• Tidak ada hasil yang ditemukan

perhitungan tebal perkeraasan

N/A
N/A
A@Muhammad Arif

Academic year: 2023

Membagikan "perhitungan tebal perkeraasan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 109

BAB IV

PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan

Jenis jalan yang direncanakan = Jalan kelas II (jalan Arteri)

Tebal perkerasan = 2 lajur 2 arah

Jalan dibuka pada tahun = 2015 Pelaksanaan konstruksi jalan dimulai tahun = 2014

Masa pelaksanaan = 1 tahun

Perkiraan pertumbuhan lalu lintas

selama pelaksaaan = 4 %

Umur rencana (UR) = 10 tahun

Perkiraan pertumbuhan lalu lintas

selama umur rencana = 10 %

Perkiraan curah hujan rata-rata = 100 - 400 mm/th Susunan lapis perkerasan Surface course = Laston MS 744

Base course = Batu pecah (kelas A) CBR 100%

Sub base course = Sirtu (kelas A) CBR 70%

C = (Koefisien distribusi kendaraan) didapat dari jumlah 2 lajur 2 arah

Sumber : Untuk desain perencanaan perkerasan jalan pada Satker P2JN Wilayah II Provinsi Jawa Tengah mengambil nilai pertumbuhan lalu lintas antara 4 % s.d 5,5% per tahun.

(2)

commit to user Tabel 4.1 Data Hasil Survey Lalu lintas

No Jenis kendaraan LHR2011

( Kendaraan / hari / 2arah )

LHR2015

LHR2011 (1 + 0,04) 4

1 Mobil 2194 2567

2 Pick-UP 553 647

3 Mini + mikro Bus 711 832

4 BUS 309 362

5 Truk 345 404

6 Truk 2 As (13 ton) 298 349

7 Truk 3 As (20 ton) 223 261

Jumlah total 4633 5422

(Sumber : Data lokasi KP, Hafiedh Adi Nugroho,2011 )

4.2 Penghitungan Volume Lalu – Lintas

4.2.1 Penghitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata ( LHRs, LHRp, LHRA)

ü Jalan direncanakan tahun 2014 maka LHRs ( LHR Survai ) yang dipakai LHR tahun 2015 dari tabel 4.1.

ü Jalan dibuka tahun 2015 maka LHR Awal Umur Rencana adalah LHR tahun 2014 dengan pertumbuhan lalu lintas 4 %, maka i1 = 4% dan masa kontruksi (n1) = 1 tahun

ü Umur rencana adalah 10 th, LHR Akhir Umur Rencana adalah LHR tahun 2025 dengan peningkatan pertumbuhan lalu lintas 50 % / tahun, maka bisa diasumsikan ( i2 ) = 10 % dan umur rencana (n2) = 10 tahun

ü Rumus LHR Awal Umur Rencana ( LHR 2015 ) : LHR2011 (1 + i1) n1 ü Rumus LHR Akhir Umur Rencana ( LHR 2025 ) : LHR2015 (1 + i2) n2

Sumber: Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987.Hal.11

(3)

commit to user

Contoh Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata Pada Mobil Penumpang yang terdiri dari : Pick-up, Mobil Hantaran, Box; Opelet, Suburban, Combi; Sedan, Jeep, dan Station Wagon.

1. LHRP / LHR2015 (Awal Umur Rencana) dengan i1= 4 % Rumus : LHR 2011 (1 + i1) n1

Mobil 2 ton (1+1) = 2194 (1+0,04)4 = 2567 kend Pick -UP 2 ton (1+1) = 553 (1+0,04)4 = 647 kend Mini+mikro Bus (2+4) = 711 (1+0,04)4 = 832 kend

Bus (3+5) = 309 (1+0,04)4 = 362 kend

Truk (2+4) = 345 (1+0,04)4 = 404 kend

Truk 2 as 13 ton (5+8) = 298 (1+0,04)4 = 349 kend Truk 3 as 20 ton (6+7.7) = 223 (1+0,04)4 = 261 kend

2. LHRA / LHR2025 (Akhir Umur Rencana) dengan i2= 10 % Rumus : LHR 2015 (1 + i2) n2

Mobil 2 ton (1+1) = 2567 (1+0,1)10 = 6659 kend Pick -UP 2 ton (1+1) = 647(1+0,1)10 = 1678 kend Mini+mikro Bus (2+4) = 832 (1+0,1)10 = 2158 kend

Bus (3+5) = 362 (1+0,1)10 = 936 kend

Truk (2+4) = 404 (1+0,1)10 = 1048 kend

Truk 2 as 13 ton (5+8) = 349 (1+0,1)10 = 905 kend Truk 3 as 20 ton (6+7.7) = 261 (1+0,1)10 = 677 kend

Untuk selanjutnya hasil perhitungan ditabelkan dalam Tabel 4.2

(4)

commit to user

Tabel 4.2 Hasil Penghitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata LHRP dan LHRA

No Jenis kendaraan

LHRP

LHRS×( 1+i1)n1 (Kendaraan)

LHRA

LHRP×(1+i2) n2 (Kendaraan)

1 Mobil 2567 6659

2 Pick-UP 647 1678

3 Mini + mikro Bus 832 2158

4 BUS 362 936

5 Truk 404 1048

6 Truk 2 As (13 ton) 349 905

7 Truk 3 As (20 ton) 261 677

4.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )

Berdasarkan Tabel 2.8 Koefisien distribusi kendaraan dapat diketahui nilai C untuk jalan 2 lajur dan 2 arah pada kendaraan ringan maupun kendaran berat sama yaitu 0,5.

