• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PERILAKU NARSISME DITINJAU DARI SELF ESTEEM DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA SISWI SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN YANG MENGGUNAKAN AKUN SOSIAL MEDIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PERILAKU NARSISME DITINJAU DARI SELF ESTEEM DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA SISWI SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN YANG MENGGUNAKAN AKUN SOSIAL MEDIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU NARSISME DITINJAU DARI SELF ESTEEM DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA SISWI SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN YANG

MENGGUNAKAN AKUN SOSIAL MEDIA

Oleh:

Venny Salim 1) Angeline Wijaya 2)

Liany Veronica 3) Michael Christian 4) Winida Marpaung 5)

Universitas Prima Indonesia, Medan 1,2,3,4,5)

E-mail :

[email protected] 1) [email protected] 2)

[email protected] 3) [email protected] 4) [email protected] 5)

ABSTRACT

This study examines how social media use and self-esteem affect narcissistic behavior in Sultan Iskandar Muda Medan High School students. The purposive sample method was utilized to select 115 students from Sultan Iskandar Muda High School Medan for this study.

Self-esteem and subjective well-being were linked among teenagers who used social media, with F = 14.335 and p = 0.000 (p < 0.05). The results showed a negative relationship between self-esteem in adolescents who used social media accounts and narcissistic behavior with a beta coefficient value of -0.565 and a p value = 0.000 (p < 0.05) and a positive relationship between subjective well-being and narcissistic behavior with a beta coefficient value of 0.488 and a p value of 0.000. The results showed a negative relationship between self-esteem in adolescents who used social media accounts and narcissistic behavior with a beta coefficient value of -0.565 and a p value = 0.000 (p < 0.05), and a positive relationship between subjective well-being and narcissistic behavior with a beta coefficient value of 0.488 and a p value of 0.000. The assumption test includes normalcy, multicholinearity, heteroskedasticity, and autocorrelation. SPSS Statistics 19 for Windows performed multiple linear regression analysis. Self-esteem and subjective well-being influenced narcissism by 19%, while other factors influenced 81%.

Keywords: Narcissism, Subjective Well Being, Self esteem.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan self esteem dan subjective well being terhadap perilaku narsisme siswi SMA Sultan Iskandar Muda Medan yang menggunakan akun sosial media. Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 115 orang siswi SMA Sultan Iskandar Muda Medan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self esteem dan subjective well being pada remaja yang menggunakan akun sosial media dengan nilai F = 14,335 dan p = 0.000 (p < 0.05). Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi negatif antara self esteem pada remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme dengan nilai koefisien beta -0.565 dan nilai p = 0.000 (p < 0.05) dan terdapat korelasi positif antara subjective well being pada remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme dengan nilai koefisien beta 0,488 dan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Uji asumsi terdiri dari uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Data dianalisis

(2)

993

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS Statistics 19 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangan efektif yang diberikan oleh self esteem dan subjective well being terhadap narsisme adalah sebesar 19% dan selebihnya 81%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Kata Kunci : Narsisme, Subjective well being, Self esteem.

1. PENDAHULUAN

Sosial media merupakan aplikasi yang hampir semua orang gunakan pada zaman ini. Berdasarkan data Survei Hootsuite tahun 2021, terdapat 4,66 miliar pengguna internet di seluruh dunia. 4,22 miliar di antaranya adalah pengguna sosial media (selular.id). Sosial media adalah aplikasi berbasis internet dimana para penggunanya dapat berhubungan satu dengan lainnya dan mencari, menerima dan berbagi informasi ke pengguna lainnya (Banyumurti, 2018). Penggunaan media sosial tidak terlepas dari kehidupan sehari- hari individu, terutama di kalangan remaja di Indonesia dimana studi menyatakan bahwa persentase anak-anak dan remaja yang mengenal internet adalah sebesar 98%

dan di antaranya merupakan pengguna internet sebesar 79,5% (kominfo.go.id).

Pada masa remaja, individu mulai berpenampilan menarik untuk mendapatkan daya tarik dan pengakuan serta pujian dari orang lain. Namun, apabila ditunjukkan secara berlebihan dapat menimbulkan kecenderungan narsisme pada remaja dan memiliki masalah pada kepercayaan diri mereka (Hikmat dan Engkus, 2017). Berdasarkan

data dari American Life Project and Pew Internet, bahwa sebesar 54% pelanggan internet biasanya berbagi informasi tentang diri mereka secara online, seperti foto dan aktivitas mereka ke sosial media (yoursaysuara.com).

