan daya yang diberikan dengan dengan baik.
𝜎B = 66 (kg/mm2) Faktor keamanan.
Sf1 = 6 >digunakan karena menggunakan material baja S-C
Sf2 = 2 >digunakan karena poros akan diberi alur pasak dan bertangga 6. Tegangan geser yang terjadi.
𝜏a = 6 × 266 = 5,5 (kg/mm2)
7. Faktor koreksi untuk momen puntir dan faktor lenturan.
Cb = 2,0
36 Kt = 2,0
Dikarenakan penggunaan motor listrik yang listrik yang universal sehingga ada kemungkinan jika mendapatkan beban kejut dan atau beban lentur sehingga pemilihan faktor koreksi untuk momen puntir dan lenturan dipilih pada angka tersebut.
8. Diameter poros.
ds = ( 5,15,5 × 2,0 × 2,0 × 974 )1/3 = 16,21 (mm)
ds = 19 (mm) => didapatkan dari hasil pembulatan nilai ds dimana untuk hasil pembulatannya di pilih dari angka diatas nilai ds.
9. Gaya tangensial.
F = (9:2)974 = 102,5 (kg)
10. Dimensi pasak.
Dimensi pasak didapatkan dengan menyesuaikan diameter poros yang didapatkan.
Penampang pasak 6 mm × 6 mm
Kedalaman alur pasak pada poros t1 =3,5 (mm) Kedalaman alur pasak pada naf t2 = 2,8 (mm) 11. Bahan pasak, faktor keamanan.
Bahan pasak S50C, dipilih agar kekuatan pasak dibawah dari kekuatan poros sehingga ketika terjadi kegagalan diharapkan bagian pasak yang akan mengalami kerusakan bukan pada bagian poros.
𝜎B = 62 (kg/mm2) Faktor keamanan.
Sfk1 = 6 >digunakan karena mengguanakan material baja S-C Sfk2 = 2 >digunakan untuk poros dengan pasak
37
12. Tekanan permukaaan pasak yang diizinkan, tegangan geser pasak yang diizinkan.
𝜏ka = 6212 = 5,16 (kg/mm2) Pa = 8 (kg/mm2)
13. Panjang pasak dari tegangan geser yang diizikan, panjang pasak dari tekanan permukaan yang di izinkan.
𝜏k = 6 × 𝑙102,5
1 ≤ 5,16 * l1 ≥ 3,31 (mm) P = 𝑙2102,5 × 2,8 ≤ 8,0 * l2 ≥ 4,57 (mm) 14. Harga terbesar dari l1 dan l2.
l = 4,57 (mm)
15. Panjang pasak.
lk = 20 (mm) => untuk besaran jangkauan panjang pasak dilihat pada kolom / sesuai dengan ukuran pasak, dan untuk panjang pasak dipilih dari catatan, tentang panjang pasak serta mempertimbangkan standar dari panjang pasak yang diizinkan.
16. Standar lebar dan panjang pasak.
𝑏
𝑙𝑘 = 196 = 0,31. 0,2 < 0,31. Baik
𝑙𝑘
𝑑𝑠 = 2019 = 1,05. 0,75 < 1,05 > 1,05. Baik 17. Spesifikasi pasak.
Ukuran pasak = 6 mm × 6 mm (standar) Panjang pasak = 20 mm
38 Bahan pasak = S50C
4.2.2 Perhitungan Pasak Screw 1. Daya rencana.
P = 0,75 (kw) n1 = 500 (rpm) 2. Faktor koreksi.
fc = 1
3. Daya rencana.
Pd = 1 × 0,75 = 0,75 (kw) 4. Momen puntir rencana.
T = 9,74 × 105 × 0,75500 = 1461 (kg.mm) 5. Bahan poros, faktor keamanan.
Bahan poros yang digunakan adalah baja S45C, dipilih agar poros dapat meneruskan daya yang diberikan dengan dengan baik.
𝜎B = 58 (kg/mm2) Faktor keamanan.
Sf1 = 6 >digunakan karena mengguankan material baja S-C
Sf2 = 2 >digunakan karena poros akan diberi alur pasak dan bertangga
6. Tegangan geser yang terjadi.
𝜏a = 6 × 258 = 4,83 (kg/mm2)
39 7. Faktor koreksi untuk momen puntir dan faktor lenturan.