4.2.3 Penghitungan Angka Ekivalen (E) Masing-Masing Kendaraan

Angka Ekivalen (E) dari suatu sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).

Berdasarkan Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987. Daftar III Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan dapat dihitung sebagai berikut:

(5)

commit to user

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Angka Ekivalen untuk Masing-Masing Kendaraan

No Jenis Kendaraan Angka Ekivalen (E)

1 Mobil (1 + 1) 0,0002+0,0002 = 0,0004

2 Pick-UP (1 + 1) 0,0002+0,0002 = 0,0004

3 Mini + mikro Bus (2 + 4) 0,0036+0,0577 = 0,0613

4 BUS (3 + 5) 0,0183+0,1410 = 0,1593

5 Truk (2 + 4) 0,0036+0,0577 = 0,0613

6 Truk 2 As (13 ton) (5 + 8) 0,1410+0,9238 = 1,0648 7 Truk 3 As (20 ton) (6 + 7.7) 0,2923+0,7452 = 1,0375

4.2.4 Perhitungan LEP, LEA, LET dan LER

Contoh perhitungan lintas Ekivalen untuk Mobil Penumpang:

a. LEP ( Lintas Ekivalen Permulaan )

Rumus : LEP = j j

n

j

P C E

LHR ´ ´

å

=1

Contoh perhitungan untuk jenis Mobil:

LEP = LHRP´C´E

= 2567 ´0,5´0,0004

= 0,5134

b. LEA ( Lintas Ekivalen Akhir )

Rumus : LEA = j

n

j

j

A C E

LHR ´ ´

å

=1

Contoh perhitungan untuk jenis Mobil : LEA = LHRA´C´E

= 6659 ´0,5´0,0004

= 1,3318

(6)

commit to user c. LET ( Lintas Ekivalen Tengah )

Rumus : LET =

2

LEA LEP+å å

d. LER ( Lintas Ekivalen Rencana ) Rumus : LER

=

10 LET´UR

dimana :

j = Jenis Kendaraan

C = Koefisien Distribusi Kendaraan LHR = Lalu Lintas Harian Rata-Rata UR = Umur Rencana

Sumber : (Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987).

Tabel 4.4 Penghitungan LEP, LEA, LET dan LER

No Jenis Kendaraan LEP

j j n

j

P C E

LHR ´ ´

å=1

LEA

j n

j

j

A C E

LHR ´ ´

å=1

LET

2 LEA LEP+å å

LER

10 LET´UR

1 Mobil 1,3851 3,4543

1830,4968 1830,4968

2 Pick-UP 0,3490 0,8705

3 Mini + mikro Bus 68,7884 171,5571

4 BUS 77,5345 193,3697

5 Truk 33,4060 83,3141

6 Truk 2 As

(13 ton) 501,0949 1249,7222

7 Truk 3 As

(20 ton) 365,2415 910,9061

Total 1047,7994 2613,1941

(7)

commit to user

4.3 Penentuan CBR Desain Tanah Dasar

Harga CBR digunakan untuk menetapkan daya dukung tanah dasar (DDT), berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR. Yang dimaksud harga CBR disini adalah CBR lapangan atau CBR laboratorium.

Jika digunakan CBR lapangan dilakukan dengan tes DCP ( Dinamic Cone Pnetrometer ) pada musim hujan ( keadaan terjelek tanah di lapangan), jika digunakan CBR laboratorium maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya.

Dari pengujian DCP didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.5 Data CBR Tanah Dasar

STA CBR STA CBR

0+000 8 2+250 7

0+250 7 2+500 7

0+500 7 2+750 7

0+750 7 3+000 6

1+000 6 3+250 6

1+250 7 2+327 8

1+500 8 1+750 8 2+000 6

(8)

commit to user

Tabel 4.6 Penghitungan Jumlah dan Prosentase CBR yang Sama atau Lebih Besar

CBR % Jumlah Nilai yang Sama Persen yang Sama atau Lebih Besar atau Lebih Besar

6 15 15/15 x 100% = 100 %

7 11 11/15 x 100% =73,33 %

8 4 4/15 x 100% = 26,667 %

Yang selanjutnya akan dibuat grafik penentuan CBR, antara CBR tanah dasar dengan persen yang sama atau lebih besar. Sehingga akan didapatkan nilai CBRnya. Yaitu nilai CBR 90%.