Berdasarkan observasi peneliti terhadap siswi Sultan Iskandar Muda Medan, siswi tersebut memiliki sikap overconfidence (Terlalu Percaya Diri).

Selain itu, mereka memiliki group chat untuk mengejek penampilan teman-teman lainnya ataupun selebriti. Siswi-siswi juga ingin dipuji dan diperhatikan oleh orang lain mengenai penampilan serta kehebatan yang mereka miliki, sulit dan mudah tersinggung dalam menerima kritik dari orang lain, ingin mendapatkan perlakuan spesial dari orang lain dan dalam pertemanan mereka juga selalu ingin tampil menonjol. Siswi Sultan Iskandar Muda Medan sering mengunggah potret diri ke sosial media secara berlebihan yang membuat mereka selalu ingin terlihat sempurna, diperhatikan dan dikagumi oleh orang lain sehingga siswi-siswi tersebut memfokuskan diri dalam membentuk citra diri di dunia maya daripada dunia nyata dan kurang mengembangkan keterampilan

(3)

diri mereka dalam prestasi akademik.

Perilaku siswi-siswi tersebut dapat mengarah ke perilaku narsisme.

Narsis merupakan suatu penyimpangan kepribadian mental dimana individu yang merasa dirinya penting dan selalu ingin dikagumi. Menurut Nevid (dalam Apriliani, 2015), narsisme merupakan suatu bentuk cinta, keyakinan akan keberhasilan, kesuksesan serta kepintaran yang berlebihan terhadap dirinya. Individu yang memiliki perilaku narsis meyakini bahwa mereka adalah sosok yang lebih unggul daripada orang lain dan lebih tertarik terhadap hal yang menyangkut dirinya sendiri dan tidak peduli terhadap perasaan orang lain (Hikmat dan Engkus, 2017).

Harga diri, depresi, rasa kesepian dan subjective well being merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku narsisme (Sedikides dalam Utami, dkk, 2020). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utami, dkk (2020) terhadap 94 orang dewasa menyatakan terjadi adanya subjective well being antara korelasi negatif terhadap narsisme dimana hanya 6,7% narsisme yang disebabkan oleh subjective well being, sementara 93,3%

disebabkan oleh hal-hal seperti harga diri, pendapatan diri, kurangnya empati, dan menginginkan adanya perbuatan yang istimewa untuk diri mereka sendiri.

Penelitiannya membuktikan maka individual dengan mempunyai subjective

well being dengan rendah mengarah pada narsisme, yang membuat orang menampilkan diri mereka secara berlebihan, dan begitu juga sebaliknya.

Subjective well being yakni suatu penilaian afektif maupun kognitif dengan pengalaman hidup individual. Penilaian kognitif meliputi kepuasan hidup individu dan penilaian afektif meliputi bentuk reaksi emosional positif dan negatif dalam kehidupan individu (Diener, dalam Hanggoro, 2015). Ketika seseorang mampu mengendalikan perasaan mereka dan mampu menemukan solusi untuk memecahkan masalah, individu dianggap memiliki tingkat subjective well being sangat tinggi. Namun seseorang bukan bahagia terhadap kehidupannya dan mengalami kejadian emosi dengan tidak bisa memberikan kebahagiaan contohnya kesedihan, kekhawatiran serta kemarahan, mereka mempunyai subjective wel being dengan sangat rendah. (Dewi dan Nasywa, 2019).

Menurut Diener (dalam Pratiwi, 2016), self esteem mempengaruhi subjective well being. Adapun riset tersebut dilaksanakan sebelumnya oleh Pratiwi (2016) terhadap 79 siswa SMK menunjukkan hasil koefisien korelasi 0,727 menyatakan terjadi adanya hubungan dengan positif dengan subjective well being terhadap self esteem dimana memaksimalkan self esteem remaja, berdampat sangat besar subjective

(4)

995

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

well beingnya serta begitu juga kebalikannya. Dengan sangat rendah self esteem remaja, terjadi sangat rendah pula subjective well beingnya. Self esteem memiliki pengaruh terhadap kehidupan remaja.

Individual terhadap self esteem dengan sangat tinggi adalah orang yang percaya diri dengan kemampuan mereka sendiri, dapat bekerja secara mandiri, dan berpikir kreatif. Individu dengan self esteem yang sedang adalah mereka yang dapat menilai apa yang menjadi kemampuannya, memiliki harapan terhadap dirinya dan juga kebermaknaan hidup yang positif.

Dan individu dengan self esteem sangat rendah adalah mereka tidak mempunyai perasaan percaya diri dalam menghadapi lingkungannya (dalam Pratiwi, 2016).