Cb = 2,0 >digunakan karena poros mendapatkan beban lentur dari transmisi sabuk –V.
Kt = 1,0 >digunakan karena beban di kenakan secara halus.
8. Diameter poros.
ds = (4,835,1 × 2,0 × 1,0 × 1461)1/3 = 14,17 (mm)
ds = 20 (mm) => didapatkan dari pembulatan nilai ds dimana untuk hasil pembulatannya dipilih dari angka diatas nilai ds.
9. Gaya tangensial.
F = (30:2)1461 = 974 (kg) 10. Dimensi pasak.
Dimensi pasak didapatkan dengan menyesuaikan diameter poros yang didapatkan.
Penampang pasak 7 mm × 7 mm
Kedalaman alur pasak pada poros t1 = 4,0 (mm) Kedalaman alur pasak pada naf t2 = 3,0 (mm) 11. Bahan pasak, faktor keamanan.
Bahan pasak S40C, dipilih agar kekuatan pasak di bawah dari kekuatanporos sehingga ketikaterjadi kegagalan diharapkan bagian pasak yang akan mengalami kerusakan bukan pada bagian posos.
𝜎B = 55 (kg/mm2)
Factor keamanan.
Sfk1 = 6 >digunakan karena mengguanakan material baja S-C Sfk2 = 2 >digunakan untuk poros dengan pasak
40
12. Tekanan permukaaan pasak yang diizinkan, tegangan geser pasak yang diizinkan.
𝜏ka = 5512 = 4,5 (kg/mm2) Pa = 8 (kg/mm2)
13. Panjang pasak dari tegangan geser yang diizikan, panjang pasak dari tekanan permukaan yang di izinkan.
𝜏k = 7 × 𝑙4871 ≤ 4,5 * l1 ≥ 15,4 (mm)
P = 𝑙 487
2 × 3,0 ≤ 8,0 * l2 ≥ 20,2 (mm) 14. Harga terbesar dari l1 dan l2.
l = 20,2 (mm)
15. Panjang pasak.
lk = 22 (mm) => untuk besar jangkauan panjang pasak dilihat pada kolom/
sesuai dengan ukuran pasak, dan panjang pasak serta mempertimbangkan standar dari panjang pasak yang diizinkan.
16. Standar lebar dan panjang pasak.
𝑏
𝑙𝑘 = 207 = 0,35. 0,25 < 0,34. Baik
𝑙𝑘
𝑑𝑠 = 2019 = 1,1. 0,25 < 1,05 > 1,5. Baik 17. Spesifikasi pasak.
Ukuran pasak = 7 mm × 7 mm (standar) Panjang pasak = 22 mm
Bahan pasak = S40C
41 4.3 Perhitungan Sabuk-V
1. Daya yang akan ditransmisikan, putaranporos, perbandingan putaran dan jarak sumbu poros.
P = 0,75 (kw) n1 = 600 (rpm) i = 1500/600 = 2,5 c = 300 (mm)
2. Faktor koreksi.
fc = 1,2
3. Daya rencana.
Pd = 1,2 × 0,75 = 0,9 (kw) 4. Momen rencana 1 dan 2.
T1 = 9,74 × 102 × 15000,9 = 584,4 (kg.mm) T2 = 9,74 × 102 × 6000,9 = 1461 (kg.mm) 5. Bahan poros.
Bahan poros yang digunakan adalah baja S45C, dipilih agar poros dapat meneruskan daya yang diberikan dengan baik.
𝜎B = 58 (kg/mm2)
Faktor keamanan.
Sf1 = 6 >digunakan karena mengguankan material baja S-C
Sf2 = 2 >digunakan karena poros akan diberi alur pasak dan bertangga
Tegangan geser yang terjadi.