Gambar 4.1. Grafik Penetuan CBR Desain 90%

Dari grafik diatas diperoleh data CBR 90 % adalah 6,5 %

(9)

commit to user

4.4 Penentuan Daya Dukung Tanah (DDT)

Gambar 4.2. Korelasi DDT dan CBR

Hubungan Nilai CBR Dengan Garis Mendatar Kesebelah Kiri Diperoleh Nilai DDT = 5,2

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987. Gambar Korelasi DDT dan CBR Hal. 13

100 90 80 70 6050

40 30

20

109 8 67 5 4 3

2

1 10

9

8

7

6

5

4

3

2

(10)

commit to user

4.5 Penghitungan Faktor Regional (FR)

Dari data – data dibawah ini dapat ditentukan Faktor Regional ( FR ) adalah :

ü % kendaraan berat = 100%

LHR

Kend.berat Jumlah

2015

´

= 100%

14061 5724 ´

= 40,708 % ³ 30%

% Kendaraan Berat ³ 30%

ü Curah hujan berkisar 100 - 400 mm / tahun

Sehingga dikategorikan < 900 mm/ tahun, termasuk pada iklim I

ü Kelandaian = 100%

B - A Jarak

B titik Elevasi -

A titik

Elevasi ´

= 100%

114 114 -

120,477 ´

= 5,68 % < 6 %

Sehingga dikategorikan Kelandaian I

Maka berdasarkan Tabel 2.17 dan data diatas maka diperoleh nilai Faktor Regional (FR) adalah berkisar antara 0,5 Nilai FR yang diambil yaitu 0,5.

(11)

commit to user

4.6 Penentuan Indeks Permukaan (IP)

4.6.1. Indeks Permukaan Awal (IPo)

Direncanakan jenis lapisan LASTON dengan Roughness > 1000 mm/km, maka disesuaikan dengan tabel Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana pada Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987. diperoleh nilai IPo = 3,9 – 3,5.

4.6.2. Indeks Permukaan Akhir (IPt)

a. Klasifikasi Jalan Arteri

b. LER = 1830,4968 ≈ 1831 (Berdasarkan hasil perhitungan)

Dari tabel indeks permukaan pada akhir umur rencana diperoleh IPt = 2,0 – 2,5.

Digunakan IPt = 2,0, karena kondisi jalan dikatakan masih mantap pada tingkat pelayanan terendah.

4.7 Penentuan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Data :

· IPo = 3,9 – 3,5

· IPt = 2,0

· LER= 1831

· DDT= 5,2

· FR = 2,0

Dengan nilai IPo 3,9 – 3,5 dan nilai IPt 2,0. Maka digunakan Nomogram no. 4.

(12)

commit to user

Gambar 4.3 Penentuan Nilai Indeks Tebal Perkerasan ( ITP )

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987.

Dengan melihat Nomogram 4 pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987 diperoleh nilai ITP = 11,5

(13)

commit to user

Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut : 1. Lapisan Permukaan ( Surface Course )

D1 = 10 cm

a1 = 0,40 ( LASTON MS 744 )

2. Lapisan Pondasi Atas ( Base Course ) D2 = 20 cm

a2 = 0,14 ( Batu Pecah kelas A CBR 100 % ) 3. Lapisan Pondasi Bawah ( Sub Base Course )

D3 = …

a3 = 0,13 ( Sirtu / pitrun kelas A CBR 70% )

dimana :

a1, a2, a3 : Koefisien relatif bahan perkerasan ( SKBI 2.3.26 1987 ) D1, D2, D3 : Tebal masing – masing lapis permukaan

Maka tebal lapisan pondasi bawah ( D3 ) dapat dicari dengan persamaan sbb:

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( )

( )

( )

cm 36

13 , 0

8 , 6 5 , 11

D 0,13 6,8

11,5

13 , 0 2,8 4 5 , 11

13 , 0 20 14 , 0 10 40 , 0 5 , 11

3 3

3 3

3 3 3 2 2 1 1

=

= -

´ +

=

´ + +

=

´ +

´ +

´

=

´ +

´ +

´

=

D D

D

D D a D a D a ITP

(14)

commit to user Susunan Perkerasan :

150 cm Drainase Bahu Jalan

200 cm 2 x 350 cm

Lebar Perkerasan 150 cm

Drainase Bahu Jalan 200 cm

859 cm

2 : 1

A

A

50 cm

100 cm

Gambar 4.4 Tipical Cross Section

Gambar 4.5 Potongan A-A, Susunan Perkerasan CBR tanah dasar = 6,5 % Subgrade

Batu Pecah kelas A (CBR 100 %)

Sirtu / Pitrun kelas A (CBR 70 %)

LASTON (MS 744) 10 cm

20 cm 36 cm

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana analisa perhitungan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode Bina Marga 2003 Pd T-14-2003 dan Bina Marga 2017 Manual Desain Perkerasan Jalan Revisi

vii PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN REVISI SEPTEMBER 2017 Studi Kasus : Jalan Pangkalan Nyirih - Kadur,