Harga diri menurut Coopersmith (dalam Apriliani, 2015) merupakan keyakinan individu tentang kemampuan, kebermaknaan, kesuksesan, dan nilai berdasarkan standar individu itu sendiri.

Riset yang dilaksanakan oleh Dewi dan Ibrahim (2019) sebanyak 50 siswa SMA menentukan terdapat adanya korelasi negatif terhadap self esteem siswa serta perilaku narsisme di sosial media adanya arti sangat rendah pada tingkatan harga diri siswa yang terjadi sangat tinggi pula bagi narsisme pada siswa SMA di sosial media maupun kebalikannya sangat tinggi harga diri siswa, dengan terjadinya sangat rendah

pula tanggapan narsime pada siswa SMA di sosial media.

Berdasarkan penjelasan di atas, riset tersebut memiliki tujuan dengan memahami apakah terdapat hubungan self esteem maupun subjective well being terhadap perilaku narsisme remaja dengan menggunakan akun sosial media. Dengan adanya pemanfaatan terhadap riset ini yaitu meneeruskan sumber informan terhadap disiplin ilmu psikologi serta memberi kita pemahaman jauh lebih baik tentang bagaimana self esteem serta subjective well being dengan mempengaruhi narsisme pada remaja yang menggunakan media sosial.

2. TINJAUAN PUSTAKA Sosial Media

Sosial media adalah aplikasi berbasis internet dimana para penggunanya dapat berhubungan satu dengan lainnya dan mencari, menerima dan berbagi informasi ke pengguna lainnya (Banyumurti, 2018).

Remaja

Adolescere merupakan bahasa latin dari remaja yang memiliki arti tumbuh menjadi dewasa atau suatu tahap perkembangan untuk menjadi dewasa. Perubahan fisik serta perkembangan secara kognitif dan sosial merupakan salah satu tanda dari masa remaja (Desmita, 2017).

(5)

Narsisme

Narsis adalah suatu penyimpangan kepribadian mental individu yang merasa dirinya penting dan selalu ingin dikagumi.

Menurut Nevid (dalam Apriliani, 2015), narsisme merupakan suatu bentuk cinta, keyakinan akan keberhasilan, kesuksesan serta kepintaran yang berlebihan terhadap dirinya. Menurut DSM V, individu dikatakan memiliki narsisme jika memenuhi 5 dari 9 gejala, seperti terlalu fokus pada dirinya sendiri, terobsesi dengan impian kekuatan, kesuksesan, keindahan, cinta tanpa batas serta kecemerlangan, merasa unik ataupun terbaik, membutuhkan terlalu banyak kekaguman, memiliki rasa berhak, memanfaatkan keberuntungan orang lain, iri pada orang lain, kurang empati, ataupun berpikir mengenai orang lain yang mempunyai sifat iri padanya, dan menjadi sombong dan angkuh. (American Psychiatric Association, 2013).

Self Esteem

Harga diri menurut Coopersmith (dalam Apriliani, 2015) adalah evaluasi individu sendiri tentang bagaimana individu dalam memandang dirinya, bagaimana individu menyikapi suatu hal dan juga kepercayaan individu terhadap apa yang menjadi kemampuan, keberartian, kesuksesan serta keberhargaan menurut standar pribadi individu tersebut.

Subjective Well Being

Subjective well being merupakan suatu penilaian secara pribadi tentang pengalaman kehidupannya baik seperti afektif maupun kognitif. Kepuasan hidup individu adalah bagian dari penilaian kognitif, dan respons emosional positif dan negatif dalam kehidupan seseorang adalah bagian dari penilaian afektif. (Diener, dalam Hanggoro, 2015). Adapun aspek- aspek dari subjective well being merupakan bagian dari harga diri yang sangat positif, sifat yang terbuka, kendali diri, optimis, hubungan yang sehat, nilai dari makna dan tujuan serta penyelesaian dari konflik diri (Compton, 2005).

3. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Narsisme merupakan variabel dependen terhadap riset ini, sedangkan subjective well being maupun self esteem merupakan faktor bebas (variabel independen).

Populasi dan Sampel Penelitian Siswi SMA Sultan Iskandar Muda Medan kelas XI yang berjumlah 160 orang merupakan populasi dalam penelitian ini.

115 orang siswi merupakan total sampel dalam riset ini beserta tabel yang menentukan total sampel dengan melalukan pengembangan terhadap Isaac dan Michael dengan taraf 5%.