𝜏a = 6 × 258 = 4,83 (kg/mm2)
42 Faktor koreksi untuk momen puntir dan faktor lenturan.
Cb = 2,0 >digunakan karena poros mendapatkan beban lentur dari transmisi sabuk –V
Kt = 1,0 >digunakan karena beban di kenakan secara halus
6. Diameter poros.
ds 1 = (4,835,1 × 2,0 × 1,0 × 5844)1/3 = 16,21 (mm) ds 1 = 19 (mm)
ds 2 = (4,835,1 × 2,0 × 1,0 × 1461)1/3 = 14,17 (mm)
ds 2 = 20 (mm) => diameter poros didapatkan dari hasil pembulatan nilai ds dimana untuk hasil pembulatannya dipilih dari angka diatas ds.
7. Pemilihan penampang sabuk.
Sabuk-V tipe A, pemilihan tipe sabuk-V yang digunakan dipilih dengan mempertimbangkan daya rencana dan putaran puli kcil, sehingga dapat di tentukan sabuk tipe sabuk yang sesuai.
8. Diameter minimum puli.
dmin = 95 (mm) => dipilih sesuai dengan tipe sabuk-V yang di gunakan.
9. dp = 95 (mm).
Dp = dp × i = 95 × 2,5 = 142,5 (mm) dk = 95 + 2 × 5,5 = 106 (mm)
Dk = 142,5 + 2 × 5,5 = 153,5 (mm) db = 5/3 × 19 + 10 = 41,6 (mm) Db = 5/3 × 20 + 10 = 43,3 (mm)
43 10. kecepatan sabuk.
v = 3,14 × 95 × 600
60 × 1000 = 2,9 (m/s) 11. batasan aman kecepatan sabuk.
2,9 < 30 (m/s) => baik
12. C- 𝐷𝑘 + 𝑑𝑘2 = 300- 106 +153,52 = 143,24 => baik.
13. Pemilihan tipe sabuk-V, kapasitas daya transmisi sabuk-V.
Sabuk – V dipakai tipe standar Po = 0,67 + 0,07 = 0,74 (kw)
Untuk parameter yang digunakan dalam kapasitas daya yang dapat di terasmisikan sabuk V dengan memperhatikan putaran pui kecil, diameter puli kecil serta harga tambahan karena perbandingan putaran.
14. Perhitungan panjang keliling.
L = 2 × C + 𝜋2 (dp + Dp) + (𝐷𝑝 − 𝑑𝑝)
2 4 × 𝐶
= 2 × 300 + 1,57 + 3,142 (95 + 142,5) + (290 − 95)
2
4 × 300 = 673,79 (mm) 15. Nomor nominal panjang sabuk dalam perdagangan.
Nomor nominal sabuk-V : No. 27 = 686 (mm), dimana panjang sabuk dipilih dari angka yang paling mendekati nilai dari hasil perhitungan panjang kelilingsabuk.
16. Jarak sumbu poros.
b = 2× 686 – 3,14 (94 + 142,5) = 629,25 (mm) C = 629,25 + √629,252− 8 (142,5 − 95)2
8 = 155,5 (mm)
44 17. Sudut kontak dan faktor koreksi.
𝜃 = 180 ͦ - 57 (142,5−95)
300 = 179 ͦ 𝑘𝜃 = 1,00
18. Jumlah sabuk yang digunakan.
N = 0,74 ×1,000,9 = 1,21 => 1 buah
19. Daerah penyetelan jarak poros.
∆ Ci = 20 (mm)
∆ Ct = 25 (mm)
Nilai tersebut didapat sesuai dengan panjang nominal sabuk serta tipe dari sabuk-V yang digunakan.
20. Spesifikasi sabuk-V yang didapat.
Penampang sabuk-V tipe A, No. 27 = 106 (mm) Lubang poros 19 (mm), 20 (mm)
Jarak sumbu poros 155,5 (mm)
4.4. Pembahasan
Perhitungan pada bab ini dilakukan untuk menghitung spesifikasi komponen yang akan digunakan pada mesin pengiling daging nantinya.
Untuk perhitungan dilakukan berdasarkan pada buku Sularso dan Suga Kiyokatsu tahun 1997 dengan judul Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Perhitungan ini dilakukan dengan tujuan agar komponen yang digunakan dapat bekerja dengan baik serta berumur panjang.
Untuk perhitungan pertama dilakukan pada poros, yaitu pada poros motor listrik dan poros screw. Perencanaan pada poros motor listrik tentunya