(6)

997

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

Teknik Pengambilan Sampel

Adapun riset tersebut, sekelompok siswa kelas XI dari Sekolah Iskandar Muda di Medan yang berusia antara 15 dan 17 tahun dan menggunakan media sosial setidaknya sekali sehari dengan metode purposive sampling.

Metode Pengumpulan Data

Skala likert sebagai alat pengumpulan data.

Teknik Analisa Data

Perhitungan validitas dan reliabilitas merupakan langkah awal dalam menguji skala. Metode Alpha Cronbach digunakan untuk menganalisis data uji reliabilitas, sedangkan metode Corrected Item Total Correlation digunakan untuk menganalisis data untuk uji validitas terhadap riset tersebut. Adapun analisis regresi linier yang berganda dapat dilaksanakan kedalam SPSS Statistics 19.00 untuk Windows digunakan untuk mengetahui keterkaitan ketiga variabel dalam penelitian ini.

4. HASIL DAN PENELITIAN Validitas dan Reliabilitas Variabel 1. Validitas dan Reliabilitas

Narsisme

Metode corrected item total correlation digunakan dalam mengukur validitas penelitian ini. Aitem diyatakan

sahih jika nilai r > 0,30 (Azwar, 2012).

Variabel narsisme memiliki nilai r yang bergerak dari 0,331-0,790. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas penelitian ini. Terhadap skala narsisme memperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebanyak 0,936.

2. Validitas dan Reliabilitas Self Esteem

Metode corrected item total correlation digunakan dalam mengukur validitas penelitian ini. Aitem self esteem telah diuji oleh Akhter dan Rehnuma (2019) dengan nilai r bergerak dari 0,471- 0,622. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas penelitian ini.

Dengan skala narsisme memperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebanyak 0,86.

3. Validitas dan Reliabilitas Subjective Well Being

Metode corrected item total correlation digunakan dalam mengukur validitas penelitian ini. Aitem diyatakan sahih jika nilai r > 0,30 (Azwar, 2012).

Variabel narsisme memiliki nilai r yang bergerak dari 0,477-0,768. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas penelitian ini. Dengan skala subjective well being dapat memperoleh koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebanyak 0,941.

(7)

Deskripsi Data Penelitian

1. Hipotetik dan Empirik Skala Narsisme

36 aitem pada skala narsisme memiliki empat pilihan jawaban mulai dari satu hingga empat. Nilai mean hipotetik pada aitem skala narsisme ini adalah (36+144):2 = 90 dengan nilai rentang minimal maupun maksimal 36x1 hingga 36x4, yakni 36 hingga 144, terhadap minimum dan maksimum 36 hingga 144.

Standar deviasi hipotetik riset tersebut yakni (144–36): 6 = 18. Nilai mean empirik pada penelitian ini adalah 100,39 dengan standar deviasi 12,175. Narsisme pada penelitian ini tergolong tinggi berdasarkan dengan analisis terhadap skala narsisme dengan mean empirik lebih besar mean hipotetik yakni 100,39 > 90.

Dari 115 responden penelitian, terdapat 2 orang atau 1,7% memiliki narsisme yang rendah, 75 orang atau 65,2%

memiliki narsisme sedang dan 38 orang atau 33% memiliki narsisme yang tinggi.

Dengan demikian, mayoritas responden memiliki narsisme yang sedang sebesar 65,2%

2. Hipotetik dan Empirik Skala Self Esteem

10 aitem pada skala self esteem memiliki empat pilihan jawaban mulai dari satu hingga empat. Nilai mean hipotetik pada aitem skala self esteem ini adalah

(10+40):2 = 25 dengan nilai rentang maksimum dan minumumnya 10x1 hingga 10x4, yaitu 10 hingga 40, dengan minimum dan maksimum 10 hingga 40.

Standar deviasi hipotetik penelitian ini adalah (40–10): 6 = 5. Nilai mean empirik pada penelitian ini adalah 25,92 dengan standar deviasi 5.238. Self esteem pada penelitian ini tergolong tinggi berdasarkan terhadap analisis pada skala self esteem dengan mean empirik lebih besar mean hipotetik yakni 25,92 > 25.

Dari 115 responden penelitian, terdapat 10 orang atau 8,7% memiliki self esteem yang rendah, 80 siswa ataupun 69,6% persen mempunyai self esteem sedang terdapat 25 siswa ataupun 21,7%

mempunyai self esteem tinggi. Dengan demikian, mayoritas responden memiliki self esteem kategori sedang sebesar 69,6%.

3. Hipotetik dan Empirik Skala Subjective Well Being

28 aitem pada skala subjective well being memiliki empat pilihan jawaban mulai dari satu hingga empat. Nilai mean hipotetik pada aitem skala subjective well being ini adalah (28+112) : 2= 70. dengan nilai rentang maksimum maupun minumumnya 28x1 hingga 28x4, yakni 28 hingga 112, terhadap minimum dan maksimum 28 hingga 112. Standar deviasi hipotetik riset tersebut yakni (112-28) : 6 = 14. Nilai mean empirik pada penelitian ini

(8)

999

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

adalah 68,74 dengan standar deviasi 9.345.238. subjective well being terhadap riset tersebut tergolong rendah berdasarkan adanya analisis untuk skala subjective well being dengan mean empirik lebih kecil mean hipotetik yaitu 68,74 < 70.

Dari 115 responden penelitian, terdapat 10 orang atau 8,7% mempunyai subjective well being sangat rendah, 101 orang atau 87,8% mempunyai subjective well being sedang serta 4 orang atau 4%

mempunyai subjective well being sangat tinggi. Adapun, mayoritas responden mempunyai subjective well being yang sedang sebesar 87,8%.

Uji Asumsi Klasik

Jika model regresi linier memenuhi kriteria untuk multikolinearitas, uji normalitas, autokorelasi maupun heteroskedastisitas maka dikatakan model yang baik.

a. Uji Normalitas

Dengan uji normalitas, kita dapat mengetahui apakah nilai residu terdistribusi secara normal atau tidak.

Metode One Sample Kolmogorov Smirnov menggunakan diperuntukan terhadap uji normalitas terhadap riset tersebut. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05, model dikatakan didistribusikan dengan normal (Priyatno, 2018). Nilai Asymp. Sig. (2 tailed) sebanyak 0,060 merupakan nilai signifikansi yang berasal terhadap uji normalitas dengan dilakukan. Data

terdistribusi secara normal karena signifikansinya lebih dari 0,05.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Variabel SD KS-Z Sig.

Narsisme Self esteem

Subjective Well Being

10,86

4 1,324 0,060

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan dengan melihat apakah adanya hubungan yang kuat terhadap variabel independen dalam model regresi (Priyatno, 2016).

Model regresi sangat baik tidak akan mempunyai korelasi yang tinggi antar variabel terikat. Uji multikolinearitas dapat ditinjau terhadap nilai Inflation Factor (VIF) serta Tolerance. Jika nilai VIF jauh lebih besar terhadap 10 serta Tolerance sangat besar mulai 0,1, model regresi mengatakan sangat bebas terhadap multikolinearitas. Uji multikolinearitas menunjukkan bahwa VIF sebesar 1,698 dan Tolerance sebesar 0,589. Dengan hal tersebut dapat disimpulkan terhadap model regresi bebas yang terdiri dengan uji multikolinearitas.

Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas Durbin

Watson

Nilai

Statistik Keterangan 2,172 Du < Dw

< 4-Du

Bebas Autokorelasi

(9)

c. Uji Heteroskedastitas

Uji heteroskedastitas dipergunakan dengan cara memahami model regresi memiliki ketidaksamaan terhadap varian dengan residual pada salah satu penglihatan ke penglihatan dengan lainnya.

Riset tersebut, kami mempergunakan uji Glejser. Model regresi dinyatakan tidak ada heteroskedastitas jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 (Priyatno, 2018).

Hasil uji heteroskedastitas membuktikan terhadap nilai signifikansi variabel self esteem 0,416 serta nilai signifikansi variabel subjective well being 0,084. Maka, model regresi ini dinyatakan bebas dari heteroskedastitas.

Tabel 3. Hasil Uji Heteroskedastitas Model Sig. (2-

tailed)

Absolut Residual Self esteem 0,416 Abs. res >

0,05 Subjective

well being

0.084 Abs. res >

0,05

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan dengan menilai apakah adanya korelasi dengan residu terhadap periode t dan residu dengan periode yang lebih dulu pada model regresi. Metode tersebut digunakan yakni uji Durbin-Watson. Nilai Du serta nilai Dl pada tabel statistik Durbin-Watson pada penelitian ini terhadap n = 115, serta k = 2 adalah nilai Dl = 1,6606 serta nilai

Du = 1,7313. Nilai 4-Du = 2,269 serta nilai 4-Dl = 2,3394. Pada penelitian ini, nilai Durbin-Waston sebesar 2, 172. Nilai Durbin-Watson terletak pada antara Du <

Dw < 4-du (1,7313 < 2, 172 < 2, 269.

Dengan hal tersebut dapat disimpulkan terhadap model regresi tidak ada autokorelasi.

Tabel 4. Hasil Uji Autokorelasi

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF Self esteem 0,589 1,698 Subjective well

being

0,589 1,698

Hasil Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah uji asumsi diterima. Adanya riset tersebut yang akan digunakan teknik analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis.

Hipotesis mayor diuji dengan memerlukan aplikasi SPSS versi 19.00 for Windows dan teknik Analisis Korelasi Product Moment untuk hipotesis minor.

a. Hipotesis Mayor

Berdasarkan hasil hipotesis mayor, adanya hubungan terhadap subjective well being dengan harga diri dan narsisme, dengan nilai F = 14,335 dan p = 0,000 (p 0,05), serta nilai Adjusted R Square sebesar 0,190. Hal ini menunjukkan bahwa self esteem dan subjective well being berkontribusi secara efektif 19% terhadap narsisme, sementara 81% lainnya

(10)

1001

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang belum diteliti.

Tabel 5. Hasil Uji Analisis Regresi

F Sig.

14,335 0,000

Tabel 6. Sumbangan Efektif

b. Hipotesis Minor

1. Hipotesis minor pertama diterima dimana terdapat korelasi negatif antara self esteem dengan remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan nilai β = -0.565 serta nilai p = 0.000 (p < 0.05).

2. Hipotesis minor kedua ditolak dimana adanya korelasi positif terhadap subjective well being dengan remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan nilai β = 0,488 dan nilai p = 0.000 (p < 0.05).

Tabel 7. Hasil Uji Analisa Korelasi

Variabel β P

Self Esteem -0,565 0,000 Subjective Well

Being

0,488 0,000

Pembahasan

Hasil penelitian ini dilakukan oleh 115 orang siswi sekolah Sultan Iskandar Muda Medan menunjukkan hubungan antara harga diri dengan subjective well being terhadap narsisme, dengan nilai F = 14,335 serta p = 0,000 (p 0,05), serta nilai Adjusted R Square sebanyak 0,190.

Dengan ini menentukan adanya subjective well being serta self esteem memiliki sumbangan efektif sebesar 19% terhadap narsisme, sementara 81% lainnya terpengaruh terhadap berbagai faktor lainnya dengan belum adanya riset.

Kemudian, hasil hipotesis minor tahapan pertama diterima dimana terdapat korelasi negatif antara self esteem pada remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan nilai β = -0.565 terhadap nilai p = 0.000 (p < 0.05). Dengan ini menentukan bahwa sangat tinggi self esteem maka sangat rendah narsisme, maupun kebalikannya. Dengan ini adanya kesamaan riset yang dilakukan Dewi dan Ibrahim (2019) dimana terdapat korelasi negatif serta signifikan antara self esteem dengan narsisme terhadap pemakaian dalam bermedia sosial dengan siswa SMA dimana semakin rendah self esteem maka semakin tinggi narsisme dan begitu juga sebaliknya.

Hasil hipotesis minor kedua ditolak dimana terjadi adanya korelasi positif dengan subjective well being remaja menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan nilai β = 0,488 dan nilai p = 0.000 (p < 0.05).

Adapun tidak sejalan terhadap riset yang dilaksanakan oleh Utami dkk (2020) yang dilakukan pada orang dewasa yang menyatakan bahwa adanya korelasi negatif

(11)

antara subjective well being dengan narsisme.

Adapun berbeda terhadap riset yang dilaksanakan Channa (2021) dengan subjek penelitian mahasiswa menunjukkan adanya korelasi positif antara subjective well being terhadap narsisme terhadap korelasi koefisien 0,14 yang berarti personal terhadap subjective well being jauh sangat besar dengan mempunyai narsisme sangat besar. Dan kebalikannya, individu dengan subjective well being sangat rendah mempunyai narsisme sangat rendah. Ketika individu merasa bahagia, mereka lebih cenderung membuat beberapa perilaku narsisme untuk beradaptasi dengan emosi subjektif mereka sendiri. Sebaliknya, ketika individu merasa tidak bahagia, perilaku narsisme akan menurun. Subjective well being dianggap sebagai penyebab penting dengan pengaruh perilaku narsisme.

Personal terhadap subjective well being sangat tinggi lebih cenderung menentukan perilaku narsisme untuk menunjukkan dirinya.

Berdasarkan kategorisasi narsisme, memperlihatkan bahwa 115 responden penelitian terdapat 2 orang atau 1,7%

memiliki narsisme yang rendah, 75 orang atau 65,2% memiliki narsisme sedang dan 38 orang atau 33% memiliki narsisme yang tinggi. Menurut DSM V, individu dikatakan memiliki narsisme jika

memenuhi 5 dari 9 gejala, seperti terlalu fokus pada dirinya sendiri, terobsesi dengan impian kekuatan, kesuksesan, keindahan cinta tanpa batas serta kecemerlangan, merasa unik atau terbaik, membutuhkan terlalu banyak kekaguman, memiliki rasa berhak, memanfaatkan keberuntungan orang lain, iri pada orang lain, kurang empati, berpikir terhadap orang lain yang iri padanya, dan menjadi sombong dan angkuh (American Psychiatric Association, 2013).

Hasil observasi dan wawancara terhadap siswi SMA sekolah Sultan Iskandar Muda Medan terlihat bahwa siswi memiliki narsisme yang tinggi dimana siswi ingin mendapatkan perlakuan spesial dari orang lain dan dalam pertemanan mereka juga selalu ingin tampil menonjol yang memenuhi karakteristik rasa mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan membutuhkan kekaguman yang berlebihan.

Berdasarkan kategorisasi self esteem, memperlihatkan bahwa dari 115 responden penelitian terdapat 10 orang atau 8,7%

memiliki self esteem yang rendah, 80 siswa ataupun 69,6% persen mempunyai self esteem sedang serta 25 siswa ataupun 21,7% mempunyai self esteem sangat tinggi. Self esteem memiliki pengaruh terhadap narsisme. Dengan ini dikarenakan personal mempunyai kecenderungan narsisme dengan memerlukan apresiasi diri

(12)

1003

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

dengan terbentuknya self esteem/ harga diri. Nevid (dalam Apriliani, 2015) menjelaskan bahwa individu dengan perilaku narsisme suka mengumbar apa yang menjadi pengetahuan untuk masyarakat yang lainnya terhadap individu dan mengamati dirinya sebagai individu yang sangat unik dan sosok mempunyai keberhasilan.

Hasil observasi dan wawancara terhadap siswi SMA sekolah Sultan Iskandar Muda Medan terlihat bahwa siswi memiliki self esteem yang rendah dimana ia tidak dapat menerima kritikan oleh orang lain yang ditujukan pada dirinya dan ingin selalu diperhatikan dan dipuji oleh orang lain.

Berdasarkan kategorisasi subjective well being, memperlihatkan bahwa dari 115 responden penelitian, 10 orang atau 8,7% mempunyai subjective well being sangat rendah, 101 orang atau 87,8%

mempunyai subjective well being sedang serta 4 orang atau 4% memiliki subjective well being sangat tinggi. Aspek-aspek dari subjective well being adalah harga diri dengan sifat positif, kendali diri, sifat yang terbuka, optimis, hubungan yang sehat, nilai dari makna dan tujuan serta penyelesaian dari konflik diri (Compton, 2005).

Siswi SMA sekolah Sultan Iskandar Muda Medan terlihat bahwa siswi mempunyai subjective well being sangat

tinggi dimana siswi-siswi mempunyai optimis sangat tinggi untuk mendapatkan dan foto yang bagus untuk diunggah ke sosial media.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka menyimpulkan adanya hubungan diantara subjective well being serta self esteem terhadap narsisme. Serta terdapat korelasi negatif diantara self esteem terhadap remaja yang menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme.

Tindakan sangat tinggi self esteem maka kemungkinan sangat rendah narsisme.

Adapun kebalikannya, sangat rendah self esteem dihasilkan sangat tinggi narsisme.

Kemudian, adanya korelasi positif antara subjective well being terhadap remaja dengan menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme. Bertambah tinggi terhadap subjective well being, akan terjadi adanya sangat tinggi narsisme.

Maupun kebalikannya, sangat rendah subjective well being maka sangat rendah narsisme.

4. SIMPULAN

Berlandaskan pada riset tersebut, menarik kesimpulan dalam pembasahan sebelumnya yang telah didapatkan ialah terjadi adanya hubungan terhadap subjective well being serta self esteem terhadap narsisme. Kemudian, terdapat korelasi negatif dengan self esteem terhadap remaja yang menggunakan akun

(13)

sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan nilai β = -0.565 dan nilai p = 0.000 (p < 0.05) dengan arti sangat tinggi self esteem maka sangat rendah narsisme, maupun kebalikannya sangat rendah self esteem maka sangat tinggi narsisme. Serta, adanya korelasi positif diantara subjective well being terhadap siswa menggunakan akun sosial media dengan perilaku narsisme antara dengan β = 0,488 serta nilai p = 0.000 (p < 0.05) dengan arti sangat rendah subjective well being maka sangat rendah narsisme. Dan kebalikannya, sangat tinggi subjective well being maka sangat tinggi narsisme.

Saran

1. Saran bagi siswi Sekolah Sultan Iskandar Muda Medan

Siswi diharapkan dapat menggunakan sosial media dengan cara yang lebih baik.

Misalnya, dengan membagikan konten yang memiliki nilai positif di sosial media, seperti membuat vlog atau aktivitas lain secara edukatif, serta mendapatkan kemanfaatan terhadap orang lain serta menyalurkan keinginan untuk menampilkan diri dengan cara yang lebih baik. Siswi juga diharapkan agar dapat menerima kritikan atau masukan dari orang lain dan dapat mengontrol perasaan ketika menerima pujian dari orang lain ketika membagikan foto atau video di sosial media.

2. Saran bagi sekolah

Sekolah diharapkan untuk bisa memberikan pengarahan terhadap perilaku narsisme sebagai bentuk tindakan preventif secara terprogram agar perilaku narsisme siswi secara perlahan dapat berkurang.

3. Saran bagi peneliti selanjutnya Untuk riset yang akan datang, mengharapkan agar bisa melaksanakan penyesuaian skala terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang sesuai sehingga responden lebih memahami skala yang diberikan dan mengisi skala dengan sungguh-sungguh. Selain itu, diharapkan agar dapat meningkatkan riset tersebut dan melibatkan variabel yang lainnya, contohnya psychological well being.

5. DAFTAR PUSTAKA

Akhter, S. M., dan Rehnuma, F. (2019).

Reliability And Validity Of The Rosenberg Self-Esteem Scale Among University Students Of Bangladesh.

Journal Society Systems Science, 11(1).

American Psychiatric Association. (2013).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition.

Arlington : VA, American Psychiatric Association.

Apriliani, F. (2015). Narsisme Facebooker ditinjau dari Self-esteem. Naskah Publikasi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(14)

1005

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 992 - 1005

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi Dua. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Banyumurti, I. (2018). Media Sosial (e-

book). Diunduh dari

https://literasidigital.id/books/media- sosial/

Channa, M. A. (2021). The Relationship Between Personality, Subjective Well Being And Narcissism Among College Students. Journal of Social Sciences and Humanities, 60(1).

Compton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. Australia : Belmont, CA: Thomson/Wadsworth.

Dewi, C. G., & Ibrahim, Y. (2019).

Hubungan Self-Esteem (Harga Diri) dengan Perilaku Narsisme Pengguna Media Sosial Instagram pada Siswa SMA. Jurnal Neo Konseling, 1(2), 1-7.

Desmita. (2017). Psikologi perkembangan.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Dewi, L., & Nasywa, N. (2019). Faktor- faktor yang mempengaruhi subjective well-being. Jurnal Psikologi Terapan Dan Pendidikan, 1(1), 54-62

Engkus, Hikmat, & Saminnurahmat, K.

(2017). Perilaku Narsis pada Media Sosial di Kalangan Remaja dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian Komunikasi, 20(2), 121-134.

Hanggoro, Yohanes. (2015). Penelitian Deskriptif : Subjective Well-being pada Biarawati di Yogyakarta. Skripsi.

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Kominfo.go.id. (2014). 98 Persen Anak dan Remaja Tahu Internet. Diakses pada tanggal 7 April 2021, dari https://kominfo.go.id/index.php/conte nt/detail/3836/98+Persen+Anak+dan+

Remaja+Tahu+Internet/0/berita_satke r

Pratiwi, T. S. D. (2016). Hubungan Antara Self Esteem dengan Subjective Well Being pada Siswa SMK. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Priyatno, D. (2018). Panduan Mudah Olah Data Bagi Mahasiswa & Umum.

Yogyakarta : Andi.

Priyatno, D. (2016). SPSS Handbook.

Yogyakarta : Mediakom.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta .

Utami, dkk. (2020). Subjective Well Being dan Kecenderungan Narsisme Pada Individu Dewasa. SUKMA: Jurnal Penelitian Psikologi, 1(1).

Yoursay.suara.com. (2020). Mengenal Perilaku Narsisme di Kalangan Remaja .Diakses pada tanggal 7 April

2021, dari

https://yoursay.suara.com/news/2020/

12/30/163014/mengenal-perilaku- narsisme-di-kalangan-remaja

Referensi

Dokumen terkait

Nilai yang positif pada koefisien korelasi menunjukkan hubungan positif antara self esteem dengan optimisme pada siswa-siswi di SMA Negeri 17 Medan, artinya